Pemotongan kue tart perayaan hari PGRI. |
Oleh Luthfiyah Nurlaela
Pukul 12.50, tidak terlalu meleset dari
perkiraan, Sriwijaya Air yang saya tumpangi mendarat di Bandara Sultan
Babullah. Udara tidak terlalu panas, awan kelabu menggantung di langit. Ternate
cukup ramah, seperti keramahan yang dinampakkan oleh Pak Iswanto, Bu Nuraini,
dan Pak Rajak, para wakil kepala sekolah yang menjemput saya.
Perjalanan dari Surabaya sejak pukul 06.00
tadi pagi tidak terlalu melelahkan karena saya beberapa kali pulas di dalam pesawat.
Oleh sebab itu, siang ini, kunjungan ke SMK Negeri 1 Kota Ternate bisa langsung
saya lakukan sesuai rencana. Makan siang dan check in hotel bisa dilakukan
setelah bertugas. Lagi pula, perut saya masih sangat kenyang karena meskipun
saat ini sekitar pukul 13.00 di Ternate, di Surabaya masih pukul 11.00. Sepagi
ini, saya sudah makan dua kali. Pertama saat transit di Makassar tadi, dan
kedua saat terbang, menghabiskan menu makan siang yang disediakan oleh
Sriwijaya Air.
SMK 1 Ternate berada di tengah kota, tidak terlalu jauh dari
bandara. Bertempat di Jalan Ki Hajar Dewantara—dulunya bernama Jalan Siswa—yang
juga berdiri beberapa sekolah, seperti SMK 5 dan SMA 10, serta beberapa kantor
pemerintahan.
Saya bertemu dengan kepala sekolah dan para
wakil kepala sekolah di ruang kepala sekolah yang sejuk. Bukan hanya karena AC,
namun di luar, hujan sedang turun lumayan deras. Kepala sekolah, Bapak Bahrudin
Marsaaly, S.Pd, mengatakan kalau sudah beberapa hari hujan tidak turun, dan
tiba-tiba hari ini turun. “Rupanya menyambut tamu”, begitu katanya. “Berarti
pertanda baik, Pak”, jawab saya.
Saya menyampaikan maksud kedatangan
saya—yang tentu saja sudah diketahui oleh kepala sekolah dan jajarannya. Yaitu
dalam rangka melaksanakan tugas pendampingan program revitalisasi SMK. Di
antara sekitar 3000-an SMK se-Indonesia, SMKN 1 Ternate terpilih dalam 125 SMK
yang memperoleh block grant
Revitalisasi SMK. Block grant
tersebut dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan SMK, sebagai salah satu bentuk
perwujudan Inpres nomor 9 Tahun 2016 tentang revitalisasi SMK.
Sedikit menengok ke belakang, dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), menuntut SMK harus semakin
dekat dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (du/di). Program
Revitalisasi Pendidikan Vokasi merupakan amanah Nawacita dan Sustainable
Development Goals (SDGs) 2030 dalam rangka pemenuhan 58 juta tenaga kerja
terampil sampai 2030. Melalui Nawacita, bangsa Indonesia memiliki cita-cita
yang tinggi untuk menjadikan ekonomi Indonesia peringkat 7 dunia pada 2030 dan
memenangkan persaingan SDM di regional dan global.
Lebih lanjut, Instruksi
Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan
bertujuan untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia, yang
kemudian menjadi rujukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui
Direktorat Pembinaan SMK untuk mengimplementasikan program revitalisasi SMK di
seluruh Indonesia. Aspek revitalisasi meliputi
penyelarasan kurikulum dengan dunia usaha dan dunia industri, inovasi
pembelajaran, peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan,
standarisasi sarana dan prasarana utama, peningkatan kerja sama dengan dunia
usaha dan dunia industri, serta penataan dan pengelolaan kelembagaan. Program dilakukan secara bertahap dengan
mempertimbangkan potensi wilayah, sumber daya, dan kebutuhan riil tenaga kerja
untuk mendukung perkembangan ekonomi dan pengembangan wilayah. Revitalisasi SMK
diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan mutu SMK sekaligus
memberikan pengaruh terhadap kualitas lulusan SMK
yang akan menjadi sumber daya pembangunan di Indonesia.
