Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Tampilkan postingan dengan label Unesa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Unesa. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Desember 2021

Kubliwu, Sirup Sehat di Masa Pandemi



Oleh: Luthfiyah Nurlaela

Pada masa pandemi Covid-19 ini, menjaga imunitas tubuh merupakan hal yang sangat penting. Dengan imunitas tubuh yang baik, resiko terpaparnya penyakit, termasuk virus corona yang sampai saat ini vaksinnya masih terus dipayakan ini, bisa diminimalisir. Tentu saja dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin dan penuh kesadaran. Mencuci tangan, mengenakan masker, menjaga jarak, dan berpikiran positif, merupakan hal-hal penting dilakukan selama pandemi ini.

Menjaga imunitas tubuh memerlukan konsumsi makanan yang baik dan bergizi. Kebutuhan akan karobohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air, harus dipenuhi secara baik dan seimbang. Beragam makanan sebaiknya kita konsumsi setiap hari dalam jumlah yang cukup untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan tubuh akan nutrisi.

Selain konsumsi makanan yang baik dan menyehatkan, olah raga yang teratur juga sebaiknya dilakukan. Tidak perlu olah raga berat sehingga menguras energi. Olah raga ringan seperti jalan pagi, senam, yoga, berenang, bersepeda, adalah baik untuk menjaga kebugaran. Akan lebih baik bila hal tersebut dilakukan pada tempat atau ruangan yang cukup dengan sinar matahari pagi.

Untuk lebih meningkatkan ketahanan dan kesehatan tubuh, kita juga perlu mengkonsumsi suplemen, misalnya dalam bentuk tablet vitamin, minuman herbal, dan lain sebagainya. Tentu saja suplemen yang kita konsumsi adalah suplemen yang aman tanpa efek samping.

Sirup kubliwu (kunyit-belimbing wuluh), dapat menjadi salah satu alternatif minuman sehat di masa pandemi ini. Kunyit bukan sesuatu yang asing bagi kita sejak nenek moyang, dikenal sebagai salah satu rimpang yang memiliki banyak khasiat untuk kesehatan.

Manfaat kunyit (Curcuma longa L) salah satunya adalah meningkatkan daya tahan tubuh sebagai imunomodulator. Kunyit mengandung senyawa metabolit bahan alam berupa kurkumin. Kurkumin memiliki potensi terapeutik beragam seperti antibiotik, antiviral, antioksidan, antikanker, dan untuk penanganan penyakit alzheimer.

Berbagai penelitian farmakologi telah dilakukan terhadap kurkumin. Salah satu yang menjadi perhatian saat ini adalah pengaruh kurkumin terhadap penyembuhan Covid-19. Hal ini diketahui sejak terjadi epidemi penyakit SARS pada 2003. Reseptor yang berperan, yaitu SARS-CoV-2 adalah angiotensin converting enzyme 2 (ACE2). ACE2 dapat berada dalam bentuk fixed menempel di sel dan soluble tidak menempel pada sel. Penelitian terhadap senyawa kurkumin sebagai senyawa tunggal atau murni, dilaporkan meningkatkan ACE2 pada subjek ujicoba (Daryono, 2020).

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) tumbuh baik di daerah tropis. Buahnya yang melimpah sering dibiarkan busuk di pohon atau dibiarkan jatuh. Rasanya yang masam menyebabkan orang tidak mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing wuluh juga sangat rendah. Sebagian kecil masyarakat memanfaatkannya untuk bumbu masakan. Ada juga yang menggunakannya dengan dikeringkan, disebut asam sunti, lazim digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan, khususnya oleh masyarakat Aceh (Muzaifa, 2013). Beberapa produk pangan olahan yang lain adalah kismis dan jelly drink (Agustin & Putri, 2014).

Buah belimbing wuluh bermanfaat sebagai obat batuk, rematik, sariawan, dan sakit gigi. Air pada buahnya juga dapat dimanfaatkan sebagai pengawet ikan dan daging (Setyawati, 2014) dan ikan teri asin (Pakaya, dkk, 2014). Dalam 100 gram buah mengandung 36 kalori; air 92,9 g; vitamin C 35 mg; dan fosfor 13 mg (Fachruddin, 2002), juga mengandung vitamin A, B, dan C (Winarto, 2004).

Dengan demikian, belimbing wuluh sebenarnya memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai produk pangan olahan. Salah satunya dalam bentuk sirup. Sirup merupakan sejenis minuman berupa larutan kental dengan citarasa beranekaragam sesuai dengan bahan bakunya (Satuhu, 20014). Sirup buah adalah sirup yang dibuat dari bahan baku buah-buahan.

Pada produk sirup kubliwu, belimbing wuluh dipadukan dengan kunyit, untuk memperoleh khasiat yang optimal. Dengan ketersediaan bahan yang melimpah dan mudah diperoleh, sirup kubliwu dapat menjadi salah satu alternatif minuman herbal yang memiliki nilai kesehatan. Berdasarkan uji laboratorium yang telah dilakukan,diketahui bahwa pada 100 ml sirup kubliwu mengandung vitamin A (36,80 mg), vitamin C (19,75), kalori (208,50 KKAL), dan antioksidan (11,86 mg).

Vitamin A itu sendiri sebenarnya terdiri dari dua jenis, yaitu retinoid yang berasal dari produk hewani dan betakaroten yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Selain bermanfaat untuk mata, ternyata substansi ini juga bisa menjaga kekebalan sekaligus pertumbuhan tubuh. Fungsi lain vitamin A adalah: 1) kemungkinan memperlambat perjalanan penyakit mata yang mempengaruhi retina; 2) apabila dikonsumsi dalam jumlah cukup, vitamin A akan membantu penglihatan lebih optimal ketika cahaya sedang; 3) mendukung sistem imunitas tubuh bekerja lebih optimal dalam menghalau infeksi; dan 4) menjaga kulit tetap sehat.

Di sisi lain, vitamin C atau dikenal juga dengan nama asam askorbat, merupakan antioksidan terbaik yang dikenal memiliki manfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Sebagai antioksidan, asam askorbat berfungsi melawan efek radikal bebas. Molekul radikal bebas sendiri bisa terbentuk dari polusi udara, makanan, dan proses metabolisme di dalam tubuh. Antioksidan vitamin C pun dapat menghambat resiko penuaan dini dan penyakit jantung. Tubuh membutuhkan vitamin C untuk menjalani berbagai fungsinya.

Selanjutnya untuk antioksidan, ada dua jenis antioksidan yaitu endogenous yang dihasilkan oleh tubuh, serta exogenous yang didapat dari luar tubuh terutama dari makanan. Meskipun dapat menghasilkan antioksidan sendiri, tubuh cenderung lebih bergantung pada antioksidan yang berasal dari luar. Antioksidan ini akan bekerja dengan cara memberikan elektron pada molekul radikal bebas sehingga menetralisasi sifat buruk dari radikal bebas tersebut. Sirup kubliwu yang mengandung aktioksidan, sangat baik dalam melindungi tubuh dari bahaya radikal bebas.

Sebagai sebuah hasil penelitian, sirup kubliwu juga sudah diuji mutu organoleptiknya pada 30 panelis. Hasil uji organoleptik menunjukkan, rasa, aroma, kekentalan, dan warna sirup kubliwu disukai oleh panelis. Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada grafik.


Gambar 1: Hasil Uji Organoleptik Sirup Kubliwu

Selain sudah diujikan pada panelis, sirup kubliwu juga sudah diujikan pada konsumen. Respon konsumen terhadap sirup kubliwu pada umumnya sangat baik. Respon konsumen antara lain, rasanya menyegarkan, enak diminum hangat maupun dingin, minuman yang menyehatkan, kemasannya bagus, dan cocok dikonsumsi oleh segala usia. Respon tersebut sangat sesuai dengan label yang tertera pada kemasan sirup kubliwu: Anget Anglek, Adem Seger.

