Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 21 Juni 2016

PUISI CINTA UNTUK SUMBA

Sumba, aku datang lagi
Menyapamu dengan sepenuh hati
Andai kau tahu, Sumba
Betapa aku jatuh cinta, bahkan sejak pertama kali kita berjumpa

Sumba, jangan kau tanya kenapa, karena sesungguhnya aku juga tak tahu
Yang ku tahu hanya kesederhanaanmu, keindahanmu, keramahanmu, kehangatanmu, kepolosanmu, sekaligus ketegaranmu

Padang sabana dan kumpulan kuda hanyalah sebagian alasan aku mencintaimu
Begitu juga dengan tumpukan bukit menjulang dan pantai-pantai yang panjang menghampar

Namun harus kuakui, aku tak mampu enyahkan bayangan ina-ina dan bapa-bapa dengan sirih pinangnya
Juga para rambu dan umbu yang menenteng parang dan keranjang masuk keluar hutan, kebun, dan ladang

Dan, ya, anak-anak itu, anak-anak sekolah yang menerjang bukit dan belantara hanya untuk menjumpai guru-guru mereka
Guru-guru yang sejuknya seperti air bening penghilang dahaga
Yang ke mana pun membawa kuas untuk melukis jiwa-jiwa dengan pelangi penuh warna-warna  

Namun, sekali lagi, semuanya itu hanyalah sebagian alasan kenapa aku mencintaimu

Selebihnya, aku tak tahu 

Sumba, aku hanya ingin kau paham betapa kucinta kau apa adanya
Bahkan saat aku harus menorehkan luka, betapa sesungguhnya hatiku juga terluka
Bahkan saat aku harus menggoreskan lara, semua kulakukan tetap dengan sepenuh cinta

Aku mencintaimu meski kau tak bisa pahami
Namun entah kenapa, aku yakin, suatu ketika kau akan mengerti, begitulah caraku mencinta, agar keindahan dan ketegaranmu tetap terjaga

Sumba, aku datang lagi, menyapamu dengan sepenuh hati
Satu yang ingin kau tahu
Aku mencintaimu
Apa adanya

(Didedikasikan untuk para guru di Sumba Timur, juga untuk para guru SM-3T di mana pun kita pernah bersama)

Waingapu, 25 April 2016

Jumat, 03 Juni 2016

PUISI CINTA UNTUK SUMBA

Jumat, 17 Oktober 2014

Doa Ultahku

Ya Allah, syukurku kepada-Mu, kau izinkan aku menghuni dunia-Mu sampai saat ini, menghirup segar udara-Mu, dengan sepenuh kasih sayang dan cinta, dari-Mu Yang Maha Rahman dan Rahim
Izinkan aku lebih lama memiliki waktu, agar dapat kuisi setiap detiknya untuk bersyukur atas nikmat dan karunia-Mu, dan menularkan rasa syukur itu pada setiap orang di sekitarku

Ya Allah, Kau berkahi aku dengan sedikit ilmu, setitik kepandaian, senoktah kecakapan, izinkanlah aku untuk memanfaatkannya sebaik mungkin, memberikan kebaikan bagi keluarga dan sesama
Kau hadiahi aku dengan sepotong hati, penuhilah hati ini dengan kesabaran, keikhlasan, ketabahan, cinta kasih, ketangguhan, dan biarkan dia menebarkannya kepada siapa pun, di tempat mana pun

Ya Allah ya Tuhanku, masih banyak tugasku, berikan aku kesempatan untuk menunaikannya. Membimbing keluargaku, mendewasakan anak-anak didikku, menebarkan ilmu-Mu, dan mengajarkan kebaikan-kebaikan-Mu. Limpahkan selalu hidayah dan petunjuk-Mu, agar kami semua mampu meraih cita-cita dan mimpi-mimpi kami, serta membangkitkan cita-cita dan mimpi-mimpi setiap anak negeri

Ya Allah, meski telah Kau limpahi aku dengan segala nikmat dan karunia, tetap izinkan aku untuk memohon dan meminta: berikan aku dan keluargaku, orang tua dan saudara-saudaraku, sahabat dan kerabatku, semua anak didikku, dengan ilmu yang bermanfaat, rezeki yang barakah, dan usia yang panjang, serta keselamatan di dunia dan akhirat

Ya Allah Yang Maha Memberi Pertolongan, hanya kepada-Mu aku memohon lindungan dan naungan. Lindungi dan naungilah setiap langkahku,  mudahkan dan lancarkan semua urusanku, demi meraih ridho-Mu

Ya Allah Yang Maha Memberi Ampunan, ampunilah semua dosa dan kesalahanku, dosa dan kesalahan orang tuaku, keluarga, saudara, kerabat, dan sahabat.

Ya Allah Yang Maha Kasih, terima kasih telah Kau berkahi aku orang-orang yang penuh kasih, yang selalu mendukungku dengan cinta, maka senantiasa limpahkan cinta dan kasih-Mu.

