Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Rabu, 29 Agustus 2012

JALAN PANJANG BERLIKU PENDIDIKAN PROFESI GURU

Oleh Luthfiyah Nurlaela, Ketua PPG Unesa

            Pada saat ini, Pendidikan Profesi Guru (PPG) sedang menjadi perdebatan. Kebijakan Mendikbud itu dianggap ‘ngawur’ oleh banyak kalangan, terutama para pemerhati bidang pendidikan, guru-guru, dan juga mahasiswa dan masyarakat. Tidak heran, karena dalam kebijakan tersebut, tersurat bahwa profesi guru terbuka bagi semua lulusan program studi (prodi), kependidikan maupun non kependidikan, asal yang bersangkutan lulus PPG. Aturan ini dinilai sangat tidak adil bagi lulusan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Empat tahun proses yang mereka lalui selama pendidikan di LPTK, seperti tidak ada artinya, karena disandingkan dengan lulusan non-LPTK yang juga memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti PPG. Baik dari lulusan LPTK maupun non-LPTK, sama-sama harus menempuh PPG selama 1 atau 2 semester (bergantung prodi PPG yang menjadi pilihanya), bila mereka ingin menjadi guru.
            Guru profesional merupakan guru yang dalam melaksanakan tugasnya mampu menunjukkan kemampuannya yang ditandai dengan penguasaan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi substansi dan/atau bidang studi sesuai bidang ilmunya. Calon guru harus disiapkan menjadi guru profesional melalui pendidikan profesi guru. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Sesuai pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun  2009 tentang Pendidikan Profesi Guru disebutkan bahwa program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan (PPG Prajab) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S-1 kependidikan dan S-1/D-IV nonkependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan, sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
            PPG sendiri sebenarnya sudah disiapkan sejak lama. Paling tidak sejak tahun 2008/2009, tim PPG Pusat dari Dikti sudah melakukan berbagai kegiatan, mulai menyusun naskah akademik, buku panduan, dan merancang kurikulum. Pada saat itu, fokus persiapan selain untuk PPG Prajab, juga untuk PPG dalam Jabatan (PPG Daljab). PPG Daljab direncanakan untuk segera dilaksanakan dengan salah satu misi mempercepat penuntasan sertifikasi guru. Mempertimbangkan jumlah guru yang belum tersertifikasi dan target penuntasan sertifikasi guru pada tahun 2015, diprediksi target tersebut tidak akan tercapai bila hanya mengandalkan jalur portofolio dan PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru).
Maka pada tahun yang sama, dipaculah LPTK negeri maupun swasta untuk menyusun proposal penyelenggaraaan PPG. Berbagai komponen yang harus ada dalam proposal antara lain adalah izin penyelenggaraan prodi yang dikeluarkan oleh Dikti, bukti akreditasi prodi (minimal harus terakreditasi B), rancangan kurikulum PPG yang diusulkan,  SDM (minimal 2 doktor dan 4 magister), rasio jumlah dosen dan mahasiswa, dan sebagainya, termasuk sarana prasarana dan keberadaan Unit PPL serta jaringan kemitraan dengan sekolah. Visitasi dalam rangka verifikasi lapangan pada semua prodi yang mengajukan proposal dilakukan pada menjelang akhir tahun 2009, dengan melibatkan asesor dosen-dosen LPTK yang dinilai berkompeten dan memang sudah terlibat sejak awal penyiapan program PPG. Serangkaian workshop penyusunan Buku Pedoman PPG, Kurikulum PPG, dan Perangkat Workshop dan Asesmen, juga dilaksanakan, baik secara lokal oleh masing-masing LPTK maupun secara nasional dengan Dikti sebagai penyelenggaranya.
            Berdasarkan hasil penilaian proposal dan visitasi, maka diterbitkanlah Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Kepmendiknas) Nomer 126/P/2010 tentang LPTK Penyelenggara PPG dalam Jabatan. Ada sebanyak 56 LPTK negeri dan swasta di seluruh Indonesia yang dinilai layak sebagai penyelenggara PPG Daljab. Dalam kepmendiknas tersebut juga sudah ada penetapan kuota untuk peserta PPG tahun 2010, 2011, dan 2012, yaitu sejumlah 13020 peserta/tahun.
            Menanggapi kepmendiknas tersebut, maka semua LPTK yang telah ditetapkan sebagai penyelenggara PPG berbenah. Dikti juga mengucurkan sejumlah dana pada LPTK untuk revitalisasi PPG. Dana tersebut dialokasikan untuk penyiapan kurikulum, perangkat pembelajaran, pengadaan buku-buku referensi,  dan sistem penjaminan mutu PPG. Setiap prodi juga menyusun Buku Pedoman PPG Daljab dengan memanfaatkan dana tersebut. Sosialisasi PPG Daljab dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media dan forum, baik melalui website masing-masing LPTK, mengirimkan pemberitahuan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota dan bahkan langsung ke sekolah-sekolah, juga mengundang kepala dinas dan guru-guru khusus dalam rangka sosialisasi PPG, dan sebagainya.
            Pada saat itu, Dikti mengalokasikan juga sejumlah dana untuk membantu biaya pendidikan peserta, yang jumlah nominalnya telah dihitung dan disepakati bersama-sama dengan LPTK Penyelenggara PPG.  Namun kepastian tentang dana tersebut tidak kunjung datang sampai akhir tahun 2010. Maka berbagai kegiatan persiapan yang telah dilakukan LPTK seperti tak berarti, meskipun optimisme tetap ada, bahwa PPG akan dilaksanakan tahun 2011. Puluhan pertanyaan seputar kapan pendaftaran PPG, apa persyaratannya, kapan dilaksanakan, dan seterusnya terlontar dari berbagai pihak, terutama guru-guru. Namun yang bisa dijawab oleh LPTK adalah bahwa PPG yang sedianya akan dilaksanakan pada tahun 2010 itu ditunda, mungkin dimulai tahun 2011.
            Pada tahun 2011, terbitlah Kepmendiknas Nomer 052/P/2011 tentang Perubahan atas Kepmendiknas Nomer 126/P/2010 tentang LPTK Penyelenggaran PPG Dalam Jabatan. Tidak ada yang berbeda dari kepmen tersebut, kecuali tahun untuk kuota PPG Daljab, yaitu untuk tahun 2011, 2012, dan 2013. Jumlah LPTK Penyelenggara PPG daljab dan jumlah kuota peserta sama dengan kepmen sebelumnya.
            Dengan semangat baru, LPTK kembali melakukan berbagai kegiatan persiapan dan sosialisasi. Pada saat itu diinformasikan bahwa PPG Daljab mungkin akan dilaksanakan pada Maret 2011.Ternyata sampai pada akhir Maret, belum juga ada kepastian, begitu juga pada bulan-bulan selanjutnya. Hingga pada minggu kedua Agustus, Dikti mengumumkan adanya perekrutan PPG Daljab, yang pendaftarannya secara online melalui SIM-PPG pada laman http://ksg.dikti.go.id/ppg. Bahkan pada saat itu pun, kepastian tentang beasiswa PPG belum ada kejelasan, namun LPTK didorong untuk membuka pendaftaran. Beberapa LPTK menyambut himbauan itu dengan bersemangat, mereka gencar melakukan sosialisasi agar banyak guru yang mendaftarkan diri. Sebagian LPTK menanggapi dengan setengah hati, melakukan sosialisasi dan rekrutmen dengan semangat yang biasa-biasa saja. Pendaftaran itu dibuka sampai minggu kedua November, dan seleksi administrasi serta seleksi akademik dilaksanakan pada minggu-minggu berikutnya. Pelaksanaan PPG Daljab direncanakan pada minggu pertama Desember 2011.
            Pada saat itu, Dikti juga meluncurkan program yang lain, yaitu SM-3T (Sarjana mendidik di Daerah Terdepan, tertinggal, dan Terluar), program S1 KKT (S1 Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan), program PPGT (Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi), dan beberapa program yang lain. Program yang diluncurkan menjelang penghujung tahun. Konon, karena dana yang digunakan adalah dana APBN-P, sehingga kepastian cairnya selalu menjelang tahun anggaran tutup. Maka hampir semua LPTK yang ‘ketiban sampur’ untuk melaksanakan program itu benar-benar ‘kepontal-pontal’. Hanya beberapa LPTK yang akhirnya bisa melaksanakan PPG Daljab, dengan menarik lebih dulu biaya pendidikan dari peserta PPG, dan biaya itu dijanjikan akan dikembalikan bila beasiswa dari Dikti telah cair.
            Tahun 2012 memberi harapan baru untuk penyelenggaraan PPG Daljab. Kabar terbaru menginformasikan bahwa dana PPG di-DIPA-kan ke LPMP melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDM-PMP), artinya tidak lagi melalui Dikti seperti tahun-tahun sebelumnya. Maka LPTK-pun kembali berbenah dengan semangat tinggi. Di Jawa Timur, LPTK Penyelenggaran PPG sebanyak 8 perguruan tinggi (Unesa, UM, Unej, Unipa, Unmuh Malang, Unisma Malang , IKIP PGRI Madiun, dan Universitas Nusantara PGRI Kediri). Kedelapan perguruan tinggi tersebut menghimpun diri, berunding di bawah koordinasi LPMP Jawa Timur, dan membentuk Forum Pelaksana PPG Jawa Timur. Berbagai kesepakatan diperoleh dalam pertemuan pada pertengahan Januari 2012 tersebut, termasuk penetapan beasiswa untuk setiap peserta PPG. Direncakan pendaftaran PPG akan dimulai pada Februari-Maret 2012.
