Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Tampilkan postingan dengan label SM-3T 2015. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SM-3T 2015. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 26 September 2015

Aceh Singkil Lagi 3: Sekolah yang Memprihatinkan

Akhirnya, speedboat kami merapat di sebuah dermaga kecil tak bernama. Setelah sekitar empat puluh menit kami mengarungi laut dari Pulau Banyak. Meninggalkan Pulau Balai dengan segala hiruk pikuknya. 

Benar-benar hiruk pikuk. Sejak kemarin pagi saat kedatangan kami, kami sudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain yang hampir selalu dipenuhi manusia. Bahkan penginapan kami pun ramai sekali. Ada banyak orang luar Pulau Balai yang menginap. Kebetulan kemarin itu bersamaan dengan kedatangan wakil bupati dan kepala dinas pariwisata beserta puluhan atau bahkan ratusan kru dinas, termasuk para duta wisatanya. Juga ada lomba memancing dan acara-acara lain. Mereka semua sedang menggelar satu kegiatan semacam promosi wisata, dan salah satu obyek wisatanya adalah Pulau Banyak. Jadilah Pulau Balai yang kecil itu, yang pada dasarnya sudah ramai, semakin ramai dipenuhi rombongan wakil bupati, dinas pariwisata, dan dinas pendidikan.

Semalam pun, kami sempat disuguhi acara penyambutan yang memamerkan berbagai macam kreasi seni, kebanyakan tari, yang ditampilkan anak-anak sekolah mulai tingkat PAUD sampai SMA. Dalam guyuran hujan yang cukup deras, acara itu berlangsung sangat meriah di dekat pantai. Kalau dituruti, kami bisa sampai pagi berada di sana, di antara masyarakat yang bergantian menyanyikan lagu-lagu dangdut sambil berjoget. Tapi begitu acara untuk para orang dewasa itu akan dimulai, saya memohon izin kepala dinas untuk undur diri, dan ternyata beliau juga malah ikut undur diri. Ya, besok masih ada perjalanan panjang yang harus kami tempuh, dan cukuplah romantika Pulau Balai ini kami nikmati.

Saat ini, setelah sekitar satu jam tadi pagi kami berbincang dengan para guru SM-3T, kami sudah berada di sini. Di sebuah pulau yang bernama Pulau Banyak Barat (PBB). 

Di pulau ini, ada satu alumni PPG SM-3T Unesa yang namanya dikenal sebagai Alfi Haloban. Haloban adalah nama salah satu desa di pulau ini, tempat tinggal Alfi. 

Kami akan mengunjungi beberapa sekolah di sini. Selain mengunjungi sekolah-sekolah, kami--maksudnya saya--juga akan mengunjungi Alfi. Menemui ibu dan adiknya. Ayah Alfi sudah tiada.

Sebagaimana kegemaran saya bila pergi ke mana pun, saya berusaha untuk selalu menyempatkan bersilaturahim ke rumah saudara, mahasiswa, atau teman. Rasanya bahagia sekali bila bertemu banyak saudara di tempat yang jauh semacam ini.

Haloban panas meski pagi belum lagi berajak siang. Panasnya menyengat sampai menyakiti kulit. Kami berkunjung dari satu sekolah ke sekolah lain, mulai dari PAUD, SD, SMP, dan SMA. Kami melihat betapa guru-guru SM-3T itu begitu dicintai siswa-siswanya, dan disayang guru-guru serta masyarakat setempat. Meskipun memang selalu saja ada hal-hal yang tidak mengenakkan hati, seperti guru setempat yang malas, guru yang tidak peduli, namun pada umumnya, hal-hal tersebut tidak menghambat para guru muda itu untuk melaksanakan tugas mengabdinya secara optimal.  

Di Pulau Banyak Barat ini, kami menemukan satu sekolah yang sangat amat memprihatinkan. Sekolah yang pintu-pintunya hancur, papan tulisnya bolong, kursi siswa seadanya, papan penyekat kelas tidak utuh, dan tanpa ruang guru. 'Ruang guru' ada di halaman depan sekolah, jauh dari bangunan sekolah. Ruang guru yang lebih tepat disebut warung kopi, malah lebih baik warung kopi. Sedih saya melihat itu semua. Sampai seperti tak bisa berkata-kata. Entah siapa yang salah dengan keadaan ini. Tapi kalau saya jadi kepala sekolahnya, saya pasti akan sulap sekolah ini menjadi lebih layak. Toh ada dana BOS yang sebagian dananya bisa dimanfaatkan untuk perbaikan sarana sekolah. Ada orang tua dan masyarakat sekitar yang sangat mungkin bersedia membantu asal kita pandai melakukan pendekatan. Ada kepala dinas dan jajarannya yang saya yakin tak setega itu melihat sekolah yang hancur berantakan macam ini. Kuncinya, menurut saya, adalah kreativitas dan komitmen pimpinan sekolah. Pengalaman menunjukkan, sekolah-sekolah yang maju dan unggul, kunci utamanya ada pada kepala sekolah. Kepala sekolahlah yang membangun komitmen guru dan seluruh warga sekolah bahkan masyarakat sekitar. Membangun kepedulian dan prakarsa. Membangun kecintaan stakeholder pada sekolah dan pendidikan. Perlu kerja keras. Perlu energi besar. Perlu bersusah-payah. Perlu kerelaan dan passion. 

Pertanyaannya, adakah ini semua dimiliki oleh kepala sekolah? Jawabannya bisa dilihat dari apa yang nampak secara kasat mata.

Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil, 22 April 2015

Wassalam,
LN

Sabtu, 29 Agustus 2015

Lautan Manusia di Bumi AAL

Senja yang indah jatuh sempurna di Bumimoro, Surabaya. Tepatnya di Akademi Angkatan Laut, kawasan kawah candradimuka bagi para taruna. Warna semburat merah memenuhi kaki langitnya dan bersentuhan dengan laut yang menghampar melengkapi pemandangan. Syahdu nian.

Di salah satu bagiannya, di halaman masjid Nurul Bahari yang bersih dan indah itu, ratusan manusia tumpah ruah. Laki-perempuan, tua-muda, besar-kecil. Mereka adalah orang tua, kerabat, dan mungkin juga kekasih, para calon peserta SM-3T Unesa V dan Jatim Mengajar III, yang sejak 2 Agustus yang lalu, telah berada di AAL, untuk mengikuti kegiatan prakondisi. Kegiatan prakondisi merupakan tahap seleksi terakhir dari serangkaian seleksi yang harus mereka ikuti untuk bisa bergabung dalam salah satu kegiatan dalam payung Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI) ini. 

Sore ini adalah waktu di mana 241 peserta SM-3T dan 5 peserta Jatim Mengajar bertemu dengan orang tua dan kerabatnya. Setelah selama tiga belas hari anak-anak muda itu dikarantina di AAL, dan dua hari lagi mereka harus berangkat ke tempat tugas masing-masing, ini adalah saat di mana mereka bisa saling melepas rindu untuk kemudian berpisah selama setahun ke depan.

Adzan maghrib berkumandang. Tak perlu waktu lama, masjid indah itu pun dipenuhi manusia. Para lelaki di shaf depan, berbaris rapi. Dengan berbagai kostum. Coklat khaki, hijau doreng, warna-warni. Para perempuan di shaf belakang, dengan mukena dominan putih. Mereka khusyu mengikuti imam yang berpakaian dinas coklat khaki itu. Lantunan ayat suci Al Quran terdengar merdu dari arah depan. Fasih sekali bacaannya. Merdu sekali suaranya. Menyapa gendang telinga dan hati setiap orang.

Sepuluh hari berada di Bumi AAL, serasa berada di tempat yang begitu mendamaikan. Tak terbayang sebelumnya, tempat ini begitu memberikan ketenangan. 

Beberapa kali saya berkesempatan mengajar para perwira AL di Kodikal dan Kobangdikal, saya hanya datang, mengajar, dan pulang. Tidak sempat menikmati keteduhan AAL di sisi lain. Laut yang menghampar luas di sepanjang sisi kirinya. Bangunan-bangunan bersih dan kokoh yang halaman luasnya dipenuhi pohon-pohon rindang dan berbagai tanaman pendek yang terawat, sangat asri. Di mana-mana terlihat para kadet yang berjalan, berbaris, atau berlari-lari. Tubuh mereka langsing tapi kuat, baju khaki atau doreng yang pas sekali membalut tubuh semakin menonjolkan keindahan dan kekekaran fisiknya. Setiap waktu shalat tiba, para kadet itu akan berebut tergopoh-gopoh ke masjid, mengambil air wudhu, shalat berjamaah, dengan imamnya bergantian di antara mereka. Selesai shalat, mereka tidak langsung buyar. Sebagian mengambil Al Quran, lantas menyimak kajian ayat-ayat tertentu yang disampaikan oleh salah satu dari mereka juga. Setiap hari. Rutin. Shalat tepat waktu dan kajian Islam menjadi bagian dari kehidupan mereka. Menjadi bagian dari pengembangan kepribadian dan religiusitas mereka. Bagi saya sendiri, dan saya yakin juga bagi teman-teman panitia yang lain, saat shalat berjamaah di masjid adalah saat-saat yang ditunggu-tunggu. 

AAL adalah sebuah kompleks yang lengkap. Lengkap bukan hanya dari sisi keberadaan gedung dan berbagai fasilitasnya, namun juga budaya belajar dan pengembangan karakter yang mengagumkan. Tidak heran bila para prajurit dan perwira di sana begitu sopan sekaligus tegas serta nampak sangat akademis. Ya, banyak dari mereka masuk ke AAL melalui jalur PK (Perwira Karir). Banyak sarjana lulusan universitas bonafid dan bahkan banyak yang bergelar master dan doktor. Salah satunya adalah Kolonel Dr. Adi Bandono, lulusan TP Unesa angkatan 86. Nama beliau tercatat sebagai salah satu alumnus dalam buku '50 Tokoh Inspiratif Unesa', yang disusun oleh M. Ihsan, Samsul Hadi, Eko Praseto, dan Nursalim. Berkat Kolonel Adi Bandono, yang saat ini menjabat sebagai Koordinator dosen di STTL, kegiatan Prakondisi SM-3T Unesa berjalan sangat baik dan sesuai dengan harapan, karena beliau sepenuhnya membantu mengkoordinasikan dengan para petinggi AAL dan seluruh jajarannya. 

Saat ini, sebanyak 246 peserta SM-3T dan Jatim Mengajar, yang berasal dari sekitar 22 LPTK negeri maupun swasta di seluruh Indonesia, sedang mengikuti kegiatan prakondisi. Saat ini, orang tua dan sanak keluarga mereka seperti sudah tidak sabar lagi menunggu untuk bertemu. Tapi tunggu dulu. Para pelatih AAL justeru malah menyembunyikan para peserta. Bahkan untuk shalat maghrib yang biasanya selalu dilakukan bersama-sama berjamaah di masjid, saat ini mereka diminta untuk berjamaah di mess masing-masing. Tidak boleh ada yang menampakkan batang hidungnya. Bahkan saat acara pertemuan itu digelar, para keluarga dan kerabat sudah duduk di gelanggang luas di pinggir laut itu, barisan anak-anak muda itu tetap diminta menyembunyikan diri.

Hingga tiba saatnya. Tiba-tiba mereka muncul dari berbagai penjuru. Seragam oranye mereka nampak menyolok. Gerakan-gerakan mereka begitu rapi, gesit, dan kompak. Dengan berbagai gerakan itu, mereka berpindah-pindah dari satu titik ke titik yang lain membentuk berbagai formasi. Juga meneriakkan yel-yel dan lagu-lagu khas para prajurit serta lagu-lagu SM-3T. Tiga lagu SM-3T itu adalah 'Mars MBMI', 'Kami Peduli', dan 'Torang Papua', dinyanyikan lengkap dengan gerakan-gerakannya yang sangat apik. Dua lagu terakhir merupakan lagu ciptaan teman kami sendiri, Pak Yoyok Yermiandhoko, dosen PGSD, yang sejak lama telah tergabung dalam Tim Ahli PPPG Unesa. 

Tak ayal, tepuk tangan riuh-rendah menggema. Teriakan-teriakan kekaguman berbaur dengan kerinduan. Andai diperbolehkan, orang-orang itu pasti sudah menghambur memeluk anak mereka masing-masing. 

Dan benar, saat kesempatan itu diberikan, gelanggang luas di pinggir laut ini benar-benar berubah menjadi lautan manusia. Riuh-rendah suaranya sampai seperti menembus langit. Kebahagiaan dan keharuan mereka serasa berbaur dengan aroma laut dan angin kencangnya yang berhembus menyejukkan. Kami yang melihat pemandangan itu hanya bisa menghayati suasananya. Sesekali menyapa para orang tua, meyakinkan kepada mereka bahwa semua akan baik-baik saja, dan memohon mereka supaya membantu dengan doa restu tulus sebagai bekal anak-anak mereka mengemban tugas.

Tiga hari lagi, tepatnya tanggal 18 Agustus, sehari setelah upacara bendera memperingati 70 tahun hari kemerdekaan RI, anak-anak itu akan langsung diberangkatkan ke tempat tugas. Peserta SM-3T akan berangkat ke Kabupaten Sumba Timur (75 orang), Aceh Singkil (30 orang), Talaud (23 orang), Maluku Barat Daya (34 orang), Mamberamo Raya (28 orang), Mamberamo Tengah (30 orang), dan Raja Ampat (21 orang). Sedangkan peserta Jatim Mengajar akan berangkat ke Kabupaten Sampang (2 orang, salah satunya di Pulau Mandangin), Kabupaten Bangkalan (1 orang), Kabupaten Banyuwangi (1 orang), Kabupaten Gresik (1 orang, di Pulau Bawean).

Ini adalah malam di mana semesta menjadi saksi tentang tekad bulat para anak muda itu untuk mengabdi demi negeri ini. Saksi tentang keikhlasan dan kerelaan para orang tua dan kerabat melepas mereka dengan sepenuh doa dan harapan. Kecemasan dan ketakutan yang menghantui harus dienyahkan, diganti dengan keyakinan bahwa negeri ini membutuhkan kehadiran mereka dan menunggu mereka menorehkan lukisan indah di setiap ujung-ujungnya.

Malam merangkak turun. Angin laut berhembus semakin kencang. Udara dingin mulai menyapa. Tepat pukul 23.00, para manusia itu satu per satu beringsut meninggalkan gelanggang. Pelukan erat sebagai penanda, waktu mereka telah usai untuk saling bersapa. Setahun yang akan datang, mereka akan bertemu lagi, dan yakinlah, semua akan baik-baik saja. 

اَللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ.

“Ya Allah, aku berharap mendapat rahmat-Mu, oleh karena itu, jangan Engkau biarkan diriku sekejap mata (tanpa pertolongan atau rahmat dari-Mu). Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.” 

AAL Bumimoro, Surabaya, 15 agustus 2015

Salam,
LN