Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Jumat, 31 Januari 2014

Saatnya Refreshing

Saatnya refreshing. Family gathering. Bersama semua keluarga besar PPG Unesa. Mulai pimpinan PPG, pengelola dan pengasuh asrama, staf, dan sekuriti, bersama keluarga masing-masing. Seluruhnya ada 51 orang. Lumayan ramai.

Pagi jam 07.00, kami semua berangkat dari PPG, setelah menyantap nasi kotak. Satu bus pariwisata besar dan beberapa mobil pribadi, berjalan beriringan. 

Tujuan pertama adalah Selecta. Renang dan menikmati bunga. Juga menikmati keriangan anak-anak. Saat anak-anak berenang, para orang tua berkumpul di resto yang letaknya di atas kolam renang. Mengobrol dan bercanda. Sambil mengawasi dan memotret anak-anak dari atas. Makan pisang rebus, lepet, tempe menjes, tahu isi dan pohung goreng. Juga menikmati musik yang gembreng. Kata pak Yoyok: "sing main musik karo sing nyanyi podho slendrone..."

Pukul 13.00, acara di Selecta selesai. Kami semua berkemas. Masuk bus dan mobil. Melaju ke Hotel Purnama. Check in, makan siang, salat. 

Pukul 15.00, semua sudah siap masuk bus dan mobil lagi. Tujuan wisata berikutnya adalah BNS (Batu Night Spectaculer). Sengaja kami mengambil waktu sore hari, karena dipastikan kalau malam, pengunjung pasti sangat ramai. Ini liburan Imlek. Semua tempat hiburan diserbu pengunjung.

Di BNS, kami menyebar. Mencari kehidupan sendiri-sendiri. Saya sekeluarga, pak Yoyok, dan lima teman sekuriti, membeli tiket nonton film 4D. Menikmati film itu serunya luar biasa. Kami dibawa ngebut, masuk memasuki kota-kota dengan gedung-gedung bertingkat, menjelajah terowongan bawah laut, menembus hutan belantara, menyeberang jembatan yang berujung pada lompatan tinggi dan menghempaskan kami pada jalanan yang padat....dan seterusnya. Tubuh kami digoyang ke kanan ke kiri, ke depan ke belakang, dihempaskan berkali-kali. Teriakan-teriakan histeris dan tawa kegirangan berhamburan. Ramai dan gaduh sekali. Asyik betul. Segala beban seperti lepas semua. "Lali utang, lali sembarang....." Kata teman-teman sambil keluar dari ruangan. 

Setelah itu, kami naik becak yang berjalan di atas (saya lupa namanya). Menikmati dari atas sawah-sawah, pepohonan, bukit-bukit, lampion-lampion yang mulai menyala,dan juga kerumunan orang. Juga kabut yang mulai turun. Asyik juga.

Saat teman-teman masih meneruskan petualangannya di pusat-pusat hiburan yang lain, kami sekeluarga masuk ke food court. Maunya sekedar cari minuman hangat saja untuk melawan udara dingin karena hujan tiba-tiba turun. Tapi ternyata, di food court banyak makanan yang menggoyahkan iman. Jadinya tidak hanya minuman hangat yang kami nikmati, tapi juga berbagai makanan lezat. 

Ada surabi Solo aneka rasa (bener-bener tulisannya surabi dan bukan serabi, apa lagi srebeh) Toppingnya macam-macam. Stawberry, blueberry, coklat kacang, coklat keju, coklat pisang dan durian. Disajikan hangat. Surabi kuah juga ada. Harganya kalau satu rasa Rp.7.000,-, kalau dua rasa Rp.8.000,-, yang spesial Rp.10.000,-

Di sebelah surabi Solo ada pempek Palembang. Ada empat jenisnya, pempek kulit, pempek lenjer, pempek ada'an, dan pempek telor. Kalau dua butir harganya Rp.10.000,-, tiga butir Rp.13.000,-, dan empat butir Rp.15.000,-. Saya membeli yang empat butir, dimakan bareng-bareng. Enak dan segar. Tidak kalah dengan pempek asli yang di Palembang sana. 

Ketan bubuk juga ada. Ketan bubuk plus srundeng, ketan bubuk plus kelapa, ketan susu plus keju. Sepiring kecil ketan bubuk, ditemani secangkir kopi atau teh panas, pasti sudah cukup membuat perut kenyang. 

Sate bakso, iga bakar dan rawon, ayam goreng, cumi bakar, bebek bakar, nasi goreng. Kalau makanan-makanan ini hanya saya lihat saja, tidak berminat membeli. Terlalu berat. Masih ada makan malam di hotel nanti. 

Tapi tidak demikian dengan Arga. Dia pesan bebek bakar dan cumi bakar. Ya, dua-duanya itu dia pesan untuk dia seorang. Pantaslah kalau badannya semakin lebar begitu. 
"Nanti ada makan malam lho, dik, di hotel." Kata saya. "Kenapa emangnya?"
"Kamu nggak kekenyangan tah ntar?"
"Santai ajalah, bu...kayak nggak tahu aku aja..."

Macam-macam minuman juga tersedia, jus buah, ronde, angsle, juga teh jahe. Jenang gerendul pun ada. Saya pesan ronde, mas Ayik pesan teh jahe, dan Arga minum air mineral.  

Puas makan dan puas main, pukul 18.00, kami kembali ke hotel. Makan malam sudah menunggu. Selesai acara makan malam, dilanjut dengan acara dialog. Saya berbicara untuk menyambut para keluarga ini. Memanggil nama mereka satu per satu dan meminta mereka sekeluarga berdiri setiap saya sebut namanya. Dengan begitu kami semakin saling mengenal. Mana anak istri pak Sulaiman, mana anak istri para staf, mana anak istri para sekuriti, dan seterusnya. Di antara acara perkenalan itu, seringkali diselingi dengan komentar-komentar lucu dan mengundang gelak tawa. 

Koordinator kegiatan family gathering ini adalah pak Yoyok. Ternyata, tidak hanya pak Yoyok yang repot. Istrinya, bu Yayuk, juga ikut repot menyiapkan segala sesuatunya. Termasuk menyiapkan suvenir untuk kami semua yang digunakan pada saat acara santai. Ada electone dan penyanyi, ada anak-anak muda seusia Arga, termasuk Danang dan Nizar, anak-anaknya bu Yanti, yang berjoget-joget kocak. Mengundang kegembiraan sampai membuat perut sakit. Bergantian menyanyi meski tidak hafal lagunya, yang penting ramai. Ditemani api unggun, jagung bakar, angsle dan ronde. 

Itu belum cukup ternyata. Andra yang asli Malang, telah menyiapkan ikan segar dan ayam yang sudah dibumbui, siap dibakar. Sampai hampir tengah malam kami menikmati musik, api unggun, dan berbagai hidangan bakar-bakaran itu. 

Yang menyenangkan, Nizar, anak kedua bu Yanti dan pak Wahono, yang tahun lalu dinyatakan kena tumor otak, bergabung dalam acara. Dia juga ikut joget-joget meski tak seheboh Arga dan Danang. Anak itu di kepalanya masih terpasang selang, yang mungkin akan terus terpasang selama hidupnya. Namun dia sudah mulai bisa menjalani hidup normal, sekolah, bersepeda ringan, dan bersosialisasi. Semua masih harus dijaga dan dibatasi, termasuk waktu istirahatnya. Malam ini pun, pukul 09.00 dia sudah pamit masuk kamar untuk beristirahat.

Besok pagi, masih ada senam yoga bersama pak Rahman, dan juga fun game untuk anak-anak dan dewasa, yang sudah disiapkan oleh pihak hotel. Pasti akan sangat seru dan menyenangkan. Puluhan suvenir yang lain masih menunggu. Ketika pulang menuju Surabaya besok siang, kami juga masih mampir ke  Jatim Park 2.

Luar biasa menyenangkan kebersamaan ini. Semua seperti cair dan menyatu sebagaimana layaknya sebuah keluarga. Tidak ada direktur, tidak ada staf, tidak ada sekuriti. Semuanya adalah keluarga. Bebas, lepas. 

BTW, mas Inung, bagian marketing Hotel Purnama ini, adalah suami Nindita, alumni D3 Tata Boga, mahasiswa saya dulu. Sebelumnya saya tidak tahu kalau Inung adalah suami Nindita. Entah karena hal itu, atau entah karena memang Hotel Purnama ini oke, layanan hotel mulai dari makanan, game, suvenir, kamar, parkir, dan sebagainya, semuanya menyenangkan. Bikin ketagihan. Mungkin kapan-kapan kami akan kembali lagi ke sini.

Gong Xi Fa Chai...  


Batu, 31 Januari 2013

Wassalam,
LN

Senin, 27 Januari 2014

Workshop Pengembangan Kurikulum PPG Prajabatan

PPG SM-3T angkatan kedua akan segera dilaksanakan di  LPTK penyelenggara yang ditunjuk oleh Dikti. Dalam rangka penyelenggaraan tersebut, berbagai persiapan telah dan sedang dilakukan oleh Dikti dan Tim MBMI (Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia) bentukan Dikti 

Sesuai agenda yang sudah ditetapkan, calon peserta PPG angkatan kedua dijadwalkan melakukan registrasi secara online mulai tanggal 15 Desember 2013 sampai dengan 15 Januari 2014. Tahap selanjutnya yaitu lapor diri ke LPTK. Kegiatan ini dijadwalkan pada 24-26 Februari 2014. Diteruskan dengan Program Orientasi Akademik, pada 26 Februari sampai dengan 2 Maret 2014. Program PPG sendiri dilaksanakan mulai 3 Maret 2014.