Amin Ya Mujibassailin.


Surabaya, 18 Oktober 2014

NB: Terimakasih, teman-teman, atas semua ucapan dan doa. Semoga Allah mengabulkan semua doa indah tersebut untuk kita semua. Amin.

Wassalam,

LN

Kamis, 07 Agustus 2014

Selamat Jalan, Sahabat (4) (Puisi untuk Rukin Firda)

Aku tahu, tangis ini tidak akan mengembalikanmu padaku, pada kami semua
Namun kesedihanku tak juga sampai pada ujungnya
Kenapa harus dirimu, yang begitu berarti?
Seseorang yang dengan sepenuh hati mengabdikan diri pada perjuangan ini?
Siapa pun bisa melebihi dirimu dalam hal kebolehan
Namun kecintaan itu, kerelaan itu, keteguhan hati dan semangat itu, dirimulah satu-satunya
Begitulah cara Tuhan menunjukkan cintanya kepadamu
Merenggutmu dari kami dengan begitu tiba-tiba
Aku teringat kata-katamu
Manusia itu jangan kemilikan
Sifat yang terlalu mencintai sesuatu atau seseorang, sehingga tidak siap kehilangan
Padahal kita dan semua milik kita di dunia ini adalah kepunyaan-Nya
Sewaktu-waktu, kapan pun, tanpa kita tahu pasti, Dia akan mengambilnya...
Sekali waktu dirimu juga berkata
Jangan menaruh harapan yang terlalu besar pada sesuatu
Kita akan kecewa jika harapan itu tak terwujud
Maka bersiapkan gagal dan kecewa untuk setiap harapan dan optimisme kita
Sahabat
Inikah arti semua itu?
Inikah saat-saat itu?
Saat di mana kami harus kehilanganmu, dengan begitu tiba-tiba?
Betapa pun kau telah mempersiapkan diriku dan kami semua untuk bisa tegar ketika harus menghadapi saat-saat itu, namun sungguh, rasa kehilangan ini begitu menyesakkan
Sahabat,
Kebaikan dan keindahanmu membekas di mana-mana
Membangkitkan kenangan demi kenangan saat kau berada di setiap jejak yang kau pernah ada
Mengingatkan pada mimpi-mimpi dan cita-cita yang akan kita gapai bersama
Bagaimana mungkin kami bisa melupakan semuanya ini, menepiskan kesedihan ini?
Betapa kami semua merindukanmu
Namun hanya doalah yang mampu kami panjatkan untukmu
Semoga Dia dengan sepenuh cinta merengkuhmu
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu 'anhu wa akrim nuzulahu wa wassi' madkhalahu waj'al al-jannata matswahu bi rahmatika ya Arhama ar-Rahimin, waj'al ahlahu min as-shabirin.

Tanggulangin, 7 Agustus 2014
(Tahlil tujuh hari)
Wassalam,
LN

Minggu, 03 Agustus 2014

Selamat Jalan, Sahabat (3) (Puisi untuk Rukin Firda)

Seringkali kau berkata padaku
Terbang tinggilah, Bidadari
Kepakkan sayap-sayap cenderawasihmu
Jelajahi negeri ini sampai ke ujung-ujungnya
Lantas aku bertanya
Kenapa tidak kau temani diriku?
Kau menjawab dengan kata-kata bijak itu
Sahabat baik itu seperti bintang
Meski dia tidak selalu berada di dekatmu
Dia senantiasa mengikuti dan menerangi jalanmu

Bidadari bersayap cenderawasih, begitulah kau menyebutku
Bidadari itu kini sedang menangis pilu
Sayap-sayapnya patah hancur berserak
Betapa pun dia merelakan kepergianmu
Namun keindahanmu yang laksana bintang-bintang di langit telah menggoreskan luka-luka
Hati putihmu yang terpancar dari senyum tulusmu menyisakan kesedihan di mana-mana
Betapa menyakitkan rasa kehilangan ini

Hampir tiga dasa warsa aku mengenalmu
Segalanya begitu indah tentangmu

Selamat jalan, Sahabat
Doa tulusku mengiringi langkahmu
Semoga terang dan lapang jalan menuju rumah abadimu
Surga Jannatunna'im...