            Namun, setelah menunggu dengan penuh harapan, tiba-tiba Kepala LPMP menginformasikan bahwa dana yang sedianya untuk penyelenggaraan PPG Daljab dialihkan untuk pelaksanaan UKA (Uji Kompetensi Awal). Padahal, sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, semua LPTK telah melakukan persiapan dan sosialisasi sedemikian rupa, dengan memberikan keyakinan bahwa PPG Daljab akan segera dilaksanakan. Apa boleh buat. Maka untuk yang kesekian kalinya, LPTK, lagi-lagi, harus menjawab puluhan bahkan ratusan pertanyaan tentang penyelenggaraan PPG dengan satu kata kunci: ditunda. Sampai kapan? Tidak ada yang bisa memastikan. Berkaca pada pengalaman-pengalaman sebelumnya, memang sebaiknya, tidak perlu memberi kepastian.
            Sejak tahun 2011, Dikti meluncurkan program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia , salah satunya adalah program SM-3T. Program SM-3T ditujukan kepada para Sarjana Pendidikan yang belum bertugas sebagai guru, untuk ditugaskan selama satu tahun pada daerah 3T. Program SM-3T dimaksudkan untuk membantu mengatasi kekurangan guru, sekaligus mempersiapkan calon guru profesional yang tangguh, mandiri, dan memiliki sikap peduli terhadap sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak bangsa. Program ini merupakan Program Pengabdian Sarjana Pendidikan untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T selama satu tahun sebagai penyiapan pendidik profesional yang akan dilanjutkan dengan Program Pendidikan Profesi Guru.
            SM-3T seperti mengobati luka kecewa karena ‘gagal’nya PPG Daljab yang sudah ‘digadang-gadang’ bertahun-tahun. Lepas dari apakah ini merupakan program tiruan dari ‘Indonesia Mengajar’-nya Anis Baswedan, harus diakui bahwa program SM-3T memberi kemanfaatan yang luar biasa, tidak hanya bagi pemerintah daerah 3T yang memang kondisi pendidikannya sangat memprihatinkan; namun juga bagi para sarjana pengabdi tersebut.  Berbagai tantangan dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan yang harus dihadapi oleh para sarjana, dalam segala keterbatasan sarana prasarana, daya dukung masyarakat dan sekolah yang sangat rendah, di antara perbedaan latar belakang kultur dan agama; menjadikan mata mereka terbuka lebar, kepedulian dan ketangkasan terasah, dan kemampuan memecahkan masalah semakin terbangun. Bekal sebagai guru profesional benar-benar mereka peroleh secara langsung, nyata, seringkali harus ‘berdarah-darah’, dan semuanya mereka hayati sebagai bagian dari proses menuju cita-cita sebagai guru yang profesional.
            Melihat begitu besar manfaat SM-3T dalam rangka mengembangkan guru yang profesional, maka sejak tahun 2012 ini, Dikti mengeluarkan kebijakan bahwa perekrutan peserta PPG Prajab adalah melalui SM-3T. Program ini hanya untuk lulusan prodi pendidikan dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain IPK; lulus tes administrasi, tes akademik, dan tes wawancara; dan berbagai persyaratan lain, termasuk pengalaman keorganisasian selama menjadi mahasiswa.
            Kebijakan ini tentu saja menjaga ‘kredibilitas’ LPTK. Bahwa profesi sebagai guru seharusnyalah diemban oleh mereka yang memang dari awal sudah dipersiapkan sebagai guru. Sebagaimana profesi-profesi yang lain; dokter, pengacara, notaris, akuntan, dan sebagainya, yang tidak setiap orang bisa memasukinya. Bahwa PPG merupakan upaya pemerintah untuk ‘memuliakan’ profesi guru. Bahwa pendidikan yang ditempuh selama empat tahun masa kuliah adalah pendidikan akademik, dan untuk menjadi guru, seseorang harus menempuh pendidikan profesi (PPG). Sama halnya sarjana akuntansi yang tidak bisa secara otomatis menjadi akuntan, sarjana hukum yang tidak bisa secara langsung disebut pengacara, notaris, dan sebagainya; melainkan mereka harus menempuh pendidikan profesi lebih dulu.
            Namun di sisi lain, kebijakan yang memungkinkan peserta PPG bisa berasal dari sarjana nonpendidikan, seolah bertentangan dengan upaya ‘pemuliaan’ guru itu sendiri. Memang ada perbedaan persyaratan antara sarjana pendidikan dan nonpendidikan dalam mengikuti PPG Prajab. Sarjana nonpendidikan harus menempuh matrikulasi bidang kependidikan sebelum mengikuti PPG, sedangkan sarjana pendidikan tidak dikenakan persyaratan tersebut. Selebihnya sama. Kurikulum, masa pendidikan, proses pendidikan, dan sebagainya, tidak ada perbedaan.
            Pertanyaannya: bagaimana mungkin proses panjang selama sekitar delapan semester menempuh pendidikan disejajarkan hanya dengan paling lama  satu semester kegiatan matrikulasi? Bukankah proses membentuk kompetensi guru yang profesional itu memerlukan waktu yang panjang, dan oleh sebab itu sudah harus dimulai sejak awal semester dalam delapan semester tersebut? Tidak sekedar lulus beberapa matakuliah matrikulasi dan bisa melakukan praktek mengajar secara instan?  Lantas apa gunanya LPTK bila pada akhirnya siapa pun bisa menjadi guru, hanya dengan menempuh pendidikan profesi selama satu atau dua semester?
            Dalam Naskah Akademik PPG sendiri dinyatakan, kompetensi guru merupakan sesuatu yang utuh, sehingga proses pembentukannya tidak bisa dilakukan secara instan, karena guru merupakan profesi yang akan menghadapi individu-individu, yakni pribadi unik yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Tuntutan untuk menghasilkan guru yang profesional mengharuskan LPTK penyelenggara memiliki visi yang jelas dengan dilandasi prinsip good governance dan memiliki kapasitas yang menjamin keprofesionalan lulusannya. Dengan demikian, kualitas input menjadi sangat penting untuk menegakkan prinsip good governance, selain kualitas SDM, sarana prasarana, dan sebagainya. Namun dengan kebijakan terkait dengan input PPG seperti saat ini, mungkinkah?
            Di sisi lain, kita harus menyadari bahwa saat ini di Indonesia terdapat lebih 200 LPTK negeri dan swasta dalam berbagai bentuk dan tersebar di seluruh Indonesia , yang pemetaannya belum sepenuhnya dilakukan secara detil. Terjadi disparitas kualitas, rentangan kualitas LPTK-LPTK tersebut sangat lebar, ditambah lagi sebarannya yang tidak merata. PPG merupakan salah satu jalan keluar untuk mengendalikan mutu guru yang dihasilkan dari semua LPTK tersebut.
Lebih jauh, perkembangan bidang-bidang pengetahuan dan keahlian yang cukup pesat juga menuntut tersedianya tenaga guru yang kompeten pada bidangnya. Masih banyak bidang-bidang di mana guru-gurunya belum dihasilkan oleh LPTK. Beberapa contohnya adalah pada bidang kejuruan, misalnya pertanian, peternakan, perkapalan, perhotelan dan pariwisata, dan sebagainya; sampai saat ini belum ada satu pun LPTK yang menghasilkan guru-guru dalam bidang tersebut. Maka PPG menjadi salah satu jalan keluar, di mana sarjana pada bidang-bidang tersebut dimungkinkan untuk menjadi guru, mengisi kebutuhan dalam bidang-bidang yang relevan, dengan lebih dulu menempuh PPG.
LPTK perlu didorong untuk membuka program studi baru sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan di lapangan. Mengingat ada cukup banyak persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan usulan pendirian program studi baru, salah satunya adalah ketersediaan SDM dosen yang memiliki latar belakang pendidikan yang linier dengan prodi yang akan diusulkan (tentu saja untuk bidang-bidang yang dicontohkan di atas, persyaratan ini tidak mudah dipenuhi), maka perlu strategi khusus dalam pengembangan SDM perguruan tinggi.  Selain itu, kerjasama dengan praktisi dalam bidang-bidang yang akan dikembangkan, juga menjadi tuntutan mutlak. Dengan demikian diharapkan, ke depan, bidang apa pun ada LPTK-nya. Guru bidang perkapalan dihasilkan oleh Prodi Pendidikan Teknik Perkapalan, bidang perhotelan dihasilkan oleh Prodi Pendidikan Perhotelan, dan sebagainya. Selama bidang-bidang tersebut tidak ada LPTK-nya, maka PPG mungkin akan tetap menjadi jalan keluar terbaik.