 

Gambar 2: Sirup Kubliwu, dikemas dalam kemasan botol 250 ml

Sebagian besar orangsaat ini  menghindari mengkonsumsi sirup karena kandungan gulanya yang tinggi. Menyadari hal ini, maka sirup kubliwu menggunakan gula rendah kalori dalam pembuatannya. Dengan komposisi utama sari belimbing wuluh yang banyak mengandung vitamin A, B, dan C, kunyit yang mengandung kurkumin dan antioksidan, serta gula rendah kalori, sirup kubliwu layak sebagai pihan minuman sehat di masa pandemi ini.

 

Rabu, 15 Februari 2017

Pembukaan PPA PPG SM-3T Angkatan V

Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Univesitas Negeri Surabaya angkatan V mulai diselenggarakan untuk tahun Ajaran 2017-2018. Sebanyak 187 mahasiswa telah melakukan registrasi online pada tanggal 4-6 Februari 2017, dan telah seluruhnya melakukan lapor diri pada 7-8 Februari 2017. Selanjutnya para mahasiswa tersebut langsung masuk asrama Rusunawa untuk mahasiswa putri, dan asrama PGSD untuk mahasiswa putra. Mereka akan menghuni asrama selama mengikuti program SM-3T sampai Desember 2017 nanti. 

Mahasiswa PPG sampai angkatan V ini adalah mereka yang sudah melaksanakan tugas pengabdiannya setahun di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) dalam program SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah 3T). Oleh sebab itu, Program PPG ini dinamakan PPG SM-3T, karena pesertanya adalah para alumni SM-3T.

Senin, 13 Februari 2017, di Auditorium Wiyata Mandala, Gedung LP3M Lantai 9, dilaksanakan Pembukaan Program Pengenalan Akademik (PPA). Acara pembukaan dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Akademik, Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si, beserta Sekretaris LP3M, Dr. Suryanti, M.Pd. Ketua dan Sekretaris Pusat PPG, yaitu Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd dan Dr. Elok Sudibyo, M.Pd, tentu saja juga hadir, bersama dengan para ketua program studi penyelenggara PPG.

PPA diselenggarakan selama 3 hari, dimulai dengan kuliah umum dengan tema "Neuroscience in Education", disampaikan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik. Kemudian dilanjutkan dengan materi akademik dan pemahaman seputar tatakelola bidang pendidikan. Gambaran Umum PPG, Sistem Pembelajaran, Sistem Penilaian, Pendidikan Bela Negara, adalah beberapa materi di antaranya. Juga pengenalan lingkungan kampus dan mekanisme pemanfaatannya.

Program PPG SM-3T angkatan V ini terdiri dari sepuluh program studi. Program studi beserta jumlah mahasiswanya adalah: Pendidikan Matematika (33), Pendidikan IPA (13), Pendidikan Fisika (13), PGSD (30), Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (17), Pendidikan Kewarganegaraan (15), Pendidikan Geografi (16), Pendidikan Sejarah (13), Pendidikan Bahasa Indonesia (13), dan Pendidikan Bahasa Inggris (20). Mereka tidak hanya berasal dari Unesa saja, namun juga dari berbagai perguruan tinggi yang lain, seperti Universitas Tanjungpura (Untan), Universitas Nusa Cendana (Undana), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri Surabaya (UNY), Universitas Negeri Semarang (Unnes), dan beberapa universitas yang lain. 

Workshop akan dilaksanakan mulai tanggal 20 Februari 2017, dengan pola nonblok. Keputusan untuk menyelenggarakan PPG dengan pola nonblok didasarkan pada pengalaman empiris selama ini. Sejak awal penyelenggaraan PPG SM-3T tahun 2013, PPG dilaksanakan dengan pola blok, yaitu satu semester penuh di kampus untuk workshop, dan satu semester penuh di sekolah untuk PPL. Pola tersebut menyebabkan kejenuhan baik pada mahasiswa maupun dosen, karena mahasiswa berkutat dengan penyusunan RPP terus-menerus dan dosen juga harus terus-menerus membimbing. Kejenuhan tersebut menyebabkan kinerja mahasiswa dan dosen tidak optimal. 

Pada angkatan V ini, pola nonblok dicoba diterapkan untuk mengantisipasi kelemahan pola blok. Pola ini mengatur kegiatan mahasiswa di kampus dan di sekolah secara berseling, separo semester pertama di kampus, dilanjutkan dengan separo berikutnya di sekolah, begitu juga pada semester keduanya. Berdasarkan Pedoman Penyelenggaraan PPG, pola nonblok memang dimungkinkan.

PPG SM-3T tahun ini diselenggarakan di 23 perguruan tinggi. Sekitar 3000 mahasiswa tersebar di Universitas Bengkulu, Unmul, UNJ, UNM, Unima, Unimed, UNP, Unnes, Unesa, UNY, Undana, Undiksha, UPI, Unri, UNS, Unsyiah, Untan, Universitas Islam Nusantara, Unmuh Malang, Universitas PGRI Semarang, dan USD Yogyakarta.

Surabaya, 13 Februari 2016

Kamis, 19 Februari 2015

Ketika Rumput Mulai Hijau

Musim kemarau beberapa waktu yang lalu menyebabkan rumput-rumput mengering dan pohon-pohon meranggas. Bukit-bukit menjadi gundul dan lembah ngarai menjadi merana. Sapi, kambing, kuda, nampak kurus kering karena padang tempat mereka merumput nyaris tak memberikan apa pun. Kondisi seperti itulah yang saya lihat di berbagai tempat, termasuk di daerah-daerah pedalaman di pelosok Indonesia, sekitar beberapa bulan yang lalu.

Di PPPG, kondisinya tidak berbeda jauh. Kalau saya berdiri di lantai dua, dan melihat ke seluruh penjuru halaman, rerumputan dan pepohonan hampir semuanya kering. Warnanya yang biasanya hijau menyejukkan, berubah menjadi kuning kocoklatan di mana-mana. Sampai saya berkali-kali memanggil mandor taman dan memastikan dia mengontrol anak buahnya saat menyirami tanaman, apakah disirami dengan benar atau tidak. Beberapa kali saya juga turun dan melihat bagaimana para tukang taman itu mengurus tanaman.

Tapi memang, kemarau yang begitu panas membuat kami tidak bisa berbuat banyak. Pagi dan sore tanaman disiram sebanyak apa pun, sinar matahari yang memancarkan panasnya dengan garang, membuat semua upaya seperti tak berarti. Rumput yang hijau hanya di seputaran pohon-pohon besar, radiusnya tak lebih dari semeter, sementara pohon-pohon besar itu pun daun-daunnya rontok di sekitarnya. Hamparan rerumputan, sejauh mata memandang, kuning dan coklat. Haduh, saya sampai pingin nangis rasanya melihat pepohonan dan rerumputan yang kami tanam dengan menghabiskan dana puluhan juta rupiah itu seperti 'hidup tidak, mati pun tak hendak'.

Begitu musim hujan turun, keadaan pun berubah seratus delapan puluh derajat. Hijau di mana-mana. Segar rasanya mata ini memandang. Meski genangan air di bagian-bagian tertentu juga cukup mengganggu, namun kesuburan tanaman yang memenuhi halaman gedung menjulang itu begitu menyegarkan. 

