Oleh
Luthfiyah Nurlaela, Niken Purwidiani, Siti Sulandjari
Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Surabaya
luthfiyahn@yahoo.com
Abstrak: Masalah yang akan diteliti adalah apakah perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik: (1) telah memenuhi persyaratan untuk digunakan dilihat dari aspek materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan pembelajaran?; (2) dapat dibaca dan mudah dipahami siswa?; (3) memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas?; dan (4) bagaimana hasil belajar siswa? Pada penelitian ini terdapat kegiatan utama yakni mengembangkan perangkat pembelajaran dengan model tematik untuk kelas 1 SD dan ujicoba terbatas dan luas. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi RPP, buku siswa, dan alat penilaian berbasis kelas. Pengembangan perangkat pembelajaran dengan menggunakan four-D models (Define, Design, Develop, dan Disseminate). Tema yang diambil adalah tema yang tersedia dalam Kurikulum KTSP dan berdekatan dengan masalah pangan serta yang dekat dengan kebutuhan anak, yaitu: Makanan, Tumbuhan, dan Hewan. Hasil penelitian menunjukkan perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan model pembelajaran tematik yang telah dikembangkan: (1) berkategori baik ditinjau dari aspek, materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan pembelajaran, (2) direspon positif oleh siswa yakni menarik, penampilan menarik, tidak ada uraian atau penjelasan yang terlalu sulit, dan gambar/ilustrasi mudah dipahami dan memperjelas uraian; (3) memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas; dan (4) hasil belajar belajar siswa relatif tinggi.
Abstract: This study aims to find out whether thematic instruction-based learning materials on getting to know about local food: (1) has fulfilled the criteria of learning materials, in terms of materials, language use, presentation, and learning innovations?; (2) has met the criteria of readibility and comprehensibility?; (3) assist the teacher in conducting the teaching-learning process; (4) improve the students’ achievement? This study involved materials development using thematic model for 1st graders, as well as limited and broad tryouts. The materials developed consist of lesson plans, student’s book, and class-based assessment instruments. The learning materials were developed using four-D models (Define, Design, Develop, and Disseminate). The themes were taken from School-based Curriculum and were related to food and children’s needs, i.e. Food, Plants, and Animals. The result of the study reveals that the existing thematic-based learning materials that are related to matters of local food: (1) are sufficiently developed in terms of materials discussed, language use, presentation, and learning innovations;(2) gain positive response by the students due to their interesting materials and presentation, easy and comprehensible explanation, and easy and functional illustrations that help students’ understanding; (3) help the teacher conduct teaching-learning process; and (4) improve the students’ achievement.
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki sumber-sumber karbohidrat yang sangat kaya, antara lain terdapat sekitar 157 spesies bahan pangan karbohidrat nonbiji yang belum termanfaatkan dengan baik. Selain itu, dalam hal ketersediaan makanan beragam, Indonesia memiliki kekayaan budaya makanan dan masakan tradisional yang sangat besar. Upaya yang diperlukan adalah menjadikannya berdaya saing dan mensosialisasikannya pada khalayak yang lebih luas. Untuk itu peningkatan pengetahuan atas pangan dan gizi masyarakat harus terkait dengan perubahan perilaku dan kebiasaan makan. Perubahan ini memerlukan proses yang lama dan gradual, sehingga sebaiknya sasaran dari langkah ini adalah kelompok usia sangat muda dan balita, murid TK dan SD (Tampubolon, 2002). Proses peningkatan pengetahuan dan gizi ini perlu segera dimulai, meskipun hasilnya baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian.
Penelitian Tejasari (2001) dan Anonim (2001) juga menunjukkan potensi pangan lokal di Jawa Timur sangat baik dilihat dari segi produksi maupun produktivitasnya. Pengembangan produk makanan berbasis pangan lokal sangatlah diharapkan dalam rangka mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional.
Data menunjukkan bahwa upaya pengembangan dan diversifikasi pangan khususnya pangan lokal telah dilakukan sejak dua dasawarsa yang lalu, namun belum berhasil seperti yang diharapkan (Nindyowati, 2001; 2002). Berbagai upaya sosialisasi telah banyak dilakukan. Selama ini sosialisasi yang dilakukan lebih banyak melalui kegiatan-kegiatan kampanye, lomba/pameran/gelar makanan di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat, dengan keterlibatan pihak instansi terkait. Upaya sosialisasi ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain kurang komprehensif, sesaat, sehingga tidak bertahan lama dalam menanamkan pemahaman dan menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat. Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Jawa Timur bahkan menggelar kegiatan-kegiatan serupa dua tiga kali dalam setahun, dengan keterlibatan instansi terkait, dinas pendidikan, dan juga industri; namun tetap memprihatinkan lambatnya hasil pemasyarakatan diversifikasi pangan tersebut.