Sebagaimana Peserta PPG SM-3T angkatan pertama, peserta PPG SM-3T angkatan kedua ini adalah para sarjana pendidikan yang telah melaksanakan pengabdian sebagai guru di daerah 3T selama setahun. Sebagai penghargaan atas pengabdian mereka, para peserta tersebut  dapat mengikuti program PPG berasrama berbeasiswa.

Dalam rangka mempersiapkan penyelenggaraan PPG angkatan kedua inilah, pada saat ini (27-30 Januari 2013), di Hotel Acacia Jakarta, sedang dilaksanakan workshop pengembangan kurikulum prajabatan. Workshop yang diselenggarakan oleh Direktorat Diktendik Dikti ini mengundang Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidikan (Badan PSDM dan PMPTK), Prof. Dr. Syawal Gultom, M. Pd, sebagai narasumber utama. Narasumber yang lain adalah Dr. Ridwan Abdul Sani, M. Si dan Prof. Dr. Bornok Sinaga. Keduanya dari Unimed. Selain itu, workshop juga akan difasilitasi oleh para instruktur nasional, yang akan memandu para peserta untuk mengembangkan Kurikulum PPG sampai kepada penyusunan perangkat pembelajarannya.

Peserta workshop adalah perwakilan dosen dari 15 program studi penyelenggara PPG SM-3T di semua LPTK. Selain itu, Pembantu Dekan I/ketua penyelenggara PPG SMK Kolaboratif juga diundang.  Jumlah peserta workshop seluruhnya 45 orang.

Dalam sambutannya, Direktur Diktendik Dikti, Prof. Dr. Supriadi Rustad, menyampaikan bahwa revisi kurikulum PPG harus dilakukan, mengingat kurikulum sekolah yang digunakan pada saat ini adalah Kurikulum 2013. Roh Kurikulum 2013 tersebut harus mewarnai Kurikulum PPG.

Prof. Supriadi Rustad juga mengemukakan, peserta PPG SM-3T merupakan agen yang sangat penting dan strategis dalam mempercepat implementasi Kurikulum 2013. Oleh sebab itu, dosen pengajar program PPG harus paham lebih dulu bagaimana mengintegrasikannya dalam Kurikulum PPG, termasuk bagaimana pengembangan perangkat pembelajarannya. 

Beberapa hal yang disampaikan oleh Prof. Syawal Gultom adalah berbagai fakta yang mendasari pentingnya implementasi Kurikulum 2013, kecenderungan perubahan di masa depan yang harus diantisipasi, proses pembelajaran dan evaluasi, strategi implementasi, serta format pelaporan proses dan hasil belajar siswa. Selain itu, Prof. Syawal juga menekankan bahwa sebaik apa pun kurikulum, bila gurunya tidak kompeten, maka kurikulum itu tidak ada gunanya. Hal ini dikarenakan kurikulum itu sesungguhnya adalah guru itu sendiri. Fakta menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan di negara-negara maju seperti Finlandia dan Singapura bukanlah pada kurikulum sekolah, tapi justeru pada kompetensi guru. Guru yang inspiratif, bisa membawakan pembelajaran melebihi dari kurikulum yang tertulis.

Informasi penting lain yang disampaikan oleh Prof. Syawal adalah bahwa sertifikasi melalui PLPG akan berakhir pada tahun 2014. Setelah itu, sertifikasi akan dilaksanakan melalui PPG Dalam Jabatan. 

Sebuah kata kunci yang juga perlu dicatat adalah: tugas guru bukanlah mengejar-ngejar pikiran anak, tapi menyentuh hatinya. Pengetahuan amat mudah dibentuk, tapi membentuk sikap memerlukan waktu yang sangat lama. Bila sikap telah dimiliki, maka pengetahuan dan keterampilan dapat dibentuk oleh sikap tersebut. Apa pun yang menjadi tindakan orang, tindakan itu akan senantiasa dibungkus dengan sikap.

Oleh sebab itu, sekali lagi, guru harus menginspirasi. Guru yang menginspirasi akan membawa anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu kebermanfaatan. Bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat luas. Bermanfaat bagi lingkungan, baik lingkungan alam maupun sosial. Inilah hakekat tujuan pendidikan yang sebenarnya. 


Hotel Acacia Jakarta, 27 Januari 2014

Wassalam,
LN

Pagi Ini...

Tadi malam mbak SS posting tulisan "Malam Ini", saat ini saya posting tulisan dengan judul "Pagi Ini....".

Pukul 10.40-an. Garuda mendarat di Soekarno Hatta. Jakarta mendung dan basah. Suwejukkkk.

Pagi ini, saya terbang bersama lima teman Unesa. Prof. Ekohariadi (PD 1 FT), Bu Suryanti (PD2 PPPG), Bu Nanik, Bu Titin, dan Pak Totok (ketiganya ketua jurusan). Seorang teman lagi, pak Sumarno (Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah), sudah berangkat dengan pesawat yang lebih pagi. Bertujuh kami memenuhi undangan Dikti dalam kegiatan Workshop Kurikulum PPG. Kegiatan ini direncanakan dimulai siang hari ini sampai Kamis nanti.

Di Garuda tadi, kami satu pesawat dengan dua selebriti, Rossa dan Kiwill. Rossa berbusana pink, berkerudung, berkaca mata hitam, duduk di kelas eksekutif. Kiwil, berjaket, berkaca mata bening dan lebar, duduk di kelas ekonomi, di belakang kami. 

Saat Kiwil melintas di samping kami, bu Nanik menyenggol lengan saya. 
"Say hello, mbak."
"Ke siapa?"
"Itu...Kiwil."
"Hehe, nggak ah. Nggak kenal."

Saya sok tinggi hati kalau ketemu selebriti. Saya ingat waktu remaja dulu. Saat ada Iis Sugianto dan Betharia Sonata berkunjung ke Tuban dan menginap di Hotel Erwan, teman-teman SMP berduyun-duyun ngluruk ke hotel itu sepulang sekolah. Demi apa kalau tidak demi memperoleh tanda tangan para penyanyi itu. Setelah berhasil mendapatkan tanda tangan, mereka dengan bangganya menunjukkan tanda tangan artis-artis kebanggan mereka itu ke siapa saja. Lantas menyimpannya, seperti menyimpan jimat. Hehe.

Saat itu, saya hanya mengamati saja tingkah polah teman-teman. Nggak berselera untuk bergabung berburu tanda tangan artis. Nggak amper.

Beberapa tahun yang lalu, saya bersama seorang teman dosen, mengikuti kompetisi Indonesia Daya Masyarakat yang diselenggarakan oleh World Bank. Selama seminggu kami dikarantina di Hotel Atlit Century. Setiap hari harus presentasi di lantai 1 Plaza Senayan. Setiap hari itu juga, kami yang pesertanya dari seluruh Indonesia itu hampir selalu bertemu artis. Plaza Senayan ternyata menjadi salah satu jujugan tempat shopping favorit bagi banyak artis. 

Kalau sudah ada artis datang, teman-teman berebut untuk berfoto. Termasuk teman dosen saya itu, nggegeri minta difoto. Dan saya, seperti biasa, tak terusik. Tidak berselera untuk berfoto bersama. Ada Marissa Haque, Tora Sudiro, Shahnaz Haque dan Gilang Ramadhan, dan lain-lain, hanya saya lihat saja dari kejauhan.

Kami berenam saat ini sudah ada di mobil Innova, menuju Hotel Acacia. Acara akan dimulai pukul 14.00 nanti. Semoga lancar perjalanan, tidak kena macet yang berlarut-larut, dan semoga lancar kegiatan....  
  
Jakarta, 27 Januari 2014

Wassalam,
LN

Minggu, 26 Januari 2014

Kencan Sore Ini

Selepas mengecek dan menunggui kegiatan Ujian Tulis Nasional (UTN) PPG SM-3T sore ini, saya ditelepon seorang teman. Tri Widyaningrum, teman saya itu, bilang kalau beberapa menit lagi dia akan tiba di Kampus Ketintang, dan akan menjemput saya untuk bertemu dengan teman-teman yang lain. 

Ida, nama panggilan teman saya itu, memang sejak beberapa hari yang lalu sudah menghubungi saya dan minta bertemu.
"Prof, apa kabar?" Tanyanya di BB waktu itu.
"Hallloooo, Ida membleee...." Teriak saya di BB. Kaget campur senang. Kawan saya itu memang julukannya Ida Memble. Itu karena dia punya bibir memble (baca: sensual). 

Dia langsung tertawa ngakak. Terlihat dari emoticon tertawa lebar di BB saya. "Maluuuu akyuuu...." Katanya. "Kangen rekkkk.... Ketemuan yuk, diluuutt aja. Tak jemput"
"Ayo, kapan?"
"Kapan prof ada waktu, aku nyesuaikan saja. Ntar kuhubungi Yanti, Ridha, dan yang lain.

