Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Sabtu, 29 Oktober 2016

Dompu (3): Drama Satu Babak

Acara serah terima di pendopo Kabupaten Dompu berjalan lancar, meski bupati tidak hadir. Asisten Bupati menggantikan menyambut kami beserta Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Dompu. Puluhan kepala sekolah juga hadir dan siap membawa serta para guru SM-3T ke lokasi tempat penugasan. Pada acara itu, setelah acara sambutan dari Asisten Bupati, Prof. Sukirno memberi sambuta selaku Koordinator SM-3T UNY, dan saya memberi sambutan sebagai wakil dari Direktorat GTK Kemdikbud.

Selepas acara serah terima, Pak Nuril menawari saya untuk bersama-sama beliau menuju Pekat, tempat terjauh yang merupakan lokasi penugasan beberapa peserta SM-3T. Saya menyetujui, tetapi driver yang membawa saya ragu, karena hari sudah terlalu sore, menjelang maghrib. Dia bilang, "bisa-bisa tengah malam kita baru tiba kembali ke sini, bu." Saya pun meminta maaf pada Pak Nuril karena tidak bisa bersama-sama beliau mengantarkan para peserta SM-3T ke Pekat. Sepertinya hari ini saya tidak terlalu bersemangat untuk 'berpetualang'. Kondisi tubuh yang sebenarnya tidak terlalu fit membuat saya memilih untuk tinggal di Kota Dompu saja. 

Selepas maghrib, Nur, adik angkatan saya di Himapala, lulusan Pendidikan Teknik Sipil Unesa, dan guru SMK 1 Woja, mengunjungi saya di hotel tempat saya menginap. Dibawakannya saya sekantung besar makanan khas Dompu, termasuk sejerigen dan sebotol madu. Juga Kue karoto sahe dan kue kahangga khas Dompu yang manis, legit, dan gurih. 

Sebelumnya, Ibu Firdan, bibinya Arifuddin, salah seorang alumnus PPG SM-3T, sudah membawakan saya madu, lengkap dengan telur lebahnya, setoples plastik ukuran tanggung. Wah, saya bisa buka toko madu nih di Surabaya. Madu asli Bima dan Dompu lagi.

Nur, seperti saudara saja bagi kami, saya dan suami. Begitulah kami para anggota Himapala. Di mana pun berada, kami akan saling mencari dan berusaha untuk bisa bertemu. 

Nur biasa kami panggil Dompu. Itu memang panggilannya di Himapala. Nama aslinya, Noerlaila Wahida, sering kami lupakan. Sekadar cerita, sebelumnya saya sendiri mengira namanya memang Dompu. Ternyata itu hanya julukan Nur saja yang diberikan oleh teman-teman Himapala, semata-mata karena dia berasal dari Kabupaten Dompu. Saya sendiri baru mengenal bahwa Dompu adalah nama sebuah kabupaten, beberapa tahun belakangan ini. Pelajaran geografi saya memang payah.

Saya memilih Dompu ini pun, salah satu pertimbangannya karena ada Nur di sini. Selain, tentu saja, karena saya belum pernah ke Dompu. Juga, Dompu adalah satu-satunya kabupaten di NTB yang digunakan sebagai wilayah penugasan SM-3T angkatan VI. Satu pertimbangan penting lagi, adalah karena Dompu merupakan kampung halaman Syahru Romadhon.

Malam ini saya bersama Nur mengunjungi keluarga Syahru Romadhon. Syahru adalah mahasiswa PPG Unesa angkatan 3 yang meninggal di asrama pada Maret 2015 yang lalu. 

Waktu itu, Syahru baru dua minggu tinggal di asrama Kampus Unesa Lidah Wetan. Saya memanggilnya ke ruangan saya, dan saya tanyakan kabar tentang ayahnya yang sakit keras. Saya tahu ayah Syahru sakit karena saat masih bertugas di Mamberamo Tengah sebagai guru SM-3T, Syahru sempat minta izin untuk pulang awal karena ayahnya kritis. Nah, seminggu setelah saya memanggilnya itu, anak muda yang patuh dan pendiam itu meninggal di kamarnya di asrama, pagi hari setelah dia menunaikan salat dhuha dan dalam keadaan sedang membaca Al Qur'an. Semoga Allah SWT memberinya chusnul khotimah. 

Siang harinya, jasad Syahru divisum di RSUD Dr. Soetomo, malamnya disalatkan di Masjid Kampus Lidah Wetan, dan pagi diterbangkan ke Dompu, NTB. Saya sendiri tidak bisa mengantarkan jenazahnya karena tidak ada penerbangan ke Bima waktu itu. Namun Pak Heru dan Pak Rahman, serta salah satu saudara sepupu Syahru yang kuliah di ITS, mendampingi jenazah Syahru ke kampung halamannya. Mereka terbang dari Surabaya menuju Lombok, dan lanjut menyeberang ke Bima dengan kapal laut. Pesawat yang menuju Bima adalah pesawat ATR, sehingga bagasinya terlalu kecil untuk memuatkan peti jenazah. Dari Bima, jenazah diangkut mobil ambulance menuju Dompu.

Saat ini, saya sudah berada di depan rumah keluarga Syahru. Ummi Ros, ibunda Syahru, dan juga bapaknya yang baru pulang dari masjid, menyambut kedatangan saya dan Nur. Dua adik Syahru juga ada bersama mereka. Tak berapa lama, nenek Syahru serta paman dan bibinya, bergabung. Saya dengan segala pemahaman saya, menyampaikan rasa syukur saya karena bisa mengunjungi abah dan ummi-nya Syahru. Kami duduk di atas tikar, ngobrol, berbasa-basi, sampai kemudian Ummi Ros tiba-tiba bertanya.

"Sebentar, apakah ini Ibu Luthfi?"

Oh Tuhan. Saya baru sadar, saya belum memperkenalkan diri sejak kedatangan saya sekitar sepuluh menit yang lalu. Jadi sejatinya keluarga ini tidak tahu mereka sedang berbicara dengan siapa. Saya terlalu percaya diri dengan mengira mereka sudah mengenal saya dengan cukup baik.    

"Ya, Ummi, betul. Saya Luthfiyah."

Dan seperti dikomando, tiba-tiba tangis pecah di ruangan kecil itu. Ummi Ros menghambur ke pelukan saya dan melepaskan tangis dan sedu-sedannya. Lelaki tua itu, sang Abah, bangkit dari duduknya sambil menutup mukanya. Dua adik Syahru menundukkan kepala dalam-dalam dengan muka memerah. Nenek, paman dan bibi Syahru, dengan isaknya masing-masing. Saya pun tak kuasa menahan air mata yang membanjir. Nur terpukau memandang semuanya. Tak menyangka akan menyaksikan drama satu babak yang begitu dramatis. Sampai akhirnya semuanya bisa menguasai diri dan suasana mulai berangsur normal meski diliputi kesedihan mendalam.

Syahru Romadhon adalah anak pertama di keluarga itu. Lulusan Prodi Pendidikan Matematika IKIP Mataram, lantas mengikuti Program SM-3T Unesa, bertugas setahun di Mamberamo Tengah, Papua. Menjadi tumpuan dan tulang punggung keluarga. Selama di tempat penugasan, insentif bulanannya disisihkan untuk menopang kebutuhan keluarga, termasuk membeli obat-obatan untuk ayahnya yang sakit paru-paru. Umi Ros, ibunya, adalah mantan TKW di Arab Saudi, makanya dipanggil 'Ummi', sebutan yang lazim bagi perempuan yang sudah berhaji. Kedua adiknya masih bersekolah di pendidikan menengah. Tinggal di rumah kecil dengan perabot sederhana, dengan ibunya yang berdagang kecil-kecilan, memang berat bagi keluarga tersebut untuk hidup dengan layak. Kepergian Syahru yang menjadi tumpuan keluarga menjadi pukulan berat. Apa lagi dalam kondisi Syahru sedang berada di rantau dan masih sempat mengobrol dengan abah ummi serta adik-adiknya semalam sebelum kepergiannya. Rasa kehilangan yang mendalam itu membuat Ummi Ros sangat sering menghubungi saya untuk menumpahkan kesedihannya. Tanpa pernah mengenal saya secara fisik, Ummi Ros mengenali suara saya. Saat dia menyadari bahwa yang ada di hadapannya adalah saya, juga karena dia mengenal dari suara saya.