Pemerintah daerah propinsi Jawa Timur yang dikoordinasikan oleh Balitbang Jawa Timur bekerja sama dengan Universitas Negeri Surabaya telah melakukan kajian pengembangan berbagai produk olahan berbasis pangan lokal. Hasil kajian ini sampai saat ini baru dapat disosialisasikan ke instansi terkait dari 4 kabupaten/kota, yaitu Dewan Ketahanan Pangan, Dinas Kesehatan/BKKBN, Bapemas, Dinas Pertanian, dan PKK (Sampang, Bangkalan, Kabupaten Malang, dan Kotamadia Malang) (Sulandjari, dkk, 2002). Sosialisasi lebih lanjut diperlukan agar upaya peningkatan ketahanan pangan dapat lebih berarti dan menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Sosialisasi lebih lanjut, yang selama ini belum pernah dilakukan, adalah melalui jalur pendidikan formal, khususnya SD. SD sebagai agen sosialisasi sekunder bagi peserta didik yang berusia muda memiliki peran yang strategis karena pada usia-usia tersebut masih sangat terbuka peluang untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang diharapkan akan lebih mudah tertanam serta bertahan lama. Keberhasilan dan keterjaminan perwujudan ketahanan pangan memprasyaratkan kesadaran masyarakat Indonesia akan arti penting dan sentralnya ketahanan pangan bagi kehidupan masa kini dan masa mendatang. Kesadaran ini harus ditumbuhkan dengan lebih komprehensif, mendasar, dan sistemik yang salah satunya adalah mengintegrasikannya dalam kurikulum pendidikan formal, khususnya pendidikan dasar (Nurlaela, 2002; 2006). Hal ini sejalan dengan pendapat Tampubolon (2002) yang menyatakan bahwa sebaiknya sasaran untuk sosialisasi penganekaragaman pangan adalah kelompok usia sangat muda dari balita, murid TK, dan SD. Soenardi (2002) juga mengemukakan hal yang sama, yaitu penganekaragaman pangan non-beras perlu diperkenalkan sejak usia dini hingga terbawa sebagai kebiasaan hingga usia dewasa. Proses tersebut harus segera dimulai walaupun hasilnya baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian, karena proses ini memerlukan waktu yang lama dan gradual.
Analisis yang telah dilakukan peneliti (Nurlaela, 2002;2006) tentang kajian sosialisasi pendidikan ketahanan pangan melalui pendidikan dasar menemukan bahwa beberapa mata pelajaran SD seperti IPA, IPS, PPKn, dan Bahasa Indonesia, sangat terbuka peluang untuk mengintegrasikan pendidikan ketahanan pangan ke dalam kurikulumnya. Ini berarti sosialisasi konsumsi pangan lokal tidak perlu berdiri sendiri sebagai mata pelajaran tersendiri karena hal ini akan membebani kurikulum SD, namun cukup menjadi isi/bahan/muatan di dalam beberapa mata pelajarannya. Hasil kajian konseptual peneliti lebih lanjut (Nurlaela, 2006) tentang penerapan model pembelajaran terintegrasi (integrated learning) juga menunjukkan adanya peluang yang sangat terbuka untuk mengintegrasikan pendidikan pangan dalam berbagai mata pelajaran. Ketahanan pangan sebagai tema dapat memadukan mata pelajaran-mata pelajaran lain seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Pengetahuan Sosial, Sains, dan Kertakes.
Penelitian yang dilakukan oleh Sulandjari, dkk (2002) menghasilkan buku “Ragam Olahan Bentul Dalam Rangka Diversifikasi Pangan Non Beras”, dimaksudkan sebagai media sosialisasi ke dinas/instansi terkait. Penelitian disertasi Nurlaela (2007) tentang pengaruh model pembelajaran (tematik dan konvensional) terhadap hasil belajar pada siswa kelas 3 SD menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran tematik lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional. Hal ini disebabkan antara lain siswa pada pembelajaran tematik lebih aktif, lingkungan belajar lebih baik, dan penilaian berbasis siswa; yang kesemuanya ini memang merupakan sebagian karakteristik pembelajaran tematik. Penelitian Suryanti dkk (2007) juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu pencapaian hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran tematik yang meningkat secara signifikan.
Rumusan masalah yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik yang dikembangkan: (1) telah memenuhi persyaratan untuk digunakan dilihat dari aspek materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan pembelajaran?; (2) dapat dibaca dan mudah dipahami siswa?; (3) memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas?; dan (4) bagaimanakah hasil belajar siswa?