Yanti, Ridha, Ida dan saya, adalah teman seangkatan waktu kuliah. Meski berbeda jurusan, ketiganya jurusan Administrasi Perkantoran,  kami cukup akrab. Ya, karena kami sama-sama anggota Himapala.

Anggota Himapala di angkatan kami saat itu, seingat saya, jumlahnya hampir seratus orang, kalau tidak malah lebih. Ceweknya lebih banyak dari cowoknya. Seingat saya juga, ceweknya cantik-cantik (maksudnya bukan termasuk saya lho....saya sih manis, hehe). Ida, terhitung yang cantik. Yang lain, banyak sih... Tapi pada umumnya memang cewek-cewek Himapala cantik-cantik kok....(narsis.com).

Ida adalah pramugari Garuda. Tahun ini dia cuti terbang. Dua anaknya, nomor satu kelas 3 SMA, yang satu lagi kelas 3 SMP, keduanya sedang bersiap menempuh UNAS. Itulah alasan Ida untuk mengambil cuti. Selain itu, Ida berencana tahun iki akan menunaikan ibadah haji bersama suami dan ibunya, jadi dia sudah niat cuti terbang untuk mempersiapkan kedua urusan penting itu. 

Ida bercerita, saat menyampaikan maksudnya untuk cuti, suaminya yang PNS di Dinas Perhubungan, menyambut dengan suka cita. "Alhamdulilah lek mama insyaf..." Kata suaminya.
"Lho, lha opo selama ini mama tersesat?" Seloroh Ida.

Kami berkendara menuju Royal Plaza. Ida sudah memesan tempat untuk lima orang di Quali. Lima orang itu, yang satu adalah mbak Lies, dia teman sejurusan Ida dan kawan-kawan, yang sekarang mengajar di SMK 4. Mbak Lies sendiri tetangga saya di Bibis Karah. Kami juga sudah lama sekali tidak saling bertemu. Klop sudah. Kencan sore ini pasti menyenangkan.

Ida masih seperti yang dulu, ceria, spontan dan tulus. Bicaranya ceplas-ceplos, nyetirnya srodak-srodok, rodo kosro. Sepertinya dia raja jalanan juga. Tidak hanya jam terbangnya saja yang sudah teruji, tapi jam berkendaranya juga. Saya berkali-kali cekakakan melihat cara dia nyetir, termasuk berebut tempat parkir di Royal Plaza yang padat. 

Di Quali, telah menunggu Ridha dan Mbak Lies. Begitu bertemu, tak ayal, kami seperti lupa daratan, saling peluk, saling berkabar dengan gaduh, seperti tidak peduli kami sedang berada di tempat umum. Sebentar kemudian, Yanti menyusul. Dia sudah sempat mau balik kucing tadi, pulang, putus asa karena tidak dapat tempat parkir. Tapi lewat telepon, Ida memintanya untuk tidak menyerah, sampai akhirnya dia berhasil menghentikan mobilnya di tempat parkir paling atas.

Teman kami yang satu ini, penampilannya seperti Yuni Sara. Posturnya juga kecil mengil seperti Yuni Sara, tapi lebih bohay (pinjam istilahnya Must Prast) Yuni Sara. Dandanannya tidak kalah dengan selebriti sekelas Yuni Sara juga. Cara berpakaiannya, cara berjalannya, pede abissss. Sepertinya dia juga punya gaya hidup yang agak berbeda dengan kami-kami ini. Makanya ketika dia menunjukkan foto-fotonya yang membuat kami semua terkagum-kagum dan terperangah, saya sempat nyeletuk..."Beda dunia...", yang kemudian dibenarkan oleh Ida dengan cara mengangguk-anggukkan kepalanya. Tawa kami pecah berantakan dengan istilah beda dunia itu.

Sore ini kami menghabiskan waktu sampai senja menjelang. Sambil makan dan minum. Ngobrol ngalor-ngidul. Cekakakan dan merencanakan bertemu lagi. Berfoto-foto dengan gaya yang narsis pollll. Saling bertukar foto. Lantas berpisah setelah saling peluk dan titip salam hangat untuk keluarga kami masing-masing. 

Saya berjalan ke tempat parkir bersama Ida. Dia harus mengembalikan saya ke tempat di mana dia tadi menculik saya, yaitu di sekretariat Himapala. Mobil saya ada di sana. Sengaja saya tidak mau bawa mobil sendiri karena malas cari tempat parkirnya. Apa lagi Ida menawarkan diri untuk menjemput saya di kampus.

Senang sekali bisa bertemu kawan-kawan lama dalam keadaan yang sehat dan ceria seperti ini. Seperti habis minum suplemen, energi saya menjadi berlipat-lipat. Saya menyibak keremangan senja yang mendung dengan hati berbunga-bunga, merasakan indahnya kencan di sore ini....  
Surabaya, 26 Januari 2014

Wassalam,
LN
(27 Januari 2014, 02.50. Waktunya bermunajat)

PPG, Boleh Tidak Lulus

Hari ini, Minggu, 26 Januari 2013, secara serentak, dilaksanakan Ujian Tulis Nasional (UTN) PPG SM-3T angkatan I. UTN secara online ini dilaksanakan di 12 LPTK penyelenggara PPG SM-3T, yaitu di UNG, UNM, Unimed, UNP, UNJ, UPI, UNY, Unnes, Unesa, UM, dan Undiksha.

Peserta UTN adalah mahasiswa PPG SM-3T program studi nonPGSD-PAUD. Mereka adalah para sarjana pendidikan yang telah melaksanakan pengabdian setahun di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T), yang kemudian  memperoleh penghargaan untuk mengikuti PPG.

Untuk program studi PGSD dan PAUD, UTN sudah dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 yang lalu. Mereka menempuh UTN lebih dulu karena pelaksanaan PPG mereka hanya satu semester. Saat ini, bagi mereka yang sudah lulus, sudah mengantongi sertifikat sebagai guru profesional. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 87 Tahun 2013, para lulusan ini berhak menyandang sebutan Gr, sebutan bagi guru profesional yang telah lulus PPG.  

UTN saat ini diikuti oleh 2184 mahasiswa PPG seluruh Indonesia. Jumlah tersebut sudah termasuk 125 peserta dari prodi PGSD dan PAUD yang akan mengikuti UTN ulangan, karena mereka belum lulus pada UTN yang lalu. Khusus di Unesa, jumlah peserta UTN sebanyak 232 mahasiswa, termasuk 6 peserta dari prodi PGSD-PAUD yang mengulang.

UTN di Unesa dilaksanakan di Laboratorium Komputer Jurusan Elektro FT dan di Unit Layanan Komputer (Ulakom) FMIPA. Ujian dilaksanakan dalam tiga gelombang, yaitu pukul 08.00-09.30, 10.00-11.30, dan pukul 13.00-14.30. Selain pengelola PPG beserta staf dan tim ahli, kapuskom dan staf beserta pengelola Ulakom FMIPA juga terlibat sepenuhnya dalam pelaksanaan UTN. 

Saat ini, PPG dinilai sebagai benteng pertahanan terakhir LPTK sebagai lembaga penghasil guru. Setelah berbagai upaya, termasuk sertifikasi dengan portofolio dan PLPG, masih belum menunjukkan hasil yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi guru, PPG diharapkan mampu menjadi tumpuan harapan. 

Dengan komitmen seperti itu, maka input, proses dan output PPG diupayakan sebaik mungkin, terjaga mutunya. Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Diktendik Dikti), Prof. Dr. Supriadi Rustad, dan Tim MBMI (Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia) Dikti, beserta pengelola PPG di seluruh LPTK penyelenggara PPG SM-3T bersepakat, bahkan mahasiswa PPG 'boleh tidak lulus'. Artinya, meski tetap diberikan kesempatan mengulang UTN bagi para mahasiswa yang belum lulus, namun bila hasilnya tetap tidak memenuhi standar (dengan passing grade 50), maka yang bersangkutan tetap tidak bisa lulus, dan dengan sendirinya tidak berhak memperoleh sertifikat sebagai guru profesional.

Semoga PPG benar-benar bisa melahirkan para guru profesional, guru yang mampu mengantarkan pendidikan di Tanah Air ini menuju kejayaannya. Semoga.

Surabaya, 26 Januari 2013

Wassalam,
LN

Jumat, 24 Januari 2014

Ngorok Bombardir dan Gagal Mendarat (Lagi)

Pukul 09.25. Masuk pesawat Garuda Indonesia. Menuju Semarang. Tidak seperti penerbangan saya beberapa waktu belakangan ini yang ke mana-mana sendiri, saat ini saya dikawal banyak laki-laki. Pak Edy Sulistyo, Kapuskom Unesa, Prof. Ekohariadi, PD 1 FT, dan Mislahuddin, tenaga IT FT. Juga ada beberapa teman dari UM dan UNM yang kebetulan bertemu di Bandara Juanda. Semua para bapak.

Setiap kali saya pergi keluar kota, ibu saya di Tuban selalu menanyakan, 'kowe lungo karo sopo?" Saya selalu jawab," kalih konco-konco, mik..." Dengan begitu ibu akan tenang. Saya menyampaikan yang sebenarnya. Berangkat bersama konco-konco sak pesawat. Hehe.

