SESUAI dengan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendekatan tematik diterapkan di SD kelas awal (kelas 1, 2, dan 3). Tuntutan ini tentunya dengan pertimbangan mendasar, salah satunya adalah bahwa pada umumnya anak SD kelas awal masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik), serta memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung pada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara langsung.
Selama ini, pembelajaran cenderung terciutkan menjadi suatu penyajian yang sekedar pemberian informasi (content-transmission model) (Joni, 2000). Pemahaman anak terhadap dasar kualitatif di mana fakta-fakta saling berkaitan dan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru belum terlihat. Di sinilah salah satu pentingnya penerapan pembelajaran tematik. Loepp (2005) mengemukakan, pembelajaran tematik mengacu pada konstruktivisme, yang mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, karena siswa dihadapkan pada masalah-masalah yang perlu mereka pecahkan. Berkaitan dengan pemecahan masalah tersebut, Jenson (1998) dan Caine & Caine (2002) berpendapat bahwa cara yang terbaik untuk meningkatkan kemampuan otak adalah melalui problem solving, karena hal ini mampu memunculkan hubungan-hubungan dendrit yang baru, yang akan menghasilkan lebih banyak hubungan-hubungan.
Pembelajaran tematik menggunakan tema untuk mengkaitkan beberapa mata pelajaran. Tema memberikan keuntungan antara lain: lebih mudah untuk memusatkan perhatian siswa, pemahaman siswa terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, dan kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.
Model pembelajaran tematik memiliki kelebihan karena cara pendekatannya yang sistematik, dan cukup memberi peluang pelibatan berbagai pengalaman siswa, karena tema-tema yang diangkat dipilih dari hal-hal yang dikemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari pengalaman sebelumnya, serta berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa (felt need) (Joni, 1996). Menurut Kovalik dan McGeehan (1999), tema menyediakan struktur jalan pijakan ke konsep-konsep yang penting yang membantu siswa melihat pola serta membuat hubungan-hubungan di antara fakta-fakta dan ide-ide yang berbeda.
Salah satu hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran tematik adalah program yang dinamakan CLASS—suatu program di Indiana yang menggunakan model tematik dan diimplementasikan oleh pengajar yang telah dilatih dengan pembelajaran tematik. Penelitian ini menganalisis kinerja 100 SD dalam hal pengujian kemajuan belajar yang dinamakan ISTEP (Indiana Statewide Testing for Educational Progress). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah CLASS mempunyai skor ISTEP lebih tinggi daripada SD yang lain di negara tersebut, dan bahwa skor pada SD CLASS terus meningkat dari waktu ke waktu (Buechler, 1993). Penelitian lainnya yang melibatkan 32 siswa yang diikutkan dalam “pilot CLASS school” dari TK sampai tingkat 5, menemukan bahwa skor ISTEP kelompok ini mencapai nilai satu standar deviasi di atas rata-rata dalam bidang membaca, seni-bahasa, dan matematika (Grisham, 1995).
Penelitian mengenai persepsi terhadap pengaruh program CLASS pada kinerja juga menemukan bahwa, kebanyakan guru percaya CLASS mempunyai pengaruh positif pada motivasi dan kinerja siswa, khususnya pada keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi. Semua siswa menyatakan CLASS memberikan pengaruh positif pada kehadiran dan sikap siswa, iIklim sekolah, dan moral serta profesionalisme guru (Morgan, 1998).
Pada tahun 1998, sebuah disertasi meneliti perbandingan antara skor membaca siswa pada SD yang menerapkan pembelajaran tematik dengan skor siswa pada sekolah kontrol. Selama periode dua tahun, skor siswa sekolah eksperimen menunjukkan peningkatan sebesar 16%, sedangkan sekolah kontrol hanya mencapai peningkatan sebesar 3% (Ruth, 1998). Lebih lanjut, penelitian Nurkhoti’ah dan Kamari (2002), menemukan bahwa pembelajaran terpadu model tematik efektif untuk meningkatkan prestasi belajar IPS di SD. Pembelajaran IPS dengan pendekatan tematik merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Hal ini relevan dengan pendapat Oddleifson (1997), yang mengemukakan bahwa sebagai keutuhan, siswa tidak hanya mengerjakan sesuatu sesuai ukuran tes baku, namun penting untuk dapat mengerjakan sesuatu dengan ukuran kehidupan nyata secara baik.
Benson (2005) juga mengemukakan pembelajaran tematik melibatkan sekumpulan aktivitas yang terkait dan dirancang di seputar topik atau tema, serta menjangkau beberapa area kurikulum. Tema menyediakan lingkungan yang mendorong belajar proses dan melibatkan seluruh siswa secara aktif (Fisher, 1991). Tema juga membangun minat siswa dan prior knowledge dengan memusatkan perhatian pada topik yang relevan dengan kehidupan mereka. Tema membantu siswa berhubungan dengan pengalaman hidup yang nyata (real-life experiences) dan mengembangkan apa yang mereka tahu. Manfaat lain penggunaan tema adalah (Kostelnik, Soderman, Whiren, 2004): belajar informasi faktual secara mendalam, terlibat secara fisik dengan belajar, belajar keterampilan proses, memadukan belajar dalam cara yang holistik, meningkatkan keeratan kelompok, memusatkan perhatian pada kebutuhan individual, dan memotivasi siswa dan guru.
Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd
Dosen Universitas Negeri Surabaya
0 komentar
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...