Surabaya, 29 Agustus 2012

Minggu, 26 Agustus 2012

Reuni IKASMADA Tuban

Foto bersama sahabat lama.
Rabu, 22 Agustus 2012

Reuni dan halal bi halal Smada Tuban. Diawali dengan senam aerobik pada sekitar pukul 06.00. Lanjut jalan sehat. Selesai sekitar 08.00.

Reuni ini diikuti oleh  angkatan 1982-2012. Tiga puluh tahun. Angkatan tertua sampai angkatan termuda terwakili. Berkostum kaus berwarna ungu. Bergembira ria bersama. Ada panggung hiburan yang diisi acara bebas untuk setiap angkatan. Hampir semua angkatan menampilkan lagu-lagu. Dangdut, pop, campursari. Ada juga hiburan pantomim yang lucu dan asyik. Puluhan door prize ikut melengkapi kemeriahan acara.

Konsep acara dibuat cukup unik. Nyaris tidak ada acara ceremonial. Hanya ada panggung di tengah halaman SMA 2 yang cukup luas itu, yang dipayungi dengan tenda kecil. Tidak banyak kursi-kursi yang dipasang. Sebagai gantinya adalah tikar-tikar plastik, termasuk bekas spanduk, digelar di sudut-sudut taman. SMA 2 memang merupakan salah satu sekolah yang menerima penghargaan nasional sebagai sekolah adiwiyata tahun 2012, maka tidak heran kalau halaman sekolah dan lingkungannya penuh dengan taman-taman dan pepohonan yang rimbun. Di bawah rerimbunan pohon-pohon itulah para alumni duduk bergerombol, sesuai dengan angkatannya masing-masing. 

Di sekeliling halaman, sejak pintu masuk sampai di ujung halaman, terhampar meja-meja yang memamerkan berbagai produk dari setiap angkatan. Ada yang menampilkan makanan khas Tuban, batik Tuban, kerajinan,  es siwalan, es tebu, kaus dan berbagai busana yang lain. Di salah satu sudut aula juga dipamerkan berbagai karya fotografi dari alumni. Di sudut yang lain lagi, banner-banner yang memberikan informasi tentang berbagai kegiatan yang sudah dilakukan IKASMADA, terpasang rapi dan menarik.

Dua orang pembawa acara, cowok dan cewek, 'berkicau' sejak pagi untuk mencairkan suasana. Mereka masih muda, mungkin belum lulus SMA, tapi kelihatannya sudah sangat berepengalaman membawakan acara. Pembawaanya rileks, lucu, dan seperti tidak pernah kehabisan ide untuk membuat suasana senantiasa cair dan ramai.

Foto narsis deh. Hehehe...
Satu-satunya acara yang agak ceremonial adalah ketika mas Agus Maimun, ketua IKASMADA, alumnus 1992, memberikan sambutan. Itu pun dia meminta saya mendampingi dia. Mungkin karena saya sebagai anggota dewan penasehat di organisasi IKASMADA, atau karena saya dianggap pantas untuk mewakili angkatan tertua (angkatan 85, angkatan saya, adalah lulusan pertama SMADA), atau karena saya guru besar (kelihatannya gelar profesor ini merupakan daya tarik tersendiri, meskipun sebenarnya itu bukan sesuatu yang terlalu istimewa); atau karena ketiga-tiganya. Ketika memberi sambutan pun, mas Agus membawakannya dengan sangat santai, jauh dari kesan formal; dengan sesekali meminta saya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pembawa acara. Jadi sambutan itu lebih seperti talk show. Bagus, bagus sekali kemasannya.

Di antara berbagai macam acara itu, digelar juga kegiatan donor darah. Ratusan alumni bergantian menyediakan dirinya untuk diambil darahnya oleh para petugas PMI. Benar-benar acara yang komplit.

Saya sendiri sangat menyukai acara-acara reuni seperti ini. Bertemu dengan teman-teman lama yang sekarang sudah banyak yang berubah bentuk tubuh dan wajahnya. Ada yang dulu rambutnya tebal, sekarang jadi botak. Ada yang dulu posturnya kecil dan pendek, tahu-tahu sekarang jadi tinggi besar. Ada yang dulu putih bersih, cakep, menjadi idola banyak cewek, sekarang jadi hitam dan perutnya buncit. Ada yang dulu imut-imut, sekarang amit-amit karena 'bemper'nya berubah jadi besar (termasuk saya....hehe).


Lesehan bareng di halaman sekolah.
Menjelang acara usai, kami juga sempat mengunjungi teman seangkatan kami yang sakit. Namanya Sarno. Seorang tamtama ABRI yang sudah sekitar tiga tahun tidak bertugas karena stroke. Mengharukan sekali pertemuan kami dengan Sarno. Seorang teman kami, Kasuri, berpangkat kolonel (saat ini sedang promosi bintang satu), menjabatnya dan memompa semangat Sarno dengan gaya khas perwira. Sangat khas, sangat memotivasi. Mengharukan melihat Sarno yang hormat dengan tangan kirinya, dan direspon dengan sangat simpatik oleh Kasuri. Kami pulang setelah menyerahkan sejumlah dana yang diambil dari kas alumni angkatan 85, untuk membantu pengobatan Sarno. Kasuri juga memberikan beberapa lembar ratusan ribu rupiah, dan menggenggamkan uang itu ke tangan Sarno. 

Foto bareng teman lama.

Kami kembali ke SMA 2, karena beberapa mobil kami masih parkir di halamannya. Bertemu lagi dengan panitia yang sedang berkemas dibantu oleh teman-teman yang lain. Dua teman seangkatan kami yang menjadi tim sibuk, adalah Esa dan Suryadi, sedang mengemasi barang-barang.  Kami berfoto-foto lagi sebentar, dan berpisah dengan perasaan senang dan lega. Bahagia sekali bisa sejenak bersama-sama dengan teman-teman lama....

Wassalam,
LN

Selasa, 21 Agustus 2012

Di Ujung Ramadhan

Pagi masih gelap dan dingin.
udara sejuk menembus kulit menemani kami pulang dari Masjid Nurul Huda, masjid dekat rumah kami. Hampir setiap pagi selepas sahur, kami mengikuti jamaah sholat shubuh di masjid tersebut.

Ini adalah shubuh terakhir pada Ramadhan ini. Ada perasaan syahdu yang melingkupi hati ketika kaki-kaki kami menapaki jalan-jalan yang sepi. Perasaan syahdu yang jauh lebih syahdu dibanding hari-hari biasa. Rasanya waktu untuk kehilangan itu semakin dekat. Ada di pelupuk mata. Kehilangan Ramadhan. Saat yang di setiap detiknya serasa seperti mengandung berkah. Kedamaian yang luar biasa di setiap helaan nafas.

Tadi malam, imam sholat tarawih di mushola sebelah rumah, tempat kami mengikuti jamaah tarawih setiap malam Ramadhan, sudah menangis sejak pada rakaat pertama. Suaranya terputus-putus melafalkan ayat-ayat suci Al-Quran. Kadang kami harus menunggu suaranya terdengar lagi setelah berhenti beberapa detik. Kami semua lebih banyak terpekur dalam kebisuan. Dengan hati yang berdzikir. Dengan sudut mata yang basah. Dengan tangis yang tertahan dan menyesakkan dada. Bahkan ketika memberikan kultumnya, imam kami itu hanya menyampaikan dua-tiga kalimat. Memohon maaf kepada para jamaah, menyampaikan rasa kehilangannya pada Ramadhan, dan berdoa supaya Allah memanjangkan usia kita semua agar bertemu dengan Ramadhan yang akan datang. Selebihnya, adalah isak tangis. Sehingga seseorang harus menggantikannya untuk membacakan doa menjelang sholat witir. Sungguh, betapa terasa berat hati ini untuk berpisah dengan Ramadhan yang indah.

