Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Senin, 26 November 2012

Melatih Siswa Tunagrahita Membuat Corflakes Cookies

Siang ini saya menguji skripsi mahasiswa S1 Pendidikan Tata Boga, judul skripsinya: Pengembangan Buku Siswa untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Kompetensi Dasar Cornflake Cookies pada Siswa Tunagrahita SMA-LB Negeri Gedangan, Sidoarjo. Sebuah judul yang sangat biasa. Yang membuat karya ini luar biasa adalah subjek penelitiannya, siswa tunagrahita. Ini yang pertama kali mahasiswa tata boga mengembangkan perangkat pembelajaran praktek dengan siswa berkebutuhan khusus sebagai subjek belajarnya.

Nama mahasiswa penulis skripsi tersebut adalah Agus Dwi Kurniawan. Awalnya dia mahasiswa D3 Tata Boga angkayan 2007, lulus tahun 2010 dengan pedikat cumlaude (IP 3,87). Selepas dari D3, dia langsung mengambil program alih jenjang (transfer) ke program S1 Pendidikan Tata Boga. Saat ini dia maju ujian skripsi, mendahului teman-teman seangkatannya.  

Agus, begitu nama panggilannya, adalah mahasiswa bimbingan saya. Sejak awal dia sudah menampakkan diri sebagai mahasiswa yang istimewa. Bukan karena keberadaannya di antara mahasiswa yang mayoritas kaum Hawa itu. Namun lebih karena kelebihannya dibanding teman-teman seangkatan, baik dalam bidang akademis maupun non akademis. Agus tidak seperti kebanyakan mahasiswa pada umumnya, yang hanya memiliki salah satu keunggulan dalam dua bidang, teori atau praktek. Agus memiliki dua-duanya. Dia cerdas di matakuliah teori dan sangat terampil di matakuliah praktek. Agus juga aktif berkegiatan di BEM Jurusan, aktif di kegiatan kewirausahaan dan pelatihan karya tulis. Yang istimewa lagi, Agus sangat santun, ramah, helpful ke siapa saja.

Agus juga pekerja keras. Sembari kuliah, dia berwirausaha. Jualan apa saja. Mie goreng, nasi bungkus, roti, dan lain-lain. Sejak beberapa tahun ini, bersama teman-temannya, dia menjalankan wirausaha boga. Outlet-nya ada di halaman gedung A3. Ketekunan dan kekompakan dengan teman-temannya dalam berwirausaha inilah yang menjadikan usahanya telah mampu bertahan sejak tiga tahun ini.

Sepanjang pengalaman saya menguji skripsi, inilah ujian tercepat. Tidak lebih dari tiga puluh menit. Bu Dwi Kristiastuti sebagai penguji pertama nyaris tidak ada pertanyaan, kecuali apakah Agus tidak dicolek-colek sama siswanya ketika mengajar. Mengingat sepuluh siswa yang diajarnya ketika pengumpulan data, semua cewek, dan mereka--sebagaimana anak usia SMA--mungkin sedang dalam masa pubertas, betapa pun mereka adalah anak-anak berkebutuhan khusus. Agus menjawabnya sambil agak malu-malu, ya memang begitulah yang terjadi. Tapi hal itu tidak menjadi kendala yang berarti, karena justru membuat dia bisa masuk ke dunia mereka dengan mudah, dan itu sangat membantunya dalam mengajarkan keterampilan. Kalau selama ini mereka selalu diajar oleh guru-guru perempuan, dengan sumber belajar yang sangat terbatas, maka kehadiran Agus dengan sumber belajar yang menarik dan inovatif sangatlah berarti bagi sepuluh siswa sekaligus lima guru itu. Benar-benar memberi warna dan semangat yang lain. Bahkan kepala sekolah berharap, ada lebih banyak lagi mahasiswa Unesa yang bersedia meneliti di sekolah itu. Tidak hanya bidang boga, tapi juga bidang yang lain. Tidak hanya untuk tunagrahita, tapi juga ketunaan yang lain.

Bu Niken Purwidiani sebagai penguji kedua lebih banyak melakukan klarifikasi atas apa yang ditulis Agus dalam skripsinya. Misalnya tentang bagaimana cara Agus mengajar, menilai aktivitas siswa dalam belajar, dan menilai respon siswa. Dengan kondisi ketunaan mereka, tentu tidak mudah memahamkan mereka. Juga bagaimana keterlibatan guru-guru selama dia melaksanakan pembelajaran. 

Saya sendiri, sebagai dosen pembimbing sekaligus penguji, hanya menyarankan satu hal pada Agus. Yaitu menambahkan kajian secara kualitatif mulai dari tahap pengembangan perangkat, tahap pengumpulan data, dan juga pada hasil penelitian dan pembahasan. Apa yang telah dilaporkan Agus dalam skripsinya lebih banyak berupa angka-angka dan diagram-diagram yang 'dangkal makna'. Tidak lebih dari laporan penelitian 'gaya standar'. Keunggulan penelitiannya tidak tergali dengan baik karena Agus menulis laporannya dengan mengikuti pola yang 'itu-itu' saja. 

Saya meminta Agus lebih mendetilkan analisis siswa yang menjadi subjek belajarnya. Sebanyak sepuluh siswa itu dengan masing-masing karakteristiknya, baik secara fisik maupun mental. Saya juga meminta Agus untuk menjelaskan lebih rinci bagaimana dia memasuki lapangan penelitiannya. Bagaimana membangun hubungan dengan siswa dan guru-guru di sana. Bagaimana dia menuntun siswa berinteraksi dengan media pembelajaran yang sudah dikembangkannya, membimbing mereka bergulat dengan alat dan bahan-bahan, serta mengspresiasi kinerja mereka selama proses pembelajaran. Saya ingin Agus menceritakan bagaimana perilaku dan ekspresi kebanggaan mereka ketika mereka merasa telah berhasil membuat sesuatu. Meski sesuatu itu hanya berupa biskuit kecil-kecil yang disebut cornflakes cookies itu. Saya juga ingin Agus lebih banyak menceritakan latar penelitiannya, bagaimana kondisi sekolah, kepala sekolah, guru-guru, fasilitas sekolah, dan juga atmosfer lingkungan sekolah. Banyak hal menarik dan mengharukan yang bisa ditulis Agus daripada sekedar angka-angka yang bagi saya seperti angka-angka yang miskin makna.

Tentu saja saya yakin Agus akan bisa memenuhi harapan saya, harapan kami semua dosen pengujinya. Dia anak cerdas dan selalu berusaha melakukan yang terbaik. Maka siang itu, kami bertiga sepakat meberikan nilai yang nyaris sempurna untuk skripsinya. Kalau ada A plus, dia layak mendapatkannya. Tapi karena tidak ada, maka cukuplah A saja.

Sebelum memberikan ucapan selamat, saya sempat menanyai Agus, apa cita-citanya. Dia ingin menjadi guru. Setelah lulus, dia akan mengikuti program SM-3T, ingin mengabdikan diri di pelosok, supaya dia mendapatkan pengalaman riil sebagai bekal untuk mencapai cita-citanya. Tapi perasaan saya sempat terharu ketika saya bertanya tentang keluarganya. Agus anak kedua dari dua bersaudara. Sejak kelas empat SD, dia dan kakaknya sudah ditinggal bapak dan ibunya pergi ke Brunei untuk bekerja. Sungguh saya tidak menduga, Agus yang begitu ramah dan ceria memiliki masa-masa di mana dia harus kehilangan kasih sayang orang tua karena jarak yang memisahkan mereka. Bahkan ketika dia diwisuda dengan predikat cumlaude beberapa waktu yang lalu, tak satu pun anggota keluarga yang mendampinginya. Tapi anak itu begitu manis. Membungkus kerinduannya pada kedua orang tuanya dengan keceriaan, kemandirian, keramahan dan optimisme.