Sudah tiga puluh menit duduk manis di dalam pesawat, belum ada tanda-tanda pesawat mau segera terbang. Deru mesinnya masih datar-datar saja. Saya perkirakan, pesawat sedang menunggu giliran untuk lepas landas. Beberapa kali saya lihat pesawat terbang rendah menuju landasan, mendarat. Mungkin karena itulah, pesawat ini harus sabar menunggu. 

Deru mesin Garuda tipe bombardir yang saya tumpangi ini ternyata kalah dengan deru ngorok seorang penumpang, entah di mana dia duduknya. Ngoroknya terdengar keras banget. Seorang ibu dan anaknya yang duduk di belakang saya tertawa cekikikan karenanya. Suara ngorok itu seperti gergaji. Kadang-kadang diselingi suara  seperti letupan-letupan kecil. Bapak-bapak di sebelah saya juga senyum-senyum mendengar irama ngorok itu.
Saya bayangkan, pemilik ngorok itu pasti lelah sekali. Saking lelahnya sampai dia tidak menyadari kalau suara ngoroknya itu telah mempengaruhi stabilitas keamanan di dalam ruang pesawat. Mengganggu penumpang sepesawat. Kasihan betul dia. Tapi tunggu dulu, buat apa dikasihani, orang dia lho cuek saja...hehe. Mungkin dia sudah niat, mumpung naik Garuda tipe Bombardir, maka dia pun akan bikin ngorok bombardir juga...

Hampir lima puluh menit menunggu di dalam pesawat, akhirnya deru mesin pesawat pun meraung. Inilah saatnya. Bombardir pun bergerak. Pelan sebentar, terus kencang, menuju angkasa. Berguncang-guncang menembus mega-mega. Gelap di sekeliling beberapa saat karena mendung gelap dan hitam. Lantas berganti terang saat mega-meganya berwarna putih. Begitu tanda kenakan sabuk pengaman padam, saya menutup jendela di samping saya. Warna putih di luar menyilaukan.

Ajaib. Deru ngorok itu tetap lantang, tak tergoyahkan. Tetap dengan ritmenya yang tadi. Hhrrrr.......ghroookkkkkk.....ghehhhhh.....(susah nulisnya). Orang ini sepertinya luar biasa lelahnya, sampai-sampai deru Bombardir yang begitu kencang pun tak mampu mengusiknya.

Saya jadi ingat diri saya sendiri. Jujur saja, saya juga sering mengalami hal serupa. Begitu masuk pesawat, berdoa, termasuk doa mau tidur, terus pulas. Saat pesawat lepas landas, saya mungkin akan terganggu sebentar, tapi terus kembali dalam mimpi lagi. Pulas lagi. Seringkali tahu-tahu meja saya sudah terbuka dan ada sekotak kue di atasnya. Saya akan mengambil kotak itu, menutup meja, tidur lagi, dan terbangun oleh deru pesawat yang siap mendarat atau bahkan sudah mendarat. Saat ini saya berdoa, mudah-mudahan dalam tidur saya yang pulas itu, saya tidak ngorok. Maluuu sekali kalau sampai terjadi seperti itu. Hhhrrrr.....hhhrrr.....hhhrrrr....
Nanti dirasani orang....ayu-ayu kok ngorok....haha. 

Sesuai informasi dari awak kapal, sebenarnya jarak tempuh Surabaya-Semarang hanya memerlukan waktu 34 menit. Dan benar. Sekitar 25 menit mengangkasa, pesawat mulai menurun. Lampu tanda kenakan sabuk pengaman menyala. Awak pesawat menginformasikan, beberapa saat lagi pesawat akan mendarat. Sawah-sawah pun nampak. Penuh dengan air. Jalan-jalan yang berkelok-kelok, berkilau-kilau karena basah. Hijau menghampar di mana-mana. Juga kotak-kotak merah oranye seperti korek api, yang semakin lama  semakin kelihatan jelas.

Sampai tiba-tiba....persis seperti yang saya alami sewaktu mau mendarat di Bandung tempo hari, pesawat tiba-tiba mengarah ke atas. Derunya kencang. Menembus mega-mega yang hitam, putih, kelabu, hitam lagi, panjaaang sekali...... Landasan yang di bawah, yang sudah nampak, dengan barisan pesawat berjejer, ditinggalkan. Terus dan terus mengangkasa...

Ya. Pesawat gagal mendarat. Dalam seminggu ini, saya mengalami dua kali pesawat gagal mendarat karena cuaca buruk. Sama seperti yang saya alami tempo hari, awak pesawat mengumumkan tentang kejadian tersebut, dan mengatakan, kalau pesawat sedang berputar-putar di atas bandara Ahmad Yani dan menunggu beberapa saat untuk mencoba mendarat lagi saat cuaca membaik. Dia juga meminta maaf atas ketidaknyamanan tersebut.

Saya penasaran. Apa sih yang dia maksud dengan berputar-putar di atas bandara itu? Sepertinya kalimat itu sudah seperti kalimat baku untuk menjelaskan kejadian gagal mendarat. Beberapa kali mengalami gagal mendarat, di Denpasar dan di Kupang dulu, kalimat itulah yang selalu saya dengar. Bagaimana mungkin pesawat sebesar ini berputar-putar di atas bandara? 

Saya memperhatikan keluar. Tumpukan awan putih dan kelabu ada di bawah saya. Pesawat sepertinya melaju lurus saja. Lurus terus. Sampai beberapa saat. Kemudian, pesawat membelok ke kiri, ke kiri lagi, kembali ke arah dia datang. Yes. Inilah ternyata yang disebut memutar. Memang tidak persis di atas bandara. Tapi jelas dia tidak akan jauh-jauh dari bandara.

Pesawat itu terus melaju. Sekarang posisinya di atas laut. Terbang rendah. Saya pikir, dia akan langsung mendarat. Ternyata tidak. Dia memutar lagi. Seorang penumpang di sebelah saya nyeletuk, "perlu satu putaran lagi". Ya, benar, kami berada di atas laut lagi. Jelas terasa kalau pesawat ini sedang memutar. Tapi putaran yang sekarang ini lebih kecil daripada yang tadi. Oke, oke. Saya paham sekarang. Inilah yang disebut berputar-putar di atas bandara. 

Alhamdulilah. Akhirnya Bombardir mendarat dengan mulus. Landasan basah. Saat keluar dari pesawat, gerimis kecil menyambut kami. Puluhan payung bertumpuk di dekat tangga pesawat. Sengaja diisediakan bagi para penumpang. 

Kami berempat meninggalkan Bandara Ahmad Yani, menumpang taksi, menuju Hotel Patra Jasa, tempat rapat persiapan Ujian Tulis Nasional PPG SM-3T dilaksanakan. Ada para koordinator PPG dan tim IT yang diundang. Pukul 14.00 nanti rapat akan dimulai.

Biasanya, kami akan rapat sampai larut malam, bahkan sampai menjelang tengah malam. Dengan begitu, besok pagi sudah bisa selesai, dan bisa pulang ke tempat masing-masing, menemui tugas-tugas yang lain....

Hotel Patra Jasa, Semarang, 24 Januari 2014

Wassalam,
LN
(Siap-siap rapat)  

Rabu, 22 Januari 2014

Suami dan Istri Muda

Setelah menikah lebih dari dua puluh tiga tahun, saya harus menerima kenyataan. Suami memiliki istri kedua. Kondisi ini bahkan sudah terjadi sejak lama, sejak bertahun-tahun. Saya berusaha untuk menerimanya saja setelah protes saya tidak pernah didengar. 

Sebagai istri pertama, tentu saja saya seringkali merasa dinomor duakan. Bagaimana tidak. Perhatiannya kepada istri mudanya itu dalam pandangan saya terlalu berlebihan. Bahkan tanpa sungkan-sungkan, dia seringkali mencumbui, mengelus-elus istri keduanya itu di depan mata saya. Ya, di depan mata saya. Bisakah Anda membayangkan bagaimana perasaan saya?

Karena rumah yang kami tinggali sekarang ini hanya memiliki dua kamar, dan itu hanya untuk kamar kami dan anak kami Arga, maka suami menempatkan istri keduanya itu di rumah lama kami. Rumah lama kami itu ada empat kamar, plus satu kamar pembantu. Tempatnya hanya di seberang jalan saja. Dekat saja. Artinya, suami tidak perlu waktu lama kalau ingin menengok istri mudanya. Bahkan sewaktu-waktu dia bisa lakukan itu. 

Dan memang begitulah yang terjadi. Nggak peduli siang atau malam, dia selalu ke rumah lama kami. Demi apa lagi kalau tidak demi menengok istri mudanya itu. Kadang begitu bangun pagi, setelah salat, dia tanpa ba bi bu, langsung keplas ke rumah lama. Tak peduli saya sedang ngapain. Padahal saya sedang memasak untuk dia dan anak kami. Ya, tega bener kan? Parahnya, tiba-tiba dia muncul, dan membawa istri mudanya itu. Menggandengnya mesra, mengelus-elusnya, mencumbuinya, kadang di teras, kadang di ruang belakang dekat kolam ikan, kadang di dekat meja makan. Seperti sengaja memamerkannya pada saya kemesraan itu.

Ya sudahlah. Saya harus bersabar. Saya harus menerima kenyataan. Saya harus bisa menerima keadaan suami seperti apa pun dia. Saya sudah terlanjur sangat mencintainya. 