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik, yang dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar pada siswa kelas 1 SD. Perangkat pembelajaran dimaksud meliputi: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa, dan penilaian berbasis kelas yang memenuhi persyaratan dari aspek materi, bahasa, penyajian, keterbacaan, pemahaman, dan menarik bagi siswa, memberi kemudahan bagi guru, dan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Manfaat penelitian ini secara umum adalah tersedianya contoh perangkat pembelajaran perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik. Secara spesifik manfaat tersebut adalah sebagi berikut: (1) bagi siswa, perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik ini akan membantu mengembangkan semua pemikirannya karena diasajikan secara terpadu tidak terpisah-pisah; (2) bagi guru, dengan dikemasnya kompetensi-kompetensi antar mata pelajaran dalam satu tema tertentu yang dituangkan dalam buku siswa, akan lebih mudah mengelola pembelajaran secara tematik, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemberian tugas, dan penilaian siswa; dan (3) bagi dosen dan instansi yang terkait dengan bidang pendidikan serta ketahanan pangan, Hasil penelitian ini dapat menjadi pijakan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, baik di SD maupun jenjang-jenjang di atasnya. Selain itu juga dapat menjadi bahan untuk pengabdian kepada masyarakat dan kegiatan-kegiatan lain yang menyangkut sosialisasi ketahanan pangan melalui jalur pendidikan formal.
KAJIAN TEORI
Sosialisasi Ketahanan Pangan melalui Pendidikan
Upaya pengembangan dan diversifikasi pangan khususnya pangan lokal telah dilakukan sejak dua dasawarsa yang lalu, namun belum berhasil seperti diharapkan. Salah satu kendala sulitnya diversifikasi pangan adalah karena secara budaya beras masih diakui masyarakat sebagai pangan pokok yang bernilai tinggi. Beras tidak hanya dipandang sebagi bahan makanan pokok namun dalam pemanfaatannya diyakini mampu menggambarkan staus kondisi sosial ekonomi sautu keluarga. Faktor lain yang dimungkinkan dapat menjadi penyebab rendahnya minat masyarakat terhadap pangan non beras, Pertama, bentuk sajian yang ada di masyarakat kurang bervariasi, Kedua, pengolahan yang dikenal masyarakat kurang bervariasi, dalam arti bentuk olahan masih menunjukkan bahan baku aslinya, cara membuatnya lama, dan daya simpannya pendek (Anonim, 2001)
Salah satu upaya sosialisasi ketahanan pangan dapat ditempuh melalui institusi pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal. Diyakini bahwa secara asasi pendidikan itu bertujuan untuk: (1) melimpahkan suatu pandangan hidup, (2) meningkatkan dan merekonstruksi pandangan hidup itu, dan (3) memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu kebutuhan manusa dalam rangka mengembangkan, memanfaatkan, dan melestarikan nilai-nilai yang dianut bersama. Nilai dalam hal ini sistem nilai budaya bangsa merupakan konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat berharga dalam hidup. Karena itru sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia (Koentjaraningrat, 1985). Sistem nilai budaya tersebut dapat dipandang sebagai pandangan hidup bangsa dan dalam trangka proses penanaman sistem nilai inilah pendidikan itu dilakukan. Dengan demikian, dalam rangka sosialisasi nilai budaya pola konsumsi makan, maka dapat dilakukan meaui berbagai institusi pendidikan.
Selanjutnya karena diyakini pendidikan sebagi pranata dan proses penanaman nilai, dengan kata lain pendidikan sebagai saluran dan proses enkulturisasi, yang berarti tempat latihan, dan berkat latihan itulah seorang individu diintegrasikan ke dalam kebudayaan sejaman dan setempat (Baker, 1990), maka perlu dilakukan sosialisasi nilai budaya pola konsumsi pangan untuk berbagai institusi pendidikan, khususnya pendidikan dasar.
Pendidikan dasar sebagai agen sosialisasi sekunder bagi peserta didik yang berusia muda memiliki peran yang strategis karena pada usia-usia tersebut masih sangat terbuka peluang untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang diharapkan akan lebih mudah tertanam serta bertahan lama. Tampubolon (2002) bahkan menyatakan bahwa sebaiknya sasaran untuk sosialisasi penganekaragaman pangan adalah kelompok usia sangat muda dari balita, murid TK dan SD. Proses tersebut harus segera dimulai walaupun hasilnya baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian, karena proes ini memerlukan waktu yang lama dan gradual.
Implementasi pendidikan ketahanan pangan dalam pendidikan salah satunya dapat disikapi sebagai isi/bahan/muatan pendidikan/pembelajaran yang dapat diajarkan atau dibelajarkan pada siswa. Dalam kaitan ini, pendidikan ketahanan pangan sebaiknya dimasukkan dalam kurikulum formal (ideal). Apabila pendidikan ketahanan pangan belum memungkinkan untuk diwadahi dalam mata pelajaran tersendiri, maka paling tidak dapat diintegrasikan atau dipadukan dalam mata pelajaran tertentu. Isi/bahan pendidikan ketahanan pangan dapat diintegrasikan ke dalam banyak mata pelajaran, misalnya Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, PPKN, IPS, dan mungkin Agama. Oleh sebab itu, pendekatamn integratif dalam pengembangan bahan pelajaran perlu diupayakan dalam kaitan ini.