Selamat, Agus. Satu tahap telah berhasil kau lewati. Semoga tahap-tahap selanjutnya tetap mampu kau jalani dengan baik.

Surabaya, 26 November 2012

Wassalam,
LN 
(OTW ke Jombang)

Sabtu, 24 November 2012

Catatan yang tercecer dari Konaspi VII

Siang ini adalah sesi yang diisi oleh Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah. Beliau memulai presentasinya dengan menggambarkan proses perjalanan waktu yang sangat cepat. Betapa cepatnya hidup kita. Mulai dari lahir sampai mati. Dan waktu adalah modal utama. Bila kita tidak bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, maka kita akan menjadi orang-orang yang merugi.

Di sekitar kita, banyak orang yang berlomba-lomba menanamkan investasi bertahun-tahun untuk sebuah jabatan, namun ternyata itu semua hanya untuk mempertinggi tingkat kejatuhannya. Jatuh karena tidak 'kuat martabat dan derajat'. Jatuh karena tidak amanah mengemban suatu jabatan. Jatuh karena salah memanfaatkan peluang. 

Menurut Komaruddin, sumberdaya alam (SDA) Indonesia tidak tereksplorasi dengan baik dan benar, karena Indonesia tidak mampu mengembangkan ilmu dasar dan engineering. Yang banyak adalah ilmu-ilmu sosial, sehingga yang tumbuh pesat adalah LSM dan partai. Pendapat ini tentu saja mengundang senyum geli para audience. Sepintas 'nyleneh', tapi kalau dipikir-pikir, benar juga.

Komaruddin menayangkan sebuah slide berupa gambar ilustrasi khas China. Dikatakannya, sebuah perjalanan atau journey, akan selalu menghadapi tantangan (digambarkan dengan sebuah gambar 'dragon'). Problem generasi sekarang, mereka lembek menghadapi tantangan. Mereka tidak berani menghadapi 'dragon of life' dalam hidupnya.  'On the journey, we reinvent ourselver, to be more authentic and realign with the surrounding environment.' Apakah anak-anak kita mengalami situasi seperti ini? Apakah pendidikan memberikan kesempatan yang cukup bagi mereka untuk siap menghadapi tantangan dalam hidupnya?

Hal penting lain yang disampaikan oleh Komaruddin adalah tentang values. Values (living values, business values, corporate values) merupakan produk dari kebijaksanaan (the product of wisdom of life). Wisdom lebih tinggi tingkatannya daripada hukum. Kalau orang hidup dengan wisdom, hukum itu tidak diperlukan. 

Setiap orang akan mengalami siklus hidup yang disebut 'The Archetypes'. Pertama, setiap orang akan memasuki tahap 'orphan'. Artinya, kita sesungguhnya memiliki sifat tidak berdaya, selalu membutuhkan orang lain.  Seperti anak yatim piatu, kita merasa selalu memerlukan bantuan,  selalu membutuhkan perhatian, selalu ingin merasa terlindungi (feeling of helplessness; always needy and weary; longing for attention; caring and protection). Tetapi juga terbuka pada persahabatan dan pertemanan.  

Yang kedua,' wanderer', atau pengelana. Setiap orang akan masuk tahap 'suka keluyuran'. Titik positifnya adalah selalu melakukan eksplorasi, memperluas wawasan. Dalam pendidikan dikenal dengan research. 'The building of knowledge society'. Tetapi sayangnya, dalam bidang penelitian, terutama dalam bidang teknologi, kita lebih banyak sebagai user. Dalam menggali informasi pun, kalau dulu yang kita lakukan adalah hunting informasi, sekarang lebih banyak melakukan seleksi informasi. Informasi apa pun sudah tersedia begitu berlimpah, tinggal bagaimana kita memilih dan memanfaatkannya sesuai kebutuhan kita. 

Yang ketiga adalah warrior, yaitu harga diri. Komaruddin mempertanyakan, di mana harga diri kita ketika TKI diiklankan besar-besaran di Malaysia? Di mana harga diri kita ketika kekayaan SDA di Papua dijarah habis-habisan oleh negara Asing? Dan lain-lain. Seharusnya kita menjaga harga diri dan martabat kita. Kita harus berani membela nasib sendiri, nasib guru, nasib bangsa.
Petinju yang sejati tidak akan pernah bertarung di luar panggung. 

Selanjutnya adalah 'altruist' artinya 'find the more meaningful life'. Saatnya berjuang untuk orang lain, untuk bangsa. Bukan hanya memikirkan diri sendiri (selfish,  seff center). Ketika seseorang mencapai tahap altruist, dia akan merasa bahagia ketika membahagiakan orang lain. Berbahagialah Anda menjadi guru, menjadi dosen, dokter, menjadi apa saja, yang hidupnya untuk memberikan manfaat dan kebahagiaan bagi orang lain. Untuk bekerja dan melayani. Gaji bukan hanya dari kas negara, tapi juga dalam bentuk moral reward. Kepribadian yang sehat adalah ketika sudah sampai pada tahap altruist. Altruist itu dari hati ke hati. Ukurannya bukan uang, tapi mentalitas. Secara pedas, Komaruddin mengemukakan, dulu bangsa ini didirikan oleh orang-mana yang kaya, terutama kaya hati. Sekarang dipimpin oleh orang-orang yang kaya tapi kere mentalnya, maka korupsi terjadi di mana-mana.

Kelima adalah innocent, yaitu 'the feeling of relief, carefree, having self happiness'. Orang yang tidak merasa punya dosa karena dia selalu berusaha berbuat baik selama hidupnya. Orang yang bebas dari rasa takut karena dia melakukan hal-hal yang benar. Maka tinggalkanlah legacy yang baik. 
Selanjutnya keenam adalah 'magician'. Tahap di mana kita dapat mengubah hidup kita (capable to transforming our lives). Kata Komaruddin, every man was born as a khalifah/leader. Every man has unlimited power to create big legacy. Every man has capacity to change.  Dengan cara apa? Dengan memaksimalkan 'the power of the head, the heart, the hand'. Dan dalam hal ini, pendidikanlah pemegang peran utamanya.

Terakhir adalah 'anxiety'. Di ujung journey kita dihadang anxiety. Rasa cemas, khawatir. Kegelisahan pada apa yang bisa kita wariskan. Maka bersiaplah agar kita bisa meninggalkan warisan yang berguna bagi anak cucu generasi penerus kita. Bersiaplah agar kita tidak terkungkung dalam kecemasan dan kegelisahan di ujung perjalanan kita.

Tujuah tahapan tersebut bukanlah tahapan yang linear. Ada kalanya kita bisa berpindah-pindah dari satu tahap ke tahap yang lain.  Yang terbaik adalah pada level altruist. Bahagia ketika memberi, bukan diberi. Oleh sebab itu mari kita berjuang sebagai bangsa yang kuat,  bukan bangsa peminta-minta, bukan bangsa yang terus-menerus dirundung hutang. Mari kita berjuang sehingga kita menjadi bangsa yang bermartabat. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa mendorong pendidikan memiliki dan mengembangkan sifat-sifat tersebut?

Yogyakarta, 2 November 2012

Wassalam,
LN

Sabtu, 17 November 2012

Pernikahan Emas Bapak dan Ibu

Hari ini tepat 50 tahun pernikahan bapak dan ibu. Lima puluh tahun masa pernikahan, tentulah sebuah 'prestasi' yang patut disyukuri. Berbagi rasa syukur dan kebahagiaan ini kami wujudkan dengan acara tasyakuran, dengan mengundang tetangga kiri kanan dan sanak saudara.

