Hotel ini ada di kawasan Lembang, Bandung. Bukan hotel yang besar. Namun begitu saya memasuki ruang lobinya, saya langsung terkesima karena banyak hal unik. Beberapa keunikan itu saya tampilkan di sini.
SM-3T: Kerinduan
"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.
SM-3T: Kebersamaan
"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.
Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja
"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..
SM-3T: Panorama Alam
"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"
Bersama Keluarga
"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."
Kamis, 30 November 2023
Sandalwood Boutique Hotel
Rabu, 27 Oktober 2021
Naik Bus
Saya sudah lamaaa sekali tidak naik bus. Kemarin saya dan mas Ayik Baskoro Adjie memutuskan naik bus ke Tuban, dalam rangka memperingati 100 harinya Ibu besoknya (hari ini). Kata Mas Ayik, yang sudah beberapa kali naik bus dari Surabaya ke Tuban PP, naik bus patas nyaman, simple, ngirit. Ngirit duit, ngirit tenaga.
Ok,
karena saya sendiri hari itu baru pulang dari Jakarta, dan capeknya belum
ilang, saya setuju dengan usul Mas Ayik. Maka setelah shalat tarawih, kami
diantar si ngganteng yang baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung,
Barrock Argashabri Adji , ke terminal Bungurasih.
Syukurlah
ada bus patas yang sebentar lagi berangkat. Kami langsung mengambil tempat duduk.
Jaket dirapatkan karena dinginnya AC cukup menusuk. Juga siap-siap berangkat
tidur. Posisi badan sudah menyandar nyaman.
Eh,
tiba-tiba.... "Tahu sumedang, enak, fresh, silakan untuk
cemilan....." Plek, plek, plek. Tahu sumedang ada di pangkuan saya. "Kaus
kaki, kaus kaki, anget, anget, murah meriah...." Kaus kaki ada di pangkuan
saya. Tak berapa lama tahu dan kaus kaki diambil sama penjualnya, setelah dia
membagikannya dari depan ke belakang, lantas dari depan ke belakang lagi sambil mencomoti barangnya. Begitu seterusnya,
headset, buku doa, gantungan kunci, kacang goreng, lemper, lumpia....
Saya
mulai gelisah. Bakulnya banyak yang lepas masker. Teriak-teriak dan
mondar-mandir. Nggak ada prokes babar blas. Beeelllaaasss.
"Duh.
Kalau kayak gini kapok aku naik bus,
Mas. Ngeri-ngeri sedap gini."
"Kalau
sudah jalan nanti kan enggak....." jawab Mas Ayik.
"Ya
iyalah, Maaassss. Mosok bakule kate meloook..."
Ternyata
itu belum seberapa, Saudara. Muncullah seorang perempuan. Cuwantik. Rambut
panjangnya terurai indah. Alisnya, matanya, bibirnya, wajahnya, semua indah,
bersih dan kopen. Nampak kalau dia sering perawatan. Saya kira dia penumpang.
Ternyata dia bawa gitar. Terus nyanyi. Lhah. Ternyata dia pengamen. Inilah
pengamen tercantik yang saya pernah lihat. Kalau Anda penasaran pingin lihat
pengamen cantik ini, datang saja ke terminal Purabaya ya. Gampang niteninya.
Karena perempuan itu lagi hamil. Ya. Perutnya buncit. Jadi dengan perut buncit
itulah dia menyanyi. Eh salah, menyanyinya tetap dengan mulut ya, bukan dengan
perut hehe. Saya ya sakno-sakno gimana gitu. Sambil mikir, nangdi yo bojone,
arek ayu dan lagi hamil kayak gini kok dibiarkan ngamen malam-malam. Duh.
Sebagai sesama perempuan, saya merasa gimanaaa gitu.
Bakul-bakul
pun terus teriak-teriak dan mondar-mandir. Sampai akhirnya bus mulai berjalan
dan bakul-bakul mulai berkurang. Saya kira ketenangan akan segera saya
dapatkan. Wooo, ternyata belum, Sodara. Seorang perempuan naik lagi dengan
membawa gitar. Nyanyi ndangdut yang lagunya tidak saya kenal. Cantik juga.