Surabaya, 3 Agustus 2014

Wassalam,
LN

SelamatJalan, Sahabat (2) (Puisi untuk Rukin Firda)

Senja mulai jatuh saat kami antar kau ke peristirahatan terakhirmu
Matahari jingga tersangkut di ranting-ranting pohon kamboja
Wangi bunganya semerbak mengabarkan semua keindahan yang abadi tentangmu

Betapa terpampang jelas kecintaanmu pada kehidupan
Pada istri dan ketiga buah kasihmu
Pada semua sanak saudaramu
Pada kerabat, pada sahabat
Saat ini, mereka tumpah ruah di pelataran sunyi yang tiba-tiba menjadi semarak ini
Ramai dengan alunan tahlil dan doa-doa
Mengantarkan kepergianmu menemui Rabb-mu

Sahabat,
Aku masih di sini
Menatap nanar pusaramu
Seperti tak percaya diri ini
Kaukah itu, yang terbaring di bawah taburan kembang merah yang menebarkan harum mewangi
Namun kenapa kulihat senyummu di mana-mana?
Seperti meyakinkan kami semua
"Aku baik-baik saja. Pulanglah. Lanjutkan perjuanganmu. Gapailah cita-citamu. Bukankah itu juga yang menjadi perjuangan dan cita-citaku?"

Sahabat, baiklah, kami memang harus rela melepasmu
Bukankah kau juga yang mengajarkan ketegaran
Tapi sungguh, rasa kehilangan ini begitu dalam
Tak terbayang hari-hari setelah kepergianmu
Tulisan-tulisan itu
Kelas-kelas itu
Anak-anak muda itu
Yang telah terlanjur mencintaimu
Yang selalu menunggu sapamu
Dan telah banyak menggantungkan harapan padamu
Entahlah....

Semoga Tuhan mengatur segala sesuatunya
Sebaik saat kau masih ada untuk kami semua

Selamat jalan, sahabat...
Damai selalu di sisi-Nya....

Tanggulangin, 2 Agustus 2014. 20.15 WIB

Wassalam,
LN

Selamat Jalan Sahabat (Puisi untuk Rukin Firda)

Siang ini, saat kami semua sedang bersama dalam acara halal bi halal Himapala, di Kampus Lidah
Yuni, istri tercintamu menelepon
"Mbak, apa Mas Rukin di situ?"
"Tidak, Yun, belum datang. Ada apa?"
"Iki lho mbak, tadi pagi dia keluar rumah, kok terus ada kabar dia kecelakaan. Tapi tak telpon hapenya kok gak nyambung-nyambung."
"Hah, kecelakaan? Yun, coba dihubungi lagi, aku juga coba hubungi. Moga Mas Rukin baik-baik saja."

Seketika perasaan cemas menyergapku
Saat kutelepon ponselmu, bukan dirimu yang mengangkat
Suara seorang perempuan di seberang menjelaskan semuanya
Dirimu mengalami kecelakaan, dan meninggal

Oh Tuhan
Sekujur tubuh ini seketika bergetar, dada sesak, tangis pun pecah
Tidak, itu tidak mungkin

Tapi itulah yang terjadi
Ini bukan mimpi

Begitu cepatnya semua berlalu
Masih kulihat senyummu di setiap jejak yang pernah kau ukir
Canda kelakarmu dan kata-kata penyemangatmu mengiringi langkah perjuangan para pengabdi di ujung-ujung negeri
Sumba Timur, Maluku Barat Daya, Mamberamo Raya, ke banyak tempat terdepan, terluar, tertinggal
Buku-buku ini, adalah saksi
Gambar-gambar ini, adalah bukti
Betapa kau cintai kami
Merelakan dirimu berjuang bahu-membahu selalu mendampingi
Kau adalah bagian penting dari perjuangan ini

Tahukah kau?
Kau adalah sahabat terbaik
Yang menjadi tempat berbagi cita-cita demi kemajuan pendidikan bangsa
Yang siap menjadi apa saja bagi kami semua, para pejuang kecil bercita-cita besar ini
Yang rela mengarungi samudera, menembus hutan belantara, mendaki bukit penuh onak duri
Demi menjangkau mereka yang tak terjangkau
Demi menyentuh mereka yang tak tersentuh

Dan orang baik itu, dirimu, sekarang sudah pergi, pergi untuk selamanya
Namun kenangan-kenangan itu tak mungkin sirna
Hal-hal baik yang telah kau wariskan
Juga ribuan cita-cita yang masih kau gantungkan
Semangat yang tak pernah padam untuk mengabdi pada kehidupan

Sahabat,
Kulantunkan Al Fatihah dan doa-doa,
Untuk mewakili kesedihanku, menggantikan cucuran air mataku, menyiratkan rasa kehilanganku
Di sini, aku, sahabatmu
Dan ratusan rekan baikmu, ratusan pendidik muda generasi setelahmu
Hanya mampu mengucap
Selamat jalan, sahabat kami, bapak kami, guru kami
Allah telah memanggilmu ke pangkuan abadi-Nya
Dalam rengkuhan kasih sayang-Nya
Semoga kau damai selalu di sisi-Nya