Analisis yang telah dilakukan Nurlaela (2002, 2006) tentang kajian sosialisasi pendidikan ketahanan pangan melalui pendidikan dasar menemukan bahwa beberapa mata pelajaran SD seperti IPA, IPS, PPKn, dan Bahasa Indonesia, sangat terbuka peluang untuk mengintegrasikan pendidikan ketahanan pangan ke dalam kurikulumnya. Misalnya pada pelajaran IPA SD Kelas V Semester I terdapat pokok bahasan "Makanan, Alat Pencernaan, dan Kesehatan", di dalamya terdapat sub-pokok bahasan "Makanan bergizi dan penyusunan makanan dengan gizi seimbang", di dalamnya dapat dimasukkan muatan pendidikan ketahanan pangan khususnya tentang konsumsi pangan lokal. Ini berarti sosialisasi konsumsi pangan lokal tidak perlu berdiri sendiri sebagai mata pelajaran tersendiri karena hal ini akan membebani kurikulum SD, namun cukup menjadi isi/bahan/muatan di dalam beberapa mata pelajarannya; atau dapat juga diintegrasikan dalam mata pelajaran keterampilan (tata boga/memasak), atau menjadi salah satu pilihan kegiatan dalam ekstrakurikuler. Hasil kajian konseptual peneliti lebih lanjut (Nurlaela, 2006) tentang penerapan model pembelajaran terintegrasi (integrated learning) juga menunjukkan adanya peluang yang sangat terbuka untuk mengintegrasikan pendidikan pangan dalam berbagai mata pelajaran. Ketahanan pangan sebagai tema dapat memadukan mata pelajaran-mata pelajaran lain seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Pengetahuan Sosial, Sains, dan Kertakes.
Konsep Pembelajaran Terpadu Dengan Model Tematik
Dewasa ini, para ahli pendidikan mulai memunculkan kembali ide keterpaduan dalam pembelajaran dengan menciptakan berbagai model dengan panduan rancangan pembelajaran yang tersusun secara rinci dan jelas. Pembelajaran terpadu sangat terkait dengan implementasi paradigma konstruktivistik dalam pengembangan kecerdasan multiple pada anak didik.
Menurut Forgaty (1991), ada sepuluh model pengintegrasian kurikulum, mulai dari yang sangat berorientasi pada persatuan mata pelajaran hingga sangat berorientasi pada keterpaduan mata pelajaran bahkan diantara siswa, meliputi: (1) model penggalan (fragmented), (2) model keterhubungan/tyerkait (connected), (3) model sarang (nested), (4) model sequenced, (5) model shared, (6) model webbed, seringkali disebut model terjala atau model tematik, (7) model threaded, (8) model integrated, (9) model immersed, dan (10) model networked.
Dalam kajian ini, model yang digunakan adalah model terjala (model webbed) atau yang biasa disebut model tematik, karena menggunakan tema dalam merencanakan pembelajaran. Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar-mengajar. Menurut Joni (1996), pembelajaran terpadu yang kegiatan belajarnya terorganisasikan secara lebih terstruktur dapat terwujud, apabila kegiatan belajar-mengajar yang diselenggarakan itu secara lebih eksplisit bertolak dari tema-tema.
Menurut KTSP, pembelajaran tematik diajarkan pada siswa SD kelas rendah (kelas 1, 2 dan 3), karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak pernah bisa dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial dan emosional. Apabila di jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SMU, khasanah pengetahuan dapat dipilah-pilah demi efisiensi penyajian (metematika, bahasa, IPA, dan sebagainya, yang diajarkan secara terpisah-pisah oleh guru bidang studi), di jenjang SD terutama di kelas-kelas awal, para siswa yang masih lebih menghayati pengalamannya sebagai totalitas, mengalami kesulitan dengan pemilahan-pemilahan pengalaman yang ‘’artifisaial’’ ini (Joni, 1996). Dengan kata lain, para siswa yang masih muda itu melihat dirinya sebagai pusat lingkungan yang merupakan suatu keseluruhan yang belum jelas unsur-unsurnya, dengan pemaknaan secara holistik yang berangkat dari yang bersifat konkrit.
