Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Sabtu, 28 Desember 2013

Senja

Senja mulai jatuh perlahan
Membawa sejuta tabir dan menutup kilau matahari
Adzan maghrib berkumandang memanggil setiap insan untuk bersiap diri
Cukuplah hari ini bersibuk diri
Saatnya bersimpuh di hadapan Illahi Rabbi...

Tanggulangin, 28 Desember 2013. 17.50 WIB.


Wassalam,
LN

Soreku

Soreku adalah kelelahan yang memuncak seperti lelahnya matahari yang sinarnya meredup di ujung senja
Diamnya rumput ilalang yang tak bergerak sedikit pun karena angin telah lelah menerpanya
Gegung-gedung tinggi yang beku dan temaram lampu-lampu yang masih bermalas-malasan untuk menyala

Soreku
Menjadi sangat hidup saat sedang mengingatmu 
Bersemangat menyapa pepohonan yang di rerantingnya tersangkut bayang-bayangmu
Mencumbui aroma cemara hutan yang terendus seperti wangimu 

Aku, matahari, ilalang, gedung-gedung, lampu-lampu, semua telah lelah sore ini
Namun kerinduan menemui sosokmu dan membaui wangimu, membasuh semua lelahku

OTW Home, Wiyung
27 Desember 2013
17.00

Wassalam,
LN

Warnamu

Warnamu membuat hari-hariku menjadi semakin penuh warna
Melengkapi warna-warna indah yang ada di sekitarku
Tahukah kau pelangi yang melengkung di langit selepas hujan turun?
Atau semburat jingga yang merona menjelang matahari tenggelam di cakrawala?
Juga kuning keemasan yang terkembang saat rembulan sedang purnama?

Warnamu melengkapi warna-warna indah di sekelilingku
Menorehkan garis-garis emas di kanvas kehidupanku
Adakah dirimu pernah menampak hamparan sawah yang padinya telah rata menguning?                                    Atau seluas padang sabana dengan bukit-bukit hijau yang memayunginya?

Warnamu mengisi sudut-sudut kosong dalam memoriku, memenuhinya dengan gambar-gambar penuh suka cita
Pernahkah dirimu memandangi serombongan kuda yang berlarian di tepian pantai, berlatar batu-batu karang dan jajaran nyiur melambai?
Atau domba-domba yang bekerjaran di antara semak belukar, saat hari segera menjelang sore? 

Indahmu adalah warna-warna itu, berhembus merasuk di setiap helaan nafasku, menggurat meninggalkan jejak di dinding-dinding hatiku, dan mencair mengalir bersama aliran darahku

Warnamu, melengkapi warna-warna indah dalam kehidupanku...

OTW PPG, Macet di Wiyung
27 Desember 2013
14.00 WIB

Wassalam,
LN

Selasa, 24 Desember 2013

Perjalanan Paling Lama

Akhirnya tiba di rumah ibu. Setelah menempuh perjalanan hampir enam jam. Ya, enam jam. Ini perjalanan paling lama Surabaya-Tuban yang pernah kami tempuh. Biasanya, kami hanya perlu waktu dua sampai dua setengah jam. 

Berangkat dari rumah selepas salat maghrib, kami memasuki tol Gunungsari. Tidak pakai lama, langsung dihadang kepadatan yang luar biasa. Begitu sampai tol Romokalisari, kepadatannya sudah meningkat menjadi kemacetan. Rencana keluar melalui pintu tol Bunder, kami urungkan. Macetnya nggilani. Kami terus menuju tol Manyar. Total waktu yang kami perlukan sejak masuk pintu tol Gunungsari sampai keluar pintu tol Manyar, hampir dua jam. Cukup fantastis.

Manyar sampai Tuban lancar meski sesekali padat merambat. Sekitar lima kilometer keluar kota Tuban ke arah Jenu, di depan terminal, tiba-tiba kami dihadang kemacetan lagi. Mandeg jegrek. Truk dan mobil-mobil pribadi berderet-deret. Padahal rumah kami hanya sekitar tiga kilometer di depan. Tapi mobil kami sama-sekali tidak bisa bergerak.

Waktu saya tanya pada seorang bapak, penduduk setempat, yang sedang berdiri di pinggir jalan, kemacetan itu katanya akibat adanya kecelakaan. Entah kecelakaan apa. 

Ketika situasinya memungkinkan, mobil pun kami arahkan ke bahu jalan sebelah kiri. Mlipir-mlipir di sisi barisan truk besar. Lantas memutuskan belok ke kiri, mencari jalan-jalan alternatif masuk ke kampung-kampung. Ada tiga mobil yang mengikuti jejak kami, 'ngintil' di belakang. Untunglah Tuban tidak punya jalan jelek. Di kampung-kampung sepelosok apa pun, semua jalannya beraspal. Jadi meski sempat sekali salah jalan, dengan bertanya pada penduduk setempat, kami bisa segera kembali ke jalan yang benar,

Tiga mobil yang ngintili kami meneruskan perjalanan mereka ke Rembang dan Semarang setelah mas Ayik memberikan petunjuk arah yang mereka harus tempuh. Di ujung jalan, kami berpisah. Tiga mobil itu mengambil arah belok kiri, sedang kami belok kanan. Rumah kami hanya sekitar seratus meter dari titik persimpangan jalan itu.