Kondisi SMK yang
beragam dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia memerlukan dukungan eksternal
dari berbagai pihak dalam bentuk pendampingan untuk SMK. Oleh sebab itu, perlu
adanya pendampingan. Kegiatan pendampingan program revitalisasi SMK melibatkan stakeholder,
antara lain perguruan tinggi, DU/DI, P4TK, dan LP3TK. Tujuan pendampingan
adalah memberikan masukan dan mengarahkan SMK untuk mampu menghasilkan lulusan
yang memiliki daya saing unggul dalam persaingan kebekerjaan secara nasional
maupun global. Tim pendamping bersama-sama dengan SMK memprioritaskan program
revitalisasi sehingga sekolah memiliki keunggulan berbasis potensi wilayah dan
sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan lulusan sesuai dengan kebutuhan
industri.
Dalam rangka mengemban
amanah sebagai pendamping inilah kehadiran saya di SMKN 1 Kota Ternate ini.
Tugas pendampingan sendiri dibagi dalam dua tahap, yaitu Pendampingan Tahap I
dan Pendampingan Tahap II, yang dilaksanakan antara bulan Juli sampai dengan
November 2017. Setiap tahap dilakukan selama lima hari kerja, sehingga total
ada sepuluh hari kerja petugas pendamping berada di sekolah. Namun tentu saja
komunikasi dan koordinasi tidak hanya sebatas sepuluh hari kerja itu saja,
namun terus dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan kegiatan. Semangatnya
bukan seberapa banyak pendamping berada di sekolah, meskipun minimal sepuluh
hari kerja itu menjadi keharusan. Namun yang terpenting adalah bagaimana supaya
SMK yang didampingi benar-benar bisa melaksanakan program revitalisasi sesuai
dengan target yang ditentukan, dan terus memilik semangat menjadi institusi
penopang tenaga kerja andal yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia kerja.
Siang itu, ditemani dengan kue-kue khas
Ternate yang legit, kami juga berbincang tentang sejarah KesultananTernate dan
Kesultanan Tidore dan bagaimana keduanya mewarnai sejarah kemerdekaan
Indonesia. Termasuk peran Ternate dan Tidore dalam pembebasan Irian Barat.
Bahkan nama ‘Papua’ yang saat ini digunakan sebagai pengganti nama Irian Barat,
konon berasal dari Bahasa Tidore yang artinya ‘tidak putus’. Adanya beberapa benteng di Ternate maupun
Tidore menandakan bahwa kedua pulau tersebut merupakan salah satu wilayah pertahanan
di masa perang kemerdekaan.
Beragam objek wisata Kota Ternate dan
sekitarnya juga tidak luput dari perbincangan kami. Ada bekas aliran lava yang
membeku pada saat terjadi letusan Gunung Gamalama pada tahun 1907, yang disebut
Batu Angus. Dua danau, yang disebut sebagai Danau Tolire Kecil dan Danau Tolire
Besar, juga menjadi obyek wisata yang sangat menarik. Yang dekat dan berada di
dalam kota ada beberapa, yaitu Pantai Falajawa dan Landmark Ternate, yang
sangat indah dinikmati pada pagi atau sore hari, sambil menikmati pisang mulu
bebe dan sambalnya. Pantai Jikomalamo, Danau Laguna Ngade, wah….sepertinya
semuanya harus masuk dalam daftar kunjungan saya. Dan juga, yang menurut saya paling
unik adalah kebun cengkeh, yang puluhan pohon dengan dahan dan ranting kering,
yang katanya kita akan merasa seperti sedang berada di Korea atau Eropa pada
saat musim gugur.
Yang tak kalah menariknya lagi, adalah
kuliner Ternate yang ternyata sangat luar biasa beragamnya. Siapa yang tidak
kenal cakalang fufu dari Ternate? Pak Rajak berjanji akan memasaknya sendiri
untuk saya, karena istrinya jago membuat cakalang fufu. Ikan yang mungkin dalam
bahasa kita adalah tongkol asap itu memang istimewa. Beda dengan tongkol asap
yang seringkali saya konsumsi, cakalang fufu sangat padat dagingnya, kesat, dan
lapisan-lapisan dagingnya bisa dilepas-lepas sedemikian rupa. Tentu saja papeda,
ikan kuah kuning, ikan soru, sayur garu, gohu, roti tawar singkong, dabu-dabu,
ikan garu rica, kasbi, batatas, bĂȘte, dan sebagainya, juga tak lepas dari
perbincangan kami.