Saudara-saudara bapak dan ibu datang dari Jakarta, Malang, Ponorogo, Bekasi, Bogor, dan lain-lain. Rupanya mereka semua tidak ingin kehilangan momen bahagia ini. Sejak kemarin, rumah kecil di perum TAS 2 tempat tinggal bapak ibu ini sudah penuh dengan sanak saudara. Kami juga menyewakan beberapa kamar di penginapan PKPRI di Sidoarjo untuk menampung tamu-tamu istimewa tersebut. Ibu dan kakak 'mbarep' saya beserta istrinya juga rawuh dari Tuban. Rencananya, ibu Tubanlah nanti yang akan 'maringi ular-ular' pada acara tasyakuran ini.

Sesuai undangan, acara akan dimulai pukul 19.00. Sebuah tenda hijau lumut memayungi jalan di depan rumah. Puluhan kursi tertata rapi. Sebuah panggung di satu sisi, dan sebuah meja makan untuk prasmanan di sisi yang lain. Kursi-kursi mulai terisi. Selain para tetangga, termasuk tetangga-tetangga dari Bibis Karah Sawah, juga beberapa sahabat saya dan teman-teman adik. Ada beberapa teman dosen yang juga hadir, bu Hani dan pak Dewanto, suami istri dosen FT. Ada pak Hasan Dani, dosen FT juga. Dia hadir bersama istrinya, dik Tatik, adik kelas saya ketika kuliah. Bu Lucia dan suaminya, mas Primanto, juga datang. Juga dik Hendro dan mas Putu beserta istri dan seorang anaknya, dua-duanya alumni FT. Sebagian besar teman-teman yang datang itu adalah para anggota Kobamin (Komunitas Mbambung Indonesia). 

Oya, ada juga sahabat saya yang selama ini telah banyak membantu saya menulis dan menerbitkan buku. Siapa lagi kalau bukan mas Rohman. Dia datang sendirian, tapi--seperti biasa-- dengan menenteng kameranya. Maka tepatlah kalau malam ini mas Rohman 'didapuk' sebagai seksi dokumentasi. 

Teman-teman yang tidak bisa hadir sudah menyampaikan permohonan maafnya. Senin nanti jurusan PKK akan divisitasi untuk akreditasi dari BAN-PT, dan teman-teman sejak beberapa hari ini kerja lembur untuk mempersiapkan segala sesuatunya. 

Salah satu asesor yang akan melakukan visitasi itu adalah sahabat saya, bu Yuswati, dosen UNY. Saat ini dia juga sedang duduk di antara para keluarga besar kami, termasuk para besan bapak ibu. Dia memang kami undang juga untuk menghadiri acara ini. Bu Yus, begitu panggilannya, sudah kenal baik dengan bapak ibu dan adik-adik. Rumahnya yang besar di Yogya juga sudah pernah kami kunjungi, bahkan kami 'inapi' beramai-ramai waktu itu, ketika kami sekeluarga, lengkap dengan bapak ibu dan adik-adik rekreasi ke Yogya.

Acara demi acara dipandu oleh  mas Marsudi, yang menyediakan diri menjadi pembawa acara. Beliau putra menantu budhe kami. Guru Besar di Fakultas Perikanan Unibraw. Acara pembukaan dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Quran, yang dibawakan oleh Ibu Rochim (ketua kelompok pengajian di RT).  

Setelah bu Rochim mengakhiri lantunan ayat-ayat sucinya, tibalah pada acara sambutan oleh bapak dan ibu. Dengan terbata-bata, bapak menyampaikan sepatah dua patah kata. Benar-benar hanya sepatah dua patah, karena bapak belum memungkinkan untuk bicara banyak. Stroke yang menyerang beliau menyebabkab suaranya sangat pelan dan tidak terlalu jelas. Bapak hanya mengantarkan ibu untuk memberikan sambutan. Ibulah yang akhirnya menyampaikan rasa terimakasihnya pada para tamu, permohonan maafnya, dan juga rasa syukurnya karena Allah telah memberikan kesempatan pada bapak dan ibu mencapai 50 tahun pernikahan dengan selamat. 

Setelah itu adalah acara sungkeman. Mas Ayik, saya, Arga, memulai sungkem dulu ke bapak ibu. Disusul Iwuk dan istrinya, dik Diah. Kemudian Rini dan anaknya, Ichiro. Adik laki-laki kami, Dedi, suaminya Rini, tidak bisa hadir karena sedang menunaikan tugas di Laos. 

Keharuan yang sudah sejak tadi mewarnai kata sambutan ibu, akhirnya pecah ketika acara sungkeman. Bapak dan ibu memeluk kami satu persatu, nyaris tanpa kata-kata, kalau pun ada hanya gumaman yang tidak jelas, karena tertutup oleh tangis. Bapak dan ibu memerah matanya, dan bergumam dengan bibir bergetar. Saya sendiri merasakan sakit sekali di tenggorokan karena menahan haru. 

Dilanjutkan dengan acara pemberian kenang-kenangan dari bapak ibu untuk semua 'putro wayah'. Kami menerima kado dengan penuh suka cita. Ichiro, cucu terkecil pun, juga tertawa-tawa girang menerimanya. Acara ini juga sekaligus untuk memperingati ultahnya yang kelima. Anak itu mengacung-ngacungkan hadiahnya, sehingga mengundang para tamu tertawa. Ichiro, keponakan kami itu, adalah anak dengan kebutuhan khusus, yaitu down syndrom. Namun di mata kami, anak itu begitu cerdas dan, sebagaimana anak kecil pada umumnya, dia sangat lucu dengan segala tingkah polahnya.

Menginjak acara berikutnya, yaitu pemberian kenang-kenangan dari 'putro wayah' untuk bapak dan ibu. Mas Ayik yang mewakili kami semua. Dia memberikan kata sambutan sebelum menyerahkan kado pernikahan emas dari kami sekeluarga. Apa yang dia sampaikan membuat kami semua kembali diliputi keharuan. Mas Ayik menjadi begitu cengeng ketika mengungkapkan rasa syukurnya, rasa terimakasihnya pada bapak dan ibu, dan juga kepada para tetangga dan sanak keluarga yang selama ini telah ikut serta menjaga bapak dan ibu. 

Di ujung sambutannya, mas Ayik menyerahkan kado dari kami sekeluarga untuk bapak dan ibu. Sebuah buku. Judulnya 'Jejak-jejak Penuh Kesan'. Buku yang saya tulis sendiri. Mas Ayik juga tidak lupa mengucapkan terimakasih pada mas Rohman yang telah membantu menerbitkan buku itu. Dalam buku kecil bersampul indah itu, mas Rohman telah mengatur dengan sangat manis tulisan-tulisan saya dalam tema-tema:  Religi, Birrul Walidain, My Family, Orientasi, Misi, Travelling, Sosok, dan Sisi Lain. Buku dengan 282 halaman itu bersumber dari tulisan-tulisan saya yang ada di website saya. 

Ibu mendekap buku kado kami itu dengan penuh haru. Buku itu pasti menjadi kejutan yang manis bagi beliau. Dipeluknya saya erat-erat sebagai ungkapan terimakasihnya. Ibu sangat suka membaca. Sebuah hadiah berupa buku, apalagi ditulis sendiri oleh anaknya, mungkin menjadi sesuatu yang sangat berarti. Saya bisikkan ke telinga bapak, ibulah yang nanti akan membacakan buku itu untuk bapak.  
                          