Sedihnya, sudah sejak beberapa tahun ini juga, dia meminta izin untuk mencari istri tambahan lagi. Oh Tuhan, begitu sampai hatinya dia...

Setelah dia merayu-rayu, akhirnya hati saya pun luluh. Saya izinkan dia, meski tentu saja, dengan berat hati. 

Olala, dasar laki-laki, dia tetap saja tidak puas dengan dua istri mudanya itu. Minta izin untuk nambah lagi. Memohon-mohon sambil merayu-rayu lagi. Herannya, saya kok ya mau saja dirayu-rayu begitu. Kok ya manut saja. Entah punya ilmu apa dia, begitu menurutnya saya pada kemauannya.

Akhirnya, karena saya begitu mencintainya, saya mengizinkannya. Begitu terus, berulang lagi. Sampai tahu-tahu, sekarang ini, istri muda suami jumlahnya mencapai belasan. Bayangkan, belasan. Bisakah Anda membayangkan bagaimana perasaan Anda jika ada pada posisi saya?

Oleh sebab itu, suatu ketika, ketika suami meminta izin untuk membeli Kawasaki, dan minta saya nguruni karena duwit dia kurang, dengan sewot saya bilang: "jual saja istri-istri mudamu itu..."

Lho? Apakah saya marah? Tidak. Apakah saya cemburu? Tidak. Apakah saya sedang merendahkan para istri muda itu sehingga saya meminta suami untuk menjualnya saja? Tidak. Apakah saya serius dengan kata-kata saya, supaya suami saya menjual istri-istri mudanya itu? Ya. Saya serius. Saya sangat serius. Kenapa? Karena istri-istri mudanya itu adalah....sepeda pancal....

Lha lapo kok akeh-akeh ngumpulno sepeda pancal. Ngebek-ngebeki omah....


OTW PPG, 23 Januari 2013

Wassalam,
LN

Bye Bye Bandung dan UN

Pukul 05.30. Saya sudah di lobi hotel. Menyerahkan kunci kamar, meminta resepsionis untuk memesankan taksi atau mobil hotel. Udara dingin menusuk tapi cuaca nampaknya cukup cerah. Tidak ada gerimis, tidak ada genangan atau kilau air di halaman hotel.

Dengan mobil hotel, saya diantar menuju Bandara Husein Sastranegara. Menyibak pagi yang masih penuh dengan gemerlap lampu-lampu kota. Mencuri waktu sebelum jalanan dipenuhi oleh kemacetan. Meski pesawat Air Asia yang akan membawa saya ke Surabaya dijadwalkan terbang pada 08.15, saya memilih lebih baik secepatnya saja berada  di bandara. Di Bandung ini, meski tidak separah Jakarta, jalan dari Hotel Horison menuju bandara rawan kemacetan. Saya sudah pernah nyaris ketinggalan pesawat di Bandung, dan saya tidak ingin mengulanginya lagi.

Tiba di bandara sebelum pukul 06.00. Luar biasa. Hanya memerlukan waktu sekitar dua puluh menit. Ya, karena jalan masih sangat lengang, Padahal, kalau pada jam-jam padat, perjalanan bisa ditempuh hampir satu jam, bahkan lebih.  

Saya memasuki konter Air Asia. Mencetak tiket. Tiket ini akan diperlukan untuk SPJ, jadi memang harus saya cetak. 

Selesai, saya masuk ke ruang check in. Tidak seperti kalau kita naik Garuda atau pesawat lain, naik Air Asia musti check in dulu secara swalayan di  mesin check in yang mirip ATM itu. Bayar boarding pass, dan masuk ke ruang tunggu. Duduk manis sambil memainkan keypad BB.

Tiba-tiba sebuah SMS masuk ke ponsel saya.
"assalamualaikum wr. wb. mohon maaf, kalau kondisi sekolahan dsini, UNASnya tidak dibantu kerja oleh guru, kemungkinan besar tidak lulus semua. tapi hati kecil saya berkata, berarti mengajari ketidakjujuran kepada siswa. lalu apakah saya harus membantu anak2 d daerah 3T ini, atau membiarkan mereka tidak lulus? terima kasih sebelumnya"

Saya tersenyum kecut. Pertanyaan semacam ini, sudah belasan bahkan puluhan kali saya terima dari para peserta SM-3T. Mereka galau kalau sudah berhadapan dengan UN. Terjebak di antara idealisme dan keadaan yang tidak berpihak. Tapi bagi anak-anak muda yang berprinsip, idealisme adalah idealisme. Segencar apa pun gempuran yang menyerang idealisme mereka, mereka tetap setegar batu karang. Bahakan semakin tak tergoyahkan. 

Hal ini sudah terbukti beberapa kali. Mereka bersikeras tidak mau melakukan kecurangan saat UN. Meski harus dimusuhi guru-guru dan kepala sekolah, mereka tetap teguh menarik diri dari lingkaran konspirasi mensukseskan UN. 

"Bertanyalah pada hati nurani....
Ini bukan pertanyaan yang mudah dijawab.
Sekali lagi, bertanyalah pada hati nurani, dan kamu akan menemukan jawabannya.
Btw, ini siapakah?" Saya membalas SMS itu.

"Ini Tia, ibu..."

"Baik, Tia. Semoga kamu bisa memilih yang terbaik ya. Sekali lagi, ikuti hati nuranimu ya. Oke? Jaga diri baik-baik, Tia..."

Sejujurnya, saya agak lupa ini Tia yang mana. Keberadaan ratusan peserta SM-3T membuat saya lebih sering hafal wajah dan kurang hafal nama. Tia bertugas di mana, saya juga tidak tahu. Yang jelas bukan di Papua, karena hampir semua peserta yang bertugas di Papua saya hafal namanya, dan mereka semua adalah laki-laki. Tia, sepertinya nama perempuan. Mungkin dia bertugas di Sumba Timur, Aceh Singkil, Maluku Barat Daya, atau di Talaud. 

Saya kembali pada keypad BB saya. Air Asia sudah tiba dan mungkin tak berapa lama lagi penumpang akan disilakan masuk ke pesawat. Tidak seperti pengumuman untuk penumpang di pesawat yang lain, Air Asia mengumumkannya seperti ini: "para penumpang Indonesia, dimohon masuk ke ruang tunggu". Begitu masuk ke ruang tunggu, dua orang petugas yang cantik-cantik sudah menyambut: "Air Asia Surabaya....Air Asia Surabaya?" Lantas mereka mengecek boarding pass, memastikan setiap calon penumpang sudah stand by. Tertib banget. Kalau di pesawat lain umumnya check in ditutup 30 menit sebelum keberangkatan, Air Asia menentukan 45 menit sebelumnya.  

Tepat pukul 08.15, akhirnya terdengar informasi yang kami tunggu-tunggu itu. "Penumpang Indonesia, dimohon masuk pesawat". Maka kami para penumpang pun masuk ke pesawat dengan tertib. 

Dan terbanglah Air Asia meninggalkan Bandung, menembus mega-mega, mengarungi angkasa....

Surabaya, 22 Januari 2013

Wassalam,
LN

Selasa, 21 Januari 2014

Serabi Oncom dan Kembang Tahu

Sore ini lumayan melelahkan. Dari pagi berkutat dengan draf petunjuk teknis dan permendikbud tentang pemberian insentif bagi guru/peserta SM-3T. Kami nyaris tak beristirahat kecuali hanya untuk makan siang dan salat. Itu pun tak lebih dari 45 menit. Seperti sudah jadi kesepakatan, kami maunya kerja cepat. Lupakan istirahat siang. Kerja, kerja dan kerja.

Pukul 16.00, akhirnya draf selesai. Tapi ini waktu yang serba tanggung. Mau langsung balik ke Surabaya, sudah tidak ada pesawat. Pesawat terakhir dari Bandung ke Surabaya  sekitar pukul 16.00. Mau jalan-jalan ke Pasar Baru, sekedar cuci mata karena tidak ada keinginan membeli apa-apa, pukul 17.00 Pasar Baru juga sudah tutup. Maka pilihannya adalah masuk kamar, istirahat. Pulang besok pagi saja. Terpikir juga mau naik kereta malam, tapi membayangkan kedinginan semalaman di kereta api, badan saya sudah sakit semua.

Saya pun leyeh-leyeh di kamar. Menyalakan TV, melihat update banjir Jakarta, Subang, Pekalongan, Bogor dan Pati. Juga banjir bandang Menado dan korban letusan Gunung Sinabung. Berita wapres Budiono yang meninjau Menado dan rencana SBY yang akan menengok Sinabung. Miris hati saya melihat para kurban, salah satunya seorang nenek 70 tahun yang nyaris pingsan saat dievakuasi. Juga bayi-bayi dan balita di Kampung Pulo, Jakarta Timur, yang rumahnya terendam air sekitar enam meter.  Petamburan dan Kampung Muara yang juga tergenang air. Hujan seharian ini, meski tidak terlalu lebat, telah membuat air kembali naik di banyak tempat. Para pengungsi di kawasan Petamburan yang kondisinya jauh dari layak. Hanya tidur beralas karpet dan tikar, tanpa kasur, bantal dan selimut. Meski ada posko dan dapur umum, juga bantuan dari masyarakat berupa makanan dan pakaian, namun kondisi mereka masih sangat memprihatinkan. Mereka sudah berada di tempat pengungsian itu sekitar 4-5 hari. 