Dapat kehormatan menjadi pembina upacara HUT PGRI. |
Sore itu juga, saya memanfaatkan waktu
untuk mengunjungi laboratorium sekolah. Ada lima program
keahlian di SMKN 1 Ternate ini, yang semuanya
terakreditasi A, yaitu Usaha Perjalanan Wisata (UPW), Akuntansi, Perkapalan,
Multimedia, dan Administrasi Perkantoran, yang masing-masing memiliki satu
laboratorium. Laboratorium UPW berupa teaching
factory (tefa), yang telah berafiliasi dengan Asya Tour Ternate. Beberapa paket
wisata telah dilaksanakan oleh UPW
bersama Asya Tour, yang baru-baru ini adalah Wonderful Ternate-Morotai dan Hot
Promo Tour Bali.
Sesuai dengan Panduan Pendampingan
Revitalisasi SMK Tahun 2017, Peta Jalan
Pendidikan Vokasi 2017-2019 menetapkan, bahwa tahun 2017 merupakan fase
konsolidasi. Tiga aspek utama dalam fase tersebut yaitu: peningkatan akses
layanan mutu, penyelarasan kurikulum (termasuk inovasi pembelajaran), dan
inovasi kelembagaan.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada hari
kedua kegiatan pendampingan, kami berbincang dengan Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Maluku Utara, yang juga membuka secara resmi kegiatan
pendampingan. Di sebuah ruang yang cukup luas di lantai tiga SMK Negeri 1 Kota
Ternate, kami berdiskusi tentang target program revitalisasi pada kegiatan
pendampingan pertama ini, bersama kepala sekolah dan semua jajarannya, juga
guru, tenaga kependidikan, serta dunia usaha dan dunia industri (du/di).
Diskusi yang bernas, dengan target menyusun program prioritas, serta berbagi
tugas dan tanggung jawab. Saya selaku pendamping menyajikan gambaran program
revitalisasi dan target-target yang perlu dicapai sesuai dengan kondisi potensi
sekolah serta peta jalan revitalisasi SMK. Dilanjutkan dengan presentasi
program sekolah yang disampaikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum,
Bapak Iswanto Marjuki. Tentu saja lengkap dengan kue-kue khas Ternate dan teh
manis yang harum, yang membuat diskusi terasa begitu menyenangkan, hangat dan
penuh keterbukaan untuk saling belajar.
Hari itu saya semakin menyadari, betapa
menyenangkannya orang-orang Ternate. Sejak kehadiran saya kemarin siang,
kehangatan dan keterbukaan itu begitu kental kami rasakan. Tamu bagi mereka
adalah raja. Dan mereka yakin, orang yang datang ke Ternate, akan kembali lagi
suatu ketika, karena begitu dia sudah bergaul dengan orang Ternate, maka dia
akan menjadi saudara bagi orang Ternate dan begitu sebaliknya. Sedemikian
baiknya mereka sehingga saya seperti merasa sedang berada di rumah sendiri.
Seperti sudah bertahun-tahun tinggal di Ternate dan memiliki banyak saudara
orang Ternate.
****
SMK Negeri 1 Kota Ternate memiliki lahan seluas
4.026 m2, tidak terlalu luas
sebagai sebuah sekolah SMK dengan lima program keahlian. Pengembangan sekolah
hanya bisa dilakukan ke atas, dalam bentuk bangunan bertingkat. Saat ini,
sekolah dengan tiga lantai tersebut sudah cukup padat dengan jumlah siswa 823
orang, 25 guru produktif, dan 60 guru normatif dan adaptif.
Meski bukan sekolah yang ‘besar’, SMKN 1 Kota
Ternate selalu mewakili Lomba Kompetensi Sekolah (LKS) di tingkat provinsi
Maluku Utara. Sekolah juga selalu menjadi spot khusus ajang penilaian Adipura.
Dan, ini yang juga sangat membanggakan, di Provinsi Maluku Utara, SMKN 1 Kota
Ternate adalah satu-satunya sekolah yang memiliki Program Keahlian Usaha Jasa
Perjalanan Wisata. Hal ini sangat menguntungkan, mengingat Ternate dan
sekitarnya memiliki banyak sekali potensi wisata dan juga memiliki andalan destinasi
wisata prioritas, yaitu Morotai.