Malam merangkak pelan dan saya berpamit pada keluarga sederhana itu setelah menyerahkan sekadar oleh-oleh dan santunan. Sebongkah rasa syukur menyeruak. Ya Allah, hanya karena kehendak dan izin-Mu, saya bisa berada di sini. Bersilaturahim dan berjumpa dengan orang-orang tabah yang dari mereka saya bisa belajar tentang keikhlasan dan kepasrahan.

Sementara Pak Nuril dan para peserta SM-3T sedang berada di tengah perjalanan menuju tempat tugas mereka, di hotel, bersama Prof. Sukirno, Pak Marsidi, dan Nur, saya merencanakan perjalanan kunjungan ke sekolah besok pagi. SMK 1 Woja, sekolah  tempat Nur bertugas, akan menjadi salah satu sekolah yang kami kunjungi. Di sana ada dua peserta SM-3T yang ditugaskan. Dua sekolah yang lain juga akan kami kunjungi, sebelum besok siang, kami tim pendamping akan terbang kembali ke tempat tugas masing-masing.

Dompu, cukuplah kukenal kau dari kesahajaanmu, kehangatanmu, keramahanmu
Meski ada bait-bait luka yang menggores dan menghunjamkan lara
Aku ingin kau bangkit dan berdiri dengan gagah perkasa
seperkasa Tambora
Menyambut masa depan yang indah seindah padang savana
Kau pantas menikmati manisnya kehidupan sebagaimana manisnya karota sahe dan kahangga
Sesekali pedihnya perjuangan mesti kau sesap sebagaimana kau sesap pedasnya minasarua
Selalu ada gurihnya masa-masa seperti gurihnya kelapa dan jagung ketan di Taman Amahami dan Jalan Panda
Juga orang-orang yang senantiasa berujar 'sentape' dan 'lemboade', itulah kau dengan segala kemurah-hatian dan kerendah-hatian

Dompu, saatnya kau dikenal sebagai negeri kecil 'Kota Tepian Air' yang murni dan damai bak surga nirwana  

Tamat.

Dompu, 6 September 2016 

Dompu (2): Bernego dengan Driver Bandara

Siang yang terik menyambut kedatangan para peserta SM-3T UNY beserta pendampingnya. Waktu menunjukkan pukul 13.15. Bandara Sultan Muhammad Salahuddin, Bima, seketika ramai. Penumpang pesawat baling-baling itu menyeruak memasuki gedung terminal yang tidak terlalu luas itu. Sebagian besar mereka adalah anak muda dengan rompi berlabel SM-3T. 

Bersama Pak Nuril dan stafnya, saya menghampiri Prof. Sukirno, pendamping dari UNY, yang nampak lelah. Perjalanan dari Yogyakarta sejak sekitar pukul 7.00 pagi tadi pasti telah menyita energi beliau karena harus mengurus puluhan calon guru itu. Sebagian besar mereka belum pernah naik pesawat, sehingga satu-satunya pendamping itu harus memandu mereka mulai dari check in, boarding, mengurus makanan mereka, mengawasi mereka yang mabuk, hingga  tiba di Bima ini. Sebenarnya masih ada satu pendamping lagi, Pak Marsidi, staf bagian keuangan UNY. Namun beliau harus mendampingi lima peserta SM-3T yang belum terangkut pada penerbangan ini. Mereka akan terbang menumpang pesawat Garuda dan diprediksi akan tiba di Bima sekitar pukul 16.00 sore nanti. Ya, meski sebenarnya jatah pendamping yang dialokasikan oleh GTK hanya satu orang, namun situasi mengharuskan Koordinator SM-3T UNY untuk memberangkatkan satu orang pendamping lagi. Mereka khawatir, bila lima peserta yang tertinggal itu tidak didampingi, para peserta tidak bisa sampai di tujuan, mengingat mereka belum pernah pergi jauh dengan menumpang pesawat.

Prof. Sukirno menyerahkan beberapa map pada saya. Map itu berisi surat untuk bupati dan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Dompu. Juga ada daftar hadir peserta serta berkas berita acara serah terima. 

Prof. Sukirno benar-benar nampak lelah. Ternyata beliau belum sempat makan sejak pagi. Jatah makan pagi dari GTK di Bandara Adisutjipto Yogyakarta tadi pagi hanya pas untuk para peserta. O tidak. Ini pasti telah terjadi miskomunikasi antara GTK dengan penyedia jasa makanan. Mana mungkin para pendamping tidak diberi jatah makan pagi, sementara mereka harus mendampingi peserta sejak pagi?

Belasan driver berkerumun di depan pintu keluar, bersemangat menunggu calon penumpang mereka. Mereka menggerombol, kasak-kusuk, gelisah, mondar-mandir seperti tidak sabar. Di dalam terminal, para porter berusaha berebut mengangkat bagasi para peserta SM-3T yang tentu saja sangat banyak. Kami berusaha menghalangi para porter, tapi tentu saja tidak mudah. Mereka memaksa membawa troli-troli penuh bagasi itu, dan nampaknya akan tersinggung bila dilarang. Untung hanya dua porter. Belasan porter yang lain bisa dipahamkan, bahwa anak-anak muda itu harus mengurus bagasi mereka masing-masing.

Sementara itu, para driver mulai tahu bahwa puluhan penumpang yang sebagian besar berseragam itu tidak akan menggunakan jasa mereka. Dua buah bus besar telah menunggu di luar halaman bandara. Bus antar kota antar provinsi. Biro travel setempat yang bekerja sama dengan biro travel di Jakarta yang ditunjuk GTK, telah menyediakan dua armada bus tersebut.

Suasana tak nyaman langsung terasa. Beberapa driver sudah mulai gerah. Mereka membiarkan para peserta SM-3T bergerak menuju bus dengan membawa troli-troli penuh bagasi, namun para driver sepertinya tidak akan membiarkan begitu saja bus bergerak meninggalkan mereka begitu saja. 

Salah seorang driver, nampaknya pimpinan mereka, bertanya pada saya, "Ibu ketua rombongankah?" Saya jawab, "tidak". 

Pak Nuril juga ditanya, "kenapa  tidak menggunakan mobil bandara?"

Saya dan Pak Nuril mencoba memahamkan mereka, bahwa dua bus besar tersebut bukan atas keputusan kami. Semua sudah diatur GTK dengan biro travel di Jakarta dan di daerah, kami tinggal memanfaatkannya saja. 

Alih-alih mereka paham. Suasana justeru semakin memanas, sepanas terik matahari yang siap membakar amarah mereka. Salah satu dari mereka meminta supaya mereka bisa bicara pada petugas dari biro travel penyedia bus. Saya yang sengaja membaurkan diri di kerumunan para driver yang sedang bergolak itu menuruti permintaan mereka. Saya menelepon biro travel Jakarta, dan meminta disambungkan dengan biro travel lokal. Saya menjelaskan, para driver bandara marah dan mungkin akan memboikot dua armada bus yang akan mengangkut peserta SM-3T. 

Petugas biro travel bertanya, apakah ada polisi di sekitar saya. Saya jawab, "ada. Dua orang. Sejak tadi. Tapi sepertinya kedua polisi itu tidak bisa berbuat banyak. Harus travel yang menjelaskan."

"Baik, Bu. Kalau begitu saya coba bicara sama ketua drivernya."

Ponsel saya serahkan ke pimpinan driver yang wajahnya sudah merah padam. Sementara dia bicara dengan petugas biro travel, saya dan Pak Nuril berunding.

"Prof, mereka tidak akan buyar sebelum dikasih uang." Kata Pak Nuril.
"Maksudnya?"
"Kita keluarkan saja uang sekadarnya untur porter dan driver. Kita bilang saja untuk  uang rokok."
"O begitu. Oke."