Setelah acara yang cukup menguras air mata itu, tampillah acara selingan, yaitu musik patrol. Belasan anak-anak usia SD dan SMP memainkan alat-alat musik tradisional dengan irama yang rancak dan kadang-kadang mengundang tawa karena kocaknya. Menurut dik Diah, istri Iwuk, anak-anak itu rela berlatih hampir tiap malam selama berhari-hari demi mempersiapkan penampilan mereka ini. Menyenangkan sekali menyadari, bahkan anak-anak dan para remaja pun menyayangi bapak dan ibu.

Setelah musik patrol selesai, tibalah acara yang saya tunggu-tunggu. Ya, bagi saya, inilah acara yang paling spesial di antara acara spesial yang lain. Mauidhoh dari ibu Basjiroh Zawawi. Dialah ibu saya. Perempuan 79 tahun itu bergerak dari tempat duduknya dengan penuh percaya diri. Meski posturnya kecil, ibu seperti menyimpan keperkasaan yang memancar dari dalam. Suaranya yang agak serak karena batuk, tetap terdengan cukup lantang dan tegas. Mata bulatnya memancarkan kecerdasan dan kearifan. Kata-katanya yang 'penuh gizi' meluncur deras, memukau kami semua. Entah kenapa, saya selalu terpesona setiap kali menyimak 'pidato' ibu. Saya selalu merasa bukan siapa-siapa bila mendengarkan nasehat-nasehat bijaknya. Merasa kecil, merasa begitu bodoh, dan merasa betapa banyak pelajaran hidup dan kehidupan yang harus terus saya pelajari. Ibu, adalah perempuan terhebat dalam hidup saya. Bahkan sampai saat ini. Dengan segala kesederhanaan, kerendahatian, dan kearifannya.

Ibu mengakhiri mauidhohnya dengan membaca doa. Doa untuk kesejahteraan kami semua. Untuk bapak ibu, untuk semua keluarga dan anak turun kami, untuk para tamu dan keluarganya. 

Setelah itu, pembawa acara menyilakan kami menikmati hidangan. Nasi pecel pincuk khas ponorogo, sate ayam ponorogo, sate gule kambing (dari aqiqoh dik Diah), dan juga hidangan yang lain. Sebagai hidangan penutup adalah buah potong dan es menado. 

Selama acara ramah tamah itu, musik keroncong mengalun. Grup keroncong langganan kami melantunkan lagu-lagu yang sebagian besar sudah kami kenal. Bapak dan adiknya, pak Hariyadi (adik ragil Bapak yang datang dari Jakarta), 'nggetu' di depan panggung. Bapak 'request' lagu 'Jali-Jali'. Beberapa kali pak Hariyadi ikut menyanyi. Lagu yang dinyanyikan salah satunya adalah 'Pahlawan Merdeka', karena bertepatan dengan Hari Pahlawan.  Juga, tentu saja, dik Diah dan Iwuk. Iwuk menyanyikan lagu 'Stambuel Chacha'. Dia juga menyanyikan lagu 'Ayah', dengan begitu penuh perasaan, sehingga membuat banyak orang kembali berurai air mata.

Beberapa tetangga juga ikut menyumbang lagu dan berjoget beramai-ramai. Tidak mau ketinggalan, anak lanang kami, ikut turun menyanyi dengan gayanya yang kocak dan mengundang gelak tawa. Lagunya adalah 'Layang Suworo'.  Dia berjoget lucu di depan akungnya sampai akungnya terpingkal-pingkal. Selain Arga, teman Arga yang juga masih saudara, namanya Dio, ikut juga menyanyi. Lagunya 'Bengawan Solo'. Dio ini putranya kakak misan, dan kebetulan dia sekelas dengan Arga. Mas Ayik, seperti biasa, menyanyikan lagu kesukaannya, 'Esok kan Masih Ada'.

Musik keroncong masih mengalun ketika para tamu mulai berpamitan. Ibu dan kakak saya malam ini 'nyare' di rumah kami, di Karah. Beliau tidak 'kerso' 'nyare' di penginapan yang sebenarnya sudah kami siapkan. Beliau merasa lebih nyaman di Karah, semua tersedia, dan selalu ada mbak Iyah yang siap sedia membantu apa pun kebutuhan ibu. Beberapa saudara dari Jakarta, Ponorogo, Malang, menginap di penginapan yang sudah kami sediakan.

Menjelang tengah malam, acara tasyakuran dan suka ria itu berakhir. Panggung dan segala alat musik beserta sound system-nya dikemasi. Meja-meja dibersihkan. Piring dan gelas kotor dicuci. Kursi-kursi ditumpuk-tumpuk di sudut-sudut halaman. Petugas katering sudah mengusung semua panci dan alat makan ke mobilnya. Para tamu dan pemain musik sudah meninggalkan tempat sejak beberapa saat tadi. Tinggal kami: bapak ibu, paklik Hariyadi dan tante Is (istri paklik), Iwuk dan dik Diah, bu Eko (tetangga yang membantu kami), serta saya dan mas ayik. 

Seperti serba otomatis, kami pun berbagi tugas. Dik Diah dan bu Eko mencuci pecah belah di dapur. Mas Ayik dan Iwuk membereskan kursi-kursi dan meja-meja. Saya benah-benah di dalam rumah. Kado-kado yang berserakan, remah-remah makanan dan kue-kue yang berceceran, dan  sisa-sisa hidangan yang masih memenuhi meja makan. 

Dini hari menjelang. Kami selesai bekerja pada 02.30-an. Tubuh lelah dan mata mengantuk. Tapi hati senang. Esok pagi, ketika bapak ibu bangun dari tidurnya, beliau akan menyambut hari dengan keceriaan dan kebahagiaan. Rumah tempat tinggal sudah rapi, dan aktivitas rutin bisa dimulai sebagaimana biasa. 

Satu babak baru dalam hidup bapak ibu telah terlewati. Semoga babak-babak selanjutnya mampu dijalani. Insyaallah. 


Perum TAS 2, Tanggulangin, Sidoarjo,
Sabtu 10 November 2012. 

Wassalam,
LN

Rabu, 14 November 2012

Perayaan 1 Muharram 1434 H


Pagi ini kampung kami sedang menyelenggarakan perayaan 1 Muharram. Perayaan yang cukup meriah. Ada jalan sehat, ada doorprize, ada bazar, ada musik live. Cukup apik untuk skala RW, dengan remaja masjid sebagai panitianya.

Pukul 06.00 WIB peserta jalan sehat diberangkatkan. Yang memberangkatkan adalah Bapak Haji Parlan Diyatno. Beliau salah satu sesepuh di RT kami, juga pembina RW. Peserta jalan sehat lumayan banyak, mungkin sekitar dua ratusan, mulai bayi yang masih digendong ibunya sampai nenek-nenek, laki-laki dan perempuan. 

Rute jalan sehat dimulai dari TPA di sebelah rumah kami. Menyusuri jalan kampung, jalan besar, masuk jalan kampung lagi. Tidak lebih dari satu jam, kami semua sudah kembali lagi ke tempat start tadi. Tapi lumayan, cukup berkeringat juga.

Di TPA, yang sekaligus menjadi tempat finish itu, live music menyambut kami. Seorang siswa SD memainkan drum, seorang lagi memainkan keyboard, dan seorang lagi memegang bas. Semuanya masih anak-anak. Entah dimana anak-anak itu belajar,dan kapan mereka latihan bersama mempersiapkan penampilan mereka. Yang jelas, mereka tampil dengan bagus, cukup mengundang kekaguman kami para warga kampung Bibis Karah Sawah dan sekitarnya ini. Maka di antara penampilan mereka, tepuk tangan pun bergemuruh. Meriah sekali.