Amin Ya Rabbal Alamin

Tanggulangin, 2 Agustus 2014, 16.15 WIB

LN

Rabu, 16 Juli 2014

MAUMERE

Kusapa Frans Seda, di suatu siang saat matahari menyembul di sela-sela awan putih
Kehangatannya seperti mengabarkan keramahan Tanah Maumere
Senyuman orang-orang berkulit hitam berambut keriting 
Tegur sapa "taksi, Ibu?" atau "boleh diantar ke mana, Ibu?" atau "apa sudah ada yang menjemput, Ibu?" adalah suara-suara indah di negeri asing ini

Inilah negeri yang telah melahirkan seorang pahlawan
Dia disebut sebagai Pahlawan Keuangan
Meski sudah melanglang buana sampai ke mancanegara, dia selalu mengingat tanah kelahirannya
Berjuang membuka jalur lewat laut dan udara
Mendatangkan banyak kapal dan pesawat perintis untuk membuka isolasi Indonesia Timur yang dicintainya

Inilah tanah kecil yang menyimpan kemakmuran
Dia memiliki pisang, kemiri, kakao, kelapa, kopra 
Beragam tenun ikat yang indahnya telah kesohor di seluruh dunia
Cobalah datang ke Pasar Alok
Temukan semua di sana
Bersama para mama yang tersenyum manis
Nona-nona yang menawarkan es kelapa muda
Dan para bapa yang menggelar kain-kain lebar tenun ikatnya

Datang jugalah ke pantainya pada suatu senja, di sebuah pelabuhan laut bernama Lorosae
Tumpukan peti kemas dan kapal-kapal yang bersandar, berpadu dengan lekuk garis pantai dan batas cakrawala
Serta bukit-bukit dan pulau-pulau di kejauhan
Ditingkahi suara bocah yang riang-gembira melempar-lempar bebatuan
Adalah lukisan alam yang tak terkata indahnya

Inilah pintu gerbang utama wilayah Indonesia Timur
Kota kecil yang menjadi persinggahan menuju Kelimutu dan Larantuka
Bahkan Labuan Bajo pun bisa terjangkau meski harus menempuh perjalanan panjang
Namun pesona alamnya  adalah mimpi para petualang
  
Inilah tempat yang dihuni orang-orang kuat
Meski tsunami pernah mengguncangnya puluhan tahun silam dan merenggut ratusan ribu nyawa, orang-orang ini tak diam berputus asa
Terus bangkit, bergerak, membangun peradaban
Sri Paus Johanes Paulus II pun terpikat untuk datang menyapa
Ada kerukunan beragama yang kuat, ada toleransi yang mengagumkan, ada banyak perkawinan campuran
Namun jangan berharap ada kerusuhan
Orang-orang ini hanya ingin bekerja mencari nafkah untuk keluarga
Agama, budaya, dan adat istiadat yang berbeda, adalah sebuah keniscayaan
Tidak ada guna saling menjelekkan, saling menghinakan
Hidup rukun bersama, merayakan lebaran dan natal bersama
Dengan bahan makanan yang berbeda, pisau dan alat-alat memasak yang berbeda, tukang masak berbeda, dan meja sajian yang berbeda, mereka berpesta bersama, mensyukuri nikmat bersama
Dalam kebersamaan, dalam keragaman serupa itu, bukankah itu semua begitu indah?

Datanglah ke Maumere-Sikka
Dan kau akan disambut dengan sepenuh suka cita, sepenuh kehangatan, sepenuh ketulusan...

Maumere, 16 Juli 2014

Wassalam,
LN

Minggu, 13 Juli 2014

Jakarta (2)

Halo, Jakarta
Aku menyapamu lagi
Dengan sepenuh hati
Dengan semangat membubung tinggi

Tapi kenapa sepagian ini kau begitu muram?
Bekas kesedihanmu rata membasahi jalan-jalan
Langitmu gelap penuh awan hitam sejak semalam
Bahkan pagi ini, meski sudah beranjak siang, tak kulihat setitik pun senyuman

Halo, Jakarta
Tersenyumlah
Bukankah hari ini kau bisa sedikit melepaskan beban?
Setidaknya nadimu tak harus dipenuhi lalu-lalang
Hari ini, pagimu adalah pagi yang tenang
Siang, sore dan malam, usahlah kau terlalu risaukan
Jadi tersenyumlah sajalah

Esok, tugas berat telah menunggumu
Maka nikmati harimu, sehari ini
Biar terhimpun sepenuh semangatmu
Untuk menjelang tugas muliamu

Jakarta, 13 Juli 2014

Mas, kalau perlu, foto ambil di fb-ku ya?
Tq

Wassalam,
LN

Jakarta (1)

Jakarta...
Aku datang lagi
Jangan bosan ya?
Aku hanya datang sebentar
Lusa sudah pergi lagi

Jangan lelah menyapaku
Supaya aku betah dalam nadimu
Meski raga dan jiwa ini tak pernah merindumu

Jakarta,
Ramah sekali kau hari ini
Ada taburan gerimis yang jatuh satu-satu
Titik-titik air membekas di kaca-kaca
Pohon-pohon diam mengeja setiap kata
Bangunan-bangunan tinggi menjulang, bahkan tak menampakkan pongahnya
Mendung menggantung, benda-benda beroda begerak, suara-suara meraung-raung, seperti orkestra senja saja

Jakarta
Aku datang lagi
Jangan bosan ya...
Jangan bosan ya....