Maka atas inisiatif Pak Nuril, kami pun mengeluarkan sejumlah uang. Tidak banyak. Benar-benar sekadar uang untuk rokok. Tapi prediksi Pak Nuril tepat. Sekejap saja para driver itu sudah agak tenang, dan dengan segala pengertian, mereka menyerahkan ponsel saya yang tadi dipakainya untuk berkomunikasi dengan petugas biro travel.

Kami pun memasuki mobil. Para driver pun membiarkan dua bus besar bergerak. Lega. Hampir satu jam kami bersitegang tadi, dan entah mengapa, saya justeru sengaja menceburkan diri di tengah-tengah orang-orang yang kemarahannya sudah di ubun-ubun itu. Dengan segala pikiran positif saya, saya yakin keberadaan saya di antara mereka akan mendinginkan suasana. Setidaknya, mereka akan berpikir panjang untuk melakukan tindakan nekad. Ada seorang ibu yang sedang mencoba dan mengharap pengertian mereka, dan meminta maaf atas semua yang terjadi, serta berjanji akan lebih mempertimbangkan keberadaan mereka untuk waktu-waktu yang akan datang.  

Begitu mobil bergerak menuju Kabupaten Dompu, saya mengeluarkan beberapa botol air mineral dari tas saya. Prof. Sukirno nampak pucat dan kehausan, dan saya benar-benar tidak tega melihat keadaannya.

"Prof, kita makan dulu?"
Prof. Sukirno ragu.
"Tapi..." saya melanjutkan sebelum beliau berkata sepatah pun. "Jam empat kita ditunggu untuk acara penerimaan peserta di kabupaten." Saya sambil melihat jam, begitu juga Prof. Sukirno. "Waktu tinggal satu jam, kita langsung saja ya?"

Tentu saja Prof. Sukirno setuju. Tidak ada pilihan. Saya mengeluarkan kue dari tas saya dan menyilakan beliau untuk menikmati kue itu sekadar mengganjal perut.

Perjalanan dari Bima ke Dompu memerlukan waktu sekitar satu jam. Tidak terlalu lama. Apa lagi dengan pemandangan laut yang indah di sepanjang perjalanan. Kelapa muda bertumpuk-tumpuk di beberapa titik, juga jagung rebus yang warnanya putih. Sayang kami tidak mempunyai waktu untuk sejenak duduk-duduk menikmati sepotong jagung rebus dan segelas kelapa muda dengan ditemani semilir angin pantai. 

Apa boleh buat. Acara di kabupaten tentu saja tak mungkin ditunda hanya untuk menunggu kami menikmati pantai. Biarlah keinginan itu tersimpan sampai saatnya besok untuk mewujudkannya.

Bima, 5 September 2016

Minggu, 23 Oktober 2016

Dompu (1): Potret Buram Guru Profesional

GARUDA tipe Bombardier membawa saya terbang dari Surabaya menuju Lombok Praya. Cuaca cerah dan panas saat saya memasuki pesawat beberapa menit yang lalu, namun udara sejuk di dalam pesawat begitu saja mengantarkan saya dalam tidur yang lelap. Saya terbangun setelah pramugari membagikan kotak kue dan terlelap lagi tanpa menyentuhnya, sampai pesawat menjelang mendarat. Hm, nikmatnya tidur. Anda harus bersyukur jika Anda termasuk orang yang di mana pun bisa tidur. Itu akan sangat membantu Anda untuk menghemat energi guna keperluan lain yang mungkin sudah menunggu.

Lombok mendung tapi tidak hujan. Bandara sepi dan cenderung lengang. Saya memasuki lounge, menikmati makan siang. Saya hanya transit saja di sini. Pukul 14.35 nanti saya akan melanjutkan penerbangan menuju Bima.

Rupanya Garuda sangat tepat waktu hari ini. Kurang 5 menit dari waktu boarding, penumpang sudah dipanggil untuk masuk pesawat. Kurang dari 10 menit, pesawat bahkan sudah mendarat di Bandara Sultan Muhammad Salahuddin,  Bima.

Dr. Nuril, pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Dompu, telah menunggu saya begitu saya keluar dari pintu terminal. Tidak hanya itu. Arif, Anas, dan Suherman, wajah-wajah yang sudah sangat saya kenal itu, juga telah ada. Mereka adalah alumni peserta PPG-SM-3T angkatan pertama. Seperti ingin menumpahkan rindu, saya jabat tangan mereka erat-erat, begitu juga mereka.

Saya masuk ke mobil Pak Nuril yang menjemput saya bersama anaknya. Saat mobil bergerak keluar dari bandara, ketiga anak muda tadi mengikuti kami dengan sepeda motor mereka. Sebelum sampai hotel Marina, tempat saya menginap selama di Bima, kami sempat berhenti di pinggir jalan. Makan jagung rebus yang warnanya putih dan punel serta manis asin. Juga minum kelapa muda yang hijau ranum seperti baru saja dipetik.

Hotel Marina lumayan bagus, sejuk dan bersih. Namun saat ini saya tidak terlalu tertarik untuk menikmati  kenyamanannya sebelum menyelesaian urusan dengan Pak Nuril. Besok siang adalah kedatangan Peserta Program SM-3T angkatan ke-6. Ada 58 orang dengan dua pendamping. Saya perlu memastikan transportasi, konsumsi, kepala sekolah, dan susunan acara penerimaan besok siang, sudah siap semua. 

Peserta SM-3T itu dari UNY,  bukan Unesa. Keberadaan saya di sini adalah dalam rangka melaksanakan tugas dari Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan Nasional, sebagai tim pendamping yang mewakili GTK. Oleh sebab itu, saya sengaja datang mendahului rombongan untuk memastikan semuanya, mengingat Dompu baru pertama kali ini ditempati sebagai wilayah penugasan Program SM-3T.

Selesai berdiskusi dengan Pak Nuril, saya bersama empat anak muda, karena Asbur--alumni PPG SM-3T yang lain  juga bergabung,  menghabiskan senja dan malam hari sambil makan jagung rebus dan jagung bakar di Jalan Panda. Juga menikmati bakso Manalagi di pusat Kota Bima. Suasana bahagia karena bertemu mereka, berbaur dengan kepedihan mendengarkan kisah hidup mereka selepas dari Program PPG.

Dua dari mereka saat ini telah menjadi guru. Bukan PNS atau GTT (guru tidak tetap), tetapi masih sebagai guru honorer. Ada yang mengajar di tiga sekolah, ada yang di dua sekolah. Salah satu dari mereka awalnya juga mengajar, namun tidak mampu bertahan dengan desakan kebutuhan ekonomi keluarga. Akhirnya yang mereka lakukan adalah bekerja apa saja, bercocok-tanam, beternak, berjualan kecil-kecilan, bahkan ngojek. 

Bagaimana tidak. Honorarium sebagai guru sungguh mencengangkan. Diterimakan setiap 3 bulan sekali dengan besaran sekitar 100 sampai 150 ribu. Ya, tiga bulan. Tak terbayang entah bertahan untuk berapa lama uang sebanyak itu.

Betapa rendah penghargaan pada profesi guru. Tidak hanya itu. Kalau Anda ingin menjadi guru honorer di sebuah sekolah, biarpun ANda sudah memiliki sertifikat profesi, Anda harus merelakan sejumlah uang agar bisa diterima. Jumlahnya sekitar tiga sampai empat juta. Dengan uang masuk sebesar itu, Anda belum tentu memperoleh jam mengajar. Uang itu sekadar jaminan bahwa nama Anda tercatat sebagai guru di sekolah tersebut. Artinya, Anda belum tentu dapat honor mengajar. Bagaimana bisa dapat honor kalau jam mengajar saja tidak ada?

Saya seperti tidak percaya dengan cerita itu, meski sebenarnya ini bukan cerita pertama yang saya dengar. Tapi anak-anak muda ini tidak mungkin berbohong. Mengarang cerita hanya untuk membuat alasan kenapa mereka tidak mengajar. Padahal negara telah menginvestasikan mereka selama dua tahun. Satu tahun di tempat pengabdian dan satu tahun di pendidikan profesi. Sertifikat guru profesional yang mereka perjuangkan ternyata tidak cukup sakti untuk memperoleh sekadar tempat mengajar.