Di sekitar tempat pertunjukan itu, ibu-ibu menggelar bazar. Yang dijual antara lain lontong sayur, nasi pecel, es kopyor, es cao, es degan, cilok, dan bakso. Ada juga yang jual daster dan kerudung, penjualnya mahasiswa FE Unesa semester lima. Dia memanggil-manggil nama saya. Ketika saya mendekat, dia mengenalkan diri sebagai mahasiswa Unesa, mahasiswanya bu Iriani. Dengan lagaknya yang persis pedagang di Pasar Wonokromo, dia menawar-nawarkan daster dan kerudung-kerudung di depannya. Agak 'maksa'. Maka saya ambillah satu daster, sambil ngeledek dia, bakul daster dan kerudung campur. 'Campur apa, bu?' Tanyanya. 'Campur mekso....'. Tentu saja saya hanya bercanda dengan kalimat saya. Saya justeru bangga dia melakukan kegiatan wirausahanya itu, di saat teman-temannya mungkin sedang bersenang-senang dan bersantai menikmati libur awal tahun ini.

Saya dan mas Ayik makan lontong sayur dan es cao. Sambil menikmati semua yang ada di hadapan kami. Live music yang melantunkan lagu-lagu religi, anak-anak kecil bersama ayah bundanya yang sedang menikmati macam-macam makanan yang dijual di bazar, para remaja masjid yang sedang membagikan door prize, dan para orang tua yang sedang bersuka cita. Suasana kampung yang guyub rukun dan tentram. Meski hidup di Surabaya, kami masih sangat menghargai hal-hal kecil yang menjadi kultur kehidupan kampung. Saling berbagi oleh-oleh atau hasil panen, saling mengunjungi bila ada yang sakit, saling membantu bila ada yang kesusahan atau 'punya gawe', dan saling menyapa ramah setiap kali berpapasan. Menyenangkan sekali menyadari betapa hal-hal manis itu tidak tergerus oleh kemajuan zaman yang sangat materialistis seperti sekarang ini.

Anak-anak beraksi di panggung musik sederhana.
Di antara acara musik dan pembagian door prize, kuis juga dilemparkan oleh panitia. Siapa pun yang bisa menjawab akan diberi hadiah. Kuisnya sederhana-sederhana saja. Misalnya, siapa nama bapak RW, siapa yang punya warung di lapangan voli, siapa yang bisa membaca salawat badriyah, siapa yang bisa membaca doa sebelum makan, dan sebagainya. Yang lucu, ketika ada kuis, siapa ketua TPA, seorang anak kecil maju ke depan dan dengan lantang dia menjawab: 'Cak Mat'. Maka meledaklah tawa kami semua. Cak Mat, adalah penjaga dan tukang bersih-bersih TPA. Mungkin karena setiap hari anak itu melihat Cak Matlah yang membuka pintu TPA, membersihkan, menutupnya kembali, dan juga tidur di situ, maka pikiran polosnya melihat Cak Mat jugalah yang jadi Ketua TPA.

Acara suka ria itu bahkan belum rampung juga saat ini (pukul 09.13 WIB). Acara pemberian door prize jeda sejenak, musik bermain lagi. Para ibu-ibu masih mengelilingi tempat bazar. Para remaja bersenda gurau di beberapa titik. Anak-anak duduk di depan pemain band mini itu karena mereka ikut bernyanyi bersama penyanyinya. 

Anak-anak dan lucu bersama ibunya.
Semoga perayaan 1 Muharram ini tidak membuat kita kehilangan esensinya. Mampu melakukan instropeksi diri dan selalu berusaha menjadi insan-insan yang lebih baik di tahun-tahun mendatang. Sebagaimana harapan dalam doa awal tahun yang kita panjatkan usai salat maghrib tadi malam.

وَصَلَّى الله ُعَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ ، اللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَبَدِيُّ الْقَدِيْمُ اْلأَوَّلُ، وَعَلَى فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ وَجُوْدِكَ الْمُعَوَّلِ، وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ نَسْئَلُكَ الْعِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَآئِهِ وَجُنُوْدِهِ، وَالْعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ اْلأَمَّـارَةُ بِالسُّوْءِ وَاْلإِسْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَ اْلإِكْرَامِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى الله ُعَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصَحْابِهِ وسلّم. 

Selamat tahun baru Hijriyah, semoga ridho Allah SWT senantiasa mengiringi setiap langkah kita.

آمِيّنْيْ..

Bibis Karah Sawah, Jambangan, Surabaya
Kamis, 15 November 2012

Wassalam,
LN

Minggu, 04 November 2012

Pernikahan Patni

Minggu pagi yang cerah. Pukul 06.15. Kami berempat, mas Ayik, saya, mas Hasan Dani dan istrinya, menyelesaikan sarapan kami. Menunya gudeg Yogya lengkap. Oleh-oleh yang saya bawa dari Yogya ketika kegiatan Konaspi kemarin. 

Mobil kami meluncur. Tujuan kami ke Bojonegoro. Tepatnya di Bangle Banjaran, desa Baureno, Bojonegoro. Ke rumah Patni. Patni adalah salah satu laboran di jurusan PKK. Alumnus Pendidikan Tata Boga.  Awalnya dia mengambil D3. Sekolah dengan penuh perjuangan karena tidak cukup biaya. Pernah sempat memutuskan untuk berhenti kuliah karena tidak bisa bayar SPP. Karena rajin, tekun, dan pekerja keras, selepas D3, Patni kami minta membantu di BBC (Bogasari Baking Center), ketika saya jadi koordinatornya dulu, sekitar tahun 1999-an. Dia juga kami minta produksi roti, untuk dijual sehari-hari dan menerima pesanan. Selain terampil, Patni juga jujur, dapat dipercaya, dan ihklas. Dia tidak pernah mempersoalkan urusan uang setiap kali melakukan suatu pekerjaan. Dia juga siap membantu siapa saja yang membutuhkan bantuannya. Ketekunan dan keikhlasannya dalam bekerja itulah yang membuat kami semua menyukainya.

Karena ketekunannya juga, Patni berkesempatan melanjutkan kuliahnya ke S1. Sambil kuliah, sambil ngurusi BBC. Selepas S1, dia bahkan tidak hanya ngurusi BBC, yang sejak tahun 2002 berubah menjadi BCC (Baking and Catering Course), tetapi juga diminta membantu administrasi jurusan. Sejak setahun yang lalu, alhamdulilah, setelah mengabdi bertahun-tahun, akhirnya dia direkrut sebagai tenaga tetap di laboratorium PKK. Beberapa bulan yang lalu dia sudah diminta untuk pemberkasan.

Tujuan kami ke rumah Patni adalah untuk menghadiri pernikahannya. Sebenarnya hari h pernikahannya kemarin, Sabtu pukul 10.00. Tetapi karena saya masih harus mengajar di pasca sampai maghrib, dan mas Ayik juga masih ngantor sampai sore, maka saya minta izin ke Patni kalau kami tidak bisa datang pada hari h. Sementara mas Hasan Dani, dosen Pendidikan Teknik Bangunan, juga tidak bisa hadir pada hari h karena tadi malam dia harus 'among tamu' di acara pernikahan tetangganya.