Jakarta, 12 Juli 2014

Minggu, 01 Juni 2014

Pagi Hari di Soetta

Manisnya bubur kacang hijau di pagi ini, seperti manis senyummu yang menawan hati
Santan kentalnya yang gurih adalah gurihnya canda tawamu yang menghibur diri
Bongkah kecil roti mini ini bagai bongkah-bongkah rindu yang tak pernah henti, menyatu di sanubari seperti menyatunya roti dengan selai strawberi

Coba kucicip legitnya muffin pandan mungil ini
Hm, lembutnya, wanginya, mengingatkan diriku akan harummu, serasa merasuk di hati

Ditemani secangkir teh manis dan hangatnya sinar mentari yang menembus jendela-jendela kaca
Mengantarkan diriku merindui kehangatanmu yang selalu setia....

Garuda Lounge, Soetta, 29 Mei 2014. 06.30 WIB


Wassalam,

LN

Sabtu, 26 April 2014

Akhirnya Bapak Berpulang

Suatu saat di siang hari, bapak jatuh sakit
Mulutnya seperti kena sariawan berat
Lidahnya memutih rata, putihnya sampai ke tenggorokan
Bapak tidak bisa bicara
Tersedak-sedak setiap kali makan dan minum
Meski hanya makanan lembut dan air putih

Bapak dibawa ke dokter
Kata dokter, bapak  kena radang tenggorokan berat
Kata dokter, tenggorokan bapak sangat sensitif
Kata dokter juga, kemungkinan bapak terkena flu singapur
Tekanan darah bapak tinggi sekali
Tapi bapak hanya diberi obat
Tidak perlu opname

Bapak tidak bisa menelan obat Kecuali kalau obat itu digerus, dihaluskan dulu
Tapi rasa pahitnya sangat mengganggu bapak
Membuat bapak harus dibujuk-bujuk supaya mau minum obat
Bapak pun minum obat
Dengan susah payah
Dengan tersedak-sedak
Menelan bubur halus dan minum susu saja bapak susah
Dan ini, obat yang rasanya pasti pahit
Betapa bapak terlihat sangat tersiksa

Sepertinya, bapak lebih baik opname saja
Biar makanan bisa masuk lewat infus
Obat juga bisa masuk lewat infus
Dengan begitu bapak akan cepat sehat
Tapi dokter tidak menyarankan bapak opname
Bapak cukup obat jalan saja

Beberapa hari setelah itu, bapak diperiksakan lagi
Dan dokter baru menyarankan supaya bapak opname
Dari hasil pemeriksaan, ternyata bapak terkena serangan stroke kedua

Bapak memang sudah pernah stroke
Waktu itu, pada pertengahan Ramadhan 2012, bapak tiba-tiba jatuh
Tubuhnya lemas tak berdaya
Tergopoh-gopoh kami membawanya ke rumah sakit
Kaki dan tangan kanannya lumpuh
Sejak saat itu, kaki dan tangan kanan bapak tidak berfungsi dengan baik

Siang itu bapak masuk RSUD Sidoarjo
Di Pavilyun Anggrek nomor 21
Meski bapak sebenarnya menolak, tidak mau opname
Tentu saja bapak diinfus
Sari makanan dan obat juga dimasukkan lewat selang yang tak pernah lepas dari tangannya itu
Bapak juga dipasang kateter

Saudara-saudara berdatangan menjenguk
Juga para tetangga, sahabat dan kerabat
Dedi, adik bungsu yang baru saja kembali ke Laos setelah cuti, mengambil cuti lagi begitu mendengar bapak opname
Tidak tanggung-tanggung, Dedi mengambil cuti dua minggu
Dia ingin menunggui bapak sampai sembuh

Sejak hari pertama di rumah sakit, bapak terus-terusan minta pulang
"Muleh....muleh...." Begitu diucapkannya berkali-kali, dengan lafal yang tidak jelas, dengan tangannya menunjuk-nunjuk 

Berhari-hari di rumah sakit, kondisi bapak tidak semakin membaik
Kesehatannya terus menurun
Bapak bahkan didiagnosis terkena pnemonia
Nafasnya beraaat sekali
Responnya lemahhh sekali
Dokter mengatakan bapak akan disonde kalau bapak tidak cukup makan dan minum Disonde?
Bahkan membayangkan saja kami semua sudah tidak tahan
Betapa tersiksanya bapak dengan sonde itu
Bapak pun dibujuk-bujuk supaya mau makan dan minum agak banyak
Bapak berusaha, kelihatan sekali bapak berusaha
Meski dengan susah payah, sesendok demi sesendok bubur halus dan susu masuk ke mulutnya
Meski dengan susah payah, mulut dan tenggorokan bapak bergerak-gerak untuk menelannya
Sampai terdengan bunyi klek...klek....klek...
Ya Allah, sedihnya melihat bapak menderita seperti itu