Bagi kami, Ramadhan tahun ini terasa sangat berbeda. Pada tahun-tahun yang lalu, kami mengisi Ramadhan dengan bisnis kue kecil. Bertahun-tahun kami menjalankan bisnis itu, sejak tahun 96-an. Langganan kami sudah lumayan banyak, sampai ke kota Ponorogo, Madiun, Malang, Probolinggo, Pasuruan, Blitar, Bojonegoro, Babat, Tuban, dan sebagainya. Kami punya banyak kenalan supir dan kondektur bus yang setiap tahun kami minta tolong untuk 'kirim barang' ke berbagai tempat tujuan tersebut. Di terminal tempat tujuan, pelanggan kami sudah menunggu barang kiriman kami. Praktis, hemat, dan menguntungkan. Ada juga pelanggan yang langsung datang ke rumah dengan membawa mobilnya  untuk mengangkut barang berupa kue-kue itu. Tetangga kiri-kanan juga sudah menjadi langganan kami. Di awal Ramadhan, mereka sudah pesan berbagai macam kue, dan pesanan itu akan mereka ambil menjelang akhir Ramadhan, untuk dibawa sebagai oleh-oleh bagi sanak keluarga ketika mudik. Begitu juga teman-teman di kampus. Dari cleaning service, karyawan, dosen-dosen muda sampai guru besar, telah menjadi langganan kami bertahun-tahun. Beberapa mahasiswa juga kulakan barang ke kami untuk dijualnya lagi di berbagai tempat. Bisnis yang sangat menyenangkan. 

Tapi pada Ramadhan tahun ini, kami sudah berniat untuk tidak jualan. Ada beberapa alasan. Pertama, kontinyuitas barang yang tidak stabil dari pabriknya. Oya, kami mengambil barang berupa macam-macam kue itu dari PT. Jacob Biscuit, perusahaan roti tempat mas Ayik bekerja. Ketidakstabilan stok barang itu sudah mulai kami rasakan sejak setahun dua tahun yang lalu. Produksi tidak kontinyu, itu pun jumlahnya terbatas. Sementara kami sudah terlanjur menerima banyak pesanan dari para pelanggan. Akibatnya, banyak pesanan yang tidak bisa kami penuhi. Tentu saja, banyak pelanggan yang kecewa. Alasan kedua, mungkin kami sudah mulai capek. Beberapa minggu sebelum Ramadhan tiba, kami selalu sudah mulai kulakan barang. Ratusan dus memenuhi rumah kami yang kecil itu. Waktu Arga masih kecil, dia suka main perang-perangan dengan teman-temannya, dengan menjadikan tumpukan dus kue itu sebagai markas atau benteng pertahanannya. Ketika Arga sudah mulai remaja, dia membantu mengangkut dan menata dus-dus itu di dalam mobil para pelanggan yang datang, atau di dalam mobil kami untuk dibawa ke terminal atau diantarkan langsung ke pelanggan. Dia mengantongi sejumlah uang sebagai 'upah kerja'nya dengan cara seperti itu. Aktivitas itu bisa kami lakukan kapan saja. Selepas sahur sampai menjelang shubuh, selepas buka puasa sambil menunggu waktu tarawih, dan selepas tarawih sampai menjelang tengah malam atau bahkan menjelang sahur. Ibadah rasanya jadi tidak 'jenak'. Tadarus hanya sebagai syarat saja, selembar-dua lembar cukuplah. Shubuh di masjid jarang bisa kami lakukan karena harus buru-buru ke terminal mengantarkan barang. Sepulang dari terminal seringkali sudah ditunggu para pelanggan yang akan mengambil barang dagangannya. Waktu seperti tidak pernah cukup. Bahkan sepulang dari umroh tahun lalu pun, kami masih sempat menjalankan bisnis itu pada dua tiga minggu menjelang lebaran. Rasanya 'eman-eman' membuang kesempatan.  Rejeki memang mengalir deras, tapi kami merasa ada banyak hal yang hilang. Hal inilah yang menjadi alasan ketiga kenapa kami memilih tidak jualan lagi tahun ini. Kami ingin punya lebih banyak waktu untuk beribadah, melaksanakan puasa Ramadhan dengan segala keutamaannya.

Ternyata memang Allah SWT sudah mengatur semuanya dengan sangat rapi. Pilihan kami untuk tidak jualan membawa hikmah. Bapak jatuh sakit. Sempat beberapa hari opname di rumah sakit. Keluar dari rumah sakit, bapak harus menjalani terapi. Kami dengan adik-adik bergantian menunggui dan mengantarkan bapak melakukan terapi. Ibu yang juga sudah sepuh dan menderita osteoporosis sudah tidak mungkin lagi melakukan semuanya sendiri. Bahkan ibu juga sempat jatuh sakit di saat-saat bapak harus menjalani terapi. Pernah beberapa kali, kami mengantarkan bapak terapi, bersamaan dengan ibu yang juga harus menjalani terapi.

Dalam situasi seperti itu, saya dan mas Ayik merasa sangat bersyukur karena memutuskan untuk tidak jualan pada ramadhan ini. Bayangkan kalau kami tetap jualan, betapa banyak waktu yang harus tersita untuk melayani pelanggan. Sebaliknya, betapa kami jadi tidak punya banyak waktu untuk mendampingi bapak ibu. Dalam kondisi seperti ini, kehadiran dan dukungan kami benar-benar menjadi sangat penting untuk membantu kesembuhan dan pemulihan kesehatan bapak ibu.

Maka di antara hari-hari selama Ramadhan ini, di sela-sela tarawih dan tadarus kami, kami menghabiskan waktu bersama bapak ibu. Bergantian dengan adik-adik. Ketika bapak masih opname, kadang-kadang kami melakukan buka puasa dan makan sahur di rumah sakit. Sering juga saya buka dan makan sahur sendirian karena mas Ayik harus menemani Bapak Ibu, sementara saya menunggui Arga yang mungkin swaktu-waktu pulang dari tempat kost-nya. Bila adik-adik yang menunggu bapak dan ibu, kami bisa menjalankan aktivitas buka puasa, tarawih, tadarus, sahur, dan berjamaah sholat shubuh ke masjid, bersama-sama.

Seperti saat ini. Dedi, adik bungsu kami, dari kemarin menunggu bapak ibu di rumah Tanggulangin. Kami bisa bersama-sama berbuka puasa, tarawih, makan sahur dan pergi ke masjid untuk sholat shubuh berjamaah. Buka puasa, tarawih, sahur, dan shubuh terakhir di ujung ramadhan ini.

Sakit yang dianugerahkan Allah kepada bapak membuat kami semua merasa lebih menghargai waktu. Keikhlasan dalam mendampingi bapak ibu insyaallah akan menjadi bonus istimewa untuk menambah kualitas ibadah kami. Sakit bapak juga membuat kami menjadi lebih kompak, bahu-membahu untuk mendukung bapak ibu secara lahir dan batin. Menghayati detik demi detik yang kami lalui menjadi lebih berarti dan tidak sia-sia.

Tak ayal, saat-saat di mana Ramadhan jelas-jelas akan pergi dari hadapan kami, begitu menyedihkan hati kami. Mas Ayik pulang dari tarawih tadi malam dengan mata sembab. Selepas shubuh pun dia menangis dan memeluk saya erat dengan dada berguncang menahan isak. Entah kenapa, pada situasi-siatuasi tertentu, mas Ayik menjadi begitu cengeng. Lebih cengeng dari perkiraan saya. Saya berusaha memahami situasi batinnya. Beban pikiran karena sakit bapak, sekaligus kesedihan karena akan segera ditinggalkan oleh Ramadhan, membuat hatinya pilu. Saya menghiburnya sembari mengingatkan dia untuk segera bersiap-siap. Pagi ini adalah giliran kami untuk mengantarkan bapak dan ibu menjalani terapi. Dedi pasti sedang memandikan bapak dan mengganti pakaiannya. Ketika kami datang nanti, bapak dan ibu pasti sudah siap untuk bersama kami ke tempat terapi.

Maka meluncurlah kami di atas jalan tol yang masih lengang. Menuju Tanggulangin. Udara sejuk sesejuk hati kami. Sebongkah rasa syukur menyelinap. Atas semua nikmat dan anugerah. Atas semua kemurahan dan kasih sayang-Nya. Di ujung Ramadhan ini. Semoga sampai di ujung ramadhan-ramadhan yang akan menjelang. Amin.