Di tengah ketermanguan saya menyaksikan semua kemalangan itu, tiba-tiba ponsel saya berdering. Bu Yoyoh, seorang teman dosen jurusan PKK UPI, menyapa. Menyampaikan progress penulisan buku. Oya, saat ini saya bersama dua orang teman dosen dari UNY dan UPI sedang menulis buku bersama. Judulnya adalah Ilmu Kesejahteraan Keluarga (IKK). Buku ini nanti akan digunakan sebagai buku referensi untuk mata kuliah IKK, setidaknya di tiga universitas, Unesa, UPI dan UNY. 

Baru beberapa menit selesai mengobrol dengan bu Yoyoh, bu Ana menelepon. Bu Ana juga dosen PKK UPI. Waktu mengambil S3 di UNY, saya salah satu promotornya. Dia menyapa dan bertanya: "Ibu pingin makan apa?"
"Apa ya?"
"Kalau bakso, jam segini udah tutup, bu".
Kami mempunyai langganan bakso, kami namakan 'bakso keterlaluan', karena porsinya yang besar. Setiap kali ke Bandung, saya dan bu Ana, juga pak Dadang, teman dosen UPI juga, selalu menyempatkan makan bakso di gang Sa'ad, gang yang berada di dekat Gedung Asia Afrika itu. Bakso dan mienya enak sekali, juga es campurnya. Tapi ya itu...porsinya gede banget, maka kami menjulukinya 'bakso keterlaluan'.

"Pingin makan apa ya?" Saya balik bertanya. " Nggak usahlah, bu Ana, kan di hotel juga disediakan".
"Makan di luar aja, bu, ntar habis maghrib saya jemput ya?"
"Baik deh." Tiba-tiba saya ingat sesuatu. "Oya, bu Ana, saya pingin makan serabi oncom".
"Hah?" Bu Ana tertawa berderai. "Ibu kayak orang ngidam saja...."

Akhirnya malam ini, saya dan bu Ana, beserta seorang anak perempuannya yang masih TK, pengasuh anaknya dan supirnya, nongkrong di sebuah tempat makan di Jalan Burangrang. Di sepanjang Jalan Burangrang itu, mau makan apa saja ada. Batagor Riri yang terkenal itu juga ada. Juga martabak San Fransisco (waduh, jauh ya?). Juga kambing bakar Qairo. Bakso Malang bahkan di beberapa tempat. Dan juga...serabi dengan berbagai macam variasi isi dan rasa.

Saya pesan serabi oncom, tentu saja. Bu Ana juga. Supir dan pengasuh anaknya pesan serabi kuah kinca. Untuk minumnya, kami berempat pesan wedang kembang tahu. Bu Ana bilang, minuman itu cocok untuk hawa dingin seperti saat ini. 

Tahukah Anda, apakah minuman kembang tahu itu? Ya, betul. Di Surabaya, dikenal dengan nama tahuwa. Ada juga yang menyebutnya tauwa. Minuman yang terbuat dari puding sari kedelei dengan kuah rasa jahe ini memang sangat cocok untuk mengusir dinginnya udara Bandung malam ini. Begitu disruput, hangatnya yang menyentuh tenggorokan seperti menjalar ke seluruh tubuh.

Bagaimana dengan serabi oncom? Wow, makanan ini tidak kalah ganasnya. Gundukan putih bernoda itu (nodanya dari oncom berbumbu), aromanya sedap sekali. Disajikan dengan sambal botol. Tapi boro-boro menyentuh sambalnya, makan serabinya saja sudah luar biasa pedasnya. Saya dan bu Ana sampai ngoweh-ngoweh kepedasan. Hidung bolong blong dan telinga terasa berasap. Haha, saking pedasnya. 

Malam ini saya semakin menyadari betapa Maha Pemurahnya Allah SWT. Baru sore tadi saya berdoa, semoga bisa menikmati serabi oncom, ternyata malam ini doa saya terkabul. Bahkan tidak hanya dapat serabi oncom, tapi juga wedang kembang tahu.

Semoga Allah SWT juga segera mengembalikan Jakarta dan tempat-tempat lain terbebas dari banjir, meringankan penderitaan para kurban bencana banjir dan letusan gunung Sinabung. Semoga Dia juga membangkitkan kesadaran para pemimpin negeri untuk lebih peka pada penderitaan para kurban bencana dan melakukan tindakan yang nyata dan tidak sekedar formalita. Semoga Dia juga menumbuhkan keinsyafan setiap insan agar lebih menyayangi dan peduli pada bumi, hutan, udara, langit, dan seluruh alam sekitar. Semoga. 

Hotel Horison, Bandung, 21 Januari 2014

Wassalam,
LN

Surabi Banjur

Hari ini, saya mengawali pagi dengan bangun siang. Pukul 06.05 baru melek. Beginilah kalau lagi tdk ada tanggungan  salat dan masak. Bermalas-malasan.

Saya mengintip keluar dari jendela kamar di lantai lima Hotel Horison tempat saya menginap. Seperti kemarin, Bandung mendung dan basah. Udara dingin di luar menembus sampai di dalam kamar. Semalaman saya matikan AC, tapi selimut tebal tetap saya perlukan untuk menghangatkan tubuh saya. 

Mandi, berdandan, selesai.  Waktunya makan pagi.

Di ruang makan, teman-teman sedang sibuk dengan menu pilihannya masing-masing. Saya duduk semeja dengan bu Ernawulan, dosen PGSD UPI. Wanita cantik yang usianya dua tahun di atas saya itu sudah menyiapkan kursi untuk saya, semeja dengannya, berdua saja. 

Seperti biasa, saya muter-muter sebelum menentukan pilihan. Yang jelas, saya akan memulai dengan buah atau salad, atau kedua-duanya, sebagai appetizer. Ya, buah, yang sebenarnya berkedudukan sebagai dessert dalam menu Indonesia maupun Kontinental itu, selalu saya santap di depan. Fungsinya untuk menyiapkan organ pencernaan, supaya kerjanya dimulai dari yang ringan-ringan dulu, tidak langsung kerja berat. Fungsi yang lain, untuk 'nglambari' perut dengan serat, supaya bisa menyaring penyerapan makanan-makanan yang berlemak. Dan, ini yang terpenting, untuk menkondisikan perut, supaya perut terasa kenyang duluan sebelum mengkonsumsi main course yang penuh dengan kalori itu. Ya, mengelabui perut. Untuk orang-orang seusia saya, mengurangi asupan kalori sangatlah disarankan demi kesehatan dan menjaga tubuh supaya tidak terus melar. 

Salad dan buah sudah saya habiskan. Sepiring penuh. Waktunya berkeliling lagi. Dari satu meja ke meja lain. Roti, bubur ayam, soto Aceh, omelet, sederet menu Kontinental, dan....ini dia. Satu sudut khusus yang isinya menu khas Bandung. Nasi tutug oncom yang warnanya lebih hitam dari yang kemarin, dengan oncom bakarnya yang sebagian lumatannya masih kasar. Ada juga nasi liwet dengan lombok gendut, hm...aromanya membangkitkan selera. Juga aneka gorengan: cireng, tahu gimbal, dan ote-ote (di Bandung disebut bala-bala). Sambal, lalapan tomat dan mentimun.

Untuk memuaskan rasa penasaran saya, saya mengambil semuanya. Sesendok nasi tutug oncom, sesendok nasi liwet, sebutir cireng, sebutir bala-bala, dan sebutir tahu. Benar-benar hanya memuaskan rasa penasaran, karena sebenarnya perut saya sudah terasa penuh. Tapi semua makanan itu saya habiskan juga, sebagai  wujud tanggung jawab..hehe. Dalam acara makan dengan sistem buffet, apa pun makanan yang sudah diambil, etikanya harus dihabiskan. Kalau tidak dihabiskan, ya....kurang etislah. Begitu salah satu pelajaran table manner yang masih saya ingat. 

Masuk ruang kerja. Melanjutkan pekerjaan menyusun petunjuk teknis dan draf permendikbud. Melanjutkan diskusi semalam. Oya, semalam, kami berdebat lama sejak pukul 19.00-an sampai hampir pukul 23.00. Baru tahap brainstorming untuk merumuskan arah petunjuk teknis pemberian insentif bagi guru SM-3T, supaya sinergi antara program P2TK dan program Dikti. Menyangkut tujuan program, sasaran, mekanisme penyaluran insentif, sampai kepada monitoring dan evaluasinya. Juga payung hukum yang diperlukan untuk mengawal program tersebut. 

Diskusi pagi ini berlangsung gayeng. Kami berbagi tugas. Semua dengan kelompoknya masing-masing. Saya sendiri dengan dua orang teman kebagian menyusun draf mekanisme penyaluran isentif.

Waktunya break. Ada banyak kue yang menunggu. Pastry mini, pastel, keripik talas, dan.......surabi banjur. Ya, surabi bulat dengan warna hijaunya yang menarik hati. Dilengkapi dengan saus santan gula merah yang manis. Dibilang serabi banjur karena santannya dituangkan ke atas serabinya. Banjur adalah Bahasa Sunda, artinya tuang.