Pagi ini, begitu keluar dari mobil, saya tidak langsung memasuki gedung. Saya sengaja berjalan memutari pagar gedung yang baru kami tanam. Ratusan batang bambu yang tingginya lebih dari dua meter berbaris rapat mengelilingi halaman gedung PPPG. Di beberapa bagian, pagar seng yang semula menjadi batas area halaman, telah rebah rata dengan tanah. Beberapa pohon di depan pagar bambu nampak berdiri miring, terhempas angin dan hujan lebat semalam. Kayu-kayu yang menopangnya tidak  lagi cukup kuat. Harus ada seseorang yang membenahinya agar pohon-pohon itu kembali berdiri tegak.

Saya memutar mulai dari bagian samping kanan gedung sampai ke belakang dan ke samping kiri. Ada beberapa bagian pagar bambu yang terlalu lebar jaraknya, dan saya perkirakan masih bisa dipakai 'brobosan' oleh orang dewasa. Saya hitung, mungkin masih perlu menambah sekitar sepuluh batang bambu untuk membuat pagar hidup itu menjadi lebih rapat. 

Beberapa waktu yang lalu, saat saya menghadiri kegiatan Himapala di malam hari, saya sempat berkeliling melihat-lihat situasi halaman PPPG dari belakang. Kebetulan Sekretariat Himapala memang berada tepat di belakang Gedung PPPG, sekompleks dengan Sekretariat Menwa dan Pramuka. Saat itu, secara kebetulan, ada dua mahasiswa yang nekad 'mbrobos' dari halaman PPPG menuju asrama. Mereka bukan mahasiswa PPPG, karena saya tidak mengenal mereka dan mereka juga tidak mengenal saya. Saya perkirakan mereka mahasiswa di salah satu fakultas di Kampus Unesa Lidah Wetan ini. Mereka memanfaatkan pagar seng yang telah roboh untuk menjadi jembatan yang menghubungkan antara halaman PPPG dengan jalan. Di bawah seng itu adalah selokan. Saya heran, begitu efisiennya mereka, sampai-sampai harus mengambil risiko seperti itu. Bayangkan kalau jembatan seng itu tidak cukup kuat menopang tubuh mereka, dan mereka jatuh terperosok ke dalam selokan. Padahal hanya beberapa meter di sebelah kiri mereka adalah pintu keluar yang sebenarnya. Saya sampai geleng-geleng kepala melihat kenekadan itu. Sepertinya mereka adalah jenis mahasiswa yang tidak betah berada pada zona nyaman. Mereka termasuk jenis mahasiswa yang suka tantangan. Maka menyeberangi selokan dengan menggunakan pagar seng yang dirobohkan menjadi alternatif pemuas rasa haus akan tantangan itu.

Puas berkeliling, saya menuju ruang staf di lantai satu. Sepagi itu, semua staf PPPG sudah berada di posnya masing-masing. 

"Pak Budiman, Pak Somat, ayo ikut saya jalan-jalan." Saya memanggil dua teman staf yang tugasnya adalah mengurus taman dan perlengkapan. 

"Monggo, Bu," Kata mereka serempak.

Saya kembali ke tempat pohon yang berdiri miring tadi. Meminta kedua teman saya itu untuk membetulkan posisinya supaya tidak miring. Saya juga menunjukkan beberapa bagian pagar yang masih perlu dirapatkan dengan batang-batang bambu yang baru. Juga meminta supaya seng-seng yang sudah rebah rata dengan tanah itu diringkas, dan dilaporkan ke Bagian Perlengkapan Unesa, supaya diambil dan dibersihkan. 

"Sekalian Pak, minta tukang taman merapikan rumput-rumput ya?" Pinta saya. Ya, kalau beberapa waktu yang lalu saya sedih melihat rumput-rumput itu menguning dan mengering, sekarang saya sedih melihat rumput-rumput itu tumbuh terlalu subur tak beraturan sehingga perlu dirapikan.

"Inggih, Bu. Minggu ini tukang taman masih mengerjakan pemotongan rumput di FIP, minggu depan jadwalnya di PPPG." Kata Pak Budiman.

"O, baguslah kalau begitu."

Saya senang karena teman-teman di PPPG ini seperti seide dengan saya dalam masalah mengurus kebersihan gedung dan halaman. Seringkali mereka bahkan melakukan hal yang di luar bayangan saya. Beberapa dari mereka menanami halaman dengan lombok dan sayur-sayuran lain. Di balkon lantai dua yang luas, Anda bisa memetik kedondong, jeruk, sawo, belimbing dan jambu. Di halaman, beberapa tahun lagi, akan ada banyak buah mangga dan nangka hasil panen sendiri. Beberapa tahun lagi juga, akan ada banyak pohon peneduh yang tinggi menjulang mengimbangi tingginya gedung. Pagar hidup berupa bambu akan rapat melindungi gedung dan mengamankannya, namun tetap penuh kehangatan dan ramah lingkungan.

Tahun ini, kami terpaksa mengakhiri kerja sama dengan rekanan yang mengurusi kebersihan, karena dari hasil evaluasi kami, kerja rekanan tersebut tidak memuaskan. Bahan pembersih yang mereka gunakan tidak wangi, kabarnya karena terlalu banyak dioplos dengan bahan lain. Lantai hanya nampaknya saja bersih, tapi bersihnya tidak sempurna. Petugas kebersihan sering mengeluh karena bahan pembersih mereka dibatasi dan gaji mereka sering telat. Setidaknya yang saya ingat, dalam setahun kemarin, sempat tiga kali ada kejadian para petugas kebersihan yang jumlahnya sekitar 25 orang itu nyaris mogok kerja, karena gaji mereka belum dibayar. Dua kali mereka berbaris di depan ruang saya, dan setelah kami membantu untuk mengatasi masalah keuangan rekanan, mereka baru reda, tidak jadi mogok kerja. Tentu saja saya dan Bu Yanti sempat ngamuk ke rekanan dan mengancamnya tidak akan memperpanjang kerja sama lagi kalau mereka tidak becus mengurus tenaga kerjanya. Sudah ngurus gedung dan taman tidak beres, ngurus orang juga tidak beres. Payah kan?

Satu hal yang membuat saya dan teman-teman di PPG ini sangat kepikiran adalah ulah orang kampung di sekitar kampus Lidah ini. Beberapa bulan yang lalu, tepat pada hari ulang tahun saya, 18 Oktober 2014, ada 'kebakaran' di samping kanan gedung PPPG. Rumput ilalang yang tinggi dan rimbun itu kabarnya yang menjadi penyebab. Karena kemarau panjang, ilalang mengering, dan gesekan di antara mereka memercikkan api. Karena angin kencang, api itu membesar dan dengan cepat meluas, memangsa rumput dan pepohonan di sekitarnya, mendekat ke arah gedung PPPG. Saat itu bahkan kami sempat memanggil PMK dan dua mobil pemadam kebakaran datang menjinakkan api. Tapi apa mau dikata. Api yang memang sangat besar itu sudah sempat memangsa pipa air dan sebagian pipa jebol sudah.

Belakangan, saya mendengar, kejadian itu ternyata tidak hanya sekali dua kali, tetapi berkali-kali, dan bahkan sudah seperti langganan tiap tahun. Kabarnya, memang ada pihak-pihak yang sengaja membakar ilalang itu, untuk kemudian menanami tanah bekas tempat ilalang terbakar. Saya nyaris tidak percata dengan kabar itu,  sampai akhirnya saya melihat sendiri buktinya.