Alhamdulilah. Setelah membuka pintu gerbang yang pintunya sengaja dibiarkan terbuka sebelah, mobil kami meluncur memasuki halaman, langsung serong kanan, melintasi jalan di samping rumah ibu yang besar, dan parkir di belakang rumah. Lega nian. Apa lagi setelah bertemu ibu, mbak-mas dan keponakan-keponakan. Beberapa dari mereka, meski sudah hampir tengah malam, ternyata belum tidur. Menikmati malam natal sambil menunggu 'Lik-Luk' dan abah Ayik yang cakep-cakep ini....

Tuban, 24 Desember 2013

Wassalam,
LN

Senin, 23 Desember 2013

Puisi untuk Ibu

Ibu
Sore ini hujan turun deras sekali, hujan yang sama seperti kemarin-kemarin
Beberapa hari, bahkan beberapa minggu ini, langit seperti tak pernah kering, sepanjang waktu dia menumpahkan airnya ke bumi
Dinginnya sore yang merangkak menuju senja mengingatkanku pada sosokmu
Saat itu, di sore yang basah dan dingin, kau hangatkan tubuhku dengan selimut kecilku
Tanganmu yang lembut merengkuhku dalam pelukan hangatmu 
Lantas kau dekap terus aku dalam buaianmu, 
Sambil berdiri bersenandung di depan jendela, menunggu harap-harap cemas ayah pulang kerja

Ibu,
Aku sering lupa semua yang kau sudah lakukan
Aku lupa, suatu ketika, aku tarik-tarik mukenamu dalam sujudmu
Hanya supaya kau ambilkan aku segelas susu
Itu pastilah belum seberapa
Menurut cerita, aku juga suka mengencingi wajahmu, mengotori dadamu dengan muntahanku, dan bahkan kau menampung kotoranku dengan kedua telapak tanganmu
Tak terbayangkan bagaimana mungkin aku bisa lupakan semua itu

Ketika aku sudah dewasa, aku seringkali membuatmu kecewa
Membantahmu, mengabaikan nasehatmu, bahkan membohongimu
Kau hanya diam dengan mata penuh luka, menahan kemarahan dan kesakitanmu, dengan istighfar dan doa yang berhamburan dari gemetar bibirmu
Dan aku menghambur pergi dengan kemarahanku, tak peduli, meninggalkanmu terpuruk dalam tangis penuh pilu

Ibu,
Sore ini hujan turun deras sekali, hujan yang sama seperti kemarin-kemarin
Dan aku tak tahu
Adakah yang menyelimuti dirimu dalam dinginnya sore yang basah seperti ini?
Aku bahkan tak tahu, apakah kau punya selimut untuk sekedar menghangatkan tubuh tuamu?
Adakah seseorang yang menghampirimu dan menyorongkan segelas susu untukmu?
Adakah aku yang datang memelukmu dan memberikan kehangatan bagi tubuh kecilmu yang menggigil?

Maafkan aku, ibu
Ternyata aku ada di sini
Di tempat yang jauh dan tak mampu menjangkaumu
Aku masih di sini
Bergumul dengan ribuan urusan yang tak hendak kutinggalkan meski kau membutuhkanku
Maafkan anakmu, ibu
Atas ketakpedulian ini, atas keegoisan ini, atas ketidakpengertianku
Aku mohon, maafkan aku
Karena maafmu adalah energi hidupku, doamu adalah nafasku, dan keikhlasanmu adalah aliran darahku
Sehebat apa pun aku, setinggi apa pun aku, apalah artinya tanpa maaf dan doamu

Ibu, 
Meski seringkali aku menyakitimu
Percayalah, aku sangat mencintaimu, walau tak selalu mampu membahagiakanmu
Percayalah, doaku senantiasa kupanjatkan untukmu, semoga kau dalam lindungan Illahi Robbi selalu
"Allaahummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kamaa robbayaani shaghiiraa"
Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan ibu bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil
Amin Yaa Rabbal alamiin...

Selamat hari ibu...

Surabaya, 22 Desember 2013

Wassalam,
LN

OTW Lawang
(Mendampingi bapak ibu...)