Malam semakin larut, dan saya diantar kembali ke hotel oleh Arif dan kawan-kawan. Untuk mereka berempat, saya memberi sekadar oleh-oleh makanan dan buku, sebagai tanda ingat. Tentu saja mereka sangat berterima kasih meski mungkin apa yang saya bawakan itu tidak terlalu berharga. Sebelum mereka pergi meninggalkan hotel, saya titipkan salam saya untuk keluarga mereka. 

Pukul 22.00 di Bima. Malam yang berangsur sepi mengantarkan saya pada tidur yang gelisah. Bayangan kisah anak-anak saya tadi, yang harus berjuang untuk menghidupi keluarganya dengan kerja keras semacam itu, sungguh di luar dugaan saya. Terbayang juga selembar kertas bernama sertifikat guru profesional yang mereka peroleh satu dua tahun yang lalu. Perjuangan mereka di daerah 3T, serta ketekunan mereka menempuh PPG. Untuk apa semua itu? Tak adakah ruang bagi mereka agar bisa mengabdikan diri di dunia pendidikan dengan segala kesungguhan dan kompetensinya? Tentu saja dengan penghargaan yang selayaknya?

Perlu perjuangan panjang untuk mengakhiri potret buram dunia pendidikan ini rupanya. Di mana pun, tidak hanya di Bima dan Dompu, bahkan juga di kota-kota besar di negeri ini, praktek semacam itu masih banyak mewarnai.


Dompu, 4 September 2016

Jumat, 07 Oktober 2016

Sosok Keilmuan Ikk Dan Program Perluasan Mandat

Oleh: Dra. Astriati Winarni dan Dra. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd
PKK FPTK IKIP SURABAYA



A.    PENDAHULUAN
Salah satu bidang pengetahuan yang berkembang pada maga terakhir ini dalam dunla pendidikan, khususnya pendidikan  tinggi di Indonesia, adalah Home Economics. Isti1ah ini kemudian lebih dikenal sebagai ilmu Kesejahteraan Keluarga, disingkat IKK.
Dewasa ini, IKK sebagai bidang ilmu pengetahuan dan keterampilan dirasakan sebagai sesuatu yang dapat menunjang kehidupan keluarga untuk mencapai tujuannya, yaitu kesejahteraan keluarga. Semua pihak tentu Bependapat bahwa kesejahteraan keluarga merupakan dagar terbentuknya magyarakat sejahtera yang adil dan makmur. Bahkan tercapainya kedamaian dunia sebenarnya berpijak dan ditopang oleh keadaan kesejahteraan umat manusia yang hidup dalan keluarga itu. Dengan demikian dapat dikatakan, dalam suatu negara, keluargalah yang menjadi intinya. Unit keluarga mempunyai potensi yang besar dalam pembangunan bangsa dan negara, Sebab rumah dan keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap dasar pola budi pekerti anak, jauh melebihi pengaruh lembaga manapun juga.
Berkaitan dengan hal tersebut, bidang pengetahuan dan keterampilan PKK sudah sewajarnya dipelajari oleh mereka yang ingin mencapai kesejaheraan hidup. Melalui bentuk pendidikan dapat dikembangkan manusia pada taraf hidup yang lebih tinggi secara material, sosial, dan moral, dalam lingkup kehidupan yang lebih balk.
Meningkatnya komplikagi sosiial dengan sendirinya meningkatkan pula kesulitan penyesuaian kehidupan keluarga. Lebih—lebih dalam keadaan globalisasi dunia saat ini, tentu digadari bahwa keluarga dan individu perIu dibantu dan dibimbing melalui pendidikan, dan PKK diharapkan dapat menjadi pendidikan yang tepat. Jenis pendidikan ini membantu keluarga dan individu secara preventif mengatasi masalah dan memberi bekal penyesuaian diri kepada keluarga beserta anggotanya di dalam perkembangan dunia yang melaju dengan pesatnya.
Ilmu Kesejahteraan Keluarga (IKK), yang merupakan sumber materi dan pengembangan PKK, sebenarnya telah dikenal sejak lama dalam lingkungan jurusan PKK. IKK berusaha mengalami segala aspek kehidupan keluarga secara ilmiah, sebab hanya dengan cara ilmiah, PKK dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan pendekatan ilmiah pula PKK dapat mempertinggi serta memperluas layanan pada masyarakat.
IKK adalah suatu ilmu yang memusatkan penelitiannya pada kehidupan dan penghidupan manusia, baik sebagai individu anggota keluarga maupun sebagai anggota masyarakat. Poerwo Soedarmo dan Djaeni Sediaoetama (1987) menyatakan bahwa IKK atau Home Economics merupakan suatu ilmu yang mempelajari kehidupan keluarga, faktor—faktor yang mempengaruhinya serta mencari cara—cara memperbaiki keadaan keluarga tersebut untuk mencapai kkesejahteraan lahir dan batin. Pendapat ini relevan dengan definisi yang dikemukaan oleh AHEA (American Home Economic Associations) , yang merumuskan bahwa Home Economics adalah seni dan ilmu yang berhubungan dengan peningkatan keluarga yang berarti bahwa: (1) memusatkan perhatian pada keluarga (maeyarakat), dan (2) memadukan pendekatan ilmiah dan kemanusiaan untuk membantu individu menghadapi perubahan dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kehidupannya (Parker, 1980).
Sehubungan dengan adanya program perluasan mandat dalam kaitan konvergi IKIP menjadi universitas, tampaknya perlu mengkaji ulang keberadaan IKK sebagai suatu disip1in ilmu, agar penentuan mata kuliah ilmu murni IKK relevan dengan unuan masa kini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini akan dicoba disajikan diskusi mengenai sosok keilmuan menjadi universitas), paradigma baru bidang IKK untuk masa yang akan datang, dan hal—hal Iain yang berkaitan dengan eksisensi jurusan PKK.


B.     JATI DIRI KEILMUAN IKK
1.      Terminologi IKK
Istilah Home Economics telah mulai populer dalam dunia pendidikan khususnya, dan di dalam perkembangan soaial pada umumnya. Oleh karena kepopulerannya ini timbul berbagai tafsiran yang seringkali satu dengan yang lain mempunyai dasar pemikiran dan pandangan yang berbeda. Perbedaan pandangan tersebut tentunya tidak perlu dipersoalkan. Yang penting adalah sejauh mana Home Economics sebagai satu cabang ilmu pengetahuan dapat membantu umat manusia dalam usahanya meningkatkan taraf hidup, membangun magyarakat secara material dan spiritual.
Pembangunan masyarakat tidak mungkin dilakukan tanpa melalui lembaga—lembaga sosia1 terkecil, yaitu home atau keluarga. Bila tujuan pembangunan adalah mencapai suatu masyarakat yang sejahtera, maka untuk mencapai tujuan itu, keluarga sebagai lembaga sosia1 terkecil harus menjadi lembaga yang sejahtera dulu. Selanjutnya untuk mencapai keluarga yang sejahera, dibutuhkan berbagai pengetahuan yang terkandung dalam suatu ilmu, yaitu home economics, yang di dalam dunia pendidikan kita lebih dikenal dengan sebutan IKK (Ilmu Kesejahteraan Keluarga).
Istilah home economics berasal dari dua kata, yaitu home dan economics. Home dapat berarti keluarga atau family dalam arti luas. Maria (1972) menyatakan bahwa pengertian Home mengandung arti bukan sekedar bangunan rumah dengan segala perabotnya, namun lebih dari itu, yaitu adanya suasana yang mengikat anggota keluarga dengan ikatan batin yang halus dan kuat. Selanjutnya kata economics berasal dari kata economy yang berarti rumah tangga (ecos) dan undang—undang atau aturan (nomos).
Berdasarkan pengertian di atas, secara sederhana home economics dapat diartikan sebagai undang—undang atau aturan—aturan tentang hidup berumahtangga atau berkeluarga. Lebih jauh, juga dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari bagaimana keluarga memenuhi berbagai kebutuhannya, baik material maupun mental spiritual, agar mencapai suatu keluarga yang bahagia dan sejahtera (Rifai, 1983).
Selanjutnya mungkin perlu dipersoalkan istilah economics dan economy. Secara definitif, economics atau ilmu ekonomi diartlkan sebagai ilmu yang mempe1ajari tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya yang jumlahnya tak terbatas, sementara alat pemuas kebutuhan tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas. Oleh karena home economics merupakan suatu ilmu atau seni yang mempelajari bagaimana cara keluarga memenuhi kebutuhannya yang sangat banyak sementara alat untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat terbatas jumlahnya, maka dalam hal ini dapatlah dipahami bahwa antara isti1ah Economics dan economy terdapat suatu hubungan pengertian.
Secara definitif istilah home economi menurut Webster’s Encyclopedia adalah:
A science and art dealing with home making and relation of home to community, theory and practice concerning to the selection and preparation on food and clothing, condition of living, the use of income, the care and training children etc, also the study or teaching at Home Economics Department concerned with this.