Nampak terawat juga. Saya lagi-lagi terpikir, di mana misuanya. Nduwe bojo ayu
koyok ngene kok dijarne di jalanan.
Setelah
dia turun, saya pikir selesailah sudah panggung hiburan yang bagi saya tidak
menghibur ini, namun justeru menggugah keprihatinan. Bus yang berjalan pelan
keluar terminal masih berharap ada tambahan penumpang. Dan betul. Ada dua orang
perempuan naik. Dua-duanya agak gemuk. Dan, olala....bawa gitar juga. Mereka
berdiri persis di sebelah saya. Menyanyi sambil genjreng-genjreng dengan suara
yang memekakkan telinga. Oh Tuhan, benar-benar ujian kesabaran. Satunya lagi
bergerak dari satu penumpang ke penumpang lain sambil menyodorkan kantung
plastik wadah duit. Tentu saja tidak semua penumpang nyemplungke duit.
Nah,
sudah begitu, setelah mereka turun, naik lagi seorang pengamen laki-laki yang,
nyuwun sewu, tangannya cacat dan sepertinya mentalnya kurang sehat juga.
Menyanyi dengan suara dan lagu yang bagi saya ora jelas blas tapi saya yakin
itulah penampilan terbaik yang bisa dia persembahkan. Owalah, Gusti....
Situasi
seperti ini sudah sangat sering saya hadapi, dulu. Meskipun sudah ada mobil,
saya sering menumpang bus keluar kota. Saat kuliah S3 di Malang, mobil sering
saya parkir di terminal, dan saya naik bus PP. Kalau duit lagi longgar, saya
naik bus patas, lantas pakai taksi ke kampus UM. Kalau duit lagi cupet, saya
tetap naik bus patas, tapi lanjut pakai angkot AL menuju kampus.
Nah,
di jalanan itulah banyak saya temui romantika kehidupan. Ada banyak pelajaran.
Ada banyak hikmah. Telinga saya terbiasa mendengarkan musik dari yang paling
indah sampai yang paling ancur. Terbiasa mendengar tutur kata yang paling sopan
dengan kromo inggil sampai yang kuwasar sak kasar-kasare plus sumpah-serapah
komplit dengan pisuhannya.
Tapi
itu bukan pada kondisi pandemi seperti ini tentu saja. It's okay. Aku rapopo.
Ra maskeran yo rapopo. Ra jaga jarak yo rapopo. Bengok-bengok nang kupingku yo
rapopo. Tapi lek saiki, watatattaaa....sungguh situasi kayak gitu menyiksa saya
dan membuat saya prihatin bin kuwatir. Tapi aku kudhu piye?
Hayo,
kudhu piye hayo....
Tuban,
29 April 2021
Kamis, 17 Juni 2021
Hari yang Sibuk
Rabu dan Kamis yang lalu merupakan hari yang sibuk. Untunglah saya sudah terlatih bekerja nonstop, indoor maupun outdoor. Jadi ya alhamdulilah, semua baik-baik saja. Meski usia tak lagi muda (kepala lima gitu....), insyaallah semangat tetap muda.
Semangat itulah yang menopang fisik
saya untuk bergerak dan bergerak,
belajar dan belajar, berbuat dan berbuat. Pengalaman mendampingi program SM3T
dan Jatim Mengajar menjadi modal tersendiri. Juga kegemaran pada aktivitas di
alam bebas, termasuk kegiatan Pramuka
dan Himapala yang dulu saya geluti saat di bangku sekolah dan kuliah, juga
menjadi amunisi yang sewaktu-waktu butuh sasaran untuk diejawantahkan.