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan pembelajaran yang lain. Kegiatan belajar lebih banyak dilakukan melalui pengalaman langsung atau hands on experiences. Adapun karakteristik pembelajaran tematik antara lain; (1) tema memberikan pengalaman langsung dengan obyek-obyek yang nyata bagi anak untuk memanipulasi; (2) tema menciptakan kegiatan yang memungkinkan anak untuk menggunakan pemikirannya, (3) membangun kegiatan sekitar minat-minat umum anak, (4 Adapun karakteristik pembelajaran tematik antara lain; (1) tema memberikan pengalaman langsung dengan obyek-obyek yang nyata bagi anak untuk memanipulasi; (2) tema menciptakan kegiatan yang memungkinkan anak untuk menggunakan pemikirannya, (3) membangun kegiatan sekitar minat-minat umum anak, (4) menyediakan kegiatan dan kebiasaan yang menghubungkan semua aspek perkembangan kognitif, social, emosi, dan fisik; (5) mengakomodasi kebutuhan anak-anak.Untuk bergerak dan melakukan kegiatan fisik, interaksi sosial, kemandirian, dan harga diri yang positif, (6) menghargai individu, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman di keluarga yang dibawa anak-anak ke kelasnya, dan (7) menemukan cara untuk melibatkan anggota keluarga anak (Barbar Rohde dan Kostelink, et.al, 1991).
Selain cara di atas, Hendrik (1989) dalam Kostelink (1991) mengemukakan bahwa tema membantu anak-anak mengembangkan semua pemikiran dalam belajar. Melalui pembelajaran tematik anak-anak membangun hubungan di antara informasi yang terpisah-pisah untuk membentuk konsep yang lebih kompleks dan abstrak (Osbum dan Osbum, 1983; Bredekan dalam Kostelink, et.al, 1991)
Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa pengajaran dengan tema merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif dan terpadu. Menggunakan tema dapat mengembangkan konsep anak. Konsep adalah gagasan pokok tentang obyek dan peristiwa yang dibentuk oleh anak-anak di lingkungannya. Konsep adalah kategori kognitif yang membuat orang mengelompokkan informasi yang berbeda secara perceptual, peristiwa dan persoalan (Wellman, 1998 dalam Kostelink,1991). Dengan demikian pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif dan terpadu (Nurlaela, 2008).
Keterpaduan dilakukan secara sadar, bertujuan, sistematis dan membantu siswa untuk memahami topik tertentu dari berbagai sisi. Charbonnean dan Reider (1995:5) menyatakan bahwa guru dan siswa hendaknya memilih topik yang menarik untuk dipelajari dan topik tersebut hendaknya melibatkan beberapa konsep dan keterampilan. Dengan adanya kerjasama antara guru dan siswa, siswa akan memperoleh kesempatan belajar menggunakan ide-idenya, keterampilan dan konsep-konsep yang telah dipelajarinya dalam konteks bidang studi yang lain.
METODE PENELITIAN
Untuk mengembangkan perangkat pembelajaran tematik digunakan four-D models yakni define, design, develop, dan disseminate (Thiagarajan, Semmel & Semmel, 1974). Dalam tahap define akan dilakukan kajian terhadap standar kompetensi dan isi yang ada dalam kurikulum KTSP yang sesuai dengan tema-tema yang telah ditetapkan. Langkah selanjutnya adalah mendisain format perangkat dan penulisan perangkat seperti tampak pada bagan berikut ini.
Setelah perangkat pembelajaran tematik berhasil ditulis dan menghasilkan Draft 1, selanjutnya diadakan kegiatan telaah. Sebagai penelaah pakar-pakar pendidikan yang berkompeten di bidangnya, yakni ahli pendidikan dan guru SD kelas I. Kegiatan telaah dimaksudkan untuk melihat aspek materi, kebahasaan, penyajian dan inovasi dalam peningkatan KBM. Aspek materi yang dinilai meliputi kebenaran konten, kemutakhiran konten, dan sistematika sesuai dengan struktur keilmuan. Aspek kebahasaan meliputi bahasa yang digunakan sesuai dengan usia siswa, menggunakan bahasa yang baik dan benar, istilah yang digunakan tepat dan mudah dipahami dan penggunaan istilah dan simbol secara ajeg. Aspek penyajian meliputi membangkitkan motivasi/minat/rasa ingin tahu, sesuai dengan taraf berpikir dan kemampuan membaca siswa, mendorong siswa terlibat aktif, dan memperhatikan siswa dengan kemampuan/gaya belajar siswa serta menarik/menyenangkan. Aspek inovasi peningkatan KBM meliputi kesesuaian tema dengan kurikulum, kesesuaian buku dengan tema, menekankan dunia nyata, KBM yang student centered, dan menunjang terlaksananya KBM yang bervariasi. Setelah dilakukan telaah, maka akan dilakukan revisi berdasarkan masukan dari ahli dan guru kelas 1 SD, dan dihasilkan Draf 2. Selanjutnya dilakukan uji coba terbatas, dan menghasilkan perangkat pembelajaran tematik.
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka data diambil dengan menggunakan instrumen angket, observasi, dan dokumentasi, serta tes. Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Untuk mengetahuai efektifitas perangkat pembelajaran dilakukan analisis dengan menggunakan uji-t.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik
Sesuai dengan tahapan pengembangan perangkat pembelajaran yakni model 4D maka pada tahap define telah dirumuskan tema-tema yang ada dalam kelas 1 SD semester 2 yakni tema makanan, tumbuhan, dan hewan. Tema-tema tersebut memadukan berbagai standar kompetensi dalam 5 matapelajaran yakni Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan Kertakes.