Suatu ketika, ada acara di lantai sembilan, dan kami melihat halaman PPPG yang berada di bawah sana, dan terkaget-kaget. Tanah yang beberapa waktu yang lalu terbakar, sekarang sudah ditumbuhi dengan tanaman jagung dan polowijo. Tumbuhnya rapi, subur, dan pasti sengaja ditanam oleh orang yang sudah berpengalaman. Ya, bisa jadi, kebakaran yang dulu itu memang dilakukan secara sengaja, agar tanah itu bisa dimanfaatkan saat musim hujan. 

Tentu saja kami semua prihatin dengan kenyataan itu. Ini masalah yang tidak boleh dianggap ringan. Tapi hal ini ternyata, kata banyak sumber, sudah terjadi bertahun-tahun dan berkali-kali. Bagaimana mungkin kita semua bisa membiarkan pihak-pihak luar mengacak-acak kedaulatan kita seperti ini?

Saya mengajak Pak Budiman dan Pak Somat berjalan mendekati tempat yang rawan kebakaran itu. Saya katakan, saya ingin bertemu dengan petani yang memanfaatkan tanah di seberang itu. Saya ingin mengajak mereka untuk bersama-sama menjaga lingkungan kampus. Kalau mereja ingin menanami tanah di dalam kampus dan untuk itu harus lebih dulu membakar ilalang, saya ingin mereka lebih berhati-hati dengan aksinya itu, supaya api yang dibuatnya tidak membesar dan membawa korban apa pun. Termasuk melalap pagar bambu yang kami tanam. Saya ingin Pak Somat dan Pak Budiman meminta orang untuk membuat parit di seputar gedung PPPG dan memastikan parit itu menampung air, sehingga bila ada kebakaran, api tidak sampai menyentuh pagar bambu. Kami harus melakukan itu, karena mungkin hanya itu yang masih  bisa kami lakukan dengan upaya PPPG sendiri. Sambil menunggu respon nyata dari Unesa untuk melakukan sesuatu demi menjaga kedaulatannya. Setidaknya, di beberapa kesempatan, baik dalam forum rapat resmi maupun secara informal, saya sudah menyampaikan kepada para petinggi Unesa bahwa kita harus melakukan sesuatu untuk mencegah terjadinya kebakaran buatan yang sudah terjadi berulang kali. Karena tidak memungkinkan bagi saya dan teman-teman PPPG untuk mengambil kebijakan menyangkut hal itu, maka kami memilih berdamai saja dengan pihak yang memicu munculnya masalah. Yang penting damai dululah, supaya rumput-rumput dan pohon-pohon tetap hijau.....

Surabaya, 8 Februari 2015

Wassalam,
LN

Senin, 05 Januari 2015

Jawa Timur untuk Pendidikan Daerah Tertinggal

Siang itu, saya sedang berada di ruang kerja, di Kantor Program Pengembangan Profesi Guru (PPPG) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), saat ponsel saya berdering. Sebuah suara yang cukup saya kenal menyapa dari seberang. Saya langsung teringat pada laki-laki jangkung pemilik suara yang ramah itu. Saya mengenalnya lewat sahabat saya, Ibu Sirikit Syah. Waktu itu, kami, PPPG Unesa, membutuhkan satu narasumber untuk materi keterampilan berkomunikasi dan sosio-kultural. Kami biasanya menggandeng Mas Rukin Firda, wartawan senior Jawa Pos, yang sahabat saya dan Bu Sirikit juga, dan telah banyak mendampingi kami melakukan pengiriman, penjemputan, dan pendampingan para peserta Program Jatim Mengajar (JM) dan Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM-3T). Namun karena pada awal Agustus 2014 yang lalu Mas Rukin berpulang akibat kecelakaan lalu lintas di kawasan Bungurasih, saya mencoba meminta bantuan Bu Sirikit untuk menggantikannya. Pengalaman dan wawasan Bu Sirikit sebagai mantan jurnalis, penulis, pelatih menulis, dosen, telah membawanya blusukan ke berbagai wilayah Tanah Air dan memberinya banyak kesempatan untuk berkunjung ke berbagai negara, ditambah dengan latar belakang pendidikannya yaitu Komunikasi, maka tepat sudah. Tetapi, meski pun Bu Sirikit sangat berminat dan ingin memenuhi permohonan kami, ternyata beliau sedang ada kegiatan lain yang tidak bisa beliau tinggalkan. 

Maka akhirnya jadilah kami diperkenalkan dengan sosok itu, Dr. Suparto Wijoyo. Bu Sirikit memastikan, beliau adalah orang yang sangat cocok untuk topik itu. Pak Parto orang yang sangat berpengalaman, kaya wawasan, atraktif, humble, pergaulannya luas dengan segala kalangan, dan senang berjejaring. 

Akhirnya kami mengundang Pak Parto untuk menjadi salah satu instruktur di kegiatan kami. Dan benar. Seperti itulah adanya. Semuanya cocok dengan yang dideskripsikan Bu Sirikit.      

Dan baru saja, orang itu menelepon. Meminta saya bergabung dengan para guru besar dan doktor dari perguruan tinggi lain serta para tokoh masyarakat dan budayawan, untuk membuat tulisan dengan tema "Jawa Timur Regional Champion, Berkompetisi dalam MEA 2015". Pada dasarnya, buku ini akan menjadi semacam antologi di mana salah satu penulisnya adalah Dr. H. Soekarwo, Gubernur Jawa Timur, yang lebih dikenal dengan nama Pakde Karwo itu.

Seketika saya heran, mengapa Pak Parto meminta saya untuk bergabung menulis dalam buku itu. Keheranan saya sangat beralasan. Saya tidak terlalu dekat dengan Pakde Karwo. Saya sekadar mengenalnya sebagai pejabat, sebagai Gubernur. Saya sekadar tahu bahwa beliau berkumis tebal dan kumis itu menambah kewibawaannya. Saya sekadar hafal wajahnya, bukan hanya karena beliau sering muncul di berbagai media, namun juga karena saya beberapa kali berkesempatan bersemuka dengan beliau. Seingat saya, saya pernah 'nggowes' bersama Pakde Karwo di Tuban saat reuni akbar SMA 2, almamater saya. Waktu itu saya berada dalam rombongan para petinggi panitia reuni dan berada dekat dengan Pakde Karwo dan rombongannya. Saya juga pernah cukup dekat--dalam arti jarak--dengan beliau saat Unesa mengadakan jalan sehat dalam rangka Dies Natalis. Saya, yang pasti, sangat mengenal wajah dan penampilan beliau, meski beliau--saya yakin--tidak mengenal saya sama sekali.

Alasan keheranan saya yang lain adalah, saya--maaf kalau harus saya katakan--tidak ada ketertarikan dengan dunia politik. Sekadar tahu informasi, cukuplah bagi saya. Sesekali berdebat dengan kawan dan nyambung, itu sudah. Saya selalu mengambil posisi menghindar bersentuhan dengan apa pun yang berbau politik, kecuali saat pemilu, saya tetap berusaha untuk menjadi warga negara yang baik dengan ikut voting. Meski beberapa kali ada saja orang yang mencoba menyeret saya dalam pusaran politik, saya tak bergeming. Saya tidak muak dengan politik, tapi saya merasa biarlah orang lain yang menggelutinya dan biarkan saya menggeluti urusan lain yang juga penting. Sesuai porsi masing-masing. 