Saya mengambil sebutir surabi, meletakkannya di piring kecil. Mengambil sesendok kuah coklat susu itu, menuangkannya di atas surabi. Cairan itu membasahi gundukan serabi dan sekitarnya. Cantik. Saya potret dulu sajian menarik itu. Buat dokumentasi pribadi. Siapa tahu suatu saat saya memerlukannya untuk menulis buku serba-serbi serabi. Hehe.

Saya mengambil sendok. Memotong surabi, memasukkannya ke mulut. Menikmati legitnya sebelum mengunyahnya pelan-pelan, sambil menghayati keempukannya. Benar-benar enak. Satu surabi, habis tandas. Cukup. Tidak perlu menambah lagi. Kalau dipaksakan...enaknya hilang sudah. Berganti eneg.

Lho, kok bisa? Ya. Surabi itu terlalu manis untuk saya. Mungkin karena saya tidak terlalu suka makanan yang rasanya manis, ya, mengingat saya sendiri sudah cukup manis, eit...hehe. 

Tapi benar. Surabi banjur tak bisa mengalahnya lezatnya serabi Tuban. Mulai dari tekstur, keempukan, penampilan dan rasanya. Inilah bukti, bahwa preferensi seseorang terhadap pangan itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun teman sepermainan. Sejak kecil, saya mengenal serabi ya yang seperti serabi Tuban itu. Warna bagian atasnya putih, bagian bawahnya coklat kehitaman, nyempluk-nyempluk, dimakan dengan santan atau kelapa. Rasanya gurih. Karena rasanya yang gurih, ada citarasa gosong yang menambah selera, maka saya bisa menghabiskan dua potong sekali makan, bahkan lebih.

Dibanding dengan serabi Tuban, surabi banjur, serabi Solo, serabi Aceh, serabi Makasar, serabi Jakarta, serabi Amerika, serabi Belanda, serabi Arab, serabi mana pun...., serabi Tuban tak terkalahkan. Tak ada duanya. Suwerrr....hehe.

Ajaib. Setelah beberapa hari berdiskusi tentang oncom dan serabi di milis keluarga Unesa, saling gojlok, saling sindir, penuh canda, saya menemukan dua makanan itu di Bandung. Oncom dalam bentuk nasi tutug oncom dan serabi dalam bentuk surabi banjur. 

Semoga saya juga segera  menemukan serabi oncom. Ya Allah, kabulkanlah doa saya....
Amin Ya Rabbal Alamin.


Hotel Horison, Bandung, 21 Januari 2014

Wassalam,
LN 

Senin, 20 Januari 2014

Analysis of Factors Causing Food Insecurity in Probolinggo District

Luthfiyah Nurlaela
Home Economic Department, Engineering Faculty
Surabaya State University
Surabaya, Indonesia
luthfiyahN@yahoo.com

Choirul Anna Nur Afifah
Home Economic Department, Engineering Faculty
Surabaya State University
Surabaya, Indonesia
annardn59@gmail.com






AbstractThis study aimed to identify the potential of local food in the community, food availability and distribution, and family food consumption (levels of energy and protein consumption) in the food insecurity region; and to analyze the causes of food insecurity in the District of Probolinggo. The research is descriptive qualitative. Data was collected using interview, observation, and documentation. Research conducted in Alas Pandan and Bimo villages (subdistrict of Pakuniran) and Jatisari village (subdistrict of Kuripan). The villages have serious condition in food insecurity. The number of respondents is 45 families. The potential local food are rice, corn, cassava, mango, and banana. The staple food availability in family level is good. Access for gaining food mostly by buying. Food distribution in family and community is good, i.e. 62,2%. The levels of energy and protein consumption are still under nutritional adequacy rate. Causes of food insecurity in the district Probolinggo are: a) the low of family food availability on food source of protein, vitamin, and mineral; b) levels of energy and protein consumption of community is under the RDA; c) the low of income; d) the low of education; and e) lack of community access to technology mainly food processing technology.

Keywords- availability; distribution; food consumption; food insecurity



I. INTRODUCTION
the fulfillment of food needs in the context of food security is the pillar for the formation of qualified human resources are needed to improve the nation's competitiveness in the global landscape in Indonesia (Suryana, 2004). To achieve food security required the availability of food in quantity and quality, affordable distributed and safely consumed for every citizen to prop up its activities on a daily basis all the time because the food security system consists of sub-systems, availability, distribution and consumption subsystem (Saliem, et al; 2002).
Increasing population, the narrowness for agriculture and climate change cause of food being one indicator important of welfare a nation. Of food in family containing understanding the food sufficient and available in a number which can meet consumption family. Tercukupinya food needs will not mean if food distribution and consumption food populations still low. Food distribution is not limited in the spreading and fair distribution food sources in several regions, but they have also reaching up on a level family. Food consumption affected by many factors. The rate of consumption [5]; more determined by quality and quantity of food consumed. Food quality reflect the nutrient substance needed by the body, contained in foods the food reflects the amount of any quantity in a nutrient foods. Food consumption less impact on low nutrition status of people at risk the emergence and malnutrition ( malnutrition ). Food vulnerability is the condition of not enough food a society. According to the food and agriculture organization (FAO); and act number 7 1996 about food the front lines can be defined that individuals or household people have no access economy ( revenue inadequate or food prices, unaffordable ) not having access physically to obtain food pretty normal life healthy, and productive good quality and quantity.
Probolinggo is district with wide area 1.696.166,90 ha of his capital kraksaan. There are at least 98 village in sixteen sub-district in thousand probolinggo is categorized front lines. Map food scarcity probolinggo district 2007 issued council food security east java cooperate with university brawijaya calamity find there are two sub-districts being entire villages including front lines. Sub-district it is pakuniran and kuripan. The research activity focused on family in three village with category very prone food, namely village pedestal pandanus and villages bimo (pakuniran subdistrict ) and village jatisari (kuripan subdistrict).
Purpose activity this research are 1) identify potentials local food in society, 2) knowing of food level family in the proneness food, 3) dig information about food distribution in family and community, 4) food consumption aware family (levels of consumption of energy and protein consumption levels), and 5) conducting an analysis of the causes of food insecurity based on data availability, distribution and consumption of food. This research is expected to be a guideline or reference for the basic driving force of development and policy makers in the intervention to the community in the area of food insecurity, source literature for students in community nutrition lecture activities, as well as references for further research or development related to community food security.

II. METHOD
The kind of research is descriptive qualitative, by cross sectional design. Determining the location done in purposif, with consideration the region in category very front lines so elected two villages in sub-district pakuniran, namely Alas Pandan village and Bimo village, and one village in sub-district kuripan, namely jatisari village.
Research subjects is families who have toddlers in the village of Alas Pandan, Bimo and the village of Kuripan Village, each village taken as many as fifteen families so that the number of respondents was 45, elements of the Government that Kecamatan, village of Pakuniran devices and Food Security Agency and Kuripan Regency Probolinggo.
Data collection was carried out through interviews, observation, and documentation. Research instrument used in the form of observation sheet and questionnaire. The Data collected in the form of primary data about the potential for local food, family characteristics, availability (food list or inventory method), distribution and consumption of food (recall 2x24 hours). According to the Department of health RI (1990) level/degree of food consumption is said to be good if & gt; 100 RDA, medium = 80-99, lack of RDA = 70-80 deficit and if RDA & lt; 70 RDA. Secondary Data in the form of a monograph of the village and the result of weighing a toddler from May 2011 until June 2012. The data analysis done on a descriptive qualitative, where data are presented in the form of percentage for exposing and illustrating the observation results obtained.

III. RESULT AND DISCUSSION
The General State Of The Region.
The village has an area of Alas Pandan 197.4 Ha. The base area of Pandan are generally in field area 104.7, tegal 48.7 Ha, and estates area 18 Ha. Villagers Alas Pandan totaled 1,886 people or 746 families. The majority of the inhabitants of livelihood as farmers edged 280 people and peasants, 466 people, as a seller, entrepreneur, civil servants, a builder, driver/taxi, and so on. In terms of educational level, there were 838 people did not finish elementary school, 619 people finished primary school, 207 people finished junior high school, 86 people finished senior high school and 118 people College. Principal agricultural community such as rice, cassava, mango, banana, and teak. From these results, the community has been expanding into several industries such as the manufacture of household to make cassava, Tempe and industry furniture also develops in the village though still in small scales and marketing is, but has medapat intensive training from the related institutions ( dept. of industry ).
The village is located on the slopes of Bimo Arjuno and includes mountainous terrain or hills to an agrarian agroekologi. Total area 465,5 Ha Bimo Village fields or moor is the widest part (206 Ha) then a forest of teak 136,8 Ha. The main types of Community agriculture rice, cassava, bananas, teak and mango. A mainstay of the range chicken farming village of Bimo results. Villagers Bimo consists of 625 people men and women, with a total of 534 families as much as 430 families. Percentage inhabitant of largest was adult as many as 759 people (65,71%). Livelihood population main as farmers and farm laborer 375 people (86,81%). Number of resident there are elementary and finished elementary is also high is 108 people (16,05%) and 376 people (55,87%), known only 18 people (2,67%) who until in level university mention the percentage of poor families in village bimo still high (73,5%), this are reflected of condition houses that walled bamboo or wood still dominate, namely as many as 54,9%. Jatisari village is the only village in the Sub-District of Kuripan which includes categories very prone. The village includes a hilly area that is mostly dry land/tegal 737,86 Ha, 483 teak forest and rice field rainwater 4.43 Ha. Village jatisari hamlet, is divided into 65 neighborhood units and 26 neighborhood unit.
The characteristics of the economy of the community at large-eyed livelihood as self-employment (workshop), a builder, pedicabs, farmers, peasants and taxi driver. The Data shows the village of monograph almost 90% of the community includes a poor family. The results of the agricultural community is cassava Besides rice and corn. Forested areas are generally planted with teak trees.