Kami mendampingin Gus Menteri Desa
mengunjungi Wonogiri dan Yogyakarta. Berangkat dari Jakarta sekitar pukul 08.45
menumpang Batik, dan mendarat di Solo. Lantas melanjutkan perjalanan menuju
Wonogiri dengan mobil, lengkap dengan patwalnya yang sirinenya meraung-raung. Sungguh
saya tak pernah membayangkan menjadi salah satu orang dalam iring-iringan mobil
seperti ini. Dulu pernah, seperti ini, saat menjadi rombongan mendikbud M. Nuh
mengunjungi Papua Barat. Namun saat itu, saya hanya sebagai salah satu
koordinator program SM3T. Bukan pejabat yang memang sehari-hari harus berada di
sekitar Menteri.
Saya jadi ingat, biasanya, bila ada
rombongan mobil pejabat lewat dan sirine mobil patwalnya meraung-raung, saya
akan meminggirkan mobil yang yang sedang saya kemudikan, tentu saja sambil
menggerutu, "duh...pejabat iki kok menang-menangan yooo....".
Sekarang saatnya saya "digerutui" orang. Ya Allah, maafkan hamba-Mu
ini....
Saat saya menceritakan hal itu ke Mas Ayik
Baskoro Adjie , dia tertawa dan bilang, "makanya jok suka alok. Alok iku
melok." Tuh...
Kegiatan di Wonogiri adalah pemberian
piagam penghargaan pada bupati, camat, lurah, dan pendamping desa, karena
Wonogiri sudah menyelesaikan pendataan SDGs Desa. SDGs Desa sendiri merupakan
arah kebijakan prioritas pembangunan desa, yang terdiri dari 18 tujuan
pembangunan desa, antara lain desa tanpa kemiskinan, desa tanpa kelaparan, desa
sehat dan sejahtera, pendidikan desa berkualitas, keterlibatan perempuan desa,
dan sebagainya. Mungkin pada kesempatan lain akan saya tulis khusus tentang
SDGs Desa.
Selain menyerahkan piagam, kami juga
mengunjungi salah satu desa wisata dan juga pesantren. Rangkaian kegiatan
selesai sekitar pukul 16.30, Dan kami melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta.
Di Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Yogyakarta, kami sudah ditunggu dengan acara sertijab dari pejabat lama kepada pejabat baru. Selain itu juga pembukaan acara rakor yang akan dilaksanakan besoknya dari pagi sampai malam.
Alhamdulilah, acara rakor berjalan lancar.
Presentasi dari sekretariat dan empat pusat berjalan dari pagi sampai sore.
Dilanjutkan dengan presentasi oleh sembilan Kepala Balai Pelatihan.
Saya sendiri sangat berkepentingan dengan
rakor ini. Saatnya untuk kulakan.....
Malamnya, kami membuang penat dengan
sepiring gudeg Yogya yang khas dan lezat.....
Sabtu, 22 Februari 2020
Naik Kereta Api dan Ibu
Minggu, 28 Januari 2018
Revitalisasi SMK: SMK Bisa Tidak Hanya Jargon
Pemotongan kue tart perayaan hari PGRI. |
Dapat kehormatan menjadi pembina upacara HUT PGRI. |
Senin, 04 September 2017
Nunukan 4: SM-3T Berakhir dan Harapan pada GGD
Buah Elai yang mirip durien. |
Nunukan 3: Menjelajah Pulau Sebatik
Jalan Perbatasan di Nunukan. |
Jembatan Perbatasan Desa Sei Pancang Kecamatan Sebatik Utara |
Nunukan 2: Kisah Pengabdian di Tau Lumbis dan Krayan Selatan
Acara demi acara berjalan lancar. Yang paling berkesan adalah kesan-pesan dari dua wakil peserta. Salah satunya adalah Arham, peserta yang bertugas di Tau Lumbis. Dia bertugas di SMP 2 Lumbis Ogong.
Nunukan 1: Tak Ada yang Istimewa
Sepertinya saya belum menemukan sesuatu yang ‘wow’ sejak siang sampai malam ini. Kota Nunukan yang diresmikan pada 4 Oktober 1999 ini bagi saya sangat-sangat biasa. Setidaknya itulah yang saya lihat di sepanjang jalan dari Hotel Laura menuju alun-alun.