Setidaknya dua alasan itulah yang menyebabkan keheranan saya ketika Pak Parto mengajak saya untuk menulis tentang Pakde Karwo. Dan seperti memahami pertanyaan saya, Pak Parto menjelaskan kenapa beliau mengajak saya bergabung. Pak Parto bilang, beliau sangat terkesan dengan buku saya "Berbagi di Ujung Negeri." Buku itu saya hadiahkan pada beliau sebagai salah satu tanda terima kasih kami saat Prakondisi SM-3T yang lalu, karena beliau telah membantu kegiatan kami. Sebuah buku yang mengisahkan perjalanan saya mengunjungi berbagai pelosok Tanah Air dalam rangka melakukan pendampingan Program SM-3T. Di buku itu, saya mengabarkan tentang betapa memprihatinkannya kondisi pendidikan di daerah Sumba Timur, Talaud, Aceh Singkil, Maluku Barat Daya, dan Mamberamo Raya. Betapa rendah etos kerja guru dan kepala sekolah, betapa minim daya dukung sekolah, orang tua dan masyarakat, dan betapa mereka sangat membutuhkan sentuhan pemerintah dan pihak-pihak yang mau peduli. Kondisi infrastruktur yang sangat mengenaskan, jalan yang tidak layak dan berbahaya, rumah-rumah dan sekolah yang berlantai tanah, air dan bahan makanan yang susah didapat, anak-anak ingusan yang lapar dan kurang gizi, akses layanan kesehatan yang nyaris mustahil, listrik dan sinyal yang tak jelas keberadaannya, dan kondisi lain yang sungguh membuat hati ini menangis dan bertanya-tanya: inikah Indonesiaku? 

Maka saya pun menerima tawaran Pak Parto dengan suka cita. Kenapa tidak? Menulis adalah hal yang menyenangkan bagi saya. Menulis sesuatu yang baru adalah tantangan. Apa lagi tentang seseorang yang menjadi public figure karena jabatan dan sepak terjangnya. Seseorang yang menjadi orang nomor wahid di Jawa Timur ini. Sebuah provinsi yang menjadi barometer nasional tentang kinerja pembangunan di segala bidang. 


Tulisan selanjutnya, nantikan di Buku Antologi bersama Pakde Karwo yak?

Surabaya, 5 Januari 2015
Wassalam,
LN

Minggu, 04 Januari 2015

Catatan Natal

Akhirnya, saya berada di sini. Di ruang besar ini, di Auditorium Wiyata Mandala, Gedung PPPG lantai 9. Dalam acara merayakan Natal bersama mahasiswa PPG dan PPGT Unesa.

Tentu saja saya tidak sendiri. Ada puluhan mahasiswa, yang hampir semuanya mengenakan busana bernuansa merah. Merekalah mahasiswa PPG dan PPGT Unesa. Juga ada Mas Yoyok dan Dik Ucik, dua teman tim ahli PPPG yang nonmuslim. Ada juga Mbak Ully, kasubag PPPG, yang datang bersama putrinya yang cantik. Mbak Ully dan putrinya Muslim, dan nampaknya hanya kami bertiga yang akan menjadi kelompok minoritas dalam ruangan ini.

Beberapa hari yang lalu, Mbak Ully bertanya ke saya. "Ibu, mohon ibu buat teks sambutan nggih, Bu, untuk acara Natal, biar nanti saya yang membacakan sambutan Ibu. Insyaallah saya bisa datang." 

Sebelum saya menjawab, tiba-tiba Dik Ucik muncul. 
"Dik Ucik natalan besok bisa datang?" Tanya saya.
"Bisa, Mbak. Saya usahakan bisa datang."
"Kalau begitu biar bu Ucik saja, Bu, yang membacakan sambutan Ibu." Tukas Mbak Ully.
"Dibuatkan ya, Mbak, sambutannya..." Tambah Dik Ucik.
"Oke." Saya mengangguk. "Insyaallah."

Setelah percakapan sore itu, saya termenung-menung. Kenapa Mbak Ully men-judge saya tidak akan datang pada acara natalan nanti? Padahal dia sebelumnya bertanya pun tidak. Biasanya dia akan memastikan dulu apakah saya akan hadir atau tidak pada suatu kegiatan mahasiswa atau pada acara apa saja, termasuk rapat. Baru kemudian dia akan mencatat apa-apa yang saya perlukan atau yang harus dipersiapkan untuk keperluan kegiatan atau rapat tersebut. Tapi ini, tiba-tiba saja dia meminta saya membuat konsep sambutan pada acara Natal supaya dia bisa membacakannya nanti bila harus mewakili saya memberi sambutan dan membuka acara.

Besoknya, Mbak Ully datang ke ruangan saya dan menanyakan konsep sambutan itu.  
"Saya belum memutuskan apakah saya bisa datang atau tidak, Mbak Ully." Kata saya.
"Oh iya, Ibu... Maaf. Baik, saya tunggu saja nggih kalau gitu kepastian dari Ibu."

Besoknya, Mbak Ully mengirim SMS. "Ibu, dresscode untuk acara natal besok, warna merah atau hijau."

Saya kembali termenung-menung. Merah atau hijau, itu warna khas Natal. Pohon cemara dengan pita-pita, lampu-lampu, topi, hiasan-hiasan, dan ornamen-ornamen khas yang lain. Dan saya mungkin akan berada di sana. Di antara lilin-lilin kecil. Juga lagu-lagu rohani yang mereka lantunkan. 

Tapi tentu saja saya tidak akan turut serta dalam ritual misa atau kebaktian mereka. Saya mungkin akan duduk di ruangan lain. Atau sekadar menjauh dari kelompok mereka. Menunggu sampai mereka selesai melakukan peribadatannya. Baru bergabung lagi di acara selanjutnya. Atau bahkan saya hanya akan sekadar memberi sambutan, menyampaikan ucapan selamat merayakan Natal, untuk kemudian pamit undur diri dan membiarkan mereka melakukan peribadatannya dengan khidmat.

Saya pun meminta pertimbangan pada Mas Ayik, suami saya. "Mas, apakah sebaiknya aku datang atau tidak?"
"Menurutmu bagaimana?" Mas Ayik balik bertanya.
"Menurutku, sepertinya aku harus datang."
"Ya. Kamu datang saja. Kamu mengayomi semua agama di PPPG itu. Muslim maupun nonmuslim. Sekadar mengucapkan selamat merayakan natal, insyaallah tidak akan merusak aqidah. Niatkan demi kerukunan dan saling menghormati."

Saya masih termenung-menung setelah pembicaraan dengan Mas Ayik itu. Memang benar. Mahasiswa PPG, apa lagi PPGT, sangat heterogen. Tidak sedikit dari mereka yang berasal dari wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Nasrani. NTT, Papua, Sulawesi, Maluku, semua ada di PPPG ini. Dan di sini, saya adalah ibu mereka.  

Sejak kecil, saya didoktrin oleh keluarga, juga oleh lingkungan saya, bahwa mengucapkan selamat Natal hukumnya haram. Saya menerima saja waktu itu. Namun semakin ke sini, saya mulai membaca, berpikir, mempertimbangkan, mengamati, dan pada akhirnya, keputusan saya jatuh pada pernyataan, bahwa sekadar mengucapkan selamat  Natal, hanya sekadar demi kerukunan dan toleransi, tidak akan merusak aqidah. Sebagai orang yang ingin lebih memahami, saya juga membaca berbagai tulisan tentang pro-kontra hukum Muslim mengucapkan selamat Natal pada nonmuslim. Dalam proses itu, juga dari hasil diskusi, saya akhirnya tiba pada kesimpulan bahwa "ucapan selamat Natal boleh dilakukan oleh para muslim, semata-mata dalam konteks sosial kemanusiaan dan pergaulan kemasyarakatan, bukan keagamaan".

Sebuah tulisan Gus Dur yang saya simpan, juga menguatkan keputusan saya. "Menjadi kemerdekaan bagi kaum Muslimin untuk turut menghormati hari kelahiran Nabi Isa, yang sekarang disebut hari Natal. Mereka bebas merayakannya atau tidak, karena itu sesuatu yang dibolehkan oleh agama."