Kisah pertemuan Patni dengan mas Sidik, suaminya, cukup sederhana. Patni yang usianya sudah mendekati 30 tahun itu, membantu mas Hasan Dani mengurus musala fakultas teknik. Ramadhan yang lalu, dia salah satu penanggung jawab takjil. Pembawaanya yang ramah dan supel membuat dia mengenal dan dikenal oleh hampir semua mahasiswa yang rajin datang ke musala. Salah seorang mahasiswa teknik mencoba menjodohkannya dengan kakak sepupunya, seorang konsultan bangunan. Alhamdulilah, mungkin sudah jodoh, ternyata hubungan mereka berlanjut sampai ke pelaminan.
    
Tidak sulit mencapai rumah Patni. Peta sederhana yang dia selipkan di undangan pernikahannya sangat membantu kami. Rumah sederhana di desa Bangle Banjaran itu sepertinya belum lama direnovasi. Berlantai tanah, sebagian berdinding batu dan sebagian berdinding bambu. Janur-janur dan hiasan-hiasan lain bekas acara kemarin masih terpasang. Begitu juga terobnya, masih tegak berdiri, tapi sudah tidak ada kursi-kursi di bawahnya. Sebuah tulisan 'Mohon Doa Restu' dengan kertas mengkilat warna-warni terpasang persis di sisi kiri pintu masuk. Mengingatkan saya pada masa kecil saya, ketika ikut ibu menghadiri pernikahan murid-muridnya di pelosok-pelosok desa. Juga mengingatkan saya pada hiasan-hiasan yang dipasang di panggung sederhana pada saat acara perpisahan sekolah ketika saya masih duduk di SD dan madarasah ibtida'iyah. Sederhana sekali tapi sangat berkesan.  

Patni keluar dengan busana sederhana. Berjubah batik dan berjilbab polos berwarna pink. Suaminya juga hanya mengenakan t-shirt dan bercelana panjang. Begitu juga bapak ibu Patni dan saudara-saudaranya yang semua 'nglumpuk'. Pesta memang sudah selesai. Aktivitas kembali normal. Kakak Patni ada yang sedang mencuci pakaian, ada yang sedang menyuapi anaknya, ada yang sedang menyapu. Anak-anak kecil keponakan Patni sudah bermain-main ramai di depan rumah. Sebagai anak ragil dari enam bersaudara, Patni beruntung menikah dengan disaksikan oleh semua saudara-saudaranya. Kakaknya yang tinggal di Jakarta dan di luar desa kelahirannya, semua datang lengkap dengan keluarganya masing-masing.

Belum lama kami duduk di atas tikar yang dilapisi karpet sederhana, di atas lantai tanah itu, pak Wahono, dosen Pendidikan Sains, datang. Bersama istrinya, bu Yanti, dosen PGSD dan seorang anaknya, Nizar. Nizar, dan juga anak pak Wahono yang lain, dan anak saya serta anak-anak mas Hasan Dani, semua sudah saling mengenal. Kami adalah anggota Kobamin, Komunitas Mbambung Indonesia. Komunitas yang kami dirikan sendiri, beranggotakan siapa pun penyuka kegiatan outdoor (kebanyakan dosen), beserta seluruh keluarganya bahkan tetangga-tetangganya. Tetangga saya sendiri beberapa kali bergabung dengan Kobamin ikut camping dan travelling. 

Kami dijamu kue-kue kecil. Ngobrol gayeng dengan bapaknya Patni dan saudaranya, mas Joko, yang bekerja sebagai tim special event di Coca Cola Jakarta. Penyuka adu otot panco yang bertubuh tinggi besar itu memiliki banyak pengalaman menarik. Posisinya sebagai tim special event memberinya banyak kesempatan berdekatan dengan para petinggi negara, bahkan presiden.

Kami juga disuguh makanan lengkap. Nasi putih, semur daging, mi goreng, telur bumbu bali, dan kerupuk udang. Minumannya selain air mineral juga soft drink, sprite dan fanta. Maka bagi kami, ini adalah sarapan kedua. Mungkin karena suasananya yang ramah dan nyaman, meski dalam kesederhaan, kami sangat menikmati semua suguhan itu sampai perut kami kekenyangan. 

Kami pamit pulang setelah hampir dua jam bertamu di rumah keluarga Patni yang menyenangkan. Saya memeluk Patni dengan keharuan yang saya sembunyikan. Anak baik itu telah menemukan tambatan hati yang telah bertahun-tahun dia rindukan. Dia pantas menerima kebahagiaan ini. Kesabarannya, keikhlasanya, kelembutan hatinya, layak untuk terbayar. Dia akan menjadi mutiara hati bagi keluarganya, bagi suami dan anak-anaknya kelak. Sebagaimana dia telah menjadi mutiara hati bagi kami semua.

Selamat menempuh hidup baru, Patni sayang. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Amin ya Robbal Alamin.

Baureno, 4 November 2012

Wassalam,
LN

Konaspi VII (4): H. A. R. Tilaar, dari Konferensi Rio+20 sampai Pekik Merdeka

Pagi ini dimulai dengan presentasi oleh Prof. Dr. H. A. R. Tilaar, M. Sc. Ed, seorang pakar dan pemerhati pendidikan, guru besar emeritus dari UNJ. Topiknya adalah 'Memantapkan Karakter Bangsa Menuju Generasi 2045'. Meski usia sepuhnya membuat langkah kakinya pelan, namun suaranya yang terkadang tidak jelas artikulasinya itu masih mampu meluncurkan banyak inspirasi yang tajam.

Tilaar memulai presentasinya dengan mengangkat Konferensi Dunia Rio+20 yang diselenggarakan di Rio de Jeneiro bulan Juni 2012 yang lalu. Konferensi ini merupakan pembaharuan komitmen atas pembangunan berkelanjutan, mengidentifikasi kesenjangan antara perkembangan dan implementasi seperti penanggulangan kemiskinan serta mengatasi berbagai tantangan baru. Salah satu topik yang
ditonjolkan di dalam konferensi tingkat tinggi di Rio tersebut antara lain mengenai ekonomi hijau (green economy) dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pada dasarnya KTT Rio+20 meluruskan langkah-langkah selanjutnya di dalam mewujudkan "The Future We Want". Dalam rangka membangun 'The Future We Want", KTT Rio+20 menekankan kepada pentingnya peranan manusia di dalam pembangunan yang berkelanjutan, pemberantasan kemiskinan dan kehidupan yang lebih sejahtera.

Indonesia sendiri di dalam menghadapi agenda KTT Rio+20 telah menyusun rencana kerjanya di dalam pengembangan ekonomi dengan berslogan 'pro-miskin, pro-pekerjaan, pro-perkembangan, dan pro-pemeliharaan lingkungan.'

Menurut Tilaar, Indonesia 33 tahun ke depan akan memperingati 100 tahun kemerdekaan Indonesia. Dalam rangka KTT Rio+20 apakah yang dapat dibuat oleh Indonesia di dalam peningkatan mutu kehidupan rakyat Indonesia, sambil turut serta dalam penyelamatan planet bumi untuk menjamin pembangunan yang berkesinambungan?

Salah satu keuntungan yang dimiliki Indonesia dalam kurun waktu tersebut ialah adanya apa yang disebut bonus demografi yang cukup signifikan. Dengan menyajikan sebuah tabel, Tilaar menunjukkan bahwa pada 33 tahun yang akan datang, kita memiliki sejumlah generasi dalam usia produktif. Apabila usia yang produktif tersebut ketika menghadapi peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, kemungkinan besar bukan merupakan bonus, tetapi bahkan merupakan malapetaka.