Sabtu, 18 Agustus 2012

Wassalam,
LN

Sabtu, 18 Agustus 2012

Episode Baru bagi Bapak

Menyuapi bapak makan bubur.
Siang ini, setelah delapan hari opname di RSUD Sidoarjo, bapak diperbolehkan pulang. Sesuai janji dokter yang merawat beliau, kalau bapak sudah bisa duduk, bapak boleh pulang. Kemarin bapak sudah mulai latihan duduk, dan berhasil, tentu saja tetap dengan bantuan. Kaki dan tangan kanan beliau yang lemah-lunglai karena terkena stroke, sangat sulit digerakkan, belum memungkinkan beliau untuk menggerakkan tubuh dari posisi berbaring ke posisi duduk.

Bapak saat ini berusia 78 tahun. Beliau tipe orang yang sangat sabar dan 'nriman'. Pensiunan pegawai BRI ini memiliki falsafah hidup 'urip iku kudu jujur.' Meskipun 'orang bank', Bapak anti hutang. Hutang hanya akan membuat hidup susah. Karena prinsipnya itu, keluarga bapak menjadi 'kontraktor' bertahun-tahun, dan baru memiliki rumah sendiri setelah anak-anak besar.

Tiga anak Bapak semua laki-laki. Anak pertama, Baskoro Adjie (mas Ayik), adalah suami saya. Anak kedua, Santanu Bayu Adjie (Iwuk), tinggal di Perum Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) 2, satu blok dengan tempat tinggal Bapak dan Ibu. Putra ketiga, Dimas Prono Adjie (Dedi), bekerja di Balikpapan, sementara istri dan seorang anak laki-lakinya tinggal di Perum Griya Permata Gedangan.

Sebenarnya Bapak dan Ibu asli dari Ponorogo. Tapi karena sudah sepuh, dan semua anak-anak ada di Surabaya dan sekitarnya, Bapak dan Ibu kami boyong ke perum TAS Tanggulangin. Sebuah rumah kecil yang cukup asri yang letaknya di ujung blok, kami beli tahun 2007. Pada saat membeli rumah itu, kami hanya berpikir untuk investasi. Tapi belakangan, rumah itulah yang menjadi tempat tinggal Bapak Ibu di masa senjanya. Tentu saja setelah sekitar setahun kami, anak-anaknya, membujuk-bujuk beliau untuk bersedia diboyong. Alhamdulilah, dengan izin Allah SWT, pada Februari 2008, beliau berdua berkenan untuk diboyong, tapi tetap ingin menempati rumah sendiri, namun dekat dengan anak-anak.

Setahun setelah Bapak Ibu pindah di Tanggulangin, yaitu pada tahun 2009, Allah berkenan memanggil kami berempat ke Tanah Suci. Tentu saja hal ini merupakan kebahagiaan yang luar biasa, beribadah haji bersama orang tua. Ujian kesabaran yang tidak ringan juga, mengingat Bapak dan Ibu yang sudah sepuh dan harus banyak dilayani; namun alhamdulilah, semua berjalan dengan lancar dan mudah. Pada usia Bapak yang sudah 75 tahun, dan Ibu 67 tahun, semua 'prosesi' ibadah haji dilakukan lengkap oleh beliau berdua, tanpa bantuan kursi roda, atau harus diwakilkan. Thawaf, sa'i, melempar jumroh, dan sebagainya, semua dilakukan sendiri oleh Bapak dan Ibu dengan baik dan lancar.

Bapak penyuka musik. Dalam usianya yang sudah uzur itu, Bapak masih main gitar, meniup flute dan kadang-kadang memainkan saxophone. Giginya yang sudah habis membuat tiupannya menjadi 'ngeses'. Pada waktu-waktu tertentu, kalau ada adik-adik Bapak yang juga penyuka musik datang berkunjung ke rumah, Bapak bersama mereka bermain musik. Adik suami saya, Iwuk, ikut bergabung. Selain suaranya yang lumayan bagus, juga karena dia bisa memainkan macam-macam alat musik. Istri Bayu, namanya Diah, juga ikut menyanyi. Suaranya bagus dan dia sepertinya bisa menyanyikan lagu apa pun.  Pada kesempatan itu juga, kadang kami mendatangkan grup musik langganan kami. Maka mengalunlah musik keroncong, campursari, pop, jazz, dan juga musik dangdut, di rumah kami. Tetangga-tetangga dan teman-teman dekat juga datang untuk 'ngguyubi'. Saya dan ibu sibuk menyiapkan makanan untuk melengkapi acara suka ria itu.

Begitu senangnya Bapak pada musik, membuat kebanggaannya pada cucu pertamanya, Arga, yang kuliah di Seni Musik, begitu luar biasa. Kami seringkali merasakan, kebanggaan Bapak kadang terlalu berlebihan. Kebanggaan seorang kakek pada cucunya, yang 'digadang-gadang' bisa meneruskan 'profesi'nya di bidang musik. Kami sebagai orang tua Arga seringkali merasakan, kebanggaan Bapak pada cucunya bahkan melebihi kebanggaan kami sebagai orang tua kepada anaknya.

Sebelum serangan stroke pada Ramadhan ini, bapak termasuk orang yang jarang sakit. Paling-paling hanya flu atau pusing. Memang waktu masih usia 40-an dulu, Bapak pernah sakit liver. Waktu itu saya belum menjadi anggota keluarga Bapak, mengenal mas Ayik saja belum. Konon sakit Bapak cukup parah, sempat opname selama sebulanan di rumah sakit, namun alhamdulilah bisa sembuh total. Pernah juga Bapak terkena TBC, beberapa tahun setelah pensiun, namun dengan pengobatan yang intensif, Bapak dinyatakan sembuh. Bapak terkena TBC bukan karena Bapak perokok, tapi karena hobi fotografinya. Beliau sering berada berlama-lama di kamar gelap untuk melakukan proses afdruk foto. Bahan kimia untuk pencucian foto itulah yang meracuni paru-parunya. Sakit bapak selebihnya adalah flu dan pilek. Itu pun jarang sekali.

Bapak suka beraktivitas, terutama membersihkan rumah dan halaman. Rumput-rumput dan tanaman di sekitar rumah menjadi sasaran untuk mengisi aktivitas bapak pagi dan sore. Bapak juga rajin sholat malam, hampir setiap malam beliau bangun dan bersujud. Bapak juga berjamaah sholat shubuh di masjid dekat rumah. Setiap bulan sekali, Bapak dan Ibu juga mengikuti pertemuan Pensiunan BRI. Sementara setiap tiga bulan sekali, bersama kami, Bapak dan Ibu menghadiri pertemuan arisan teman-teman rombongan haji. Karena aktivitasnya itu, Bapak dan Ibu memiliki banyak teman. Belum lagi tetangga kiri-kanan yang juga sangat baik serta menghormati beliau berdua, yang mereka anggap sebagai salah satu sesepuh di lingkungan perumahan itu.

Selera makan Bapak sangat baik. Pada usianya yang sudah sepuh, Bapak tidak rewel dalam urusan makan. Apa pun yang dimasak Ibu, dimakannya dengan 'nrimo'. Yang penting dimasak sampai empuk. Maka Ibu hampir selalu menggunakan pressure cooker untuk memasak daging dan ayam. Juga bubur kacang hijau. Bubur kacang hijau bikinan Ibu sangat enak. Kadang-kadang dicampur dengan ketan hitam. Disajikan dengan kuah santan kental yang gurih dan wangi pandan. 
Pada November 2012 nanti, pernikahan Bapak Ibu memasuki usia ke-50. Orang bilang, mencapai pernikahan emas. Kami semua berencana memperingatinya bersama teman-teman rombongan haji, pada acara arisan bulan November nanti. Sekedar berbagi rasa syukur dan kebahagiaan, karena Allah SWT telah memberikan kesempatan pada Bapak dan Ibu bersama-sama mengayuh bahtera rumah tangga sampai kaken-kaken dan ninen-ninen. Ibu bahkan sudah menyiapkan baju seragam untuk kami semua, untuk dikenakan pada saat acara nanti. Sesuatu yang menurut kami sangat wajar. Pencapaian 50 tahun adalah 'prestasi' yang sangat layak untuk disyukuri. Berbagai kebahagiaan dengan sanak saudara dan teman-teman adalah salah satu bentuk rasa syukur itu.

Namun, saat ini, Bapak sedang dianugerahi sakit. Stroke menyerangnya tiba-tiba pada siang di Ramadhan hari ke-10. Pada saat itu, Bapak sedang dalam keadaan puasa. Ibu dan adik kami, Iwuk, yang rumahnya satu blok di Perum TAS itu, langsung membawa Bapak ke RSUD Sidoarjo. Saat itu juga Bapak dinyatakan terkena stroke dan harus langsung opname.