Berdasarkan definisi di atats jelaslah bahwa home economic atau ilmu Kesejahteraan Keluarga tidak hanya mempersoalkan bagaimana keluarga memenuhi kebutuhan biologisnya saja. Namun juga harus dapat menjalankan perannya sebagai bagian dari masyarakat, dapat menjadi tempat pendidikan anak—anak, sekaligus mampu meningkatkan kebutuhan lain, yaitu kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual.

2.      Tantangan Yang Dihadapi IKK
Sosok keilmuan IKK tidak dapat ditemukan hanya berdasarkan pada definisi saja, namun juga harus dikaji tantangan yang dihadapi. Salah satu tantangan besar yang dihadapi IKK adalah perkembangan ilmu dan teknologi (iptek) yang begitu cepat. Pegatnya perkembangan iptek dan dampak globalisasi saat inl sudah sangat terasa pengaruhnya pada seluruh segi kehidupan, termasuk dalam kehidupan keluarga.
Dalam kondisi semacam ini, langkah tepat yang dapat di lakukan pendidikan termasuk pendidikan kesejahteraan keluarga, dalam upaya membantu peserta didik mempersiapkan diri demi masa depannya lebih banyak menekankan pada kemampuan untuk berkembang. Hal ini relevan dengan pendapat Samani (1992) yang menyatakan bahwa dengan bekal kemampuan untuk berkembang, seperti kemampuan analisis, berpikir kreatif, disip1in, percaya diri, dan sebagainya, diharapkan peserta didik dapat beradaptasi dan meneembangkan diri seguai dengan situasi di mana dia berada. Dalam kaitan ini, beberapa ahli berpendapat bahwa pendidikan jalur sekolah seharusnya menekankan pada pemberian bekal yang bersifat kemampuan dasar, sedangkan keterampi lain yang spesifik diserahkan kepada pelatihan (Murugasu. 1990). Pendidikan jalur sekolah yang spesialistik dikhawatirkan akan mudah usang (absolute) karena tertinggal oleh perkembangan iptek yang terjadi di masyarakat.
Hoeflin dkk (1984) menyatakan bahwa terdapat banyak sekali kesempatan kerja dalam bidang Home Economics, yang sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, perkembangan teknologis serta ketersediaan dan permintaan atas keterampilan-keterampilan tertentu. Tantangannya adalah kemampuan untuk menemukan informasi terbaru dan akurat mengenai kesempatan kerja yang mungkin tersedia untuk masa yang akan datang. Namun kemampuan ini belumlah cukup sebab kenyataannya sampai saat ini, relevansi pendidikan terhadap kemajuan iptek merupakan masalah besar yang belum teratasi. Bahkan banyak ahli yang menyebutkan usaha para perencana pendidikan untuk meningkatkan relevansi pendidikan ibarat mengejar bayangan sendiri (Samani, 1992). Dengan demikian penekanan pemberian bekal kemampuan untuk berkembang kepada peserta didik merupakan hal yang tak bisa dihindari dan harus diupayakan.
Selain itu, karena PKK merupakan pendidikan kejuruan, maka terdapat tunutan agar mampu mengantisipasi perubahan dunia kerja yang sangat cepat akibat perkembangan ilmu dan teknologi yang juga sangat cepat. Pelaihan keterampilan yang sangat spesifikk hanya diterapkan pada bentuk pendidikan yang sudah jelas mengarah pada pekerjaan tertentu. Tentu saja dengan pengertian telah tersedia formasi pekerjaan bagi lulusan pelatihan yang dimaksud. Jika formasi pekerjaan tersebut belum jelas, maka lebih tepat dilakukan pendidikan kejuruan yang lebih generalis sehingga lulusan memiliki pilihan-pilihan jenis pekerjaan lebih luas. Dengan demikian pengertian siap kerja dalam hal ini tidak diekankan pada keterampilan manual, namun lebih pada kesempatan mental, sehingga lulusan dapat segera memasuki lapangan kerja dan mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan dunia kerja.

3.      Gambaran Sokok Ilmu IKK
Untuk mendapatkan gambaran sosok keilmuan suatu cabang ilmu, harus dikenali dulu tiga komponen dasar suatu ilmu, yaitu: (1) apa yang dikaji (ontologi), (2) bagaimana cara mendapatkannya (epistemologi), dan (3) untuk apa ilmu tersebut dipergunakan (aksiologi). (Suriasumantri, 1984).
Segi ontologi IKK sudah cukup jelas, yaitu ilmu yang mempelajari tentang kehidupan dan penghidupan manusia, baik sebagai individu anggota keluarga, maupun sebagai anggota masyarakat. Sebagai ilmu, IKK mempunyai objek forma, yaitu: kehidupan keluarga sengan segala aspek untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Bidang garapan IKK menurut Rifai (1983) adalah meliputi: (1) Hubungan intra keluarga, (2) Kesehatan mental keluarga, dan (3) Bidang material, yang mencakup: Perawatan anak; perawatan remaja; perawatan pasien; penataan ruang dan taman; pemilihan, pengolahan, dan penyiapan makanan; pemilihan, pembuatan, dan pemeliharaan pakaian; penampilan personal; pengetahuan barang, dan gebagainya.
Untuk menegaskan keberadaan keilmuan IKK mungkin perlu dipersoalkan, apakah belum ada cabang ilmu lain yang mengkaji masalah tersebut? Pertanyaan ini harus dijernihkan dengan jelas, sebab bila tidak kemungkinan akan terjadi tumpang tindih yang membingungkan. Parker (1980) mengemukakan bahwa IKK bukanlah satu-satunya bidang yang mempelajari aspek kehidupan keluarga, namun merupakan satu-satunya bidang ilmu yang memusatkan perhatiannya pada seluruh aspek kehidupan keluarga. Sosiologi terutama memperhatikan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan magyarakat, sedangkan ilmu kesehatan berusaha memperbaiki kegehatan manusia dan masyarakat. Dibandingkan dengan IKK, maka IKK memusatkan perhatiannya langsung pada kehidupan manuaia dan keluarga dengan segala aspeknya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dari ontologi keberadaan keilmuan IKK dapat dipertanggunjawabkan.
Setelah dikaji dari segi ontologi, perlu juga dipertanyakan bagaimana isi keilmuan IKK? Tampaknya sejak awal perlu disadari bahwa IKK sebagai cabang ilmu merupakan paduan dari beberapa cabang ilmu Iain. Parker (1980) menyatakan bahwa IKK sebagai ilmu yang tidak dapat berdiri sendiri menggunakan hasil penelitian dari ilmu lain, baik ilmu murni maupun terapan, seperti fisika, kimia, bakteriologi, biologi, antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, kedokteran, ilmu gizi dan ilmu pendidikan. Selain sebagai cabang ilmu pengetahuan, lapangan Iain juga berkaitan erat seperti agama, etika , dan estetika. Dengan demikian dapat di katakan bahwa IKK merupakan suatu ilmu yang interdisipliner. Ilmu ini dapat berkembang karena adanya pandangan bahwa segala bidang ilmu pengetahuan hendaknya diamalkan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera.
Sebagai ilmu, sebenarnya dari segi epistemologi keberadaan IKK sudah cukup mantap. Selama ini para ahli IKK (home economist) telah mengembangkan berbagai teori yang sudah tervalidasi secara universal. Dengan demikian dapat dikatakan telah ditempuh prosedur keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode pengumpulan data seperti observasi, eksperimen, survey. dan Iain-Iain banyak digunakan dalam penelitian-penelitian bidang IKK. Berbagai bidang menjadi sasaran penelitian, misalnya makanan, pakaian, perumahan dan perabot rumah tangga, masalah jual-beli, pembagian dan penggunaan sumber—sumber keluarga, dan Iain—Iain. Hasil penyelidikan dan pengetahuan yang dicapai IKK inilah yang digunakan PKK untuk kepentinaan kehidupan keluarga dan masyarakat. IKK juga menyajikan dasar—dasar pendidikan untuk mendapatkan keahlian dalam salah satu segi kehidupan keluarga yang dapat dijadikan sumber penghasilan.
Dalam kaitan ini, perlu diingat bahwa sebagai cabang ilmu, IKK memang telah mempunyai sifat dan bidang garapan (segi ontologi) yang jelas. Namun karena IKK diwarnai oleh beberapa cabang ilmu lain, maka perkembangan cabang—cabang ilmu yang menjadi unsur IKK tersebut harus mendapat perhatian ahli IKK. Dalam mengembangkan IKK harus tetap memperhatikan kecenderungan perkembangan cabang ilmu yang mewarnainya, dan bahkan cabang ilmu Iainnya.
Dari segi aksiologi, keberadaan IKK sebagai cabang ilmu juga sudah cukup mantap, baik ditinjau dari segi normatif seperti terkandung dalam misi yang diemban, maupun pelaksanaan nyata yang telah berlanggung selama ini IKK yang diamalkan melalui PKK, baik formal maupun nonformal telah banyak memberi sumbangan dalam membawa peserta didik menjadi manusia yang dapat mengembangkan diri gecara optimal, sejalan dengan bakat dan minatnya masing—masing. Dengan demikian diharapkan mereka dapat memiliki kepribadian seimbang, berjiwa makarya serta bertanggungjawab terhadap kesejahteraan keluarga, masyarakat, bangga dan negara.