Berdasarkan tema yang telah ditentukan, tahap selanjutnya adalah mengembangkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP, buku siswa, dan alat penilaian untuk setiap tema.
1. Buku Siswa
Buku Siswa dikembangkan sebagai perangkat pembelajaran yang berfungsi untuk memandu siswa dalam mempelajari materi-materi yang disajikan dalam kegiatan pembelajaran. Buku Siswa tematik terbagi menjadi tiga buku, yaitu buku dengan tema Makanan, Tumbuhan, dan Hewan. Buku Siswa diawali dengan penyajian peta konsep yang merupakan formulasi kaitan tema dengan mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA/Sains, IPS, dan Kertakes, serta formulasi kompetensi yang akan dicapai dalam setiap mata pelajaran tersebut. Kemudian penyajian materi secara terpadu sedemikian rupa sehingga tidak nampak pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain. Di dalam buku tersebut materi dipadukan dengan tugas-tugas dan aktivitas lain seperti membaca, menulis, menjelaskan isi gambar, menghitung, gunting tempel, menyanyi, bermain peran, serta praktik. Aktivitas dilakukan di dalam maupun di luar kelas, secara individual maupun berkelompok.
Karakteristik buku siswa dikembangkan dengan mengacu pada kebutuhan anak SD yang masih tahap operasional konkrit dan ketertarikan anak pada gambar-yang menarik dan berwarna. Dengan disertai gambar-gambar yang menarik dan berwarna diharapkan mampu menumbuhkan minat anak untuk membaca dan mudah memahami konsep yang terkandung di dalamnya. Selain itu, buku dikembangkan berdasarkan prinsip dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks, dari yang dekat dunia anak menuju ke yang relatif jauh. Berdasarkan teori belajar sosial Bandura (Slavin, 1995), anak dapat belajar melalui pemodelan, maka buku siswa juga dikembangkan dengan mengetengahkan seorang anak yang ideal sebagai tokoh yang diharapkan dapat digunakan sebagai model oleh siswa.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP dirancang sebagai panduan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran. RPP dengan tema Makanan terdiri dari empat RPP masing-masing dengan alokasi waktu pembelajaran sebanyak 6x35 menit. RPP tema Tumbuhan terdiri dari 3 RRP masing-masing dengan alokasi waktu pembelajaran 6x35 menit. RPP tema Hewan terdiri dari 3 RRP masing-masing dengan alokasi waktu pembelajaran 6x35 menit. Setiap RPP diawali dengan identifikasi kelas, waktu, dan tema. Setelah itu masuk pada bagaian A, yaitu tahap perencanaan, yang menampilkan mata pelajaran dan indikator hasil belajar yang dipadukan, kompetensi dasar, indikator keberhasilan, Metode pembelajaran, dan sumber bahan. Pada bagian B yaitu tahap pelaksanaan, menyajikan kegiatan awal yang meliputi apersepsi dan curah pendapat sehingga dapat dimunculkan kemungkinan kaitan tema dalam bentuk peta konsep. Dilanjutkan dengan kegiatan inti yang menggambarkan skenario kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah kegiatan akhir, meliputi evaluasi, tindak lanjut, dan penutup. RPP diakhiri dengan bagian C, yaitu Evaluasi, yang di dalamnya meliputi prosedur tes, jenis tes, dan bentuk tes, serta dilengkapi dengan soal dan butir-butir tes yang diberikan.
3. Alat Penilaian
Alat penilaian berupa soal-soal tes untuk tema Makanan yang terdiri 15 butir soal, tema Tumbuhan terdiri 9 butir soal, dan tema Hewan terdiri 9 butir soal. Soal tes disusun berdasarkan RPP dan buku siswa yang telah dikembangkan. Tes dilakukan dua kali berupa pre tes yang dilaksanakan diawal KBM dan postes yang dilaksanakan diakhir KBM dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal, hasil belajar, serta peningkatan hasil belajar siswa.
Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Tematik
Setelah perangkat pembelajaran tematik berhasil dikembangkan, langkah selanjutnya dilakukan validasi oleh ahli/praktisi pendidikan. Validasi ini dimaksudkan untuk melihat kebenaran materi, kebahasaan dan penyajian. Perangkat pembelajaran telah divalidasi oleh 3 orang ahli dan praktisi pendidikan. Hasil validasi menunjukkan bahwa perangkat yang dikembangkan dilihat dari aspek materi, kebahasaan, penyajian, dan peningkatan KBM dinilai baik oleh validator. Namun demikian terdapat beberapa catatan yang direkomendasikan sebagai bahan revisi perangkat yakni materi pada tema makanan yang terlalu berat untuk anak kelas 1 SD dan aktivitas siswa supaya lebih diperbanyak. Masukan ini sebagai bahan revisi perangkat sebelum diujicobakan kepada siswa di kelas.