Delapan hari Bapak di rumah sakit. Sepanjang siang dan malam ibu menunggui Bapak. Kami bergantian menemani ibu. Bapak diinfus, dipasang kateter, disuntik dan diobati secara teratur. Bapak juga menjalani CT-scan. Tensinya yang cenderung tinggi dipantau terus secara periodik. Dokter bilang, stroke Bapak tidak berat. Meskipun tidak berat, Bapak harus diterapi secara teratur, agar Bapak kembali bisa berjalan. Tentu saja, hal itu memerlukan waktu, mungkin waktu yang tidak singkat. Oleh sebab itu, Bapak harus sabar, begitu juga Ibu dan kami semua yang merawatnya. 

Sejak saat ini, Bapak menjadi orang yang hampir semuanya harus dilayani. Kembali menjadi anak kecil. Bapak yang biasanya mandiri, harus dipapah ketika ke kamar kecil untuk buang air dan mandi, harus disuapi ketika makan, dan harus dibantu duduk dan berdiri, tidur dan bangun, dan mengganti pakaian. Bapak harus ditemani ketika tidur, karena sewaktu-waktu, Bapak perlu minum, atau minta diantar ke kamar kecil. Bicara Bapak juga menjadi tidak jelas, jadi kami harus mendekat sangat dekat bila beliau berbicara. Bapak juga menjadi sangat sensitif. Selama ini kami belum pernah melihat Bapak menangis, tapi sejak sakit ini, beliau sangat sering menangis, untuk hal yang biasa-biasa saja, misalnya ketika mengingat teman-teman masa kecilnya, atau karena perhatian-perhatian kecil dari kami.

Ya. Bapak memasuki episode baru dalam kehidupannya. Episode di mana Bapak harus mengalami sakit yang membuatnya tidak berdaya. Kami selalu menghibur Bapak supaya beliau ikhlas menerima sakitnya dan tetap banyak bersyukur. Ada ibu dan anak-anak yang selalu mendampingi. Ada cucu-cucu yang selalu menghibur. Ada rumah untuk berteduh. Ada makanan dan obat kapan pun dibutuhkan. Ada kasih sayang, cinta keluarga dan sanak saudara yang selalu siap sedia. Allah mencintai hamba-Nya dengan berbagai cara. Bila Bapak ihlas menerima sakitnya, maka hal itu akan mengurangi dosa-dosanya. Kuncinya, ikhlas dan sabar.

Tidak hanya Bapak yang memasuki episode baru dalam kehidupannya. Juga kami, terutama ibu dan anak-anaknya. Kami harus menyediakan ekstra kesabaran dan energi untuk mendampingi Bapak dan menguatkan hati ibu. Harus menyediakan jauh lebih banyak waktu untuk selalu berada di sisi beliau berdua. Sebagai anak tertua, kami seringkali mengingatkan adik-adik untuk selalu ikhlas. Allah SWT menyediakan ladang pahala dan kesempatan seluas-luasnya demi meraih ridho-Nya. Dengan melayani Bapak dan Ibu. Mendampingi beliau sebagai salah satu bukti bakti kita kepada orang tua. Sekali lagi, kuncinya, adalah sabar dan ikhlas.

Terimakasih, Ya Allah. Telah Kau tunjukkan jalan bagi kami semua untuk selalu mengingat-Mu....


Surabaya, Jumat, 10 Agustus 2012

Wassalam,
LN

Kamis, 19 Juli 2012

Jipurapah, Sisi Jombang yang 'Eksotis'

Pukul 07.30, berangkat dari rumah menuju Mojokerto. Ada Sinung dan Ike, dua orang adik Himapala yang hari ini saya minta menemani. Sinung menjadi driver, ditemani Ike di sebelahnya. Saya duduk di jok tengah, membuka laptop, menyiapkan materi -- lebih tepatnya menghimpun materi -- untuk acara workshop di SMK Negeri 1 Dlanggu. 

Sekitar pukul 09.00, kami tiba di tempat tujuan. Disambut guru-guru yang sebagian besar adalah alumni Unesa. Kepala sekolah, namanya bapak Hasyim, ternyata juga alumni Unesa. Beliau saudaranya Pak Yasir dan pak Yadi, dua-duanya dosen Unesa. 

Maka kegiatan pagi itu berjalan dengan sangat gayeng tapi serius. Para guru itu meminta sesuatu yang sangat simpel dari saya: bagaimana menyusun RPP yang benar. RPP, sesuatu yang sebenarnya sudah menjadi 'sego jangan' mereka. 

Tentu saja mereka bukannya belum bisa menyusun RPP. Namun seiring dengan perkembangan beragam model pembelajaran dan penilaian inovatif, ditambah tuntutan harus mengintegrasikan karakter dalam pembelajaran, membuat mereka merasa perlu untuk meng-up grade pengetahuan mereka. 

***

Sekitar pukul 14.00, acara workshop selesai. Kami pamit. Meluncur ke arah Ploso, untuk mengunjungi anak-anak Himapala yang sedang melaksanakan kegiatan Pekan Pengabdian kepada Masyarakat. 

Hanya berbekal alamat yang dikirimkan oleh salah seorang anggota Himapala via sms, kami melaju. Beberapa kali Ike yang duduk di sebelah Sinung harus turun dan bertanya pada beberapa orang di pinggir jalan, karena kami tidak yakin dengan arah kami. Salah seorang bapak yang masih muda yang sedang mereparasi sepeda motor dengan anaknya, kami tanya ke mana arah desa Jipurapah, ketika kami sudah menempuh perjalanan lebih dari satu jam sejak dari SMK Dlanggu. Dia mengatakan arah kami sudah benar. Kami akan bertemu dengan kampung, masuk hutan pertama, keluar dan masuk kampung lagi, terus masuk hutan lagi, baru ketemu dengan desa Jipurapah. "Lumayan kok, bu, radosanipun...." Dia tersenyum, manis, tapi menyembunyikan sesuatu. "Radi mumbul-mumbul sekedik...." 

Tidak lama kemudian, mungkin tidak lebih dari 5 menit sejak bertemu bapak itu, kami menemukan 'rahasia di balik senyum manisnya'. Jalan panjang di depan kami luar biasa terjal, berbatu-batu, berlubang-lubang, berkelok-kelok, naik turun. Subhanallah. Tidak perlu jauh-jauh ke Sumba kalau ingin menikmati sensasi berpetualang di medan sulit. Kami bertiga berdecak-decak kagum memuji kelihaian anak-anak himapala junior kami mencari lokasi untuk pengabdian. Entah dari mana mereka tahu ada tempat yang begini 'eksotis' di pelosok Jombang ini.

Dan sampailah kami di tempat ini setelah sekitar satu jam melakukan perjalanan dalam kondisi 'mumbul-mumbul' di dalam mobil. Di sebuah desa bernama Jipurapah. Desa yang seolah menghampar di sebuah lembah yang dikelilingi hutan-hutan jati. 

Perasaaan kami lega, namun rasa lega itu tidak lama. Kami belum sampai tujuan. Ya, memang Jipurapah sudah ketemu. Tapi kami harus menuju salah satu dusunnya, yaitu dusun Kedungdendeng. Ada papan tanda penunjuk jalan menuju ke sebuah arah. Papan bercat hijau, yang di bagian bawahnya tertulis 'Himapala Unesa'. Oh, papan itu pasti mereka yang membuat. 

Maka kami pun melanjutkan perjalanan. Setelah satu jam lebih kami dikocok-kocok di dalam mobil, tentu saja kami berharap akan menemui jalan yang lebih bersahabat. Tapi ternyata tidak. Jalan yang harus kami tempuh bahkan lebih terjal. Jarum speedometer tidak pernah melampaui angka 5. Karena saking terjalnya, beberapa kali bemper depan atau belakang mobil tersangkut batu, sungguh pun Sinung sudah sangat hati-hati memilih jalan. Sempat juga mobil terhenti tidak bergerak ketika jalan menanjak curam, ban belakang hanya 'muter'.

Perjalanan seperti itu, harus kami lalui lebih dari satu jam. Sepanjang kanan kiri jalan adalah hutan jati. Hutan dan hutan. Tidak ada pemandangan lain kecuali, sesekali, kebun tembakau dan jagung. Juga lombok. Senja yang mulai turun sempat membuat kami khawatir. Bila lokasi anak-anak belum juga ketemu sementara hari sudah mulai gelap, tentu akan lebih menyulitkan kami. Sebuah baleho bertuliskan 'Himapala Unesa' di sisi kanan jalan menentramkan kami. Tapi, seperti yang sudah saya duga, baleho itu benar-benar hanya untuk menentramkan. Lebih dari 15 menit dari tempat itu, lokasi anak-anak 'nakal' itu belum juga kami temukan. 

Dusun yang bernama Kedungdendeng itu benar-benar terpencil. Berada di desa  Jipurapah, kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang, konon dusun itu merupakan perbatasan antara Nganjuk, Lamongan, Bojonegoro, dan Jombang. 

Adzan maghrib menyambut kedatangan kami. Anak-anak yang tidak menyangka akan kedatangan kami, kaget bercampur senang. Belasan anak itu menyalami kami. Mereka datang dari arah rerimbunan, seperti makhluk-makhluk penghuni hutan yang menyerbu mangsa. Tubuh kotor mereka mengeluarkan aroma 'lebus', perpaduan antara bau keringat, tanah, dan hutan. Rupanya mereka baru saja melakukan aktivitas outbond dengan anak-anak dan pemuda setempat. 

Mereka bermarkas di sebuah rumah milik perhutani. Rumah yang masih setengah jadi. Di depan rumah itu berdirilah sebuah bangunan sekolah dasar yang halamannya tidak terlalu luas, dan tidak berpagar. Di samping sekolah ada tanah lapang kosong, yang terpasang sebuah layar, semacam layar untuk melihat layar tancap. Hampir setiap malam anak-anak himapala memutarkan film untuk menghibur masyarakat setempat yang haus akan hiburan. Mulai dari film-film kartun sampai film-film pendidikan semacam Laskar Pelangi dan Garuda di Dadaku. Sumber listrik dari genset, karena dusun itu belum dialiri listrik. Ya, tanpa listrik, tanpa sinyal. Pilihan lokasi yang tepat untuk 'nyepi'.

Dusun Kedungdendeng terdiri dari 137 KK dan 500-an jiwa. Hasil alam yang utama adalah tembakau dan lombok. Makanan yang khas adalah oseng-oseng lombok. Hidangan yang diolah dari segenggam tempe dan sekilo lombok hijau. Kata anak-anak, sayur lombok dibumbu tempe (bukan tempe dibumbu lombok). Saking pedasnya, bila makan oseng-oseng itu, kata anak-anak, sampai membuat telinga mereka mengeluarkan asap yang mengepul-ngepul.

SD Jipurapah, satu-satunya sekolah di dusun itu, memiliki 43 siswa. Kelas 4 kosong. 6 guru, 3 PNS termasuk Kepala sekolah, dan 3 yang lain guru honorer. Guru datang bergantian. Dijadwal per hari, setiap hari ada 3 orang guru. Kepala sekolah, lulusan S2 UTS (Universitas Teknologi Surabaya), datang sekitar 2-3 kali sebulan.  

Sekolah itu sudah lama sekali tidak pernah melaksanakan upacara. Anak-anak Himapala memasang tiang bendera di depan sekolah, membelikan bendera merah putih, dan mengajari mereka upacara. Senin besok, adalah upacara pertama setelah bertahun-tahun upacara bendera tidak pernah dilakukan di sekolah yang sudah berdiri sejak lebih dari 30 tahun yang lalu itu. 

SD itu memiliki 3 ruang untuk kelas, ditambah 1 ruang guru yang sempit. Satu ruang kelas digunakan untuk 2 kelas. Kelas 1 digabung dengan kelas 2, kelas 3 dengan kelas 4, dan kelas 5 dengan kelas 6. Kelas 1, 2, 3 jumlahnya 22 siswa; kelas 5, 6 jumlahnya 21 siswa. Siswa ilegalnya ada 3 (titipan, karena tidak ada TK).  Oleh karena kelas 4 tidak ada siswanya, buku-buku perpustakaan diletakkan di ruang kelas tersebut. Buku-buku itu, sebagian besar adalah sumbangan dari IGI (terimakasih, mas Ihsan). Begitu buku-buku itu diatur di rak-rak bambu yang juga dibuat sendiri oleh anak-anak Himapala, buku-buku itu langsung diserbu anak-anak sekolah yang haus buku bacaan itu. 

Ketika UN yang lalu, siswa SD Jipurapah bergabung ke SD-SMP satap di Jipurapah, di dusun Brangkal. Tahun ini, ada 3 siswa kelas 6 yang ikut UN, semua lulus. Jadi tingkat kelulusannya mencapai 100 persen. 

Masjid di dusun ini bernama masjid Al-Istiqomah, sebuah masjid yang mungil (paling mungil yang pernah saya lihat). Luasnya hanya sekitar 36 meter persegi. Di situlah sholat berjamaah lima waktu, termasuk sholat Jumat, dilaksanakan. Dengan seorang ustadz, yang setia menjadi imam dan mengajari anak-anak dusun belajar membaca Al-Quran.

Selepas isya, ketika para ibu, bapak, pemuda, anak-anak, berdatangan, berduyun-duyun ke 'markas' anak-anak Himapala, duduk bergerombol di atas rerumputan di tanah lapang yang tidak terlalu lapang itu, dengan tujuan menyaksikan hiburan malam layar tancap yang sudah disiapkan, kami berpamitan. Hanya sekitar dua jam kami singgah di tempat itu. Dua jam yang bermakna. Cukup waktu untuk melihat perpustakaan di SD Jipurapah, meninjau MCK hasil karya anak-anak Himapala dan pemuda setempat, berinteraksi dengan perangkat dan masyarakat setempat di masjid mereka yang mungil, dan beramah-tamah dengan anak-anak himapala, para ibu, para bapak, para pemuda dan anak-anak. Juga menikmati hidangan singkong berbumbu masakan ibu kamituwo. 

Mobil kami menembus hutan di malam yang pekat itu. Harapanku hanya dua, Sinung yang pegang kemudi tidak mengantuk, dan yang kedua, mobil tidak mogok di tengah jalan. Tidak terbayangkan kalau kami harus bermalam di tengah hutan rimba di malam yang gelap gulita tanpa cahaya apa pun, tanpa sinyal lagi. Namun doa-doa dan pikiran positif kami akhirnya mengantarkan kami mencapai desa Ploso yang terang benderang setelah dua jam bergulat dengan medan terjal dan kegelapan malam......

Kedungdendeng, 15 Juli 2012

Wassalam,
LN

Rabu, 27 Juni 2012

BIMTEK PENYALURAN BANTUAN PENYUSUNAN NASKAH KAJIAN DAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH TAHUN 2012


Sejak siang kemarin (Senin, 25 Juni 2012), saya berada di Hotel Aston Paramount Serpong, Tangerang. Hotel yang berada di kawasan Gading Serpong itu bangunannya menjulang tinggi, terlihat sangat menonjol berada di antara bangunan gedung besar yang lain, Summarecon Sepong (SMS) Mall dan hypermart. Tempat yang cukup strategis untuk bekerja penuh waktu, sekaligus refreshing dengan window shopping untuk mengusir kejenuhan.

Ada sebanyak 132 ketua komite sekolah dari seluruh Indonesia, dan 6 wakil dari perguruan tinggi yang diundang  dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Penyaluran Bantuan Penyusunan Naskah Kajian dan Pemberdayaan Komite Sekolah ini. Oleh karena yang ‘punya gawe” adalah Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, maka komite sekolah yang diundang adalah komite sekolah SMA dan SMK, negeri maupun swasta. Mereka akan menerima sejumlah dana yang dapat dimanfaatkan untuk program pemberdayaan komite sekolah. Penentuan sekolah didasarkan pada pertimbangan tertentu, antara lain berdasarkan hasil seleksi proposal program pemberdayaan komite sekolah yang mereka ajukan, serta pertimbangan khusus menyangkut jejak rekam kinerja sekolah atau komite sekolah.

Enam PT yang diundang adalah Unesa, Unsoed, UNM, ITS, UNS, dan UM. Tiga PT pertama sudah terlibat sejak tahun 2011 yang lalu, sedangkan tiga selebihnya baru terlibat pada tahun ini. Tugas PT adalah menyusun naskah kajian yang bersifat akademis mengenai pemberdayaan dewan pendidikan dan komite sekolah. Naskah tersebut akan digunakan sebagai pedoman membuat kebijakan yang tepat dan efektif tentang tugas dan tanggung jawab dewan pendidikan dan komite sekolah, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Beberapa materi yang diberikan dalam acara ini adalah  kebijakan tentang pemberdayaan komite sekolah Ditjen Pendidikan Menengah, pemberdayaan peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan, serta materi menyangkut hal-hal teknis seperti tatacara pembukuan dan perpajakan, tatacara pelaporan kegiatan dan asset, serta tatacara pengadaan dan pembelian barang. Semua materi ini tentu saja penting terutama bagi para komite sekolah. Komite sekolah banyak yang belum memahami hal-hal teknis tersebut, nampak sekali dari pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan selama sesi tanya jawab. Adalah kenyataan bahwa banyak komite sekolah yang selama ini belum dikelola secara profesional, sekedar sebagai ‘pelengkap penderita’ bagi sekolah, dan banyak dari pengurusnya yang kurang kompeten.