Gus Dur juga menulis, jika seorang muslim duduk bersama-sama dengan orang lain yang sedang melaksanakan peribadatan mereka, seorang Muslim diperkenankan turut serta duduk dengan mereka asalkan ia tidak turut dalam ritual kebaktian. 

Pada sebuah kesempatan,  Cendekiawan Muslim Salahuddin Wahid (Gus Sholah)juga mengatakan, umat Islam sah-sah saja mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani. Pasalnya, tidak ada dasar yang melarang Muslim mengucapkan selama Natal. "Mengucapkan selamat Natal adalah bentuk ungkapan saling menghormati antarpemeluk agama."

Menurut Gus Shollah lagi: "Ada yang mengatakan tidak boleh tapi banyak juga yang mengatakan boleh. Biarkan masing-masing mengikuti pendapatnya, intinya ada kebebasan menyikapi sesuatu dan enggak boleh dipaksa." Sebuah pernyataan yang menyejukkan dari seorang Gus Shollah, adik kandung Gus Dur itu. 

Tentu saja tuntunan saya adalah Al-Qur'an dan Hadist, dan panutan saya adalah Rasulullah SAW. Tentu saja, Gus Dur dan Gus Shollah, hanyalah sebagian dari panutan saya yang lain. Bagaimana pun, mereka berdua bukan orang sembarangan, meski sebagaimana manusia biasa, mereka tidaklah selalu sempurna. Namun dalam hal ini, saya sangat sepaham dengan sikap dan perkataan mereka tentang Natal. Sikap dan perkataan yang mustinya sudah mereka kaji secara mendalam dan mendasarkan diri pada tuntunan Al-Quran dan Hadist. Sikap dan perkataan yang memberikan kesejukan bagi kehidupan masyarakat  kita yang sangat plural ini. Sikap dan perkataan yang mengekspresikan kesantunan dan kelembutan hati Muslim yang taat pada ajaran agamanya, Islam, sebagai agama yang rahmatan lil alamin.
  
Dan akhirnya, saya berada di sini. Di ruang besar ini, di Auditorium Wiyata Mandala, Gedung PPPG lantai 9. Dalam acara merayakan natal bersama mahasiswa PPG dan PPGT Unesa.

Saya pikir, hanya akan ada saya, Mbak Ully dan putrinya, di ruang ini. Saya pikir, tidak akan ada yang lain, khususnya mahasiswa PPG atau PPGT yang muslim, hadir di sini. Ternyata saya salah. Tak berapa lama, datang dua mahasiswa, Taman Walid Romadhon dan Suryadi. Saya agak surprised. Tamam, mahasiswa berjenggot itu, adalah seksi kerohanian di kepengurusan PPG angkatan kedua ini. Dia jebolan UKKI. Aktif sebagai takmir masjid. Sering 'kedapuk' jadi imam pada saat salat berjamaah, dan sering menjadi pemimpin doa dalam berbagai acara.

Dan saat ini, dia ada di sini. Menyalami teman-teman nonmuslimnya. Memberi sambutan, mewakili pengurus mahasiswa PPG, dan mengucapakan: "selamat merayakan Natal, semoga damai dan sejahtera selalu untuk kita semua." 

Dalam sambutan saya, saya berbagi cerita. Ketika suatu ketika, saya dan tim terdampar di pelosok Sumba Timur,  Maluku Barat Daya, dan Papua. Tidak bisa dihindari, saya tidur di rumah bapak camat yang nonmuslim, saya makan malam di rumah bapak pendeta, saya harus berdialog dengan para kepala suku yang entah beragama apa. Begitu banyak kendala di lapangan, transportasi, logistik, bahkan komunikasi, dan para pemuka adat dan gereja itu berada di baris terdepan membantu mengatasi semuanya. "Bagaimana mungkin kita bisa saling melukai, tidakkah kita bisa merasakan, betapa indah sebuah persaudaraan?" Begitu selalu yang saya pikirkan. Menghayati ketulusan mereka, kepedulian mereka, saya seringkali seperti tidak percaya, bagaimana kita bisa bersitegang bahkan saling menumpahkan darah di antara kita, hanya karena hasutan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab? "Jadi, mari kita lebih merekatkan tali persaudaraan, dengan tetap memegang teguh setiap keyakinan dan agama kita masing-masing, namun senantiasa saling menghargai, saling menghormati. Agama apa pun mengajarkan kasih sayang, dan sudah seharusnya kita saling mengasihi dan menyayangi. Selamat merayakan Natal, damai dan sejahtera selalu untuk kita semua." Begitu kata-kata saya menutup sambutan.

Ketika mengucapkan hal itu, saya teringat Gus Ipul (Syaifullah Yusuf, Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur)yang mengucapkan hal yang sama di sebuah stasiun radio. Saya juga teringat pada laporan liputan natal di berbagai stasiun TV dan surat kabar, di mana para Banser NU (Barisan Ansor Serbaguna Nahdhatul Ulama) yang secara sukarela menjaga gereja-gereja untuk memastikan para pemeluk Nasrani aman dan tenang menjalankan ibadah mereka. Bahkan diberitakan, Banser NU adalah organisasi yang paling sibuk saat Natal tiba. Mereka bergerak merapatkan barisan untuk menjaga gereja-gereja dan tempat-tempat di mana pun para umat Kristiani itu melakukan misa. Di Bandung, Surakarta, Bali, NTT, di mana-mana di seluruh Indonesia. Bagi saya pribadi, betapa indahnya menghayati kebersamaan dan kepedulian itu, meski sejatinya ada perbedaan di antara kita. 

Sayang sekali, kami yang Muslim tidak bisa berlama-lama untuk berada di ruangan auditorium ini. Waktu salat maghrib tiba, oleh sebab itu kami harus mohon izin sebelum acara usai. Kami menyalami bapak pendeta, para dosen, dan para panitia, sambil meminta maaf karena tidak bisa bergabung dalam acara selanjutnya.

Begitu keluar dari pintu lift di lantai 1, saya dikejutkan oleh serombongan mahasiswa PPG yang semuanya berpenampilan rapi. Mereka, para muslimin dan muslimat itu, datang untuk menghadiri perayaan Natal bersama teman-temannya di lantai 9. Wajah mereka semua cerah, dan senyum manis tersungging di wajah-wajah itu.

"Kok baru datang?" Sapa saya.
"Ya, Ibu. Kami sekalian menunggu salat maghrib dulu. Supaya lebih leluasa waktu kami untuk bersama teman-teman merayakan Natal."

Subhanallah. Pengalaman hidup di antara kaum nonmuslim dan bahkan kaum tak beragama selama setahun di daerah penugasan saat mengikuti Program SM-3T, ditambah dengan pengalaman bergaul dengan teman-teman mereka dari berbagai suku dan agama di asrama PPG, menjadikan mereka semua lebih terbuka dalam menyikapi perbedaan. Meningkatkan kemampuan untuk menerima dan menghormati keberagaman. Mengembangkan kepedulian dan kesetiakawanan. 

Tidak salahlah apa yang dikatakan ketua panitia dan pembawa acara tadi. Bahwa meski pada saat Natal kali ini mereka jauh dari keluarga, namun mereka merasakan betapa Natal bagi mereka tidak kalah bermakna dan berkesannya. Karena mereka tetap bisa merayakannya bersama 'orang tua' mereka di sini, serta bersama 'saudara-saudara' mereka di sini pula. Dalam kebersamaan itu, mereka belajar untuk saling menghargai, saling menghormati, saling peduli.