Kami terus menguatkan bapak
Menyemangati bapak 
Juga menguatkan ibu, menyemangati ibu
Saling menguatkan satu sama lain
Di antara kesedihan dan kelelahan kami
Di antara doa-doa dan dzikir  yang menghambur dari mulut dan hati kami
Di antara keputusasaan yang terus dibalut dengan harapan
Meski tubuh itu begitu lemah
Sorot mata itu nyaris padam
Nafas itu begitu berat
Namun kami yakin, bapak akan mampu melewati masa itu, akan kembali sehat, dan pulang ke rumah, berkumpul dengan anak dan cucu tersayang

Sampai suatu sore, saat semua sudah tidak tahan dengan kondisi bapak
Semua berkumpul
Semua berdoa bersama
Membaca surat Yasin dan berdzikir
Membisikkan di telinga bapak tentang permohonan maaf
Meyakinkan bapak tentang keikhlasan melepasnya
Memastikan kepada bapak, bapak boleh pulang
Pulang ke mana pun yang bapak inginkan, ke rumah atau ke sisi-Nya

Bapak memang tidak menjawab, karena bapak tidak mampu menjawabnya
Nafasnya yang berat saja sebagai responnya
Matanya pun hanya membuka sedikit tapi penuh makna
Bapak pasti mengerti dan memahami maksud kami
Bapak pasti ingin mengatakan: "ya, bapak memaafkan kalian semua. Bapak juga minta maaf. Terima kasih sudah memaafkan bapak. Bapak senang karena kalian sudah ikhlas melepas bapak..."

Maka tibalah saat itu
Rabu, 23 April 2014
Tepat waktu adzan shubuh menggema
Bapak melepas nafas terakhirnya
Tenaaanggg sekali
Hanya ditandai dengan satu helaan berat
Selesai sudah...

Akhirnya bapak berpulang
Bapak memilih pulang ke rumah abadinya
Di sisi Allah Yang Maha Memberi Maghfirah
Di tempat yang melimpah rahmah-Nya
"Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan".

Selamat jalan, Bapak...
Insyaallah bapak mendapatkan akhir yang baik
Insyaallah bapak husnul khotimah
Semua milik Allah, dan semua akan kembali kepada Allah

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.. 
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu 'anhu wa akrim nuzulahu wa wassi' madkhalahu waj'al al-jannata matswahu bi rahmatika ya Arhama ar-Rahimin, waj'al ahlahu min as-shabirin.


Hotel Grand Quality, Yogyakarta, 26 April 2014

Sabtu, 28 Desember 2013

Senja

Senja mulai jatuh perlahan
Membawa sejuta tabir dan menutup kilau matahari
Adzan maghrib berkumandang memanggil setiap insan untuk bersiap diri
Cukuplah hari ini bersibuk diri
Saatnya bersimpuh di hadapan Illahi Rabbi...

Tanggulangin, 28 Desember 2013. 17.50 WIB.


Wassalam,
LN

Soreku

Soreku adalah kelelahan yang memuncak seperti lelahnya matahari yang sinarnya meredup di ujung senja
Diamnya rumput ilalang yang tak bergerak sedikit pun karena angin telah lelah menerpanya
Gegung-gedung tinggi yang beku dan temaram lampu-lampu yang masih bermalas-malasan untuk menyala

Soreku
Menjadi sangat hidup saat sedang mengingatmu 
Bersemangat menyapa pepohonan yang di rerantingnya tersangkut bayang-bayangmu
Mencumbui aroma cemara hutan yang terendus seperti wangimu 

Aku, matahari, ilalang, gedung-gedung, lampu-lampu, semua telah lelah sore ini
Namun kerinduan menemui sosokmu dan membaui wangimu, membasuh semua lelahku

OTW Home, Wiyung
27 Desember 2013
17.00

Wassalam,
LN

Warnamu

Warnamu membuat hari-hariku menjadi semakin penuh warna
Melengkapi warna-warna indah yang ada di sekitarku
Tahukah kau pelangi yang melengkung di langit selepas hujan turun?
Atau semburat jingga yang merona menjelang matahari tenggelam di cakrawala?
Juga kuning keemasan yang terkembang saat rembulan sedang purnama?

Warnamu melengkapi warna-warna indah di sekelilingku
Menorehkan garis-garis emas di kanvas kehidupanku
Adakah dirimu pernah menampak hamparan sawah yang padinya telah rata menguning?                                    Atau seluas padang sabana dengan bukit-bukit hijau yang memayunginya?

