Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Minggu, 10 Mei 2015

Aceh Singkil Lagi 2: Kadisdik yang Gemar Membaca

Ini adalah kali kedua saya menjejakkan kaki di pulau ini. Namanya Pulau Balai, Kecamatan Pulau Banyak. Mendung dan badai di ujung perjalanan laut tadi mengantarkan speedboat kami mendarat di dermaga kecilnya. Sedikit kecemasan langsung sirna begitu menjumpai wajah-wajah ramah yang menyambut. Mereka adalah para kepala sekolah, guru, dan peserta SM-3T di Pulau Balai ini.

Sungguh beruntung saya dan teman-teman tim monev SM-3T Unesa. Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh Singkil, Yusfit Helmi, S.Pd, sengaja menjadwalkan agenda kunjungan kerjanya bersamaan dengan kunjungan monev kami. Dengan begitu kami bisa mengirit banyak biaya, dan--tentu saja--dengan tambahan berbagai fasilitas, akomodasi dan konsumi gratis. Yang lebih penting lagi, kami bisa mengunjungi banyak sekolah, bahkan semua sekolah yang ditempati para guru SM-3T di Pulau Banyak. Juga, karena kunjungan monev ini bareng dengan kunjungan kerja Kadisdik, maka berbagai problem pendidikan yang diutarakan oleh guru dan kepala sekolah dapat kami rekam juga. 

Dalam rombongan, ada Kadisdik dan jajarannya, kabid program, kabid dikdas, kasi sarpras, dan kasek SMK Kuba. Kasek SMK Kuba sengaja diikutkan dalam rombongan karena beliau sekaligus mensosialisasikan dan mempromosikan SMK Kuba. Menurut kasek, siswa SMK Kuba terbanyak justeru berasal dari Pulau Banyak.

Sekitar pukul 09.00, kami sudah berada di ruang guru SMP Pulau Banyak. Dua tahun yang lalu, tepatnya pada 1 Februari 2013, saya bersama tim monev berada di ruang ini juga. Keadaannya tidak banyak berubah, hanya dindingnya saja yang saat ini terlihat lebih bersih, dan lantainya berlapis karpet plastik. Selebihnya hampir sama.    

Di depan kami, ada kepala sekolah SMP Pulau Banyak, kepala sekolah PAUD, kepala sekolah SD, dan kepala sekolah SMA. Juga belasan guru peserta SM-3T Unesa dan UNP. Satu kepala sekolah lagi, yaitu kepala sekolah SMP Satap Teluk Nibung, tidak ikut hadir di sini, tetapi menunggu kami di sekolahnya, di Teluk Nibung sana.
  
Banyak hal yang dikemukakan dalam pertemuan kunjungan kerja kadisdik dan monev SM-3T ini. Yang jelas, sebagaimana di setiap tempat yang kami kunjungi, selalu terlontar harapan dari hampir semua yang hadir tentang keberlanjutan program SM-3T. Para guru SM-3T dinilai telah begitu banyak berjasa dalam membantu memajukan pendidikan di Pulau Banyak, dan mereka berharap, program ini dapat terus berlanjut. 

Kepala SDN 1 Pulau Balai misalnya, menyatakan sangat mendukung program SM-3T, karena guru SM-3 memberikan kontribusi yang sangat tinggi pada sekolah, dan oleh sebab itu, program ini jangan terhenti. Kepala Sekolah SDN Teluk Nibung juga menyampaikan hal yang sama, dan menambahkan, sejak ada guru SM-3T, guru-guru bisa belajar komputer setiap hari Jumat sore, dan juga ada kegiatan pramuka secara rutin di sekolah. 

"Kedatangan guru-guru sangat bermanfaat, sangat membantu memajukan pendidikan di Pulau Balai ini, jadi mohon supaya program ini dapat terus dilanjutkan. Demi kemajuan pendidikan, khususnya di Pulau Balai ini."

Sementara itu, berbagai keluhan disampaikan kepada kepala dinas oleh para guru dan kepala sekolah. Terutama tentang kondisi sarana prasarana sekolah yang sebagian besar sangat memprihatinkan. Juga kekurangan guru. Kadisdik sengaja membawa jajarannya dalam kegiatan ini, supaya apa pun yang disampaikan oleh guru dan kepala sekolah bisa langsung dicatat, diobservasi, dan dibuat rencana tindak lanjut serta prioritas program. 

Sambil mengikuti acara dan memperhatikan berbagai keluhan yang disampaikan guru dan kepala sekolah, saya berharap semoga apa yang dilakukan kadisdik dan jajarannya ini bukan sekadar formalitas. Bukan hanya untuk 'show of performance' di depan kami, tim monev SM-3T.
Tempo hari, saat masih tahap koordinasi agenda monev, kadisdik mengatakan pada saya, kalau dua tahun yang lalu saya dan tim datang ke Aceh Singkil dan menjadi tamu Pak Dasir, staf beliau yang mendampingi kami untuk melakukan kunjungan monev, maka kali ini, kami akan menjadi tamu beliau. Beliau akan sepenuhnya mendampingi dan memastikan semua kebutuhan transportasi dan akomodasi kami selama berada di Aceh Singkil. Secara berseloroh, beliau bilang: "Nanti biar tulisan Prof Luthfi tentang Aceh Singkil jadi baik." 