Berkaitan dengan hal tersebut, dan karena
bidang pariwisata menjadi salah satu prioritas program revitalisasi SMK, maka
yang memperoleh block grant revitalisasi SMK di SMKN 1 Kota Ternate adalah
Program Keahlian UPW. Meskipun begitu,
empat program keahlian yang lain selalu dilibatkan dalam semua kegiatan. Ibarat
sebuah lokomotif, Program Keahlian UPW melaju bersama semua program keahlian
yang lain sebagai gerbongnya. Dengan demikian, revitalisasi tidak hanya berlaku
bagi program keahlian penerima hibah, namun juga berlaku untuk semua program
keahlian yang ada di sekolah tersebut, meskipun UPW tetap menjadi prioritas
program.
Sebagai sebuah sekolah kejuruan, SMKN 1 Kota
Ternate memiliki kerja sama yang erat dengan du/di. Beberapa di antaranya
adalah PT. Sriwijaya Air, The Hotel Batik, Boulevard Hotel Ternate, dan PT. The
Golden Tour and Travel, serta Asya Tour and Travel. Meskipun begitu, kerja sama dalam bentuk MoU masih sangat
terbatas, sehingga hal ini juga menjadi prioritas program pendampingan.
Pada bidang pengembangan dan penyelarasan kurikulum,
SMKN 1 Kota Ternate tentu saja telah menggunakan Kurikulum 2013, namun penyelarasan kurikulum bersama du/di belum pernah
dilakukan, baru sebatas kerja sama dalam pelaksanaan praktik kerja industri
(prakerin). Kompetensi Dasar yang disusun sudah mengacu pada SKKNI. Sementara
itu, sekolah juga sedang mempersiapkan terbentuknya lembaga sertifikasi profesi
(LSP) dan saat ini bersiap untuk pelaksanaan full assesment.
Dalam hal inovasi
pembelajaran, guru sudah mengajar
dengan menggunakan bermacam model pembelajaran di antaranya inquiry/discovery learning. Sudah ada teaching factory (tefa) di sekolah dan
pembelajaran menggunakan sistem blok. Juga Sudah dilaksanakan lokakarya tentang
tefa dan kewirausahaan.
Namun demikian, dalam hal pemenuhan dan peningkatan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan,
sekolah masih kekurangan guru pariwisata, karena
sekarang baru ada dua guru produktif di Program Keahlian UPW. Sekolah juga
tidak memiliki personil laboratorium, pengelolaan lab dirangkap guru produktif
yang mengampu di program keahlian.
Kerjasama Sekolah dengan du/di
baru sebatas pada penyelenggaraan praktik industri. Setiap semester ada sekitar enam guru tamu dari du/di di kelas XI dan XII. Du/di
juga melaksanakan rekruitmen bagi
lulusan sesuai dengan keahlian. Sebagian siswa sudah ‘dipesan’ oleh du/di pada saat melaksanakan
prakerin. Berdasarkan data sekolah, sekitar 80% lulusan bekerja dan 20%
melanjutkan sekolah.
Lepas dari segala kekurangan
dan kelebihannya, guru-guru di SMKN 1 Kota Ternate memiliki semangat yang
sangat kuat untuk maju dan menjadi sekolah terdepan dalam mengembangkan
pariwisata. Pada pendampingan kedua, yang saya lakukan pada 24-28 November 2017,
berkat kerja keras mereka, sekolah sudah memiliki MoU dengan 40 du/di dari yang
semula hanya 5 MoU.
Dalam acara penandatanganan
MoU, kami berdialog dengan du/di dan komite sekolah. Pada kesempatan ini, saya
menyampaikan apresiasi yang tinggi pada du/di yang telah bersedia sepenuh hati
mendukung program revitalisasi SMKN 1 Kota Ternate. Selain du/di, hadir juga
Kepala UPBJJ-UT, yang juga mendatangani MoU sebagai bentuk kerja sama antara
sekolah dengan perguruan tinggi.
Saya menyampaikan,
keterlibatan du/di dalam penyelenggaraan SMK tidak bisa ditawar. Setidaknya ada
dua peran yang dimainkan oleh du/di. Yang pertama adalah peran sosial ekonomi.
Pendidikan menghasilkan lulusan yang akan digunakan oleh du/di. Ini berarti,
kualitas hasil pendidikan akan mempengaruhi kualitas du/di. Dengan demikian,
tentu saja amatlah rasional jika du/di ikut mengulurkan tangan dalam
mempersiapkan lulusan yang bermutu. Konsekuensinya, du/di harus menyisihkan
sebagian sumberdayanya, bisa berupa bahan, alat, dana, tenaga, untuk sekolah.
