Pages

Senin, 20 Januari 2014

Gagal Mendarat dan Tutug Oncom

Agenda saya hari ini ke Bandung. Memenuhi undangan P2TK Dikdas untuk menyusun pedoman pemberian insentif bagi guru-guru SM-3T. Ada 1000 orang guru SD dan SMP yang akan diberi insentif pada tahun 2014 ini. Mereka yang khusus bertugas di wilayah timur Indonesia, antara lain Papua, Maluku, NTT, dan lain-lain.

Tentu saja tidak hanya saya yang diundang, tapi semua anggota tim MBMI Dikti. Dalam tim MBMI itu, ada perwakilan dari UNP, UNJ, UPI, UNY, Unnes, dan Undiksha. Satu-satunya koordinator PPG dan SM-3T yang ada di tim itu hanya saya. Yang lain adalah koordinator PPG Kolaboratif, PPGT, PR1, Dekan, dan anggota tim PPG dan SM-3T Dikti, termasuk tim IT. Seluruhnya ada tujuh belas orang.

Saya berangkat dengan menumpang Garuda, yang seharusnya boarding pada 11.10, tetapi terlambat sekitar dua puluh lima menit. Cuaca mendung, dan awak pesawat  menginformasikan kalau akan terjadi guncangan-guncangan kecil dan sedang sepanjang perjalanan. Ya, sejak musim penghujan ini, cuaca buruk kerap mewarnai penerbangan, sehingga terjadinya guncangan-guncangan selama terbang nyaris tak terhindarkan.

Begitu duduk, saya langsung membuka Kompas. Membaca berita bencana di Jakarta dan di banyak wilayah di Indonesia yang lain. Banjir, tanah longsor, di mana-mana. Korban berjatuhan. Kerugian materiil tak terhingga. Pengungsi membludak, terbanyak di Jakarta, tiga puluh ribu jiwa lebih.

Di bagian lain, ARB dengan Golkar-nya semakin berkibar (maksudnya mengibarkan diri). SBY dikecam karena dinilai kurang tanggap pada bencana. Dan lain-lain. Dan lain-lain...dan saya tertidur.

Begitulah saya. Membaca di pesawat lebih sebagai pengantar tidur. Saya termasuk orang yang pintar memanfaatkan waktu selama perjalanan. Begitu duduk di pesawat, di kereta, di bus, di mana saja, kalau niat tidur, saya akan cepat tidur. Pulas. Tapi kalau niat membaca atau menulis, juga betah berjam-jam, meski pun yang lain sedang tidur.

Sampai tiba-tiba pramugari menawarkan air minum tambahan. Seperti biasa, saya memilih jus apel tanpa es. Roti di kotak coklat tidak saya sentuh. Bosan. Dari zaman dal sampai hari ini, rotinya nggak pernah ganti. Mbok sekali-sekali ganti serabi atau oncom goreng gitu...hehe.

Menurut informasi dari awak pesawat, seharusnya pesawat mendarat di Husein Sastranegara pada 12.50. Dan benar. Pesawat menurun. Petak-petak sawah terhampar di bawah sana. Rumah-rumah berderet, gentengnya yang berwarna oranye cerah seperti barisan oncom yang dijemur (wakak...oncom lagi). Rasanya landasan sudah tinggal sejengkal saja ketika tiba-tiba pesawat menderu. Naik lagi. Ya, saya bisa merasakan, pesawat tidak lagi menuju bawah, tapi menuju sebaliknya. Naik. Kencang. Menjauh dari petak-petak sawah dan rumah-rumah. Jauh sekali. Sampai tidak kelihatan. Kecuali mega-mega dan awan yang hitam pekat di luar. Juga baris-baris air yang memenuhi jendela pesawat. 

Dan benar. Setelah menunggu agak lama, awak pesawat mengumumkan, pesawat gagal terbang karena cuaca buruk. Pesawat hanya berputar-putar saja di atas bandara, dan akan mencoba mendarat lagi bila cuaca sudah memungkinkan. Hanya dua puluh menit, tetapi rasanya lamaaa sekali. Mendung gelap dan guncangan-guncangan kecil membuat waktu seperti berjalan begitu lambat. 

Alhamdulilah, pada sekitar pukul 13.00, akhirnya Garuda pun mendarat. Landasan basah. Bandung basah. Gerimis baru saja berhenti menyisakan genangan-genangan sepanjang jalan menuju gedung terminal. Saya menarik tas koper kecil saya melanggar genangan-genangan itu. 

Tak berapa lama, saya duduk manis di dalam taksi, melaju menuju Hotel Horison. Jalan macet berkali-kali. Perut terasa lapar. Ada pisang rebus di tas untuk mengganjal perut. Lumayan. Tapi warung dan resto-resto, juga rombong-rombong makanan di sepanjang jalan itu sangat menggoda saya. 

Untuk urusan makanan, Bandung adalah miniatur NKRI. Semua makanan, mulai dari Sabang sampai Merauke, sepertinya ada. Lihat saja. Soto Suramadu (pasti yang jual orang Madura nih), Batagor Burangrang (kebetulan ada di jalan Burangrang), Bakso Enggal Malang, Gudeg Yogya Ojo lali Mbok Yem, Nasi Timbel Komplit Suramadu (Aduh, ini namanya rada ngawur...mana ada nasi timbel di Suramadu hehe), Paket Penyet, Pisang Ijo, Sate Padang, Ayam Betutu, Nasi Soto Bandung, dan masih banyak lagi. Oya, ada juga, serabi rasa kinca dan oncom. Ya, akhirnya, serabi dan oncom bertemu dalam satu sajian. Andaikata mungkin, ingin rasanya saya melompat dari taksi dan membeli sekardus serabi rasa oncom itu... 

Setelah sekitar satu jam bertaksi ria, akhirnya sampailah saya di Hotel Horison. Lapor ke panitia, menyerahkan surat tugas, SPPD, tiket dan boarding pass, dan makan. Wow, menunya...membangkitkan selera. Tapi saya tidak mau serakah. Saya hanya mengambil sepiring karedok, sepiring nasi tutug oncom, cumi-cumi masak cabe hijau, sambal, buah potong dan es kelapa muda. 

Tutug oncom, adalah makanan khas Sunda. Oncom dibakar. Cabe, bawang, kecur, dibakar juga, lalu digerus sampai halus. Oncom yang sudah dibakar, dihaluskan bersama bumbu. Kemudian dicampurkanlah bumbu itu ke nasi yang masih ngebul-ngebul, dipenyet-penyet sampai rata. Siap disantap dengan karedok, sambal terasi dan ikan asin. Sedap nian.

Alhamdulilah. Meski sempat tegang karena gagal mendarat tadi, ketegangan itu telah terbayar dengan sepiring nasi tutug oncom...

Hotel Horison, Bandung, 20 Januari 2014

Wassalam,
LN

1 komentar

Greenpack 23 Juni 2015 pukul 01.39

Mau agar lingkungan anda tinggal terasa sejuk? Ayo bantu kami Greenpack untuk menjadi box makanan no. 1 di indonesia yang ramah lingkungan dan aman untuk makanan. Katakan tidak untuk styrofoam dan plastik.

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...