![]() |
Tim Monev menyeberangi sungai menggunakan rakit. |
Kami menyusur sisi barat. Dari Melongwane, ibu kota Kabupaten Kepulauan Talaud, menuju Beo, Essang dan Bulude. Sebenarnya masih ada dua kecamatan lagi di sisi barat ini, yaitu Mamahan dan Gemeh, namun karena waktunya tidak memungkinkan, maka kami berhenti di Bulude. Semua peserta SM-3T yang bertugas di sisi barat berkumpul di Bulude. Hari ini kami rencanakan untuk bertemu dengan para peserta saja, tidak memungkinkan untuk mengunjungi sekolah-sekolah karena waktunya sudah terlalu siang atau sore.
Di sepanjang perjalanan, laut yang indah ada di sebelah kiri kami. Pohon kelapa dan cengkeh yang rapat memenuhi sisi kanan dan kiri di sepanjang jalan. Pak Rektor bertanya: 'apa jalannya cukup bagus?'. Saya menjawab bahwa jalan cukup bagus. Yang saya maksud bagus adalah beraspal, meski lubang-lubang menganga di mana-mana dan berkelok-kelok naik turun. Setidaknya, untuk beberapa jam ke depan, jalannya beraspal.
Pukul 14.30-an kami mencapai Beo. Hujan gerimis dan mendung tebal. Dani dan Abner berputar-putar mencari solar. Di beberapa tempat penjualan, solar habis. Akhirnya dapat solar di salah satu kios di dekat hotel tempat kami menginap nanti, harganya Rp. 8.000,-/liter. Pak Yoyok memanfaatkan waktu mampir ke hotel, mengamankan beberapa kunci kamar hotel. Semua hotel di Melongwane penuh karena ada kegiatan besar dari Dinas Perikanan, maka kami terpaksa menginap di Beo. Di hotel yang ada di Beo ini, hanya tersedia sepuluh kamar. Kalau kunci tidak kami amankan, bisa-bisa kami tidak dapat kamar untuk menginap nanti malam. Hotel di Melongwane atau Beo, jangan bayangkan seperti hotel-hotel di Jawa atau di kota-kota besar. Kamar-kamar hotel di sini yang penting cukuplah untuk tidur dan mandi.
![]() |
Satu-satunya masjid untuk sholat jumat di Bawunian, Lobo. |
Sekitar sepuluh menit kemudian, jalan beraspal terputus karena longsor. Potongan jalan disambung dengan tanah. Ngeri juga saat melewatinya karena persis di sisi kirinya adalah sungai. Beberapa kilometer setelahnya, jalan beraspal tidak kami temukan lagi. Yang ada adalah jalan-jalan makadam yang membuat kami seperti dikocok-kocok dalam mobil. Jembatan-jembatan kayu beberapa kali kami lewati dengan perasaan was-was. Beberapa kali driver dan pak Yoyok harus turun untuk menata kayu-kayu jembatan yang sudah tidak pada posisi semula. Hujan memperparah kondisi jalan dan jembatan yang memang pada dasarnya sudah rusak berat ini.
'Brenti jo bagate'. Tulisan itu ada di sebuah pinggir jalan menjelang masuk Kecamatan Essang. Artinya, berhenti, jangan minum-minum. Minuman keras memang sangat akrab dalam kehidupan masyarakat Talaud. Di hampir setiap momen, terutama pada acara pesta-pesta, termasuk perayaan keagamaan seperti natal dan paskah.
![]() |
Medan yang kami lalu sangat berat... |
Akhirnya sampailah kami di Bulude. Luar biasa. Ternyata kami disambut secara besar-besaran. Setidaknya di luar dugaan kami. Tenda yang besar, meski tenda terpal, sekelilingnya dipasang rumbai-rumbai dari janur, dan puluhan kursi penuh dengan siswa berseragam SD dan SMP, serta guru-guru. Lampu-lampu menyala terang, dan makanan berjajar di meja panjang di sisi halaman. Kami juga disambut dengan ucapan selamat datang dengan bahasa setempat, dengan seorang penerjemah. Intinya, adalah ucapan selamat datang dan rasa bahagia karena kehadiran pak Rektor beserta rombongan. Sebuah rangkaian bunga disematkan di jasket pak Rektor oleh seorang siswa yang mengenakan pakaian adat.