Seperti inilah yang dilakukan oleh negara-negara maju dalam mengembangkan
pendidikan kejuruan. Sumbangsih ini juga bisa dalam bentuk resource sharing, pengiriman guru dari du/di sebagai instruktur di
sekolah, guru magang di industri, pelaksanaan kelas industri, pelaksanaan job matching, serta keterlibatan du/di dalam
pembelajaran tefa.
Peran kedua adalah peran
sosial budaya. Du/di pada umumnya merupakan institusi yang sangat berorientasi
pada mutu. Selain itu, du/di juga sangat beroerientasi pada aspek keuntungan.
Fasilitas modern du/di dapat menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda.
Begitu juga dengan budaya kerja du/di, yang senantiasa berorintasi pada mutu
yang tinggi. Sekolah harus bersinergi dengan du/di untuk belajar tentang budaya
mutu ini. Kesempatan belajar ini akan meningkatkan layanan mutu sekolah atau
layanan mutu pendidikan pada umumnya. Peningkatan layanan mutu pendidikan akan
menghasilkan lulusan yang bermutu. Lulusan yang bermutu inilah yang nantinya
akan direkrut oleh du/di sebagai SDM yang bermutu. Pada intinya, sekolah dan
du/di merupakan sisi mata uang yang keduanya tidak dapat dipisahkan.
Pada kesempatan pendampingan
kedua itu juga, SMKN 1 Kota Ternate juga menyelenggarakan kegiatan MICE (Meeting, Incentives, Conventions, and Events).
Kegiatan ini dikemas oleh guru dan siswa dengan melibatkan semua program
keahlian, menyelenggarakan paket wisata ke Pulau Maitara, sebuah pulau yang
sangat indah yang terkenal dengan gambar uang seribu rupiah itu. Pulau Maitara
yang letaknya di antara Pulau Ternate dan Tidore—atau terletak di Tidore
Kepulauan (Tikep)--dapat ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit dari Pulau
Ternate, dengan mengendarai speedboat. Bagi saya, tentu saja hal ini merupakan
pengalaman yang sangat amat berkesan. Di atas pantai yang didominasi oleh pasir
putih, MICE tidak hanya berupa wisata pantai, namun dilengkapi dengan
tari-tarian adat penyambutan tamu, outbound, presentasi makanan tradisional
Ternate, dan juga menikmati makanan khas serta kelapa muda yang berlimpah.
Kegiatan ini juga diliput oleh stasiun TV Maluku Utara dan Maluku Post.
Tentu saja saya tidak hanya terkesan
pada keindahan Maitara dan semua menu wisata yang tersaji. Namun lebih dari
itu, kemampuan guru dan siswa untuk menyelenggarakan kegiatan MICE ini sangat patut
diacungi jempol. Mereka pasti sudah menyiapkannya berhari-hari bahkan
berminggu-minggu sebelumnya, dengan melakukan koordinasi yang intens dengan
semua pihak yang berkepentingan, Pemerintah Desa Maitara, Polsek Maitara,
Pelabuhan Kota Maitara, travel biro, media televisi dan surat kabar, dan
lain-lain. Bukan sesuatu yang sederhana untuk membuat semuanya tersaji dengan
begitu apik dan memukau. Potensi Maitara menjadi begitu menonjol karena hasil
kerja para guru dan siswa serta didukung oleh semua pihak yang terlibat dengan
penuh totalitas.
SMK Bisa, sudah terbukti tidak hanya
menjadi jargon. SMK Bisa benar-benar sudah mewujud pada banyak karya guru dan
siswa. Namun demikian, berpuas diri haruslah dihindari. Tantangan yang beratnya
luar biasa terpampang di depan mata. Era baru, yang disebut era Internet of Things, era teknologi, sudah
memasuki dunia kita. Media sosial dan komersial sudah memasuki titik puncaknya.
Dunia memasuki gelombang smart device
yang mendorong kita semua hidup dalam karya-karya yang kolaboratif. Akan ada
banyak bidang kerja atau kompetensi yang berangsur hilang digantikan dengan
bidang kerja yang membutuhkan kompetensi baru. Menghasilkan lulusan SMK yang
terampil dan kompeten harus menjadi tujuan setiap sekolah, namun menghasilkan
lulusan yang memiliki soft skill
mutlak dilakukan. Keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan problem solving, menjadi tuntutan. Soft skill inilah yang akan menjadi
kompetensi sepanjang waktu, di mana pun, kapan pun, tak akan lekang oleh zaman.
****