The Potential of Local Food Communities.
Local food community was greatly influenced by the agroecology region. Ecological factors have a very dominant role towards the formation of food consumption patterns [6]. Pakuniran and Kuripan Subdistrict is areas with agricultural region agroecology. Food in the form of rice and tubers, especially yams and cassava, taro dominated the local food community, however rice production has not been able to meet the needs of the whole population so that the availability of rice as a staple food still must be met from other regions. Some regions, especially the village of Bimo also planting corn as a result of his farm. This data in accordance with Arsiniawati [3] which states that all districts/cities in East Java, put rice as the staple food maize, although in the form of rice, maize (a mixture of rice and maize) as well as ampok or aron (corn) are still commonly found in Probolinggo District among others.
Animal food sources that are generated in the form of a lot of chicken, beef and goat the next. Animal food in the form of a chicken or the egg that is consumed is the result of society's own livestock, while cows are more used to help cultivate their farmland.None of the results generated by the fisheries community land and the sea. Most of community more consume fish be processed salted fish). Type of vegetable that is often found in water convolvulus, cassava leaves, mustard greens, spinach, and so on. In Pakuniran Subdistrict, mango and banana into a fairly promising local commodities. Some mango plantations are found, but still limited consumed/sold the community in the form of fresh, they haven't been able to develop it into a product that is worth the economic high. Unlike the case with banana, Pakuniran subdistrict community has been able to develop the entrepreneurial banana (banana to make) that can sustain their household economy.

The Availability of Food Family.
The availability of food family is considered the family of the ability to fulfill the needs of a group of cereal grains, pangannya the tubers, panga animal, oils and fats, fruit /seeds fatty, nuts, sugar, and fruits and vegetables. The availability of food family be judged from availability of foodstuffs in the period one week. Such as rice grains become main society, staple food partly (about 46.6%) the family also provides of corn for processed into nasi corn as an alternative to substitute rice. Cassava is sort of the most numerous consumed, but more often used as food an interlude and entrepreneurial (cassava chip).
A kind of food animal that is widely available is a chicken and eggs, next fish. The availability of fish in the family rarely in form of fresh fish but preserved, in the form as of salted fish. Some fresh fish that is often found here was a fish fresh-water or river, which is a lele or mujair fish. Food products other animal is milk, who is also available but limited only on 17,7 % of the family.

TABLE 1. Food availability in family per week
Kind of Food
(%) Food Availability per week
<3 days
3-5 days
>5 days
Paddy/rice
0
0
100
Corn
53,3
2,2
44,4
Cassava
73,3
17,8
8,9
Noodle
97,8
2,2
0
Chicken
77,8
15,6
6,7
Beef
100
0
0
Fish
40,0
11,1
48,9
Egg
42,2
26,7
31,1
Vegetable oil
6,7
2,2
91,1
Coconut/coconut milk
91,1
4,4
4,4
Peanut
91,1
2,2
6,7
Soybean curd
17,8
8,9
73,3
Tempe
40,0
8,9
51,1
Sugar
6,7
4,4
88,9
Watercress
77,8
13,3
8,9
Cassava leaf
66,7
15,6
17,8
Lettuce
97,8
0
2,2
Spinach
84,4
6,7
8,9
Banana
100
0
0
Papaya
100
0
0
Data shows that the whole family having good availability of rice, soybean curd, sugar and oil for frying. While little food available in family is beef, chicken, noodles, coconut/coconut milk, soybean curd, lettuce, spinach, bananas and papayas. And virtually food source of protein (either animal or vegetable) and food source of vitamins and minerals (vegetable and fruit) is food group should be increased its availability.

Food distribution family.
Food distribution family one of them is determined from access family obtain food. Family access to food in sub-district pakuniran kuripan and carried out largely by purchasing family so that ability to obtain food closely related to purchasing power or family income so family with high income be easy obtain food compared with the family lower-income.
The ability of the family to provide for and obtain food won ' t be effective if not supported by the distribution of good food to all family members. The distribution of good does not mean the food must be consumed in equal amounts to all the family but food to be distributed properly in every time (as breakfast, lunch and dinner), a kind of food divided evenly to all the family members as well as a quantity of food consumed adjust by nutrition needs family members. Based on the answers given the family about food distribution, then known there are 62,2% family having good food distribution; 31,1% having fair food distribution and 6.7% family with food distribution less well.

Food consumption.
Major indicators from family food consumption seen from energy consumption level and protein consumption level. Composition and kosumsi food someone influenced knowledge nutritional and health  [6]. The results of a survey conducted by the food consumption of Probolinggo district at 2010 known that the energy consumption population with an agricultural region is 1944,8 cal/capita/day while data recall the overall population of energy consumption in Pakuniran and Kuripan sub-district is 1979,17 cal/capita/day. Although this figure look higher than energy consumption inhabitant of Probolinggo district but compared Recommended Dietary Allowances (RDA) 2005 that energy consumption level inhabitant of Indonesia actually 2150 cal/capita/day, so the rate is still low.
Consumption protein population known 53,82 grams /capita/day. While the survey food consumption in Probolinggo  district 2010 with agricultural region is 56.3 grams /capita/day and RDA protein consumption according to 2005 55 grams/capita/day. It is describe in general protein consumption population in pakuniran and kuripan sub-district should participate for lack of consumption protein in long time caused a lot of nutrition problems mainly in infants and toddlers.
Majority of respondents having medium level of protein consumption (37.8%). If connected with the availability of food family especially on source of protein in general only available less than three days in a week so that data describes food source of protein availability having a significant relation between the level of protein consumption society.

The Cause of  Food Insecurity in Probolinggo District.
Realization of food security produced some element the subsystem interact: food availability, food distribution  and food consumption [1]. The approach taken to build third subsystems was coordination and community empowerment in participatory. The identification challenged the cause of insecurity in pakuniran and kuripan sub-district, Probolinggo based on the data has been obtained is:
1) a lack of food availability as a source of protein ( beef, chicken, fish and tempe ) as well as a source of vitamins and minerals (coconut/coconut milk, watercress, lettuce, spinach, bananas and papayas ).
2) the level of energy consumption and protein majority people are still under the criteria adequate nutrition.
3) the low income people and it difficult to fulfill their food nutrition for family
4) low education society so that knowledge and awareness about the importance of food or nutritive also less, and the difficulty they get jobs adopted.
5) lack of public access for technology especially the processing producing stuff.
Identification by way of referring to the problem effort or an alternative solution that can be done is an educational program nutritional and health care for the community. A form of activity can include counseling, training and the development of a device formal education that integrated in school curriculum. The program not only aim is to raise public awareness about food and nourishment so that implicates to improve the quality of food consumption, but also a manner to eliminate the problem of malnutrition in toddlers and poor preventive measures the onset of food scarcity and give the impact of food sustainability.
  
CONCLUTIONS AND RECOMENDATIONS
Conclutions. 1) Potential local food is rice, corn, cassava as staple food, banana and mango for fruit and chicken and eggs on animal food, 2) the availability of food at the level of the family including good is rice, oil, soybean curd and sugar. While the food is sold as cow, a little available chicken, noodles, coconut/coconut milk, watercress, sawi, spinach, bananas and papayas, 3) access get food carried by buying and food distribution, including good family and community 4) Energy consumption level the overall population is 1979,17 cal /capita/day and rate of consumption protein average 53,82 grams/capita/day or still below the adequate nutrition, and 5) the cause of food insecurity in probolinggo district are lack of  food availability families at source of protein vitamins and minerals, the level of energy consumption and protein people who are below criteria, the low income and community education, and lack of public access for technology
Recommendation.1) The need for coordinated with education dept. district probolinggo and social institutions related to increase knowledge society on nutrition and socialization through different lines health and education. 2) Designing and devices promotion and education on food security through various education.

References
[1]   Anonimous, 2001. Rencana Strategis dan Program Kerja Pemantapan Ketahanan Panga Tahun 2001-2004. Badan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian.
[2]  Anonimous, 2010. Analisis Pola Konsumsi Pangan Wilayah Berbasis Pola Pangan Harapan (PPH) 2010 Kabupaten Probolinggo. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Kabupaten Probolinggo.
[3]  Arsiniawati M. Brata-Arbai, dkk. 2001. Kajian Mutu dan Gizi sera Khasiat Makanan Tradisional Jawa Timur. Laporan Penelitian kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Tidak diterbitkan.
[4]  Nindyowati, E. 2001. Kebijakan dan Program Pembangunan dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan. Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Makanan Tradisional, di NICE Center Graha Pena Building Surabaya, 27 Oktober 2001.
[5]   Soediaoetama, A Djaeni. 1996. Ilmu Gizi II. Jakarta: PT. Dian Rakyat

[6]  Suhardjo, 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen aaapendidikan dan Kebudayaan.