Jumat, 20 Desember 2013

Sepanjang Jalan Doho

Menyusuri sepanjang jalan Ndoho, di Kota Kediri yang berselimut rinai, rintiknya berpendar-pendar membasahi jalan
Menggiring setiap orang berteduh di teras-teras pertokoan yang panjang

Menyusuri sepanjang jalan Ndoho, sambil bergayut erat di lenganmu
Menapak jejak romantisme berpuluh tahun silam, romantisme yang tak lekang oleh waktu
Masih kunikmati rasa dan debar-debar itu, seperti dulu

Menyusuri sepanjang jalan Ndoho, meliuk-liuk di sela-sela para penjual makanan jajanan: pecel tumpang, nasgor, mie goreng, wedang kopi, roti dan bolu
'Ini seperti Malioboro saja', katamu
Lantas menunjuk relief-relief di dinding-dinding toko
'Lihat itu, sayang, itu bangunan-banguna kuno'
Sesaat sebelum kau gamit lenganku, duduk di atas tikar
Menikmati sepincuk pecel tumpang, menghayati suapan demi suapan, ditemani alunan musik para pengamen remaja ingusan

Menyusuri sepanjang jalan Ndoho, di Kota Kediri yang berselimut rinai, rintiknya berpendar-pendar membasahi jalan
Dinginnya malam yang semakin beranjak, terasa hangat karena tanganmu melingkari pinggangku
Hangatnya menyelusup di dinding-dinding waktu, menembus batas kelamnya langit, menghimpun semua kenangan yang berserak di sepanjang jejakmu dan jejakku
Jejak kita
Menyatu dalam satu bahasa qalbu: I love you...


Kediri, 20 Desember 2013. 22.00 WIB.

Wassalam,
LN

Selasa, 17 Desember 2013

Guru Besar 'Tertua' Unesa: Prof. Dr. Poedjiastoeti, M.Si

Wanita itu tidak lagi muda. Usianya 66 tahun. Saat ini, dia sedang berdiri di podium. Membacakan makalahnya yang berjudul 'Upaya Menyajikan Pembelajaran Kimia untuk Siswa SMALB Tunarungu'. Suaranya lantang, tegas, penuh percaya diri. 

"Perkenankan saya pada kesempatan ini, di usia 66 tahun, menyampaikan pidato pengukuhan ini." Begitu dia mengawali pidatonya. Ya, wanita itu, hari ini dikukuhkan sebagai guru besar Unesa. Bersama dengan dua guru besar yang lain, Prof. Dr. Endang Susantini (FMIPA) dan Prof. Dr. Ali Maksum (FIK). 

Apa yang menjadikan wanita itu begitu istimewa di mata saya adalah ketekunan dan kesabarannya. Perjalanan panjang telah ditempuhnya untuk sampai pada tahap ini, dikukuhkan sebagai guru besar, jabatan tetinggi dalam bidang akademik. Jabatan itu diperolehnya pada tanggal 1 Juni 2011 atau tepatnya pada usia 63 tahun 6 bulan 6 hari. Itu merupakan usia tertua dalam memperoleh jabatan guru besar di antara guru besar di Unesa. 

Namun tidak lama setelah diperolehnya jabatan itu, dia harus menerima kenyataan, bahwa masa kerjanya sudah menjelang berakhir. Proses pengajuan pensiun telah diluncurkan oleh Senat Unesa ke Pusat. Artinya, jabatan sebagai guru besar itu hanya sekejap saja dinikmatinya. Permohonannya pada Senat Unesa untuk memperpanjang batas usia pensiunnya, dengan berbagai pertimbangan, tidak diluluskan.

Ternyata Allah SWT berkehendak lain. Turunnya peraturan mendikbud tentang batas usia pensiun guru besar sampai usia 70 tahun, memberinya kesempatan untuk terus mengabdikan diri di Unesa. Subhanallah.

Poedjiastoeti adalah sosok teladan tentang ketekunan dan kesabaran. Wanita kelahiran Wonosobo itu menyelesaikan pendidikan sarjananya di IKIP Surabaya pada tahun 1977 dalam program studi Kimia. Selanjutnya dia melanjutkan ke UGM, mengambil program studi Kimia Analitik, dan mendapatkan gelar Magister Sain pada tahun 1995. Baru pada tahun 2010, dia mendapatkan gelar Doktor Pendidikan IPA dari UPI. Ya, setelah lima belas tahun dia memperoleh gelar magisternya.

Ketekunannya juga tercermin dari karya-karyanya baik dalam bidang penelitian, pengabdian masyarakat, maupun karya ilmiah dalam bentuk buku maupun artikel yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah serta berbagai seminar nasional dan internasional. Beberapa hasil karya itu terbaca di daftar riwayat hidupnya, dan betapa dia adalah dosen yang cukup produktif.

Dalam usianya yang tidak lagi muda, Poedjiastuti adalah tauladan bagi kita semua. Dengan ketekunan, kesabaran, berhusnudzon dan pasrah sepenuhnya pada kehendak Illahi, apa yang nampaknya tidak mungkin menjadi sangat mungkin. Berikhtiar sekuat tenaga, fokus, dan biarkan Allah SWT yang menentukan. Do the best, let God does the rest. itulah kuncinya.

Selamat, Prof. Poedji. Semoga jabatan guru besar ini menjadi berkah bagi semua. Amin YRA.

Gedung Serba Guna Unesa, 17 Desember 2013. 11.10 WIB.

Wassalam,
LN