Hasil Ujicoba Terbatas Perangkat Pembelajaran Tematik
Untuk mengetahui keterbacaan perangkat pembelajaran pengembangan mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik yang telah dikembangkan, dilakukan ujicoba terbatas pada siswa kelas 1 SD di SDN Kebonsari II. Setelah pelaksanaan pembelajaran, siswa diberi angket tentang pendapatnya mengenai buku siswa dan pemahaman mereka melalui tes.
Hasil ujicoba menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran, yakni buku siswa direspon positif oleh siswa, siswa menyatakan buku tersebut menarik, mudah dipahami, bagus, dan tidak ada yang sulit dipahami. Hasil ini memperlihatkan bahwa hasil rancangan dan pengembangan buku siswa tentang mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik tersebut sesuai dengan karakteristik anak usia kelas 1 SD yang masih dalam tahap operasional konkrit dan menyukai gambar–gambar ilustratif dengan warna-warna cerah yang dekat dengan dirinya. Pendapat siswa ini ternyata konsisten dengan hasil belajar (postes) yang dijaring melalui tes dalam 3 tema yang memperlihatkan bahwa perangkat pembelajaran memberikan rerata dan peningkatan hasil belajar yang relatif tinggi di kelas 1 SD
Hasil Ujicoba Skala Luas Perangkat Pembelajaran Tematik
Ujicoba skala luas dilaksanakan di tiga sekolah dasar yakni SDN Kebonsari I, SDN Ketintang III, dan SDN Jajartunggal III. Hasil ujicoba skala luas dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Hasil Analisis deskriptif untuk masing-masing tema dapat dilihat pada gambar di bawah.
1. Tema Makanan
Berdasarkan grafik di atas nampak ada peningkatan rerata hasil belajar dari pretes dan postes pada tema Makanan, SDN Ketintang III rerata pre tes adalah 44,56, rerata post tes 76,50, sedangkan SDN Jajartunggal III rerata pre tes 62,43 dan rerata postes adalah 78,18.
Dari hasil uji-t, menunjukkan angka signifikansi 0,061 dan 0,000 dengan taraf signifikansi 5%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dan peningkatan hasil belajar antara pretes dan postes.
2. Tema Tumbuhan
Berdasarkan tabel dan grafik di atas nampak ada peningkatan rerata hasil belajar dari pretes dan postes pada tema Tumbuhan, SDN Kebonsari I rerata pre tes adalah 75,14, rerata post tes 79,14, sedangkan SDN Ketintang III rerata pre tes 75,23 dan rerata postes adalah 78,63. Dari hasil uji-t, menunjukkan angka signifikansi 0,013 dan 0,000 dengan taraf signifikansi 5%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dan peningkatan hasil belajar antara pretes dan postes.
3 Tema Hewan
Berdasarkan tabel dan grafik di atas nampak ada peningkatan rerata hasil belajar dari pretes dan postes pada tema Hewan, SDN Kebonsari I rerata pre tes adalah 79,06, rerata post tes 86,60, sedangkan SDN Jajartunggal III rerata pre tes 85,72 dan rerata postes adalah 94,23. Dari hasil uji-t pada Tabel 4.11 dan 4.12 menunjukkan angka signifikansi 0,002 dan 0,000 dengan taraf signifikansi 5%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dan peningkatan hasil belajar antara pretes dan postes.
Hasil tersebut memperlihatkan bahwa perangkat pembelajaran tematik memberikan rerata hasil belajar yang relatif tinggi di kelas 1 SD. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembelajaran tematik yang di lengkapi dengan perangkat pembelajaran tematik cukup memberi peluang perlibatan berbagai pengalaman siswa, karena tema–tema yang diangkat dipilih dari hal–hal yang di kemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari pengalaman sebelumnya, serta berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa (felt need). Hasil ini sesuai dengan temuan Hendrik (dalam Kostelink,1991) yang menyatakan bahwa tema membantu anak–anak mengembangkan semua pemikirannya dalam belajar. Melalui pembelajaran tematik, anak–anak membangun hubungan di antara informasi yang terpisah-pisah untuk membentuk konsep yang lebih kompleks dan abstrak (Osborn dan Osborn, dalam Kostelink,1991).
Benson (2005) mengemukakan pembelajaran tematik melibatkan sekumpulan aktifitas yang terkait dan dirancang di seputar topik atau tema, serta menjangkau beberapa area kurikulum. Adanya keterlibatan sekumpulan aktifitas berarti siswa tidak hanya mengandalkan pendengaran, namun juga mata dan bahkan gerakan atau sentuhan; dan semuanya ini akan lebih optimal bila dilengkapi dengan bahan ajar tematik. Tema yang dikemas sedemikian rupa dalam bentuk bahan ajar dapat menyediakan linkungan yang mendorong belajar proses dan melibatkan seluruh siswa secara aktif (Fisher,1991).