Tentang tulisan, saya senang sekali karena Kadisdik ternyata suka membaca. Buku saya berjudul "Berbagi di Ujung Negeri" langsung dibacanya tuntas begitu saya memberikannya, sekitar setahun yang lalu, saat rapat koordinasi di Jakarta. Semalam pun, beliau sampai tertidur sekitar pukul 03.00 karena menghabiskan satu dari tiga buku yang kami bawakan sebagai oleh-oleh: "Untukmu Indonesia, Inilah Langkah Kecil Kami". Kisah tentang pengalaman pengabdian para peserta SM-3T di Aceh Singkil yang disunting oleh sahabat saya Drs. Jack Parmin, M.Pd,  itu.

Yang juga menarik, buku itu ternyata menjadi data penting bagi beliau. Kalau selama ini beliau mendengar laporan tentang kondisi sekolah, guru, siswa, hanya dari staf atau kepala sekolah dan pengawas, maka tulisan di buku itu juga menjadi laporan yang lebih memiliki nilai orisinalitas yang tinggi. Dalam dialognya dengan semua stakeholder pendidikan di Pulau Balai ini, beliau mempertanyakan: "Kenapa beberapa guru SM-3T menulis, bahwa masih banyak anak sekolah yang tidak bersepatu? Bukankah selama ini kita punya program pengadaan ribuan sepatu untuk anak sekolah? Bukankah selama ini laporan yang saya terima mengatakan kalau semua anak sekolah di Aceh Singkil ini sudah bersepatu?" 

Beliau juga menambahkan: "Saya seperti tidak percaya dengan kondisi yang sebenarnya, kalau saja saya tidak membaca laporan dari buku itu."

Kadisdik yang gagah, tinggi besar dan berkulit hitam itu, ramah sekali. Tidak hanya ramah, tapi beliau juga suka membaca. Bagi saya, itu sangat membanggakan. Terus-terang, saya tidak banyak menemui pejabat dinas yang suka membaca. Buku-buku yang kami bawakan sebagai oleh-oleh, entah disimpan di mana. Entah diapakan. Padahal kalau mau, tulisan di dalamnya adalah tulisan-tulisan yang bisa dimanfaatkan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan pembangunan bidang pendidikan di wilayahnya,

Dalam sambutan saya, secara jujur saya melontarkan kekaguman saya pada kadisdik, sebagai seorang pejabat yang tidak alergi pada kritik, serta mau membuka diri atas kenyataan yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Tulisan para guru SM-3T adalah tulisan yang polos khas anak muda. Apa adanya. Tidak ada dramatisasi, tidak ada manipulasi. Menjadi alat untuk mengabarkan kondisi pendidikan di tempat-tempat penugasan mereka, termasuk di Aceh Singkil. Tidak hanya untuk mengetuk pintu hati pemerintah kabupaten, namun juga pemerintah pusat, dan semua stakeholder pendidikan, mengetuk hati kita semua. Jadi kalau kadisdik membaca tulisan-tulisan itu, dan menganggapnya sebagai bahan evaluasi untuk kinerjanya, maka buku-buku itu adalah salah satu sumber data otentik.

Hari ini kami akan menghabiskan waktu di Pulau Banyak. Masih ada Teluk Nibung yang kami harus mencapainya dengan menumpang speedboat. Tidak terlalu jauh, hanya sekitar lima belas menit dari Pulau Balai. Dengan suguhan pemandangan laut yang indah. Barisan nyiur melambai di atas hamparan garis pantai yang putih berkilau.  

Di antara waktu-waktu kunjungan, Mas Syamsul Sodiq, membuat sebuah pantun, yang saya baca saat pamit dari SMP Pulau Banyak. 

"Pergi berlayar ke Pulau Balai
Bertemu saudara di Pulau Banyak
Mari kita berjuang dan terus berbagi
Semoga ridha dan berkah untuk semua."


Pulau Banyak, Aceh Singkil, 21 April 2015

Wassalam,
LN

Jumat, 08 Mei 2015

Pulang Kerja

Subuh baru saja berlalu. Saya keluar dari kamar nomor 723 tempat saya menginap selama tiga hari ini, dalam rangka menghadiri undangan dari Komisi Nasional untuk Unesco. Agenda pertemuan adalah pembahasan satu dari lima prioritas aksi Unesco ESD GAP, tentang peningkatan kualitas pendidikan calon guru. Bersama beberapa guru besar dari lima LPTK, dari Unesa adalah Prof. Muchlas Samani dan saya, selama tiga hari itu kami berdiskusi di salah satu ruang di lantai 3 Hotel Millenium ini.

Lorong menuju lift sepi. Karpet tebal yang menghampari lantainya meredam suara detak sepatu saya. Seorang diri saya menguasai lift yang membawa saya turun ke lobi.

"Check out, Mas." Saya meletakkan kunci kamar di depan petugas front desk. Sambil mengucapkan terima kasih sudah membangunkan saya tepat pukul 04.00 tadi, sesuai pesanan saya semalam. Petugas itu tersenyum ramah dan mengucapkan selamat jalan.

Begitu keluar dari pintu lobi, seorang petugas menyambut saya. "Taksi, Bu?"
"Ya, Mas."
Dia langsung menuju sudut, memanggil sebuah taksi lewat sebuah alat komunikasi. Suasana sepi, sejuk, cukup dingin.

Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di depan kami. Petugas membukakan pintunya, dan keluarlah dua orang perempuan muda. Cantik dan seksi. Busana hitam membalut tubuh mereka yang dibiarkannya terbuka di sana-sini. Belahan dada nampak dengan leluasa, begitu juga dengan bagian samping kanan kiri dadanya. 

Saya bergidik. Bukan karena apa-apa. Hanya membayangkan, betapa dinginnya udara pagi ini, dan dengan busana 'you can see' seperti itu, tidakkah mereka merasa kedinginan?

Ini bukan pertama kali pemandangan seperti itu saya lihat. Sudah berkali-kali, hampir setiap kali saya pulang kerja seperti sekarang ini. Pernah suatu ketika saya dibuat terkagum-kagum melihat penampilan seorang perempuan muda yang tidak hanya mengenakan busana minim, namun juga tipis transparan. Dandanannya seronok. Mengundang siapa pun untuk memandanginya dengan decak kekaguman atau decak yang lain. Kecuali bagi para lelaki yang ingin selalu berusaha menjaga pandangannya. Tapi, sungguh, saya tidak yakin, lelaki manakah--sealim apa pun dia--yang ingin melewatkan suguhan kemolekan tubuh yang begitu indah? Bukankah mengagumi keindahan ciptaan Tuhan juga dianjurkan oleh agama? Begitulah kata seorang teman 'alim' saya suatu ketika.

"Mereka juga baru pulang kerja, seperti kita." Kata saya pada teman saya saat itu. Dengan penuh keprihatinan. Ya, prihatin. Dengan penampilan seperti itu, dan berkeliaran masuk hotel menjelang pagi, entah apa yang mereka lakukan semalaman. Juga malam-malam yang telah mereka lewati sebelumnya. Yang jelas, mereka tidak sedang pulang dari kantor bank atau dari kantor dinas. Apa lagi dari pengajian atau istighotsah.

Entahlah. Meski nampaknya para perempuan itu baik-baik saja dan wajahnya memancarkan kebahagiaan, siapa tahu dalam hati dan pikiran mereka. Bisa jadi mereka seperti para perempuan yang digambarkan oleh Titik Puspa dalam lagunya yang mengisahkan kehidupan kupu-kupu malam. "Kadang dia tersenyum dalam tangis, kadang dia menangis di dalam senyuman..." Atau memang mereka merasa 'nothing wrong' dalam kehidupan mereka dan bahkan bangga bisa menjadi penghibur dan membahagiakan para lelaki tak kuat iman. 

Apa pun, saya tetap merasa sangat prihatin. Mereka kaum saya. Para perempuan yang seharusnya menjaga diri dan martabatnya. Menjaga kehormatannya. Menjadi ibu bagi anak-anaknya dan menjadi istri sholehah bagi suaminya. Entah di mana anak dan suami mereka saat ini, sementara mereka mengais rezeki dari belas kasihan para lelaki hidung belang sepanjang malam.

Lagu Titik Puspa kembali mengalun di benak saya. "Dosakah yang dia kerjakan. Sucikah mereka yang datang...."

Taksi pesanan saya tiba. Dua orang petugas bergerak. Satu mengangkat koper kecil saya, satunya lagi membukakan pintu taksi. Saya menyelipkan selembar uang ke tangan mereka masing-masing dan mengucapkan terima kasih. 

Ini hari Jumat. Saya ingin mengawali hari baik ini dengan melakukan hal-hal baik. Konon, kalau Anda memulai hari Anda dengan hal-hal yang baik, maka sepanjang hari itu, kebaikan-kebaikan akan terus mengalir menghampiri Anda. Apa lagi di hari Jumat. Namun jangan demi itu semua kita berbuat baik, kecuali--semata-mata--hanya demi mendapatkan ridho dan kasih sayang-Nya.

Happy Friday....

Garuda Lounge, Soetta, 8 Mei 2015

Wassalam,
LN