Warnamu mengisi sudut-sudut kosong dalam memoriku, memenuhinya dengan gambar-gambar penuh suka cita
Pernahkah dirimu memandangi serombongan kuda yang berlarian di tepian pantai, berlatar batu-batu karang dan jajaran nyiur melambai?
Atau domba-domba yang bekerjaran di antara semak belukar, saat hari segera menjelang sore? 

Indahmu adalah warna-warna itu, berhembus merasuk di setiap helaan nafasku, menggurat meninggalkan jejak di dinding-dinding hatiku, dan mencair mengalir bersama aliran darahku

Warnamu, melengkapi warna-warna indah dalam kehidupanku...

OTW PPG, Macet di Wiyung
27 Desember 2013
14.00 WIB

Wassalam,
LN

Senin, 23 Desember 2013

Puisi untuk Ibu

Ibu
Sore ini hujan turun deras sekali, hujan yang sama seperti kemarin-kemarin
Beberapa hari, bahkan beberapa minggu ini, langit seperti tak pernah kering, sepanjang waktu dia menumpahkan airnya ke bumi
Dinginnya sore yang merangkak menuju senja mengingatkanku pada sosokmu
Saat itu, di sore yang basah dan dingin, kau hangatkan tubuhku dengan selimut kecilku
Tanganmu yang lembut merengkuhku dalam pelukan hangatmu 
Lantas kau dekap terus aku dalam buaianmu, 
Sambil berdiri bersenandung di depan jendela, menunggu harap-harap cemas ayah pulang kerja

Ibu,
Aku sering lupa semua yang kau sudah lakukan
Aku lupa, suatu ketika, aku tarik-tarik mukenamu dalam sujudmu
Hanya supaya kau ambilkan aku segelas susu
Itu pastilah belum seberapa
Menurut cerita, aku juga suka mengencingi wajahmu, mengotori dadamu dengan muntahanku, dan bahkan kau menampung kotoranku dengan kedua telapak tanganmu
Tak terbayangkan bagaimana mungkin aku bisa lupakan semua itu

Ketika aku sudah dewasa, aku seringkali membuatmu kecewa
Membantahmu, mengabaikan nasehatmu, bahkan membohongimu
Kau hanya diam dengan mata penuh luka, menahan kemarahan dan kesakitanmu, dengan istighfar dan doa yang berhamburan dari gemetar bibirmu
Dan aku menghambur pergi dengan kemarahanku, tak peduli, meninggalkanmu terpuruk dalam tangis penuh pilu

Ibu,
Sore ini hujan turun deras sekali, hujan yang sama seperti kemarin-kemarin
Dan aku tak tahu
Adakah yang menyelimuti dirimu dalam dinginnya sore yang basah seperti ini?
Aku bahkan tak tahu, apakah kau punya selimut untuk sekedar menghangatkan tubuh tuamu?
Adakah seseorang yang menghampirimu dan menyorongkan segelas susu untukmu?
Adakah aku yang datang memelukmu dan memberikan kehangatan bagi tubuh kecilmu yang menggigil?

Maafkan aku, ibu
Ternyata aku ada di sini
Di tempat yang jauh dan tak mampu menjangkaumu
Aku masih di sini
Bergumul dengan ribuan urusan yang tak hendak kutinggalkan meski kau membutuhkanku
Maafkan anakmu, ibu
Atas ketakpedulian ini, atas keegoisan ini, atas ketidakpengertianku
Aku mohon, maafkan aku
Karena maafmu adalah energi hidupku, doamu adalah nafasku, dan keikhlasanmu adalah aliran darahku
Sehebat apa pun aku, setinggi apa pun aku, apalah artinya tanpa maaf dan doamu

Ibu, 
Meski seringkali aku menyakitimu
Percayalah, aku sangat mencintaimu, walau tak selalu mampu membahagiakanmu
Percayalah, doaku senantiasa kupanjatkan untukmu, semoga kau dalam lindungan Illahi Robbi selalu
"Allaahummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kamaa robbayaani shaghiiraa"
Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan ibu bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil
Amin Yaa Rabbal alamiin...

Selamat hari ibu...

Surabaya, 22 Desember 2013

Wassalam,
LN

OTW Lawang
(Mendampingi bapak ibu...)