                                                                                                        
C.    MACAM-MACAM MATA KULIAH MURNI IKK DALAM PROGRAM PERLUASAN MANDAT
Bidang yang menjadi garapan IKK, berdasarkan uraian diatas, adalah cukup luas, karena itu perlu dilakukan pengaturan secara cermat. Baik ditinjau dari segi ontologi, epistemologi, mau pun aksiologi, cabang—cabang ilmu yang mewarnai IKK seharusnya bergandeng tangan untuk bersama—sama mengataai persoalan kehidupan keluarga, tanpa adanya pretensi sebagai yang paling berhak atau paling baik, karena sikap ini justru akan menghambat upaya dasarnya.
Sebagaimana yang telah disinggung di atas, IKK merupakan cabang imu yang bersifat interdisip1iner, yang mengasumsikan bahwa tanggung jawab dan perpaduan sumbangan semua cabang ilmu, seni, dan filsafat dalam suatu keutuhan yang fungsional di tujukan untuk memberikan layanan pada kehidupan keluarga. IKK mencapai tujuannya dengan memanfaatkan ilmu—ilmu fisika, biologi, ilmu tentang tingkah laku (behavioral), dan ilmu—ilmu sosial, serta seni (lihat Gambar 1). Prinaip—pringip pengujian dan penilalan dari IKK diturunkan darı bidang—bidang ilmu tersebut, dan melalui penelitian, menghaailkan sumbangan yang beÅŸar dalam menginterpretasikan, menerapkan, dan memadukan informagi. Fungsi perpaduan ini lah yang digunakan untuk meningkatkan kehidupan keluarga, dan hal ini merupakan keunikan dari tujuan IKK.
Bidang—bidang yang beragam sebagaimana ditunjukkan pada gambar bekerja bersama—sama seperti layaknya sebuah gear (roda gigi) pada suatu mesin yang bekerja dengan efisien. Setiap roda gigi (atau disiplin ilmu) merupakan bagian darı keseluruhan, dan dapat lebih efektif bila saling bekerja sama dan saling mendukung dengan bagian yang lain. Sejauh mana efektivitas merancang dan membuat pakaian tanpa pemahaman mengenai mengapa konsumen membutuhkan dan menghendaki produk tersebut? Bagaimana konsumen akan mengenal produk—produk terbaru tanpa adanya komunikasi? Pemahaman mengenai IKK sebagai suatu bidang kajian akan diper1uas  bila memandangnya dengan suatu pendekatan yang sinergis. Hubungan antara bidang kajian dan adanya kebutuhan untuk melakukan usaha—usaha yang kooperatif antara disiplin ilmu tersebut tampak jelas bila memandangnya sebagai suatu keutuhan.




Gambar 1: Funggi Pemaduan IKK (Sumber: Hoeflin, Ruth Dkk. 1984. Careers for Professionals: New Perspective In Home Economics.
USA: Kendall/Hunt Pub. co. Hal: 72)

Berbicara mengenai penentuan mata kuliah ilmu murni bidang IKK, dalam kaitannya dengan program perluasan mandat, tentu tidak bisa lepas dari pemahaman mengenai kecenderungan iptek saat ini. Sebenarnya mata kuliah ilmu murni tersebut sudah bisa ditentukan dari sosok ilmu IKK sebagaimana diuraikan di atas, yaitu antara lain: fisika, kimia, bakteriologi, biologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ekonomi, dan filsafat. Namun apa yang perlu dipelajari dalam setiap bidang ilmu tersebut, itulah yang memerlukan pemikiran lebih lanjut. Oleh karena mata kuliah—mata kuliah yang merupakan bagian dari kurikulum suatu lembaga pendidikan akan menentukan masa depan lulusan, dan bahkan masa depan lembaga pendidikan yang bersangkutan, maka tentu harus disusun melalui studi yang mendalam dengan mempertimbangkan berbagai variabel yang terkait. Pada bagian ini hanya akan dibahas sekilas mengenai langkah yang perlu dipertimbangkan untuk keperluan tersebut.
Untuk menentukan apa yang harus dipelajari perlu di tegaskan lebih dulu mengenai kualifikasi lulusan dan perkembangan iptek. Untuk menentukan kualifikasi lulusan harus di pertimbangkan rentangan bidang garapan IKK dan situasi ketenagakerjaan yang ada. Luasnya bidang garapan IKK akan menjadi pertimbangan, apakah kualifikasi lulusan yang diharapkan merupakan genera1is atau spesialis. Lulusan yang bergifat genera1is memiliki fleksibi1itas lebih baik, namun akan memerlukan waktu adaptasi lebih lama dalam memasuki dunia kerja. Sedangkan kualifikasi yang bergifat spesialis akan cepat beradaptasi dengan dunia kerja yang relevan; tetapi bila jenis pekerjaan yang relevan ini tidak diperolehnya, maka akan sulit memasuki jenis pekerjaan yang lainnya.
Lebih jauh, untuk menentukan apa yang harus dipelajari hendaknya juga bertolak dari sosok ilmu IKK, serta menekankan pada kemampuan untuk berkembang, dengan mengembangkan kemampuan analisis, pemecahan masalah, berpikir kreatif, sikap kerjaa yang disiplin, dan sebagainya. Bekal yang dikembangkan tersebut diharapkan dapat berfungsi sebagai kemampuan yang dapat menimbulkan kemampuan keterampilan yang diperlukan di masyarakat di mana lulusan berada.