Kurangnya  pemahaman terhadap peran komite sekolah sebagai advisory, supporting, controlling, dan mediator agency, ditengarai sebagai salah satu penyebab utama rendahnya kinerja komite sekolah. Pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi komite sekolah juga masih sangat rendah, banyak komite sekolah disamakan dengan BP3. Begitu juga pemahaman terhadap landasan kebijakan yang berkaitan dengan komite sekolah. Temuan yang diperoleh Tim Unesa dari hasil kajian tahun 2011 yang lalu juga menunjukkan bahwa pengurus komite sibuk dengan pekerjaannya sendiri, sehingga kepedulian terhadap perkembangan sekolah masih rendah; banyak orang tua dan tokoh masyarakat yang enggan menjadi pengurus komite karena ‘jabatan’ ini kurang dihargai. Seringkali mekanisme pemilihan pengurus komite kurang tepat sehingga menghasilkan pengurus yang kurang kompeten. Pengalaman tim ketika mengumpulkan data dari daerah-daerah, baik melalui angket, interviu, maupun FGD, nyata benar betapa rendahnya mutu sebagian pengurus komite sekolah. Bahkan visi dan misi sekolah pun, sebagian dari mereka tidak memahami.

Dana bantuan sosial yang diluncurkan oleh pemerintah ini tidaklah terlalu besar dari aspek nominalnya. Namun setidaknya, hal ini merupakan salah satu wujud ‘sapaan’ pemerintah bagi komite sekolah, yang selama ini seolah kurang ‘diopeni’. Kalau tahun 2011 yang lalu sebanyak 33 komite sekolah yang telah memperoleh dana bantuan sosial, dan tahun ini meningkat menjadi 132 komite sekolah, tentulah hal ini merupakan bukti bentuk kepedulian. Namun tentu saja hal ini belum sebanding dengan jumlah sekolah menengah (SMA dan SMK) yang  lebih dari 17.000 di seluruh Indonesia ini.

Bertemu dengan banyak teman dari seluruh Indonesia, khususnya dengan para ketua komite itu, merupakan hal yang sangat bernilai bagi saya dan teman-teman dari PT. Momen seperti ini selalu kami gunakan untuk ‘kulakan’ informasi, tentang keberadaan mereka, aktivitas, kendala mereka dalam mengemban tugas, dan kebutuhan-kebutuhan mereka. Juga belajar banyak hal dari best-practices yang telah mereka lakukan, untuk memperkaya wawasan kami. Dalam sisa tahun ini, mungkin kami akan banyak bergaul dengan para pengurus komite sekolah itu, dalam rangka penyusunan naskah kajian akademik pemberdayaan dewan pendidikan dan komite sekolah.

Wassalam,
LN

Selasa, 19 Juni 2012

Ke Waingapu Lagi

Saya (depan kiri) bersama tim monev SM-3T Unesa.
Minggu, 17 Juni 2012

Pukul 13.40 WITA. Batavia yang kami tumpangi mendarat di Bandara Umbu Mehang Kunda. On time. 

Hari ini kami berenam. Pak Rektor, Dr. Sulaeman (Sekretaris Tim SM-3T, pengganti Dr. Wasis yang sekarang menjabat sebagai PD 2 FMIPA), Andra (admin), Ervina dan Mifta (dua pengurus BEM PPB yang menjadi motor pengumpulan 10 ribu buku untuk disumbangkan di Sumba Timur), dan saya sendiri. Hanya berenam, tapi kami membawa bagasi lebih dari tiga puluh koli. Sebagian besar adalah titipan dari keluarga para peserta SM-3T. Selebihnya sumbangan buku-buku yang hanya sebagian kecil yang kami bawa, untuk acara serah terima secara simbolis. 

Ternyata kami satu pesawat dengan Ibu Lusia, sekretaris Dinas PPO. Kami bertemu di ruang kedatangan yang sempit dan penuh asap rokok itu. Beliau dari bertugas di Kupang sejak Jumat yang lalu.

Mas Oskar, driver langganan kami, sudah menunggu kami. Dengan penampilannya yang khas. T-shirt, celana panjang lapangan, berkalung dan bergelang monel, rambut mengkilat yang disisir rapi dan berjambul. Seperti biasa, dia membantu kami mengurus bagasi.

Aula SMA 1 Waingapu yang akan digunakan sebagai tempat pertemuan masih sepi ketika kami tiba. Kami berbincang-bincang dengan kepala sekolah di ruangannya. Sementara itu Andra dan anak-anak BEM memilah-milah bagasi, titipan apa untuk siapa. Satu dos berisi 85 buah bendera dan 85 buah CD berisi lagu-lagu perjuangan juga disiapkan. Bendera dan CD itu untuk diberikan ke semua sekolah. Menjelang peringatan hari kemerdekaan seperti ini, kedua benda itu pasti sangat diperlukan. CD sengaja disiapkan pak Yoyok, salah satu tim SM-3T, untuk semua sekolah tersebut, dengan dana pribadi. Pak Yoyok, dosen FIP yang penyuka musik itu, memang sangat dermawan.

Saya memulai acara yang agenda pokoknya adalah pengarahan rektor dan dialog dengan peserta SM-3T itu, dengan menyapa semua yang hadir. Ada ibu Lusia (sekdin PPO), ada Kepala Sekolah SMPN Kanatang yang mewakili kepala sekolah untuk menerima bantuan buku, ada bapak Puji (perwakilan dari PT Pertamina Cabang Waingapu), dan tentu saja rombongan dan Unesa serta para peserta SM-3T. Pertamina adalah sponsor kegiatan pengumpulan buku yang dilakukan oleh anak-anak BEM PPB. 

Acara dimulai dengan penyerahan sumbangan buku secara simbolis oleh ketua BEM PPB, Ervina, kepada Kepala Sekolah SMPN Kanatang. Sebelum acara penyerahan, Ervina menyampaikan sepatah kata sebagai ucapan terima kasihnya pada rektor, tim SM-3T, dan tentu saja pada Pertamina, yang telah mendukung kegiatan pengumpulan sumbangan buku. Kata-katanya lancar dan tegas. Anak semester empat itu sama sekali tidak kelihatan grogi berbicara di depan kakak-kakaknya para peserta SM-3T itu. Maka begitu dia mengakhiri sambutannya, tepuk tangan sebagai tanda salut pada penampilan dan hasil kerja kerasnya bersama timnya, bergema memenuhi ruangan. 

Ervina dan Mifta, kedua pengurus BEM PPB itu, masih sangat belia, namun kemampuan organisasi dan kepemimpinannya patut diacungi jempol. Dengan kemampuannya itu, mereka menggerakkan seluruh BEM di Unesa, dan bahkan juga BEM dari beberapa perguruan tinggi lain di Surabaya, untuk mengumpulkan buku guna disumbangkan ke Sumba Timur. Akhirnya terkumpullah sebanyak sepuluh ribu buku, sesuai dengan target yang mereka inginkan. Buku-buku itu sudah mereka pilah-pilah sesuai dengan mata pelajaran dan kelasnya. Biaya mereka berangkat  ke Sumba Timur sebagian besar juga dibiayai Pertamina. Kekurangan biaya dibantu oleh PR3 dan PR1. Tentu karena mereka memiliki kemampuan negosiasi dan mampu meyakinkan bahwa kegiatan yang mereka lakukan itu penting.

Pak Muchlas mencoba mengendari becak di Waingapu.
Acara berlanjut dengan pengarahan Rektor dan dialog. Banyak hal yang dibahas sore ini. Mulai dari kendala pembelajaran karena keterbatasan sumber belajar sampai kepada rendahnya etos kerja guru. Dari urusan perlunya meningkatkan kinerja para pengawas dan kepala sekolah sampai kepada urusan menghimpin dana bagi wali murid yang rumahnya habis karena kebakaran. Mulai dari permohonan izin untuk pulang kampung selama liburan sekolah dan permohonan izin menikah setelah selesai program SM-3T. 

Besok pagi kami akan bertemu kepala dinas PPO untuk menyampaikan hal-hal terkait dengan hasil dialog sore ini. Juga untuk menyerahkan buku 'Ibu Guru, Saya Ingin Membaca'. Siangnya, kami akan bertolak dari Waingapu menuju Surabaya menumpang Batavia Air. Ya, kali ini, cukup semalam saja di Waingapu. Besoknya, seabreg tugas sudah menunggu. Pak Rektor harus mengajar dan menguji di pasca. Saya sendiri harus ke Jakarta untuk menghadiri Rakor SM-3T dan PPGT.

Wassalam,
LN