Pages

Senin, 04 September 2017

Nunukan 4: SM-3T Berakhir dan Harapan pada GGD

Pagi ini tiba-tiba hujan. Padahal kami akan bertolak dari Nunukan menuju Tarakan. Dua speedboat sudah disiapkan untuk membawa kami dan semua bagasi kami. Meski hujan tak juga reda, setelah sarapan pagi dengan menu hotel yang hampir sama dengan menu kemarin, kami bergegas. Semua bagasi dinaikkan ke truk, bus, dan mobil pickup. Semua peserta diangkut dengan kendaraan yang sama. Saya dan Mas Febry menumpang mobil kijang hijau yang disediakan Disdik. Kami semua menuju Pelabuhan Tunon Taka.

Meski proses memasuki speedboat membutuhkan waktu yang cukup lama, karena begitu banyaknya bagasi para peserta, perjalanan kami menuju Tarakan lancar, dan hanya sesekali disuguhi hentakan-hentakan keras speedboat menghantam ombak. Saya sendiri sudah pernah ber-speedboat dengan kondisi laut dan sungai yang lebih ganas, dengan waktu yang jauh lebih lama, sehingga saya menikmati perjalanan ini dengan sangat nyaman. Meski begitu, saya sempat memastikan di mana letak pelampung dan ke arah mana kita harus keluar dari speedboat bila sesuatu yang buruk terjadi. Selebihnya adalah doa dan kepasrahan pada Yang Maha Memberi Keselamatan dan Kehidupan.

Menjelang dhuhur kami baru tiba di Pelabuhan Tarakan. Beberapa alumni S2 Pendidikan Teknologi Kejuruan (PTK) sudah menunggu saya. Bu Novi, Pak Asdar, dan Pak Kurnia. Bahkan sebelum speedboat merapat tadi, masih di tengah laut, pak Eko Dani sudah menelepon saya dan memastikan keberadaan saya.

Sebelum bergabung dengan para alumni yang sudah menunggu, saya dan Mas Febry harus memastikan semuanya ‘clear’ dan 84 peserta SM-3T ini sudah stay di hotel tempat transit mereka. Besok pagi, kami akan terbang menuju Surabaya.


Buah Elai yang mirip durien.
Dan seharian ini, waktu saya nyaris saya habiskan bersama para alumni. Belasan alumni berdatangan dan bergabung saat makan siang, makan sore, dan juga saat berkumpul di lobi hotel. Luar biasa mereka itu. Sebegitunya melayani mantan dosennya ini. Tak pelak, wisata kuliner pun terjadilah. Mulai dari ikan pallumara, kapah, sanggar, kepiting, buras, bahkan elai. Ya, buah eksotis itu. Setelah kemarin kenyang makan durian di Sebatik, maka hari ini kami kenyang makan elai di Tarakan. Besoknya, seperti belum puas, saya bahkan membawa pulang sekotak plastik penuh elai yang disiapkan oleh Bu Novi.

Begitulah hikmah silaturahim. Tentu bukan hanya wisata kulinernya. Namun juga kebahagiaan dan energi positif yang dihasilkannya.

Tahun ini adalah tahun terakhir Program SM-3T. Ya. Setidaknya, sampai saat ini, rekrutmen untuk peserta SM-3T Angkatan VII belum dilakukan. Bila program itu berlanjut, seharusnya pada saat ini sudah selesai proses rekrutmen dan bahkan telah  dilakukan pemberangkatan peserta ke kabupaten-kabupaten tempat pengabdian.

Banyak yang menyesalkan berakhirnya program yang diyakini sangat menyentuh kebutuhan masyarakat yang paling mendasar terkait dengan layanan pendidikan ini.  Namun inilah faktanya. Program ini berhenti, dengan berbagai rasional yang dikemukakan oleh para pemilik kebijakan dan pengambil keputusan.

Sebagai gantinya—setidaknya untuk mengatasi masalah kekurangan guru—sejak 2016, ada Program Guru Garis Depan (GGD), yaitu penugasan guru ke berbagai daerah tertinggal di seluruh Tanah Air. Ada sekitar 7000-an GGD yang telah diangkat sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) dan mengisi kekurangan guru di berbagai pelosok Indonesia. Di pundak merekalah keberlangsungan pendidikan yang bermartabat di negeri ini kita titipkan. Sebagai alumni PPG SM-3T, GGD seharusnya adalah guru-guru yang ‘berbeda’, guru-guru yang benar-benar bisa menjadi ‘agent of change’, guru-guru yang akan menghasilkan anak didik menjadi sumber daya yang andal, yang memiliki keterampilan hidup sebagaimana tuntutan era abad 21, serta mampu menjamin terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara di masa depan.

Tarakan, 22 Agustus 2017


SELESAI

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...