Bonus manusia produktif 33 tahun ke depan harus dipersiapkan dari sekarang. Mereka itu adalah generasi muda yang lahir dewasa ini atau pun yang sedang duduk di sekolah dasar dan menengah. Bonus demografi ini perlu dipersiapkan sebaik-baiknya bukan karena mereka adalah warganegara Indonesia yang baik,
tetapi juga sebagai warganegara Indonesia yang hidup di dalam 'knowledge-based society' abad ke-21. Mereka perlu dibekali dengan pengetahuan yang relevan dengan kemajuan zaman, menguasai teknologi komunikasi yang merupakan salah satu ciri utama dalam kehidupan modern abad 21, dibekali keterampilan yang sesuai dengan lapangan pekerjaan yang terbuka di masa depan serta tentunya warganegara yang bermoral yang mendukung dan mewujudkan identitas atau watak keindonesiaannya.

Apakah masyarakat dan bangsa Indonesia telah siap menghadapi tantangan perubahan besar abad ke-21? Beberapa ahli seperti Keri Facer, Direktur dari Future Lab, Manchester Metropolitan University, meragukan apakah bangsa di dunia menyadari akan perlunya menguasai 'new survival skills' melalui pendidikan di sekolahnya. Bahkan negara-negara maju sekali pun belum seluruhnya menyadari akan tantangan tersebut. Lanjut Tilaar, pandangan saat ini bukan lagi hanya menekankan pada bagaimana kita tetap survive di dalam tantangan yang diberikan oleh masa depan tetapi bagaimana menciptakan dunia yang kita inginkan untuk didiami. Hal ini sangat sesuai dengan logo Konferensi Rio+20, yaitu 'The Future We Want'.

Tilaar juga mengemukakan empat kekuatan global yang sedang melanda dunia menurut Laurence C. Smith, yaitu: 1) demografi, 2) sumber-sumber alam, 3) perubahan Iklim, dan 4) globalisasi. Keempat kekuatan global tersebut kesemuanya digerakkan oleh kemajuan teknologi.

Dalam kaitannya dengan demografi, bahaya ledakan penduduk dunia telah dilihat oleh Thomas Maltus sekitar dua abad lalu dan pada tahun 1968 Paul R. Ehrlich, seorang profesor dari Universitas Stanford mengeluarkan bukunya yang terkenal The Population Bomb.

Tentang keterbatasan SDA, dewasa ini dunia mengalami krisis energi yang gawat khususnya yang bersumber dari hidrokarbon. Bahkan kebanyakan negara-negara berkembang mulai memerlukan hidrokarbon untuk industri dan transportasinya. Dunia akan mengalami krisis energi yang gawat sebelum ditemukan sumber-sumber energi alternatif.

Terkait dengan globalisasi, Tilaar menjelaskan, dalam bukunya 'Globalization' (2003), Manfred A. Steger menceritakan ternyata globalisasi telah dimulai sejak prasejarah. Sekitar 10 ribu tahun SM telah terjadi migrasi manusia dari pusatnya di Afrika kemudian menyebar ke Eropa, Asia, Amerika Utara dan Selatan. Pada masa pramodern terjadi migrasi besar-besaran bangsa seperti di Asia. Juga dikenal jalan sutra (silkroad) yang telah menghubungkan Cina dengan kerajaan Romawi dan pedagang-pedagang Afrika. Kita juga mengenal perdagangan dari Barat seperti VOC serta British East India Company yang menghubungkan antara dunia Barat dengan Asia. Pada era modern mulai terjadi perdagangan yang dikenal sebagai 'global crossing systems' untuk komoditas-komoditas seperti gandum, kapas dan berbagai
metal. Dalam era 1970 sampai sekarang terjadi proses globalisasi yang sangat cepat.

Selanjutnya, tentang perubahan iklim, dewasa ini planet bumi dirasakan semakin panas akibat efek rumah kaca. Telah banyak kesepakatan internasional untuk membatasi efek rumah kaca dengan pengurangan emisi CO2 di angkasa. Kesepakatan global yang disepakati Protokol Kyoto yang terkenal itu bahkan banyak dilanggar oleh negara-negara industri maju. Di samping itu, paru-paru bumi yaitu hutan-hutan di daerah tropis seperti yang terdapat di Brasilia dan Indonesia mulai terancam oleh penebangan yang tidak terkendali. Akibatnya ialah bumi terasa semakin panas bahkan pada beberapa waktu yang lalu banyak yang tewas karena iklim panas yang menyengat. Perubahan iklim tersebut juga akan mempengaruhi produk makanan dan mungkin dunia akan mengalami krisis air bersih untuk dikonsumsi.

Yang menarik, dengan sentilan-sentilan yang cukup pedas terhadap berbagai kebijakan pendidikan saat ini, Tilaar menegaskan betapa UN telah mematikan kreativitas anak didik. Di sisi lain, kalau ingin menjadi bangsa yang maju, menurut Ciputra, setidaknya diperlukan dua persen entrepreneur. Indonesia baru
memiliki 0,8 persen entrepreneur. Kalau sistem pendidikan terus seperti ini, dengan UN yang menjadi tolok ukur kelulusan, sulit dihasilkan lulusan yang kreatif. Sehingga sulit dihasilkan entrepreneur-entrepreneur baru yang andal. Dengan pedas Tilaar mengatakan, pengembangan kreativitas dan entrepreneur dalam Pendidikan Nasional sudah dimatikan kreativitasnya. Sudah mampus.

Tilaar juga menyoroti SBI/RSBI. Menurutnya, kebijakan ini telah membuat masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang berkelas. Ada yang kelas kambing dan kelas sapi. Berapa banyak dana yang digelontorkan demi RSBI, sementara berapa banyak anak-anak petani dan nelayan yang drop out atau tidak bisa bersekolah. SBI/RSBI akan menjadi dosa bangsa Indonesia.

LPTK juga disoroti oleh Tilaar. LPTK selama ini telah dininabobokan oleh kebijakan. Ketika IKIP bermetamorfosis menjadi universitas, maka sejak itulah ilmu pendidikan mati. Tidak ada LPTK yang meneliti tentang pendidikan anak Indonesia, atau penelitian tentang moral. Kohlberg dan Lickona yang dominan disebut kalau kita bicara tentang moral.

BNSP oleh Tilaar juga diplesetkan sebagai Badan Skandal Pendidikan Nasional. Menurutnya, BNSP-lah yang selama ini sering menjadi biang kerok dari banyak permasalahan pendidikan.

Di akhir presentasinya, Tilaar merekomendasikan bahwa pendidikan harus merakyat. Guru dan peserta didik adalah 'knowledge builder' bukan 'Knowledge Provider' dan Kkowledge Acquisition'. Genre guru profesional adalah: (1) menghasilkan generasi produktif dan kreatif, (2) menghasilkan generasi yang survive dalam knowledge-based-economy, dan (3) menghasilkan cukup banyak entrepreneur.

Belajar dari WIFF di Kazakhstan, pendidikan harus memperhatikan 3C (Connect, Compete, Collaborate). Sedang proses pembelajaran meliputi 3C + SM, yaitu: Cognitive, Computer, Collaborationan Spiritual, dan Moral.

Dengan mendasarkan diri pada teori Ralph Linton, Lev Vygotsky, dan Ki Hadjar Dewantara, Tilaar mendefinisikan karakter atau watak bangsa Indonesia dalam menghadapi abad ke-21, yaitu: karakter atau watak bangsa Indonesia adalah suatu konstruksi budaya tentang sikap hidup, cara berpikir dan bertindak dari setiap individu bangsa Indonesia yang multikultural yang terpancar dari nilai-nilai budaya dan ideologi nasional Indonesia yaitu Pancasila (dalam menghadapi era global).

Di ujung presentasinya, Tilaar mengakhirinya dengan pekik merdeka.