![]() |
Tarian yang dilakukan anak-anak menyambut kedatangan kami. |
"Mari menari....
Menarilah....
Tari tempurung...
Tempurung piringan adat...
Suku Talaud.
Tetap dikenang.... Selamanya....".
Suara ibu Eni Lambuaso, ibu guru itu, indah mengalun, mengiringi gerakan tarian yang gemulai dan tepukan-tepukan suara tempurung kelapa yang dimainkan oleh para penari.
![]() |
Suasana kebersamaan tim monev, peserta, dan peserta didik. |
Kehadiran guru-guru SM-3T menurut pak John sangatlah berarti, sangat membantu memecahkan msalah kekurangan guru serta meningkatkan mutu pembelajaran. Mereka juga sangat bertanggung jawab, bersahabat, bergaul dengan baik dengan masyarakat. Oleh sebab itu, tahun depan, mudah-mudahan Bulude tetap menjadi tempat penugasan guru-guru SM-3T, begitulah harapan pak John mewakili sekolah-sekolah dan msayarakat di desa Bulude.
Sambutan Rektor disampaikan setelah penampilan paduan suara dari siswa-siswa SMP Satap, yang membawakan lagu Hymne Guru dan Mimpi-nya Nidji. Menurut Prof. Muchlas, program SM-3T selain untuk mempersiapkan para peserta untuk menjadi guru yang profesional, juga supaya mereka mengenal 'inilah Indonesia'. Inilah saudara-saudara kita yang bertempat tinggal di wilayah terluar dan terdepan. Juga supaya ketika mereka nanti sudah menjadi orang, mereka tidak lupa pada wilayah terluar di Indonesia ini dan di bagian yang lain, yang selalu membutuhkan kehadiran mereka.
'Kami peduli' menutup acara sambutan dan hiburan. Lagu ciptaan pak Yoyok itu dinyanyikan oleh para peserta SM-3T beserta beberapa siswa. Dilanjutkan dengan pembacaan doa, kemudian acara ramah-tamah. Menikmati hidangan yang sudah disiapkan.
Hidangannya, wow, luar biasa. Ada lobster, kepiting kenari, berbagai macam ikan yang diolah menjadi berbagai macam hidangan. Sayur-sayuran dari daun singkong dan daun pepaya. Makanan pokoknya tidak hanya nasi bungkus, tapi juga kupat, singkong kukus, bentul kukus, dan pisang mentah yang dikukus. Sambalnya dabu-dabu, khas sekali. Pedas dan segar. Malam ini kami 'balas dendam', setelah sejak pagi tadi tidak ketemu nasi.
Setelah puas makan dan beramah-tamah dengan bapak Danramil, komite sekolah, kepala sekolah, dan guru-guru, kami mulai melakukan dialog khusus dengan para peserta SM-3T. Ada sepuluh peserta. Saat ini mereka harus mengumpulkan laporan tengah tahun dan form isian monev. Mereka juga menyampaikan berbagai kendala yang mereka temui di lapangan, juga harapan-harapan mereka. Kami mendengarkan semua keluhan mereka, dan menawarkan berbagai solusi untuk membantu memecahkan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Pada dasarnya, anak-anak muda ini kuat, dan keluhan mereka sebenarnya bukan seperti keluhan, namun lebih menyerupai 'curhat' seorang anak pada orang tuanya.
Pukul 21.15, kami pamit. Perjalanan panjang masih harus kami tempuh lagi untuk mencapai Beo, tempat kami menginap malam ini. Suara alam dan keheningan hutan menemani kami. Tubuh boleh lelah tapi semangat tak boleh surut. Kedua mobil kami pun terseok-seok menembus kegelapan.....
Bulude, Essang, Talaud, 8 April 2012
Wassalam,
LN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...