Sungguh indah. Mata saya sampai berkaca-kaca menikmati keindahan ini. Dalam balutan senja dan alunan adzan maghrib, saya bertiga, bersama Tamam dan Suryadi, melangkah menuju musala yang terletak di sebuah sudut di lantai 1. Berjamaah menunaikan salat, tentu saja, dengan Tamam sebagai imamnya. Di atas kami, suara mereka riuh rendah, namun tak mampu mengacaukan kekhusukan kami di sini. 

"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS 16: 18).


Surabaya, 27 Desember 2014

Wassalam,
LN

Jumat, 10 Oktober 2014

Silaturahim SM-3T

Ruang Birawa Hotel Bidakara. Sekitar 1500 orang memenuhi kursi-kursi. Mendikbud, para pejabat eselon satu dan dua, para rektor LPTK, dan peserta PPG SM-3T, PPGT, PPG Kolaboratif, dan peserta SM-3T, perwakilan dari seluruh Indonesia.
  
Dalam sambutannya, Mendikbud mengemukakan, penyakit sosial ada tiga, yaitu: kemiskinan, ketidaktahuan, keterbelakangan peradaban.
Lingkaran penyakit sosial tersebut harus dipotong, dan pisau pendidikanlah yang paling tajam untuk memotongnya. Tidak hanya sekedar teori, praktek telah membuktikan, bahwa ketiga hal tersebut bisa diatasi dengan pendidikan. Para peserta SM-3T adalah pisau-pisau yang memotong tiga penyakit sosial itu.

Pendidikan sebagai penggerak dalam pembangunan. Hasilnya belum bisa dilihat hasilnya secara signifikan dalam lima-enam tahun. Namun pada lima belas sampai dua puluh lima tahun ke depan, karena disentuh oleh tangan-tangan halus, pikiran-pikiran cerdas para peserta SM-3T, maka keadaan akan berubah. Perubahan itu karena tangan-tangan peserta SM-3T. Mereka tidak hanya menyentuh dengan sentuhan-sentuhan fisik, namun lebih dari itu, dengan sentuhan-sentuhan nilai kemanusiaan. Bagaimana mungkin seorang guru dan para siswanya bisa menangis bersama, kalau bukan karena sentuhan kasih sayang. Para guru SM-3T itu bergerak dan berjuang bukan karena didasari adat-istiadat dan agama, namun karena sejatinya, kita semua adalah bersaudara.

Tidak ada satu ungkapan yang bisa kita ucapkan untuk para guru SM-3T, kecuali keharuan dan tetesan air mata. Mereka tidak perlu diberi penghargaan, tapi perjuangan mereka sudah dicatat oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Merekalah para pejuang itu. Ada merah putih di dadanya.

Terkait dengan menjelang akhir masa baktinya di Kemdikbud, yaitu pada tanggal 20 Oktober nanti, Mendikbud merekomendasikan supaya program yang memiliki rasionalitas dan manfaat yang bisa dirasakan langsung, harus terus dilanjutkan.

Kata Mendikbud: "Plis deh...jangan dilupakan SM-3T. Ini bukan program politik, bukan utk mencari popularitas."

SM-3T adalah solusi temporer untuk mengatasi berbagai masalah pendidikan di daerah 3T. Sebelum solusi permanen bisa didapatkan, solusi temporer pun harus dilakukan.

Untuk pengangkatan guru tahun 2014, Mendikbud juga menjelaskan, ada jatah khusus untuk alumni SM-3T. Rekrutmen dibuat skenario sendiri. Dengan kecintaannya, para guru SM-3T itu akan kembali ke tempat-tempat di mana mereka mengabdi itu. Selain itu, juga ada pemberian beasiswa bagi alumni SM-3T untuk memasuki program Magister dan Doktor.

Mendikbud juga berpesan, tidak semua orang punya kesempatan untuk mengikuti SM-3T. Maka setiap peserta SM-3T sebaiknya menulis semua pengalaman mereka selama di tempat tugas. Tambah Mendikbud, alangkah indahnya bila peserta SM-3T bertemu dengan peserta SM-3T. Bersatu menorehkan sejarah dalam pembangunan pendidikan di daerah 3T.  Memberikan sentuhan pada mereka yang lemah.

Pesan Mendikbud juga, sebagai pejuang, guru SM-3T jangan sekali-sekali mengeluh. Setiap persoalan, harus dihadapi. Setiap persoalan itu, selalu ada jawaban. Bila tidak menemukan jawaban, tidak ada jawaban atas persoalan itu sendiri, juga merupakan bagian dari jawaban.

Jakarta 17 September 2014

Wassalam,
LN

Selasa, 30 September 2014

Kajian Potensi Pangan Lokal Kabupaten Sidoarjo

Oleh 
Luthfiyah Nurlaela, Nugrahani Astuti, Sri Handajani,
Siti Sulandjari, Lucia Tri Pangesthi, Mein Kharnolis

Abstrak
Kajian ini dimaksudkan untuk melakukan pendataan potensi pangan lokal dan olahan pangan lokal di Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif yang akan menguraikan kondisi dan potensi pangan olahan berbasis pangan lokal di Kabupaten Sisoarjo. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Mei hingga Juli 2013. Lokasi Penelitian meliputi seluruh kecamatan  (18 kecamatan) di Kabupaten Sidoarjo, yaitu Kecamatan: 1) Sidoarjo, 2) Buduran, 3) Candi, 4) Porong, 5) Krembung, 6) Tulangan, 7) Tanggulangin, 8) Jabon, 9) Krian, 10) Balongbendo, 11) Wonoayu, 12) Tarik, 13) Prambon, 14) Taman, 15) Waru, 16) Gedangan, 17) Sedati, dan 18) Sukodono. Sasaran penelitian ini adalah  Usaha kecil dan menengah (UKM)  yang dipilih secara purposive-random sebanyak  60 UKM, dimana satu kecamatan diwakili 3-4 UKM berdasarkan desa  dan jenis usaha yang berbeda pada satu kecamatan yang sama. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data  dengan cara triangulasi yang memadukan berbagai metode untuk memperoleh penyahihan temuan. Dengan triangulasi ini diharapkan satu temuan dapat mendukung temuan yang lain berdasarkan perpaduan beberapa metode yaitu dokumentasi, survei, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Letak dan potensi bahan pangan lokal serta peredaran bahan pangan dari luar Sidoarjo merupakan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap munculnya industri kecil dan menengah (UKM)  pangan olahan. Jumlah UKM berdasarkan jenis bahan pangan yang digunakan, yang terbanyak adalah UKM yang memanfaatkan bahan pangan sumber karbohidrat (804), disusul kemudian dengan sumber protein (708). Singkong dan pati singkong merupakan bahan sumber karbohidrat yang mendominasi sebagai bahan produksi, disusul terigu, selanjutnya beras dan tepung beras. Jenis bahan pokok sumber protein hewani yang dimanfaatkan UKM didominasi oleh aneka ikan, kerang dan udang. Jenis bahan pokok sumber protein nabati yang dimanfaatkan UKM didominasi oleh kacang kedelai, disusul kacang tanah. Jenis bahan pokok sumber vitamin dan mineral yang dimanfaatkan UKM didominasi oleh empon-empon, buah-buahan dan bumbu. UKM berdasarkan produksinya didominasi oleh aneka krupuk, olahan nabati, olahan ikan, dan olahan daging sapi/ayam.