Yogyakarta, 2 November 2012

Wassalam,
LN

Sabtu, 03 November 2012

Konaspi VII (3): Ary Ginanjar: Piramida Kebutuhan Terbalik

Siapa yang tidak mengenal Ary Ginanjar? Tentu saja banyak orang di Indonesia ini mengenalnya. Anak sekolah, mahasiswa, pegawai negeri, karyawan swasta, ABRI, dan masyarakat luas, terutama yang pernah mengikuti pelatihan ESQ, pasti tahu. Dia identik dengan ESQ. Buku pertamanya, yang juga berjudul Emotional Spiritual Quotient (ESQ), terbit di tahun 2001, cukup populer. Konon terjual lebih dari satu juta seratus eksemplar. Setelah itu terbit belasan bukunya yang lain. Yang terakhir adalah Spiritual Samurai (2010).

Pada tahun 2007, AG menerima anugerah sebagai Doktor Honoris Causa dalam bidang Pembangunan Karakter dari UNY. Tentu saja ini adalah penghargaan yang sangat prestisius bagi pria kelahiran 1965 itu. Sebelum itu, dia menerima penghargaan The Most Powerful People and Ideas in Business versi Majalah SWA (2004), Agents of Change in 2005 versi Harian Republika (2005), dan berbagai penghargaan lain setelah 2007, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri (Malaysia, United Kingdom, dan Saudi Arabia). 

Menikmati penampilan AG selama sekitar satu setengah jam menjelang istirahat makan siang ini begitu menyenangkan. Panitia sangat tepat menempatkannya pada detik-detik yang 'genting' saat-saat audience mulai mengantuk. Setelah mendengarkan presentasi Sri Sultan Hamengkubuwono yang pembawaannya datar-datar saja bagai air tanpa riak gelombang, meski materinya sebenarnya bagus, penampilan AG bagai musik indah yang memecah keheningan. Siapa pun yang mendengarkan letupan-letupan AG akan terhanyut. Dia menyampaikan ide-idenya dengan gayanya yang khas, cerdas, humoris, dan bersemangat. Meski, harus disadari, tidak semua pikiran-pikirannya bisa diterima dengan begitu saja, terutama kalau disandingkan dengan konsep-konsep pembelajaran dan pendidikan.

Salah satunya adalah idenya untuk membalik konsep Piramida Abraham Maslow. Menurut Maslow, kebutuhan yang paling dasar (basic need) manusia antara lain adalah makan, minum, pakaian, papan, dll (kebutuhan akan materi), dan kebutuhan tertinggi adalah 'self actualization'. Menurut AG, basic need itulah yang menjadi biang masalah di mana-mana, karena manusia tidak ada puas-puasnya. Dia memberikan ilustrasi, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah sedemikian luar biasa, yaitu mencapai 6,4 persen di semester satu tahun 2012. Namun demikian, peningkatan tersebut ternyata
tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas kehidupan secara totalitas, bahkan nampaknya justeru terjadi penurunan kualitas hidup. Bukan hanya karena masalah pemerataan ekonomi semata. Tengoklah berbagai krisis moral yang terjadi di sana-sini sehingga mengakibatkan tingginya angka korupsi, demo buruh yang terus meningkat, kerusakan hutan dan lingkungan, peningkatan penggunaan narkotika di kalangan remaja, pergaulan bebas dan aborsi di kalangan remaja, tawuran pelajar dan mahasiswa, dan masih banyak lagi. Jelas bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak menjamin peningkatan kualitas kehidupan bangsa Indonesia. Artinya, pemenuhan kebutuhan 'basic need' tidak pernah terpuaskan, dan justeru semakin membuat manusia serakah.

AG menawarkan supaya piramida itu dibalik. Basic need yang pada mulanya berada pada posisi paling dasar, diputar menjadi paling atas. Self actualization yang tadinya tertinggi dan jarang tercapai, kini justeru menjadi yang paling dasar. Perubahan ini hanya akan terjadi bila pendidikan benar-benar menyentuh aspek spiritual, tidak hanya aspek emosional dan intelektual. Setiap manusia yang terjun di dunia pendidikan baik mahasiswa, dosen, staf, harus memiliki 'meaning' dalam mengemban misinya. Misi suci pendidikan tidak lain adalah sebuah panggilan suci dan aktualisasi diri. Saat self actualization menjadi dasar, basic need secara otomatis akan terpenuhi bahkan mungkin lebih dari yang diharapkan semula. 

Tentu saja ide ini sangat bisa diperdebatkan. Bayangkan seorang bayi yang baru lahir, apa yang dia butuhkan? Tentu saja air susu ibu untuk mengisi perutnya, dan dekapan ibu untuk memberinya rasa aman (safety need). Bukan kebutuhan untuk melakukan aktualisasi diri. Sebuah penelitian tentang penerapan keterampilan proses (PKP), yang dilakukan oleh Prof. Nur di wilayah Surabaya dan di pelosok kabupaten Lamongan juga menunjukkan betapa  basic need adalah yang terpenting. Ketika PKP diterapkan di sebuah sekolah di pelosok Lamongan, ternyata respon dan aktivitas siswa sangat jauh dibanding dengan yang di Surabaya. Setelah ditelusuri ternyata apa penyebab utamanya? Siswa-siswa itu sebagian besar tidak sarapan, perut mereka lapar. Sehingga jangankan melakukan interaksi di dalam pembelajaran, dapat menerima pelajaran saja sudah bagus. Ini menunjukkan, urusan perut harus aman dulu, sebelum memenuhi kebutuhan yang lain, yang meliputi safety need, social need, self esteem, dan self actualization.      
Lepas dari itu, presentasi AG sangat inspiratif. Konsep ESQWay165 yang diajukannya diterapkan di banyak institusi, salah satunya di UNY. Menurutnya, diperlukan kecerdasan emosional (EQ) yang akan memberikan keterampilan dalam bersosialisasi dan berhubungan dengan orang lain, serta kecerdasan spiritual (SQ) yang akan memberikan jawaban atas eksistensi diri.  
Konsep ESQWay165 merupakan sebuah konsep pembangunan karakter yang komprehensif dan integratif berdasarkan 1 nilai universal, 6 prinsip pembangunan mental, dan 5 langkah aksi. Ketika ketiga model kecerdasan digabungkan, maka lahirlah manusia yang memiliki keseimbangan antara otak, akal, dan hatinya, sehingga secara otomatis akan melahirkan karakter. 

AG juga menyebut bahwa di setiap diri manusia ada segumpal hati. Segumpal hati ini disebutnya sebagai 
super intellegence software. Software inilah yang mampu menuntun seorang ahli hukum menjadi bijaksana, hakim menjadi adil, pengusaha menjadi jujur, dan sebagainya. Bila software ini  tidak digunakan maka manusia akan mengalami spiritual pathologist. Penyakit hati. Manusia akan mengalami kegilaan yang luar biasa. Dengan menyitir kata-kata Arnold Tonybee, AG menyatakan bahwa suatu bangsa akan mengalami kejayaan ketika hati menjadi panglima, akan mengalami masa keemasan ketika akal fikiran dan hati disatukan, namun akan mengalami kehancuran ketika akal fikiran dan nafsu yang menjadi panglima. 

Menutup presentasinya, AG menanyakan, berapa tahun lagi kita akan mencapai tahun 2045? Adalah 33 tahun lagi. Berapa kali kita berdzikir seusai sholat? 33 kali. Maka, kata AG, hari ini adalah hari dzikirnya Konaspi untuk Indonesia. 

Yogyakarta, 1 November 2012

Wassalam,
LN