Jumat, 20 Desember 2013

Sepanjang Jalan Doho

Menyusuri sepanjang jalan Ndoho, di Kota Kediri yang berselimut rinai, rintiknya berpendar-pendar membasahi jalan
Menggiring setiap orang berteduh di teras-teras pertokoan yang panjang

Menyusuri sepanjang jalan Ndoho, sambil bergayut erat di lenganmu
Menapak jejak romantisme berpuluh tahun silam, romantisme yang tak lekang oleh waktu
Masih kunikmati rasa dan debar-debar itu, seperti dulu

Menyusuri sepanjang jalan Ndoho, meliuk-liuk di sela-sela para penjual makanan jajanan: pecel tumpang, nasgor, mie goreng, wedang kopi, roti dan bolu
'Ini seperti Malioboro saja', katamu
Lantas menunjuk relief-relief di dinding-dinding toko
'Lihat itu, sayang, itu bangunan-banguna kuno'
Sesaat sebelum kau gamit lenganku, duduk di atas tikar
Menikmati sepincuk pecel tumpang, menghayati suapan demi suapan, ditemani alunan musik para pengamen remaja ingusan

Menyusuri sepanjang jalan Ndoho, di Kota Kediri yang berselimut rinai, rintiknya berpendar-pendar membasahi jalan
Dinginnya malam yang semakin beranjak, terasa hangat karena tanganmu melingkari pinggangku
Hangatnya menyelusup di dinding-dinding waktu, menembus batas kelamnya langit, menghimpun semua kenangan yang berserak di sepanjang jejakmu dan jejakku
Jejak kita
Menyatu dalam satu bahasa qalbu: I love you...


Kediri, 20 Desember 2013. 22.00 WIB.

Wassalam,
LN

Rabu, 04 Desember 2013

Puisi Buat Bung Ayik

Bung Ayik,
Pagi ini gerimis ilmu
Aku saksikan kau di sana membacanya dengan duduk syahdu
Membalik halaman keluarga selembar demi selembar dan mendakinya pada setiap pendakian atau turun ketika terjal dan berjalan perlahan ketika curam memanjang, dan berteduh berhari-hari ketika hujan petualangan tak kunjung reda, berderak dari pesisir Talaud, mengarungi deru laut hingga meretas jejak-jejak peradaban Papua

Bung,
Siang ini udara tidak lekas panas oleh terik mentari yang datang kadang tak pernah bertanya dan mengetuk pintu rumah kita, tapi kau berdiri dengan khidmat, menceritakan melodi kehidupan yang pasir, berbutir-butir banyak sekali, beribu-ribu, berjuta-juta, dan bermuara-muara, dan kau begitu dekati pantaimu dengan gelombang riak yang putih berderit-derit ke pinggir

Aku tak mengenalmu dalam diamku tapi akau menyapamu dalam irama yang tak biasa ketika siang itu kau bunyikan peluit kebaikan di antara gelegak anak-anak tak bersendal untuk mengeja "a" pada alam dan "b" pada bismillah 

Aku bertafakur semenjak itu padahal kutahu kau tak pernah kulihat dalam setiap gelombang dan angin buritan di atas spedboot yang melaju begitu dalam di antara angin laut yang biru juga tatapan alam yang rua 

Hanya sayapmu membaca semua yang tak kulihat dan tak pernah kudengar dan terus saja melintasi beribu peradaban, menjuntai di antara gemeletak tangis, tawa, deru, debu, dua puluh empat jam dalam sekali putaran hari

Aku melepas ingatan sejenak, kapankah anginmu tidur dalam sehari ini jika setiap kepala anak-anak itu terus bergemuruh merangkai harapan-harapannya dengan senyum yang tak bisa kubayangkan getarannya? 

Hei Bung, 
Ke sinilah sebentar saja dan letakkan dulu matahari di pundakmu agar kau bisa telentang sambil minum kopi yang kuseduh sore ini, lepaskan segala kepenatan pengabdianmu pada isterimu yang terus meretas jejak peradaban di bumi nusantara ini tanpa pernah lekang dan berhenti, berhentilah sejenak saja untuk menjadi inspirasi bagi bidadari yang kau sunting ketika bumi menunjuk pada dua puluh tiga derajat penantian panjang yang nyaris tak pernah habis

Aku habiskan suaraku memanggilmu tapi kau tetap bergerak seperti angin yang memasuki kerongkongan dan nafas setiap pengabdian dan tak pernah kau mengibarkan namamu pada setiap jejak yang kau retas bersama suara suara bumi yang rumi

Bung Ayik,
Katakataku hanyalah ijuk di bukit beludru yang nyaris tak mengenal garam...tapi aku merasakan air lautmu terbang ke angkasa membentuk awan-awan kehidupan dan menjadi mendung yang menurunkan hujan kesempatan agar benih-benih yang bertebaran di muka bumi tumbuh menjadi pohon-pohon kehidupan yang terus bercerita tentang kemaslahatan dan kemanusiaan

Aku hanya bersimpuh di sini
Menyaksikan setiap benih lahir menjadi para pengabdi dan ikut serta bertafakur pada bumi, pada air, pada angin yang mengabdi pada Ilahi...

Selamat Ulang Tahun
Semoga Tetap Menjadi Inspirasi bagi sesama, melalui isteri dan keluarga, anak-anak, sahabat, dan siapa saja...

Jakarta, 4 Desember 2013
Habe Arifin