Selain itu, pengemasan bahan ajar yang berbasis tema, membuat siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu. Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama, serta memahami materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. Selama pembelajaran, linkungan belajar yang ditata sedemikian rupa memungkinkan siswa lebih bergairah belajar, karena bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata misalnya bertanya, bercerita, bermain peran, berdiskusi, bekerja kelompok, dan sebagainya.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penyajian data dan pembahasan hasil penelitian maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut Perangkat pembelajaran pengembangan perilaku menyukai pangan lokal dengan model pembelajaran tematik yang telah dikembangkan: (1) berkategori baik ditinjau dari aspek, materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan pembelajaran; (2) direpon positif oleh siswa yakni menarik, penampilan menarik, tidak ada uraian atau penjelasan yang terlalu sulit, dan gambar/ilustrasi mudah dipahami dan memperjelas uraian; (3) memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas; dan (4) belajar siswa relatif tinggi
Dari simpulan yang diambil maka dapat disampaikan saran sebagai berikut: (1) Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional, dapat melalui jalur pendidikan yaitu dengan dengan menerapkan perangkat pembelajaran pengembangan perilaku menyukai pangan lokal dengan model pembelajaran tematik, dan (2) agar hasil belajar siswa optimal maka sebaiknya pembelajaran tematik di kelas rendah, khususnya di kelas 1 SD, menggunakan bahan yang dikemas dalam bentuk tematik, tidak berdiri sendiri setiap mata pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Benson, T.R. 2005. The issues: Integrated teaching units. PBS teacher source. http://www.pbs.org/teachersource/prek2/issues/904issue.shtm
Fisher, B. 1991. Joyful learning: A whole language kindergarten. Postmouth, N.H.: Heinemann
Kostelink, M.J., Soderman, A.K & Whiren, A.P. 2004. Developmentally appropriate curriculum: best practice in early childhood education. Upper Saddle River , N.J: Merrill
Nindyowati, E. 2001. Kebijakan dan Program Pembangunan dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan. Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Makanan Tradisional, di NICE Center Graha Pena Building Surabaya, 27 Oktober 2001.
---------------. 2002. "Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan dan Sosialisasi Pangan Lokal". Dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Hasil-hasil Penelitian Makanan Tradisional Pengembangan dan Sosialisasi Pangan Lokal. Unesa University Press, Universitas Negeri Surabaya.
Nurlaela, Luthfiyah. 2002. Sosialisasi Ketahanan Pangan: Mungkinkah Melalui Pendidikan Dasar? Dalam Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 3 No. 1, 2002: 52-61.
----------------. 2002. "Sosialisasi Pangan Berbasis Bahan Pangan Lokal Melalui Pendidikan". Dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Hasil-hasil Penelitian Makanan Tradisional Pengembangan dan Sosialisasi Pangan Lokal. Unesa University Press, Universitas Negeri Surabaya .
-----------------. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Terintegrasi (Integrated Learning) untuk Meningkatkan Pemahaman Pendidikan Ketahanan Pangan di SD. Dalam Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 7 No. 1, Maret 2006.
-----------------. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran, Gaya Belajar dan Kemampuan Membaca terhadap Hasil Belajar Siswa SD di Kota Surabaya. Dalam Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 9 No. 1, Maret 2008.
Nurlaela, Luthfiyah dan Rita Ismawati. 2007. Pemetaan dan Pendokumentasian Makanan Tradisional Jawa Timur. Laporan Penelitian Fundamental. Belum Dipublikasikan. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya . 2007.
Sulandjari, Siti; Bahar, Asrul; Amaria. 2002. Penelitian dan Pengkajian Pola Konsumsi Melalui Diversifikasi Menu dan Gizi di Jawa Timur. Laporan Penelitian Kerjasama antara Balitbang Propinsi Jawa Timur dan Universitas Negeri Surabaya. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya.
Soenardi, Tuti. 2002. Makanan Alternatif untuk Ketahanan Pangan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Suryanti, dkk. 2007. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Kelas Rendah Sekolah Dasar. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Lanjutan. Belum Dipublikasikan. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya. 2007.
Tampubolon, SMH. 2002. Suara dari Bogor, Sistem dan Usaha Agribisnis, Kacamata sang Pemikir. Pusat Studi Pembangunan IPB dan USESE Foundation.
Tejasari, dkk. 2001. Kajian Tepung Umbi-Umbian Lokal sebagai Bahan Pangan Olahan. Laporan Penelitian kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember dan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Tidak diterbitkan.
Tim Universitas Brawijaya Malang. 2001. Kajian Pangan Olahan Pengganti Beras. Laporan Penelitian Kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Tidak diterbitkan.
Thiagarajan, S., Doroty S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. Source Book. Bloominton: Center for Innovation on Theaching the Handicapped.