D.    PARADIGMA BARU BIDANG IKK Dl MASA DEPAN
Berbicara mengenai paradigma baru bidang IKK di masa depan, tentu saja tidak bisa lepas dari keadaan masa kini dan kecenderungan untuk masa yang akan datang. Akselerasi ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah demikian .pesatnya, dan mau tidak mau dunia pendidikan harus berusaha mengantisipasinya. Era tinggal landas yang tengah berlanggung, disusul dengan era perdagangan bebas yang membuat dunia semakin tak berbatas, akan segera disusul dengan era teknologi informasi yang akan menyebabkan umat manusia selalu dihadapkan pada berbagai macam kejutan. Tanpa usaha untuk meningkatkan kualitas diri dan masyarakat, baik secara material maupun spiritual, akan menyebabkan generasi mendatang tergilas roda zaman dan tak mampu bertahan hidup.
Salah satu rancangan kebijakan pembangunan pendidikan mendatang adalah mengartikan sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan di berbagai bidang yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan keterampilan, sekaligus meningkatkan produktivitas, kreatifitas, dan kualitas kerja, dengan maksud mengarahkan mutu dan relevansi pendidikan untuk mewujudkan kemampuan setiap warga negara Indonegia menghadapi masa depan, sesuai dengan tantangan dan harapan masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah harapan yang pragmatis, yaitu bagaimana memperoleh pekerjaan setelah tamat pendidikan.
Arah kebijakan di atas menuntut adanya program perbaikan (reformasi sistem maupun program—program pengembangan yang ada), sehingga diharapkan mampu mengatasi masalah efisiensi dan relevansi antara pendidikan dan dunia kerja.
Dalam kaitan ini, Pendidikan Kegejahteraan Keluarga (PKK) di semua jenjang pendidikan, khususnya pendidikan tinggl, perlu berintropeksi dan mawas diri, sudahkah terpikir atau bahkan terlaksana adanya suatu program yang dimaksudkan untuk reformasi sistem dan program pengembangan PKK? Sudahkah reformasi tersebut benar—benar telah mendasarkan diri pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini dan tuntutan di masa depan? Sudahkan sistem pendidikan yang sekarang ini mampu memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan yang adaptif, sehingga bisa diharapkan lulusannya dapat menyeguaikan diri dengan cepat dalam menghadapi persoalan di dunia kerja?
Suatu definisi mengenai Home Economics atau IKK yang merupakan penegagan dari definisi yang sebelumnya, telah dirumuskan oleh sejumlah mahasiswa jurusan Home Economics Universitas Arizona (Hoeflin, 1984), dengan penekanan pada tuntutan masa depan, adalah sebagai berikut:
Home economics is a synergistic study of the social , psychological, and physical needs of human being throughout their life span, with a perspective on the past and present and emphasis on the future”.

Dalam pengertian di atas, terkandung makna, bahwa: (1) IKK yang merupakan gabungan dari berbagai disip1in ilmu sosiologi, psikologi, ekonomi, biologi, kimia, dan lain-lain memadukan pengetahuan dari disiplin tersebut menjadi suatu bentuk yang dapat diterapkan secara praktis dalam kehidupan sehari—hari. Proses perpaduan ini teriadi secara sinergis, (2) meskipun tiap disiplin dalam IKK hanya memusatkan diri pada aspek kehidupan tertentu, namun IKK secara utuh menyentuh pada semua aspek. Kalimat social, psychological, and physical needs........througout the life span menekankan pada kenyataan bahwa bidang kajian IKK meliputi semua tahap kehidupan, dan (3) untuk memahami semua persoalan dalam IKK secara utuh, perlu mengetahui sejarahnya, mempelajari berbagai tahap perkembangannya, serta mendalami perannya untuk saat ini dan potensinya untuk masa yang akan datang.
Berdasarkan pada beberapa pertanyaan dan definisi IKK yang dikemukakan di ata, ada beberapa hal yang perlu menjadi bahan pemikiran kita berkaitan dengan eksistensi PKK. Bahan pemikiran ini terutama diarahkan untuk merumuskan paradigma baru IKK.
Pertama, sampai saat ini masih ada kalangan ahli pendidikan dan sebagian masyarakat Indonesia yang mempertanyakan keberadaan PKK, dalam arti kemanfaatannya dalam memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan bagi anak didik. Bahkan sempat muncul pertanyaan mengenai apa bedanya PKK yang ada di sekolah dan perguruan tinnggi, dengan kegiatan PKK yang ada di kampung—kampung? Mengapa keterampilan memasak, menjahit, merias, dan menata rumah. harus dipelajari di sekolah dan bahkan di perguruan tinggi selama bertahun—tahun, sementara di lembaga—lembaga kursus pun semuanya itu bisa diperoleh?.
Semua pertanyaan yang bernada meragukan keberadaan PKK tersebut sudah seharusnya membuat ahli IKK prihatin. Barang— kali sudah waktunya sisttem dan program pendidikan PKK ditinjau dan dibenahi lagi, dengan lebih berorientasi pada tuntutan dunia kerja dan perkembangan teknologi. Meskipun hal ini memang telah seringkali dilakukan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan, masih banyak proses belajar mengajar PKK di berbagai jenjang pendidikan yang hanya berorientagi pada pemberian bekal keterampilan yang sifatnya motorik kepada peserta didik, dengan menekankan pada kegiatan praktek— praktek; tanpa memberikan kesempatan pada anak didik untuk menjadi seorang yang kuat berpikir, eksploratif, inovatif, sehingga mempunyai kemampuan adaptif yang optimal.
Tugas dunia pendidikan sebenarnya adalah mendidik seseorang agar potensi dasarnya berkembang sehat, wajar, dan optimal. Perbaikan sistem pendidikan bukan berarti pendidikan harug selalu menghasilkan lulusan yang siap pakai. Namun yang patut diajarkan adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan cepat dalam menghadapi persoalan dalam bidang ilmu yang dipelari dan kemampuan mengembangkan cara—cara baru untuk mengatasi persoalan tersebut. Dengan kata lain, yang perlu diberikan adalah dasar—dasar pengetahuan yang kemudian dapat membentuk kecakapan kerja yang beragam dan beraspek luas.
Pencapaian tujuan tersebut sangatlah substansial dalam dunia pendidikan, khususnya PKK, untuk menghadapi dunia yang berkembang dan berubah dengan cepat. Keterampilan kerja yang sifatnya motorik akan lekas menjadi usang karena tidak mampu mengimbangi perkembangan teknologi yang terjadi di dunia kerja dan di masyarakat. Akibatnya, lulusan hanya bisa memasuki dunia kerja yang sesuai dengan keterampilannya, namun karena kurang adaptif dan kreatif, maka sulit baginya untuk mengembangkan kemampuannya untuk menguasai sejumlah pengetahuan baru, keterampilan baru, cara kerja baru, dan sikap kerja yang baru, yang berbeda dengan pengetahuan, keterampilan, cara dan sikap kerja yang telah mereka kuasai selama ini. Sebagai Iulusan dari dunia pendidikan yang bukan sekedar lembaga kursus — maka hal seperti ini tentunya sangat tidak diharapkan.
Bahan pemikiran yang kedua adalah perlunya memperluas program pendidikan PKK yang lebih berorlentasi pada profesi. Dengan kata lain, jurusan PKK yang mempunyai program Studi Tata Boga, Tata Busana, dan mungkin Tata Graha dan Tata Rias, dengan muatan—muatan lokalnya, perlu lebih meningkatkan profesionalitasnya, agar mampu menghasilkan lulusan yang benar— benar profesional dalam bidangnya. Mungkin perlu dipikirkan juga untuk mengembangkan atau membenahi program Studi yang ada, agar lebih fleksibel dan berwawasan luas.
Parker (1980) mengemukakan, pllihan karir dalam PKK terbuka lebar di semua bidang, misalnya: (1) seni dan desain, yang meref1eksikan interaksi individu dan keluarga dengan lingkungan sekitarnya dalam hal konstruksi perumahan, arsitektur, perencanaan ruang, dan seni dekorasi. Kemungkinan karir yang tersedia adalah sebagai perancangsn interior, perancang peragaan, perencanaan ruangan, perancang grafis, fotografi dan sebagainya, (2) ekonomi ke luarga/manajemen keluarga, merupakan profesi yang berkaitan dengan bidang manajemen, bisnis. ekonomi, dan proges pengambilan putusan. Karir yang bisa dimasuki antara lain adalah dalam bidang pemasaran dan perbankan misalnya sebagai konsultan keuangan, konselor kredit, dan sebaÄ…ainya, (3) hubungan keluarga dan perkembangan anak, yang memberi peluang karir sebagai supervisor pusat perawatan anak, guru, pekerja sosial , dan sebagainya, (4) makanan, gizi, dan diet; membuka peluang kerja dalam bidang penelitian, bisnis, pelayanan masyarakat, dan pendidikan. Pekerjaan dapat diperoleh di rumah sakit, rumah perawatan , universitas, sekolah, bisnis dan industri, dan lain—lain, termasuk di media radio, TV, majalah dan surat kabar, (5) tekstil dan busana, memberikan peluang kerja sebagai ahli tekstil, perancang, teknolog di bidang produksi industri tekstil, spesialisasi pemasaran, dan lain—Iain. Dan masih banyak lagi pilihan karir yang tersedia.
Ramsey (1975) menegaskan bahwa profesi dalam bidang IKK menawarkan berbagai macam karir yang memerlukan inteligen dan kecerdasan serta akal budi, yang membuka kesempatan untuk memberikan pelayanan peluang kepada masyarakat dan keluarga. Pilihan—pilihan karir hampir tak terbatas, dan setiap orang bebas memilihnya sesuai dengan minat dan keahliannya. Namun, Ramsey juga mengingatkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan lulusan PKK untuk memasuki dunia kerja, antara Iain adalah: mobilitas yang tinggi; memiliki kemampuan dan kreasi dalam menjual keterampilan dan inovasi untuk merebut kesempatan; agresif; keteguhan hati untuk maju; pengalaman kerja; dan peran pengalaman memimpin sewaktu di sekolah. Selain itu, oleh karena pilihan—pilihan karir akan selalu berkembang dan berubah untuk masa yang akan datang, maka peserta didik PKK maupun ahli—ahli IKK harus lebih sadar dan belajar mengenai temuan—temuan penelitian yang mutakhir dan prinsip—prinsip dasar yang diterapkan dalam berbagai bidang IKK untuk meningkatkan kehidupan keluarga dan masyarakat.
Bahan pemikiran ketiga, berkaitan dengan peningkatan proses belajar mengajar dan pengembangan program yang lebih berorientasi pada profesi, tentunya adalah kualitas pengajar bidang IKK di semua jenjang pendidikan, khususnya di pendidikan tinggi. Pada saat ini peningkatan kua1itas dosen dapat diperoleh melalui berbagai jalur, baik berupa penataran, pelatihan, kursus , maupun dengan studi lanjut (S2, S3). Peningkatan kualitas dosen ini membawa pengaruh positif terhadap peningkatan proses belajar mengajar, sehingga mahasiswa tidak lagi hanya dijejali dengan materi—materi dan keterampilan—keterampilan, namun juga dilatih untuk berpikir kritis, analitis, melalui pengalaman—pengalaman belajar yang lebih banyak bersifat menemukan dan memecahkan masalah. Namun .juga harus diakui, masih banyak dosen yang belum mau dan belum mampu untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar seperti itu. Ini karena upaya perbaikan tersebut tidak bisa terwujud tanpa ditunjang oleh kualitas dosen yang bersangkutan. Dan kualitas dosen dapat meningkat secara bermakna bila diiringi dengan motivasi yang kuat untuk berkembang, upaya tanpa henti untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir, dengan banyak belajar, meneliti, dan memperluas pergaulan dengan orang—orang sebidang maupun di luar bidangnya, seprofesinyai maupun di luar profesinya. Upaya ini tidak bisa dihindari, sebab IKK sendiri adalah suatu bidang ilmu yang bersifat interdisipliner, yans perkembangannya sangat dipengaruhi oleh bidang—bidang ilmu lain yang mendasarinya, sehingga diskusi—diskusi dengan ahli—ahli dari disiplin ilmu di luar IKK menjadi suatu kebutuhan yang mendasar.
Relevan dengan hal di atas, tentunya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa IKK seharusnya dilengkapi dengan informasi dan data mengenai penelitian di semua bidang yang akan memungkinkannya untuk merumuskan pendidikan yang diproyekskan, guna memenuhi kebutuhan di masa depan. Tanpa dukungan penelitian-penelitian yang memadai, IKK akan segera tertinggal. Kemampuan memandang jauh ke masa depan sangatlah penting, sebab perubahan sosial dan ekonomi berjalan dengan begitu cepat. Ahli IKK harus melakukan berbagai penelitian, memanfaatkannya, dan menyebarluaskannya kepada bidang—bidang profesi yang lain.
Ketiga hal di atas itulah yang sebenarnya merupakan masalah klise di bidang pendidikan — setidaknya harus mewarnai paradigma baru bidang IKK. Peningkatan kualitas proses belajar mengajar, pengembangan program PKK yang lebih berorientasi pada profesi, dan peningkatan kualitas dosen, adalah hal-hal yang bila diupayakan secara terus-menerus, akan sangat berarti untuk mempertahankan eksistensi IKK di masa depan. Dengan demikian dapat diharapkan lulusan yang dihasilkan tidak hanya terampll menjahit, dan memasak, namun mempunyai kemandirian yang tinggi, adaptif dan kreatif, sehingga mampu survive dalam kemajuan dan perkembangan masyarakat, dunia kerja, limu pengetahuan dan teknologi. Paradigama baru IKK tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:



Gambar 2: Paradigma Bidang IKK di Masa Depan




E.     SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan kesimpu1an sebagai berikut :
1.      Ditinjau dari segi terminologi, IKK  merupakan ilmu sekaligus seni yang mempelaj arti  kehidupan  dan penghidupan keluarga , serta memadukan pendekatan ilmiah dan kemanusiaan untuk membantu individu dan keluarga menghadapi perubahan dan meningkatkan kehidupannya.
2.      Ditinjau dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi, sosok keilmuan IKK dapat dipertanggungjawabkan.
3.      Bidang garapan IKK antara lain: Hubungan intra dan antar keluarga, kesehatan mental keluarga, dan bidang material.
4.      Ilmu—ilmu murni yang berkaitan dengan IKK antara lain adalah: fisika, kimia, bakteriologi, biologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ekonomi, dan filsafat; dan mata kuliah—mata kuliah ilmu murni bidang IKK yang perlu dikembangkan dalam kaitannya dengan program perluasan mandat adalah meliputi bidang—bidang tersebut, namun dengan mempertimbangkan mengenai apa yang harus diberikan, didasarkan pada sosok ilmu IKK, kondisi ketenagakerj aan, dan perkembangæn iptek.
5.      Paradima baru bidang IKK untuk masa yang akan datang hendaknya mempertimbangkan kecenderungan perubahan—perubahan yang akan terjadi, dengan mengadakan perbaikan sistem dan program pengembansan  IKK. Beberapa hal yang  patut menjadi pemikiran para ahli di bidang  IKK adalah perlu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar, pengembangan program yang lebih berorientasi profesi , dan peningkatan kua1itas dosen.

Pada akhirnya perlu disampaikan bahwa tulisan sederhana ini hanya merupakan pokok pikiran untuk mengundang tanggapan kritik dan diskusi dari rekan sejawat demi eksistensi IKK dan pengembangannya.





DAFTAR  PUSTAKA

Departemen Pendidi kan dan Kebudayaan. 1979. Pengantar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Jakarta : Depdikbud.
Hoeflin, Ruth Dkk. 1984. Careers for Professional : New Perspective in Home Economics. USA: Kendall/Hunt Pub. Co .
Maria F. E.G. Atienza. 1972. Effective Teaching of Hom Economics. USA: Garcia Pub. Co.
Murugasu. V. 1990. Technical and Vocational Education and Training: An Overvley. Makalah yang disampaikan pada Seminar Regional Latihan dan Pendidikan Teknik dan Kejuruan, Manila: ABian Development Bank.
Parker, Frances J. 1980. Home Economics, An Introduction to A Dinamic Profession. New York; Macmillan Pub. Co. Inc .
Ramsey, Laura. 1975. Home Economics Grads Remain Employable. AIEA Action. USA.
Rifai, Melly Sri Sulastri. 1983. Garis Besar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. PKK I KIP Bandung.
Samani,           Muchlae. 1992. Jatidiri Reilmuan PTK. Makalah yang Disampaikan pada Temu Karya V Forum Komunikagi FPTR IKIP SE-Indonesia di IKIP Semarang.
Soedarmo Poerwo dan Sediaoetama, Djaeni. 1987. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.

Suriasumantri, Jujun S. 1984. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan