Oleh
Luthfiyah Nurlaela,
Nugrahani Astuti, Sri Handajani,
Siti Sulandjari, Lucia
Tri Pangesthi, Mein Kharnolis
Abstrak
Kajian ini dimaksudkan untuk melakukan pendataan potensi pangan lokal
dan olahan pangan lokal di Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini merupakan
penelitian observasional deskriptif yang akan menguraikan kondisi dan potensi
pangan olahan berbasis pangan lokal di Kabupaten Sisoarjo. Penelitian
dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Mei hingga Juli 2013. Lokasi
Penelitian meliputi seluruh kecamatan
(18 kecamatan) di Kabupaten Sidoarjo, yaitu Kecamatan: 1) Sidoarjo, 2)
Buduran, 3) Candi, 4) Porong, 5) Krembung, 6) Tulangan, 7) Tanggulangin, 8)
Jabon, 9) Krian, 10) Balongbendo, 11) Wonoayu, 12) Tarik, 13) Prambon, 14)
Taman, 15) Waru, 16) Gedangan, 17) Sedati, dan 18) Sukodono. Sasaran penelitian
ini adalah Usaha kecil dan menengah
(UKM) yang dipilih secara
purposive-random sebanyak 60 UKM, dimana
satu kecamatan diwakili 3-4 UKM berdasarkan desa dan jenis usaha yang berbeda pada satu
kecamatan yang sama. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dengan cara triangulasi yang memadukan
berbagai metode untuk memperoleh penyahihan temuan. Dengan triangulasi ini
diharapkan satu temuan dapat mendukung temuan yang lain berdasarkan perpaduan
beberapa metode yaitu dokumentasi, survei, dan wawancara. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Letak
dan potensi bahan pangan lokal serta peredaran bahan pangan dari luar Sidoarjo
merupakan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap munculnya industri kecil
dan menengah (UKM) pangan olahan. Jumlah
UKM berdasarkan jenis bahan pangan yang digunakan, yang terbanyak adalah UKM
yang memanfaatkan bahan pangan sumber karbohidrat (804), disusul kemudian
dengan sumber protein (708). Singkong dan pati singkong merupakan bahan sumber
karbohidrat yang mendominasi sebagai bahan produksi, disusul terigu,
selanjutnya beras dan tepung beras. Jenis bahan pokok sumber protein hewani
yang dimanfaatkan UKM didominasi oleh aneka ikan, kerang dan udang. Jenis bahan
pokok sumber protein nabati yang dimanfaatkan UKM didominasi oleh kacang kedelai,
disusul kacang tanah. Jenis bahan pokok sumber vitamin dan mineral yang
dimanfaatkan UKM didominasi oleh empon-empon, buah-buahan dan bumbu. UKM
berdasarkan produksinya didominasi oleh aneka krupuk, olahan nabati, olahan
ikan, dan olahan daging sapi/ayam.
Kata Kunci: Pangan Lokal, Kabupaten Sidoarjo
PENDAHULUAN
Berdasarkan UU Nomer 18 Tahun 2012 tentang Pangan,
yang dimaksud pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan atau pembuatan makanan atau minuman, sedangkan pangan lokal adalah makanan
yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan
lokal. Selanjutnya pangan olahan atau
olahan pangan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode
tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
Penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan
berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan
pangan. Penyelenggaraan pangan bertujuan untuk: 1) meningkatkan kemampuan
memproduksi pangan secara mandiri; 2) menyediakan pangan yang beraneka ragam
dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat; 3)
mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang
wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 4) mempermudah atau
meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan pangan dan
gizi; 5) meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar
dalam negeri dan luar negeri; 6) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi
masyarakat; 7) meningkatkan kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudi daya
ikan, dan pelaku usaha pangan; dan 8) melindungi dan mengembangkan kekayaan
sumber daya pangan nasional.
Indonesia
memiliki sumber-sumber karbohidrat yang sangat kaya, antara lain terdapat
sekitar 157 spesies bahan pangan karbohidrat nonbiji yang belum termanfaatkan
dengan baik. Selain itu, dalam hal ketersediaan makanan beragam, Indonesia
memiliki kekayaan budaya makanan dan masakan tradisional yang sangat besar
(Tampubolon, 2002; Nurlaela, dkk, 2002). Penelitian Tejasari (2001) dan Tim
Universitas Brawijaya (2001) juga menunjukkan potensi pangan lokal di Jawa
Timur sangat baik dilihat dari segi produksi maupun produktivitasnya.
Pengembangan produk makanan berbasis pangan lokal sangatlah diharapkan dalam
rangka mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional (Nurlaela, dkk, 2002).
Kabupaten Sidoarjo, yang merupakan salah satu
kabupaten di Jawa Timur, juga memiliki banyak potensi pangan lokal, termasuk
pangan olahan yang berbasis bahan pangan lokal. Bandeng asap, bandeng presto,
krupuk, terasi, ikan asin, adalah
beberapa pangan olahan yang terkenal di Sidoarjo. Oleh sebab itu, Sidoarjo
dikenal pula dengan sebutan "Kota Udang". Oleh-oleh makanan khas
Sidoarjo adalah petis, bandeng asap dan
kerupuk udang.
Letak geografis Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai
berikut: 112,5º-112,9º Bujur Timur,
7,3º-7,5º Lintang Selatan. Batas wilayah meliputi: sebelah utara
berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik; selatan berbatasan dengan
Kabupaten Pasuruan; sebelah timur dengan Selat Madura dan sebelah barat dengan
Kabupaten Mojokerto. Letak ketinggian dari permukaan laut adalah: 0-3 m
merupakan daerah pantai dan pertambakan berada di sebelah timur, meliputi
29,99%; 3-10 m meliputi daerah bagian tengah yang berair tawar mencapai 40,81%;
10-25 m terletak di daerah bagian barat meliputi 29,20%. Suhu antara 20-35ºC
(Kabupaten Sidoarjo dalam Angka, 2010).
Dari sumber yang sama diperoleh data bahwa Sidoarjo
terdiri dari 18 kecamatan, 31 kelurahan dan 322 desa. Kecamatan tersebut
meliputi: 1) Sidoarjo, 2) Buduran, 3) Candi, 4) Porong, 5) Krembung, 6)
Tulangan, 7) Tanggulangin, 8) Jabon, 9) Krian, 10) Balongbendo, 11) Wonoayu,
12) Tarik, 13) Prambon, 14) Taman, 15) Waru, 16) Gedangan, 17) Sedati, dan 18)
Sukodono. Luas wilayah keseluruhan adalah 714.243 km², sedangkan curah hujan
rata-rata pada tahun 2010 berturut-turut adalah: Januari (22,6), Februari
(18,8), Maret (16,1), April (20,4), Mei
(13,8), Juni (12,1), Juli (14,0), Agustus (30,2), September (9,1), Oktober
(28,1), November (16,1) dan Desember (21,1).
Sidoarjo dikenal juga dengan sebutan Kota Delta,
karena berada di antara dua sungai besar pecahan Kali Brantas, yakni Kali Mas
dan Kali Porong. Kota Sidoarjo berada di selatan Surabaya, dan secara geografis
kedua kota ini seolah-olah menyatu. Perikanan, industri dan jasa merupakan sektor
perekonomian utama Sidoarjo. Selat Madura di sebelah timur merupakan daerah
penghasil perikanan, di antaranya ikan, udang, dan kepiting. Logo Kabupaten
menunjukkan bahwa udang dan bandeng merupakan komoditi perikanan yang utama
kota ini.
Sektor industri di Sidoarjo berkembang cukup pesat
karena lokasi yang berdekatan dengan pusat bisnis kawasan Indonesia Timur
(Surabaya), dekat dengan Pelabuhan Laut Tanjung Perak maupun Bandar Udara
Juanda, memiliki sumber daya manusia yang produktif serta kondisi sosial
politik dan keamanan yang relatif stabil menarik minat investor untuk
menanamkan modalnya di Sidoarjo. Sektor industri kecil juga berkembang cukup
baik, di antaranya sentra industri kerajinan tas dan koper di Tanggulangin, sentra industri sandal dan sepatu
di Wedoro dan Tebel-Gedangan, sentra industri kerupuk di Telasih-Tulangan.
Kajian ini menitik beratkan pada penggalian potensi
Kabupaten Sidoarjo khususnya dalam hal olahan pangan lokalnya atau pangan
olahan yang berbasis pangan lokal. Selain untuk melihat kondisi dan potensinya,
kajian juga melihat kecenderungan perkembangan olahan pangan lokal dan upaya
untuk meningkatkan kualitas dan citranya. Selanjutnya hasil kajian ini dapat
berfungsi sebagai komponen perencanaan, penelaah dalam pengambilan kebijakan
terkait potensi olahan pangan lokal di Kabupaten Sidoarjo. Kajian ini
dimaksudkan untuk melakukan pendataan potensi pangan lokal dan olahan pangan
lokal di Kabupaten Sidoarjo.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional deskriptif yang akan menguraikan kondisi dan potensi pangan
olahan berbasis pangan lokal di Kabupaten Sisoarjo. Penelitian dilaksanakan
selama 3 bulan yaitu pada bulan Mei hingga Juli 2013. Lokasi Penelitian
meliputi seluruh kecamatan (18
kecamatan) di Kabupaten Sidoarjo, yaitu Kecamatan: 1) Sidoarjo, 2) Buduran, 3)
Candi, 4) Porong, 5) Krembung, 6) Tulangan, 7) Tanggulangin, 8) Jabon, 9)
Krian, 10) Balongbendo, 11) Wonoayu, 12) Tarik, 13) Prambon, 14) Taman, 15)
Waru, 16) Gedangan, 17) Sedati, dan 18) Sukodono.
Sasaran penelitian ini adalah Usaha kecil dan menengah (UKM) yang dipilih secara purposive-random
sebanyak 60 UKM, dimana satu kecamatan diwakili
3-4 UKM berdasarkan desa dan jenis usaha
yang berbeda pada satu kecamatan yang sama. Sasaran penelitian yang ditentukan
secara purposive-random untuk menjaring data penelitian guna mendeskripsikan
kecenderungan perkembangan pangan olahan berbasis pangan lokal Kabupaten
Sidoarjo.
Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data dengan cara triangulasi
yang memadukan berbagai metode untuk memperoleh penyahihan temuan. Dengan
triangulasi ini diharapkan satu temuan dapat mendukung temuan yang lain
berdasarkan perpaduan beberapa metode yaitu dokumentasi, survei, dan wawancara.
Dokumentasi digunakan untuk penggalian data awal tentang kondisi dan potensi
bahan pangan lokal serta pangan olahan
berbasis pangan lokal Kabupaten Sidoarjo. Penggalian data awal ini dilakukan
pada dinas terkait yaitu Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan; Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, dan Dinas Kesehatan, serta Badan
Ketahanan Pangan Kabupaten Sidoarjo. Metode wawancara digunakan untuk
mengidentifikasi kondisi dan potensi bahan pangan lokal serta pangan olahan berbasis pangan lokal Kabupaten
Sidoarjo yang kemudian dilakukan cros-cek dengan survey. Wawancara dan survey dilakukan pada pemilik usaha berdasarkan
informasi dari Penyuluh Pertanian di setiap kecamatan yang bertindak sebagai
informan. Survey pada industri /UKM dilakukan secara acak, untuk cros-cek.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk memaparkan,
mendeskripsikan atau menggambarkan data hasil observasi tentang tentang kondisi
dan potensi bahan pangan lokal serta
pangan olahan berbasis pangan lokal Kabupaten Sidoarjo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Letak dan potensi bahan pangan lokal serta peredaran
bahan pangan dari luar Sidoarjo merupakan beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap munculnya industri kecil dan menengah (UKM) pangan olahan. Hasil dokumentasi diperoleh
data UKM pangan olahan berdasarkan pengelompokkan bahan pangan seperti terlihat
pada tabel berikut.
Secara umum, UKM menggunakan bahan pokok sumber karbohidrat
dalam produksinya. Sesuai dengan potensi daerah, pemanfaatan sumber karbohidrat
terutama bahan makanan nonberas dan terigu masih sangat kurang. Terbukti banyak
UKM yang tidak banyak memanfaatkan pangan lokal seperti jagung dan umbi-umbian (ubi/ketela rambat, bentul/talas,
uwi, dan lain sebagainya) yang banyak ditanam di tanah pekarangan atau di
pinggir sawah atau ladang. Justru banyak UKM yang memanfaatkan terigu (bahan
makanan import) dan beras (beras dan ketan). Hal ini dipengaruhi oleh tren makanan
yang melanda masyarakat, di mana produk roti ataupun biskuit serta makanan
kecil lainnya dibuat dari terigu. Pemanfaatan singkong lebih banyak dari
pati/tepung daripada umbinya, itupun dipergunakan untuk pengolahan kue atau
makanan kecil lainnya.
Sesuai dengan potensi Kabupaten Sidoarjo yang
memiliki wilayah perairan, hampir semua
UKM (89% atau 16 dari 18 kecamatan) memanfaatkan hasil perikanan (75%) sebagai
salah satu bahan makanan sumber protein hewani untuk usahanya. Bahan pangan
sumber protein hewani lainnya yang juga dimanfaatkan adalah daging ayam, daging
sapi, telur dan susu sapi. Terdapat 6
kecamatan, yaitu Sukodono, Krian, Tarik, Porong, Krembung, dan Tulangan yang
tidak banyak terdapat UKM yang memanfaatkan protein hewani. Hal ini terutama karena potensi wilayahnya
yang kurang mendukung, misalnya pada kecamatan Sukodono, Krian, Tarik,
Krembung, Tulangan dan sebagian Porong memang tidak terdapat tempat atau lahan
perikanan yang mendukung. Susu tidak banyak dimanfaatkan sebagai makanan olahan
karena lebih banyak dijual dalam keadaan segar.
Sesuai dengan potensi pertanian wilayah Sidoarjo
yang banyak menghasilkan kedelai dan kacang hijau, beberapa UKM di wilayah
kecamatan Sedati, Porong, Gedangan dan Waru kurang memanfaatkan sumber protein
nabati. Hampir semua (89% atau 16 dari 18 atau 271 UKM) kecamatan terdapat UKM
yang mengolah kedelai untuk dijadikan tahu, tempe atau olahan yang lain. UKM
kecamatan yang tidak memanfaatkan kedelai adalah Waru dan Sedati, karena lebih
banyak mengolah hasil perikanan ketimbang pertanian. Karena produksi kedelai
tidak sesuai dengan kebutuhan produksi UKM, maka kekurangan dari kedelai ini
dipenuhi dari produk impor yang harganya menjadi tidak stabil. Berdasarkan
informasi dari beberapa UKM, yaitu UKM tahu tempe dan susu kedelai, mereka
memperoleh kedelai dari Pasar Larangan. Ada juga yang mendapatkannya dari
Koperasi Karya Mulya. Kedelai tersebut diperoleh dari distributor/importer di
Surabaya. Kedelai import diperoleh dari Amerika, sedangkan kedelai lokal
berasal dari Mojokerto, Jember, Pasuruan, Ponorogo, Banyuwangi, Bangil, Bima
dan Sumbawa. Jumlah kedelai yang dibutuhkan seluruhnya lumayan banyak, ada yang
hanya 1 ton/10 hari (UKM Sari Kedelai); ada yang membutuhkan 9 ton/3 hari (UKM
tahu); ada juga yang sampai menghabiskan 36 ton/hari (Koperasi Karya Mulya).
Adapun jenis kacang-kacangan yang lain seperti
kacang tanah banyak dimanfaatkan untuk memproduksi bumbu pecel sebagai
pelengkap hidangan, sedangkan kacang hijau, kacang mente dan kacang beras
banyak dimanfaatkan untuk membuat makanan kecil yang jumlahnya tidak banyak.
Sayuran dan buah sebagai bahan makanan sumber
vitamin dan mineral tidak banyak dimanfaatkan oleh UKM. Kabupaten Sidoarjo
berpotensi menghasilkan sayuran dan buah yang melimpah tetapi lebih banyak
dipasarkan dalam kondisi segar. Meskipun bukan penghasil bawang secara
potensial, UKM banyak menggunakan cabe, bawang, empon-empon dan bahan lainnya
untuk membuat bumbu masakan untuk berbagai masakan. Demikian halnya dengan
pemanfaatn jamur, rumput laut, buah dan bahan lainnya yang masih kurang.
Wilayah Buduran sebagai sentra penghasil jamur tiram ( 36 petani jamur tiram)
hanya ada 1 UKM saja yang mengolah jamur. Bahan pangan yang tidak diproduksi di
Sidoarjo dipenuhi dari daerah lain seperti Pasuruan, Malang, Probolinggo dan
daerah yang lain, mengingat letak Sidoarjo yang berdekatan dengan daerah lain
dan sarana transportasi yang memadai.
Pangan olahan yang berbasis pada bahan pangan non
terigu di antaranya adalah lontong, bihun (tepung jagung), dan nasi jagung
instan. Beras sebagai bahan makanan pokok lebih banyak diolah dalam bentuk
lontong dan hasilnya dipasarkan di daerah sekitar (Sidoarjo). Hasil olah jagung
ternyata masih sangat kurang bila dibandingkan dengan olahan yang lainnya.
Hanya ada 4 UKM yang memproduksi olahan makanan pokok ini. Secara tidak
langsung hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sekitar masih tergantung pada
nasi sebagai makanan pokok. Lontong banyak dijual karena permintaan yang cukup
tinggi mengingat Sidoarjo memiliki makanan khas yaitu lontong kupang yang
banyak dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat lokal dan luar kota Sidoarjo.
Selain lontong kupang, lontong banyak dimanfaatkan sebagai pendamping masakan
yang lain.
Sedangkan UKM
yang memproduksi pangan sumber karbohidrat seperti terlihat pada Gambar 1.
Macam makanan
yang yang diolah oleh UKM terdiri dari 8 macam yang terdiri dari makanan
yang siap konsumsi dan bahan makanan siap pakai (diolah lebih lanjut), yaitu:
lontong, bihun beras, bihun jagung, tepung beras, dan nasi jagung instan. Yang
banyak diolah oleh para UKM ini adalah lontong, yaitu 53%, berikutnya adalah
bihun beras 25%, dan yang lainnya adalah nasi jagung, bihun jagung dan tepung
beras. Kecamatan yang baling banyak UKM
yang memproduksi pangan sumber karbohidrat ini adalah Kecamatan
Tulangan. Pangan olahan sumber karbohidrat lebih banyak didominasi oleh produk
dengan bahan baku beras dan jagung. Beras diolah menjadi lontong dan dipasarkan
guna memenuhi kebutuhan masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya, serta penjual
makanan jajanan yang menjual makanan khas Sidoarjo seperti lontong kupang,
lontong cecek, lontong sayur, lontong sayur dan lain sebagainya. Selain
lontong, beras diolah lebih lanjut menjadi bihun. Jagung banyak digunakan dalam
bentuk tepung jagung yang selanjutnya diolah menjadi bihun jagung. Daerah
pemasaran bihun jagung tidak terbatas hanya pada wilayah Sidoarjo, tetapi lebih
banyak di luar kota atau luar pulau Jawa. Dalam bentuk nasi jagung instan
ternyata tidak banyak UKM yang memproduksinya. Sumber karbohidrat lainnya
seperti ubi kayu dan umbi-umbian lainnya lebih banyak dikonsumsi sebagai
makanan selingan (kue basah atau makanan awetan/kering). Jumlah UKM yang
memproduksi makanan awetan atau kering seperti terlihat pada Gambar 2.
Makanan yang
diolah oleh UKM terdiri dari 55 macam, yang terdiri dari makanan yang siap
konsumsi, yaitu: aneka keripik (dari buah, umbi-umbian, usus ayam, ceker ayam,
dan lain sebagainya), rengginang, kue pastel, kembang gula, sale pisang, kue
kering, olahan kacang, jipang/brondong, kuaci, bakpia, manisan buah, dan lain
sebagainya. Adapun bahan utama yang digunakan dalam pengolahan berbagai produk
ini ternyata tidak sepenuhnya dipenuhi oleh hasil pertanian/peternakan dari
Kabupaten Sidoarjo, dan masih ada UKM yang menggunakan bahan tambahan selain
sumber bahan pokok hasil produksi lokal,
seperti coklat, terigu, kacang mente, dan lain sebagainya. Terdapat 15% makanan yang menggunakan terigu
sebagai bahan tambahan atau utama. Jenis makanan yang banyak diproduksi adalah
keripik, baik dari buah, umbi maupun usus/ceker ayam, dan rengginang. Kecamatan yang paling banyak UKM yang memproduksi makanan awetan/kering ini
adalah Kecamatan Tanggulangin.
Jumlah UKM yang memproduksi kue basah seperti
terlihat pada Gambar 4.
Kue basah merupakan jenis kue yang banyak disukai
oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Sidoarjo, terbukti banyak UKM yang
memproduksi kue jenis ini. Kue basah merupakan produk yang harus segera
dikonsumsi karena sifatnya yang tidak tahan lama. Kue basah yang banyak diproduksi
adalah getuk singkong, jajan pasar, serabi, gempo, lumpur, tetel, lemper,
ote-ote, tahu berontak dan lain sebagainya, termasuk roti goreng, donat dan
bakpao serta beberapa makanan yang lain yang menggunakan bahan utama terigu
(bahan pangan import) tetapi sudah lama diproduksi dan diolah oleh masyarakat.
Terdapat 36% makanan yang menggunakan terigu (bahan makanan import) dalam
pembuatan kue basah. Di Kabupaten Sidoarjo ini juga terdapat sentra atau
tempat/wilayah khusus yang memproduksi olahan terigu, yaitu kecamatan Krembung,
dan kecamatan yang UKM-nya banyak memproduksi makanan basah ini selain
Kecamatan Jabon dan Waru tidak ada UKM yang memproduksi kue basah.
Jumlah UKM yang memproduksi kerupuk seperti terlihat
pada Gambar 4.
Produksi kerupuk banyak dilakukan oleh UKM di semua
kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo. UKM yang banyak memproduksi kerupuk
adalah dari Kecamatan Jabon dan Tulangan. Bahan baku yang dipergunakan adalah
pati singkong atau tapioka. Kedua bahan pokok ini diperoleh dari luar Sidoarjo,
yaitu dari Lampung dan Jawa Tengah. Salah satu UKM bisa menghabiskan 30
ton/hari, dengan harga Rp.850.000,-/ton.
Disamping tapioka, terdapat bahan tambahan dalam
pembuatan krupuk, yaitu aneka ikan yang kemudian diolah menjadi kerupuk ikan
dan bahan lain seperti buah, sayur, kentang, dan lain sebagainya. Ikan banyak
dipergunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk diantaranya adalah
ikan air laut atau air tawar, misalnya udang, ikan lele, bandeng, ikan gabus,
mujaer, kerang, dan lain sebagainya. Adapun perbandingan UKM yang memproduksi
kerupuk ikan dan kerupuk biasa dan lainnya seperti terlihat pada Gambar 5.
Kecamatan Jabon banyak menggunakan ikan dalam
produksi kerupuknya, mengingat produksi pangan lokal yang banyak adalah dari
perikanan, sedangkan pada Kecamatan Tulangan produksi kerupuk lebih banyak
hanya menggunakan tapioka yang dibumbui. Kerupuk yang diproduksi banyak
dipasarkan di luar kota bahkan luar pulau Jawa.
Kerupuk lainnya dibuat dari kentang, tahu, singkong, dan nasi. Kerupuk
yang berbahan baku singkong biasanya dibuat kerupuk samiler, dari bahan nasi
dibuat kerupuk puli (puli bawang, puli bandeng ataupun puli terasi), sedangkan
dari bahan tapioka dibuat kerupuk grandong,
kerupuk buah/sayur, kerupuk sodok, kerupuk cor, kerupuk kipas, kerupuk
kemplang dan kerupuk tersanjung.
Jumlah UKM yang memproduksi minuman seperti terlihat pada Gambar 6.
Minuman yang diproduksi UKM rata-rata adalah jenis
minuman yang dibuat dari bahan alami, seperti minuman jamu (beras kencur, sinom, kunyit asam, sirup asem, jahe
instan), minuman rosella, minuman instan, sari temulawak dan sari rasa. Pada
Kecamatan Sedati, Jabon, dan Waru tidak ditemukan UKM yang memproduksi minuman.
Bahan baku yang digunakan adalah gula yang diperoleh dari lingkungan
sekitarnya.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan kedelai seperti terlihat pada Gambar 7.
Kedelai banyak diolah menjadi makanan siap saji
ataupun bahan makanan siap olah. Sebagai makanan siap olah, kedelai dibuat
menjadi tahu (tahu biasa, sumedang, dan pong),
tempe (tempe biasa, tempe oncom), dan kecambah, sedangkan olahan siap
santap berupa sari kedelai, sambal goreng tempe, keripik tempe, botokan
tahu-tempe, stik tahu, dan sosis tahu. Hampir
semua kecamatan memproduksi atau mengolah kedelai, kecuali kecamatan
Sedati dan Waru. Beberapa desa/kelurahan adalah sentra industri tahu dan atau
tempe. Kendala utama adalah pada perolehan bahan baku. Berdasarkan data
produksi tanaman kedelai dibandingkan dengan kebutuhan akan kedelai dirasa
tidak seimbang. Berdasarkan data tahun 2012 tahun. Jumlah ini menurun
dibandingkan tahun 2010 sebesar 13.072,50 kw, bahkan jika dibandingkan dengan
produksi tahun 2009 terjadi penurunan hampir 45%, dimana produksi tahun 2009
mencapai 22.753,05 kw. Kebutuhan lebih banyak dibandingkan persediaan, sehingga
kebutuhan kedelai banyak disuplai dari import luar negeri. Harga sangat
tergantung pada perkembangan mata uang dunia. Pada saat harga kedelai naik,
maka produksi tahu dan tempe beserta dengan olahannya menjadi menurun.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan kedelai seperti terlihat pada Gambar 8.
Produksi telur di Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2012 didominasi oleh telur itik (66% atau 742 ton ) oleh karenanya
beberapa kecamatan yang berdekatan merupakan sentra telur asin. Jenis telur
yang banyak dibudidayakan dan diperdagangkan adalah telur bebek, mayoritas
diolah menjadi telur asin. Daerah yang banyak memproduksi telur asin adalah
Kecamatan Tanggulangin, Prambon, Buduran dan Candi.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan daging ayam dan
sapi seperti terlihat pada Gambar 9.
Olahan daging sapi dan ayam berupa bakso, nugget,
ayam bakar/panggang, sosis, abon sapi, pentol kanji, dan ayam goreng. Berdasarkan banyaknya
produksi ternak di Sidoarjo lebih banyak dijual dalam bentuk segar untuk diolah
menjadi hidangan dibandingkan dengan yang diproduksi UKM pangan olahan. Yang
paling banyak diproduksi adalah pentol atau bakso dari daging sapi disusul
dengan olahan ayam yang dibakar, sedangkan olahan dalam bentuk nugget, sosis
maupun nugget masih sangat kurang. Yang banyak dipasarkan adalah olahan dari
industri besar seperti Benardi. Wilayah yang banyak mengolah daging ayam atau
sapi ini adalah Kecamatan Tulangan, dan wilayah yang UKM nya tidak mengolah
produk ini adalah Kecamatan Taman, Buduran, Porong, Gedangan, Krembung, Jabon
dan Waru.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan ikan seperti terlihat pada Gambar.
Sektor perikanan tambak yang menjadi komoditas
unggulan di Kabupaten Sidoarjo adalah ikan bandeng yang banyak dipelihara di 8
Kecamatan yang membudidayakannya. Sedangkan tangkapan hasil laut tahun 2012
mencapai didominasi oleh binatang berkulit keras dan kupang (kerang, tiram, dan
lain sebaginya). Lele merupakan jenis ikan yang paling dominan produksinya di
perikanan air tawar atau kolam (88%). Berdasarkan data pangan olahan banyak
didominasi oleh olahan bandeng dan pangan jajanan berupa kupang lontong yang
banyak di jajakan oleh pedagang di sentra penjualan kupang lontong seperti di
Gedangan, Candi dan beberapa daerah yang lain. Kecamatan Tanggulangin,Sedati,
Candi dan Sidoarjo adalah yang paling
banyak UKM yang mengolah hasil perikanan ini, sedangkan Kecamatan Krian, Tarik,
Porong tidak ada UKM yang memproduksi olahan ikan karena di wilayahnya tersebut
tidak ada aktivitas perikanan atau hasil perikanan yang ada langsung
dipasarkan. kan juga banyak dipergunakan
sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk di Kecamatan Jabon, Buduran,
Tanggulangin, Sidoarjo dan Candi.
Hasil perikanan lain yang banyak dimanfaatkan adalah
udang, mujaer, lele, patin, dan lain sebagainya. Hasil olahan yang banyak
dibuat oleh UKM ini adalah terasi, petis (udang, ikan, kupang), kerang rebus,
sosis, bakso, ikan panggang atau asap, kupang lontong, teri balado, abon ikan,
ikan asin, sambal klothok, snack laut seperti terung dan hasil olahan lainnya.
UKM yang mengolah bandeng biasanya tidak hanya
memproduksi satu jenis olahan saja. Bandeng tandu (tanpa duri) biasanya dijual
dalam keadaan beku dan ini banyak disiapkan oleh UKM untuk diolah sendiri atau
dijual dalam keadaan beku. UKM yang mengolah bandeng ini lebih banyak dari
kecamatan Sedati dan Sidoarjo.
Pengolahan bandeng yang selama ini dilakukan agar
aman dikonsumsi adalah dengan mengolahnya menjadi bandeng presto atau terkenal
dengan bandeng duri lunak. Bandeng presto dihasilkan dengan cara memasak
bandeng pada suhu tinggi dalam jangka waktu yang lama. Terdapat kelemahan dari
bandeng presto ini, yaitu adanya kemungkinan berkurangnya gizi makanan yang
terkandung pada bandeng akibat pengolahan yang dilakukan pada suhu tinggi,
serta dapat berpotensi menimbulkan rasa bosan jika mengkonsumsi bandeng presto
ini dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, sebagai salah satu variasi
makanan dengan menggunakan bandeng ini dan juga memperhatikan kendala banyaknya
duri pada bandeng, maka dikembangkan usaha penghilangan tulang/duri bandeng
yang menghasilkan produk yang disebut bandeng tanpa duri (batari).
Munculnya produk batari, merupakan produk alternatif
bagi penggemar ikan yang ingin mendapatkan bandeng segar yang terbebas dari
duri halus. Dengan teknologi tepat guna yang sederhana dan melalui pengkajian
letak serta struktur duri, memungkinkan diperoleh produk Batari. Bandeng tanpa duri merupakan salah satu produk
andalan yang dihasilkan oleh Akademi Perikanan Sidoarjo (APS). Sebagai salah
satu lembaga pendidikan tinggi kedinasan yang diselenggarakan Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) dituntut mampu
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia melalui pendidikan dan pelatihan.
Unit Usaha Perikanan APS, Sidoarjo kini mampu
menghasilkan Batari sekitar 100 kg/hari yang berasal dari 150 kg bandeng
segar. Harga bahan baku saat ini,
berkisar Rp 17.000—Rp 18.000/kg untuk ukuran bandeng 3—4 ekor/kg. Sementara
harga produk Batari di tingkat konsumen, dijual dengan harga Rp 13.000-15.000
per ekor atau sekitar Rp 40.000-42.000/kg.
Cukup siginifikan dibandingkan dengan harga bandeng segar utuh.
Mengingat harga yang ditawarkan untuk produk batari relatif cukup mahal jika
dibandingkan dengan bandeng yang masih berduri, maka konsumen batari umumnya
kelas menengah ke atas. Bagi masyarakat sekitar Sidoarjo dengan kelas ekonomi
menengah ke bawah yang ingin menikmati batari, biasanya disiasati dengan
membawa bandeng sendiri dan hanya membayar ongkos jasa cabut durinya saja.
Terasi dan petis banyak dibuat oleh UKM di kecamatan
Sidoarjo, Candi, Sedati, Buduran, Jabon dan Waru. Bahan untuk membuat terasi
adalah udang dan biasanya hasil olah ikutannya adalah petis udang. Jenis bahan
lain yang dimanfaatkan UKM untuk membuat petis adalah ikan dan kupang. Petis
kupang banyak dibuat oleh UKM yang di daerahnya banyak tangkapan kupang dan untuk
memenuhi kebutuhan UKM pangan olahan lainnya yaitu penjual kupang lontong.
Sentra penjualan kupang lontong ada di daerah Candi dan Tanggulangin. Jenis
olahan ikan yang banyak diproduksi adalah ikan asin, yang banyak dilakukan oleh
UKM di kecamatan Sedati, Prambon dan Waru.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan nabati atau
lainnya seperti terlihat pada Gambar 11.
Olahan nabati atau lainnya banyak didominasi oleh
produksi bumbu masak (bumbu masakan jadi) dan bumbu pecel, disamping olahan
lainnya seperti selai, jamur krispi, saus dan cuka makan. Di kecamatan Buduran
terdapat sentra penanaman jamur tiram tetapi hasilnya banyak di pasarkan dalam
bentuk segar sebagai sayuran dibandingkan dengan hasil olahannya. Dibandingkan
dengan olahan kedelai, olahan nabati ini tidak banyak dilirik oleh UKM untuk
diproduksi.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan nabati atau
lainnya seperti terlihat pada Gambar 12.
Olahan terigu dan pangan non pangan lokal
diantaranya adalah aneka mie, macaroni, aneka roti dan cake, kue kering, kopi,
emping, pudding, dan lain sebagainya.
Terigu banyak diolah menjadi roti, biskuit, cake, mie dan lain sebagainya.
Banyak UKM bergerak memproduksi makanan dengan bahan dasar terigu, terutama
produksi kue kering yang banyak diminati masyarakat menjelang lebaran atau hari
raya, kecuali di kecamatan Sedati, Jabon dan Krian tidak terdapat UKM yang
mengolah terigu untuk dibuat menjadi cake, roti, biscuit dan lain sebagainya.
Jumlah UKM yang memanfaatkan terigu lebih banyak dibandingkan UKM yang
menggunakan bahan sumber karbohidrat non terigu. UKM yang memproduksi mie masih sangat terbatas,
yaitu di kecamatan Sidoarjo, Krian, Prambon, Balongbendo dan Waru. Hal ini
dikarenakan sarana produksi yang mahal, karena memerlukan alat khusus dan
ketrampilan dalam membuatnya, sehingga banyak UKM yang tidak bisa memenuhinya.
Nampak juga pada olahan kue basah, yaitu roti goreng dan cakue yang banyak
diproduksi UKM yang ada di sentra usaha roti goreng Kecamatan Krembung dan
Tulangan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi geografis Kabupaten Sidoarjo sangat
mempengaruhi kondisi dan potensi pangan lokal yang ada di kabupaten tersebut.
Kondisi dan ketersediaan bahan pangan lokal yang dimaksud meliputi tanaman pangan hasil pertanian,
peternakan, dan perikanan. Potensi
tanaman pangan sumber karbohidrat pada tahun 2011 adalah beras (1.972.500,38
Kw) dan jagung (15.712,00 Kw).
Kacang-kacangan hasil pertanian Kabuaten Sidoarjo adalah kacang hijau dan
kedelai. Produksi kacang hijau mencapai total produksi 22.789,68 kw. Beberapa
desa/kelurahan adalah sentra industri tahu dan atau tempe, namun produksi
kedelai total hanya mencapai 12.294,83
kw/tahun. Komoditas buah-buahan yang dihasilkan dari Kabupaten Sidoarjo yang
dominan adalah pisang (12.093,00 kw), mangga (9.300,00 kw) dan nangka (5.734,00
kw). Selain 3 jenis buah di atas, buah lain yang juga dihasilkan adalah sawo,
belimbing, jambu air, jambu biji, pepaya, jeruk dan semangka. Produksi sayur,
Tahun 2011 Kabupaten Sidoarjo didominasi dengan
produksi sawi, kangkung dan bayam. Selain itu, juga diroduksi terong,
cabe, timun dan sedikit kacang panjang, meskipun dalam jumlah yang tidak
banyak. Sektor peternakan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 meliputi ternak besar
(sapi, kerbau dan kuda), ternak kecil (kambing dan domba) dan unggas ( ayam
buras, ayam petelur, itik, dan ayam pedaging). Total Produksi susu di Kabupaten
Sidorjo pada tahun 2012 adalah 613.000
Liter yang berasal dari sapi perah perusahaan dan rakyat. Total produksi telur
di Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2012
terdiri dari telur itik (742 ton), ayam kampung (173 ton), ayam ras (190 ton),
dan entok (12 ton). Sidorjo merupakan daerah yang produktif dengan telur itik,
oleh karenanya di beberapa kecamatan
yang berdekatan merupakan sentra telur asin. Sektor Perikanan di Kabupaten
Sidoarjo dapat dikelompokkan dalam perikanan
hasil tambak, kolam dan tangkapan hasil laut. Sektor perikanan komoditas
unggulan yang terdapat di Kabupaten
Sidoarjo adalah ikan bandeng (27.177,50 ton) dan nila (14.333,40 ton).
Tangkapan hasil laut tahun 2012 mencapai 12.881.7 ton meliputi ikan dorang,
lancam, sembilang, pari, binatang berkulit keras dan kupang (kerang, tisam,
dll). Penyumbang terbesarnya adalah kupang dan kerang dengan hasil 10.704,1
ton, dorang 733,9 ton dan ikan pari 458,8 ton. Produksi perikanan air
tawar/kolam tahun 2012 mencapai jumlah produksi total 7591.500 ton yang meliputi ikan lele,
gurameh, nila, patin dan bawal.
Letak dan potensi bahan pangan lokal serta peredaran
bahan pangan dari luar Sidoarjo merupakan beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap munculnya industri kecil dan menengah (UKM) pangan olahan. Jumlah UKM berdasarkan jenis
bahan pangan yang digunakan, yang terbanyak adalah UKM yang memanfaatkan bahan
pangan sumber karbohidrat (804), disusul kemudian dengan sumber protein (708).
Singkong dan pati singkong merupakan bahan sumber karbohidrat yang mendominasi
sebagai bahan produksi, disusul terigu, selanjutnya beras dan tepung beras.
Jenis bahan pokok sumber protein hewani yang dimanfaatkan UKM didominasi oleh
aneka ikan, kerang dan udang. Jenis bahan pokok sumber protein nabati yang
dimanfaatkan UKM didominasi oleh kacang kedelai, disusul kacang tanah. Jenis
bahan pokok sumber vitamin dan mineral yang dimanfaatkan UKM didominasi oleh
empon-empon, buah-buahan dan bumbu. UKM berdasarkan produksinya didominasi oleh
aneka krupuk, olahan nabati, olahan ikan, dan olahan daging sapi/ayam.
B. Saran
Langkah-langkah operasional yang dilakukan dalam
pengembangan pangan lokal (termasuk olahan pangan lokal), mengacu pada Pedoman
Umum, adalah: 1) Identifikasi dan Pemetaan Potensi Sumber Pangan Lokal; 2)
Inventarisasi; 3) Perumusan Pola Pengembangan; 4) Pemberdayaan Masyarakat; 5)
Penerapan Kemitraan; 6) Program Aksi Partisipasif
Selain pengembangan pangan lokal, juga diperlukan pengembangan
pemanfaatan sumberdaya lokal. Sesuai dengan pedoman umum, pengembangan
pemanfaatan sumberdaya lokal ditujukan untuk mengidentifikasi, mengkaji dan
menggali potensi sumberdaya lokal dalam peningkatan mutu dan penganekaragaman
pangan. Sasaran yang ingin dicapai adalah tergalinya potensi pangan lokal dalam
memenuhi kebutuhan konsumsi pangan yang bermutu, beragam dan terjangkau di
tingkat rumah tangga. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah (1) Identifikasi
potensi pangan lokal sesuai kondisi daerah; (2) Pemetaan sumber daya lokal
nabati dan hewani pada tingkat wilayah dan nasional; (3) Perancangan strategi
pengembangan pangan lokal; (4) Sosialisasi dan pelatihan produksi, dan
pemasaran; (5) Pembinaan/pendampingan, pemantauan dan evaluasi.
Perlu dilakukan upaya peningkatan teknologi dan
kelembagaan pangan. Peningkatan teknologi dan kelembagaan pangan diarahkan
untuk memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah bahan pangan
lokal melalui pemanfaatan, penguasaan dan penerapan teknologi pengolahan pangan
serta mendorong kelembagaan pelayanan dan lembaga swadaya masyarakat untuk
mewujudkan industri pengolahan bahan pangan berskala rumah tangga yang kokoh
dan mandiri. Sasaran yang ingin dicapai dalam program ini adalah peningkatan
teknologi pangan dan kelembagaan dalam rangka pengembangan bahan pangan
lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012. Sidoarjo Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo.
Nurlaela,
Luthfiyah. 2002. Sosialisasi Ketahanan Pangan: Mungkinkah Melalui Pendidikan
Dasar? Dalam Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 3 No. 1, 2002: 52-61.
----------------.
2002. "Sosialisasi Pangan Berbasis Bahan Pangan Lokal Melalui
Pendidikan". Dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Hasil-hasil
Penelitian Makanan Tradisional Pengembangan dan Sosialisasi Pangan Lokal. Unesa University Press, Universitas Negeri
Surabaya.
-----------------.
2006. Penerapan Model Pembelajaran Terintegrasi (Integrated Learning) untuk
Meningkatkan Pemahaman Pendidikan Ketahanan Pangan di SD. Dalam Jurnal Pendidikan
Dasar. Vol. 7 No. 1, Maret 2006.
Pratiwi,
A.R. 2002. Kelayakan dan Prospek Pangan Lokal dan Makanan Tradisional di Jawa
Tengah. Makalah Apresiasi/WorkShop Kajian Pangan Lokal dan Tradisional . Badan
Bimas Ketahanan Pangan, Propinsi Jawa Tengah.
Sapuan.
2000. Evaluasi dan Strategi Pengembangan Pemasaran Makanan Tradisional . Jurnal
Makanan tradisional Indonesia. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB, UGM dan
Unibraw. Volume 2. No. 4 p : 1 – 7.
Tampubolon,
SMH. 2002. Suara dari Bogor, Sistem dan Usaha Agribisnis, Kacamata sang
Pemikir. Pusat Studi Pembangunan IPB dan USESE Foundation.
Tejasari,
dkk. 2001. Kajian Tepung Umbi-Umbian Lokal sebagai Bahan Pangan Olahan. Laporan
Penelitian kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember dan
Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Tidak diterbitkan.
Tim
Universitas Brawijaya Malang. 2001. Kajian Pangan Olahan Pengganti Beras.
Laporan Penelitian Kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya Malang dan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Tidak diterbitkan.