Kata Kunci: Pangan Lokal, Kabupaten Sidoarjo

PENDAHULUAN
Berdasarkan UU Nomer 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang dimaksud pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman, sedangkan pangan lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Selanjutnya pangan olahan  atau olahan pangan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
Penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Penyelenggaraan pangan bertujuan untuk: 1) meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri; 2) menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat; 3) mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 4) mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan pangan dan gizi; 5) meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri; 6) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat; 7) meningkatkan kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan; dan 8) melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya pangan nasional.
  Indonesia memiliki sumber-sumber karbohidrat yang sangat kaya, antara lain terdapat sekitar 157 spesies bahan pangan karbohidrat nonbiji yang belum termanfaatkan dengan baik. Selain itu, dalam hal ketersediaan makanan beragam, Indonesia memiliki kekayaan budaya makanan dan masakan tradisional yang sangat besar (Tampubolon, 2002; Nurlaela, dkk, 2002). Penelitian Tejasari (2001) dan Tim Universitas Brawijaya (2001) juga menunjukkan potensi pangan lokal di Jawa Timur sangat baik dilihat dari segi produksi maupun produktivitasnya. Pengembangan produk makanan berbasis pangan lokal sangatlah diharapkan dalam rangka mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional (Nurlaela, dkk, 2002).
Kabupaten Sidoarjo, yang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur, juga memiliki banyak potensi pangan lokal, termasuk pangan olahan yang berbasis bahan pangan lokal. Bandeng asap, bandeng presto, krupuk, terasi, ikan asin,  adalah beberapa pangan olahan yang terkenal di Sidoarjo. Oleh sebab itu, Sidoarjo dikenal pula dengan sebutan "Kota Udang". Oleh-oleh makanan khas Sidoarjo adalah  petis, bandeng asap dan kerupuk udang.
Letak geografis Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut: 112,5º-112,9º Bujur Timur,  7,3º-7,5º Lintang Selatan. Batas wilayah meliputi: sebelah utara berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik; selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan; sebelah timur dengan Selat Madura dan sebelah barat dengan Kabupaten Mojokerto. Letak ketinggian dari permukaan laut adalah: 0-3 m merupakan daerah pantai dan pertambakan berada di sebelah timur, meliputi 29,99%; 3-10 m meliputi daerah bagian tengah yang berair tawar mencapai 40,81%; 10-25 m terletak di daerah bagian barat meliputi 29,20%. Suhu antara 20-35ºC (Kabupaten Sidoarjo dalam Angka, 2010).
Dari sumber yang sama diperoleh data bahwa Sidoarjo terdiri dari 18 kecamatan, 31 kelurahan dan 322 desa. Kecamatan tersebut meliputi: 1) Sidoarjo, 2) Buduran, 3) Candi, 4) Porong, 5) Krembung, 6) Tulangan, 7) Tanggulangin, 8) Jabon, 9) Krian, 10) Balongbendo, 11) Wonoayu, 12) Tarik, 13) Prambon, 14) Taman, 15) Waru, 16) Gedangan, 17) Sedati, dan 18) Sukodono. Luas wilayah keseluruhan adalah 714.243 km², sedangkan curah hujan rata-rata pada tahun 2010 berturut-turut adalah: Januari (22,6), Februari (18,8), Maret (16,1),  April (20,4), Mei (13,8), Juni (12,1), Juli (14,0), Agustus (30,2), September (9,1), Oktober (28,1), November (16,1) dan Desember (21,1).
Sidoarjo dikenal juga dengan sebutan Kota Delta, karena berada di antara dua sungai besar pecahan Kali Brantas, yakni Kali Mas dan Kali Porong. Kota Sidoarjo berada di selatan Surabaya, dan secara geografis kedua kota ini seolah-olah menyatu. Perikanan, industri dan jasa merupakan sektor perekonomian utama Sidoarjo. Selat Madura di sebelah timur merupakan daerah penghasil perikanan, di antaranya ikan, udang, dan kepiting. Logo Kabupaten menunjukkan bahwa udang dan bandeng merupakan komoditi perikanan yang utama kota ini.
Sektor industri di Sidoarjo berkembang cukup pesat karena lokasi yang berdekatan dengan pusat bisnis kawasan Indonesia Timur (Surabaya), dekat dengan Pelabuhan Laut Tanjung Perak maupun Bandar Udara Juanda, memiliki sumber daya manusia yang produktif serta kondisi sosial politik dan keamanan yang relatif stabil menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Sidoarjo. Sektor industri kecil juga berkembang cukup baik, di antaranya sentra industri kerajinan tas dan koper di  Tanggulangin, sentra industri sandal dan sepatu di Wedoro dan Tebel-Gedangan, sentra industri kerupuk di  Telasih-Tulangan.
Kajian ini menitik beratkan pada penggalian potensi Kabupaten Sidoarjo khususnya dalam hal olahan pangan lokalnya atau pangan olahan yang berbasis pangan lokal. Selain untuk melihat kondisi dan potensinya, kajian juga melihat kecenderungan perkembangan olahan pangan lokal dan upaya untuk meningkatkan kualitas dan citranya. Selanjutnya hasil kajian ini dapat berfungsi sebagai komponen perencanaan, penelaah dalam pengambilan kebijakan terkait potensi olahan pangan lokal di Kabupaten Sidoarjo. Kajian ini dimaksudkan untuk melakukan pendataan potensi pangan lokal dan olahan pangan lokal di Kabupaten Sidoarjo.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif yang akan menguraikan kondisi dan potensi pangan olahan berbasis pangan lokal di Kabupaten Sisoarjo. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Mei hingga Juli 2013. Lokasi Penelitian meliputi seluruh kecamatan  (18 kecamatan) di Kabupaten Sidoarjo, yaitu Kecamatan: 1) Sidoarjo, 2) Buduran, 3) Candi, 4) Porong, 5) Krembung, 6) Tulangan, 7) Tanggulangin, 8) Jabon, 9) Krian, 10) Balongbendo, 11) Wonoayu, 12) Tarik, 13) Prambon, 14) Taman, 15) Waru, 16) Gedangan, 17) Sedati, dan 18) Sukodono.
Sasaran penelitian ini adalah  Usaha kecil dan menengah (UKM)  yang dipilih secara purposive-random sebanyak  60 UKM, dimana satu kecamatan diwakili 3-4 UKM berdasarkan desa  dan jenis usaha yang berbeda pada satu kecamatan yang sama. Sasaran penelitian yang ditentukan secara purposive-random untuk menjaring data penelitian guna mendeskripsikan kecenderungan perkembangan pangan olahan berbasis pangan lokal Kabupaten Sidoarjo.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data  dengan cara triangulasi yang memadukan berbagai metode untuk memperoleh penyahihan temuan. Dengan triangulasi ini diharapkan satu temuan dapat mendukung temuan yang lain berdasarkan perpaduan beberapa metode yaitu dokumentasi, survei, dan wawancara. Dokumentasi digunakan untuk penggalian data awal tentang kondisi dan potensi bahan pangan lokal  serta pangan olahan berbasis pangan lokal Kabupaten Sidoarjo. Penggalian data awal ini dilakukan pada dinas terkait yaitu Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan; Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, dan Dinas Kesehatan, serta Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sidoarjo. Metode wawancara digunakan untuk mengidentifikasi kondisi dan potensi bahan pangan lokal  serta pangan olahan berbasis pangan lokal Kabupaten Sidoarjo yang kemudian dilakukan cros-cek dengan survey.  Wawancara dan survey  dilakukan pada pemilik usaha berdasarkan informasi dari Penyuluh Pertanian di setiap kecamatan yang bertindak sebagai informan. Survey pada industri /UKM dilakukan secara acak, untuk cros-cek.
    Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk memaparkan, mendeskripsikan atau menggambarkan data hasil observasi tentang tentang kondisi dan potensi bahan pangan lokal  serta pangan olahan berbasis pangan lokal Kabupaten Sidoarjo.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Letak dan potensi bahan pangan lokal serta peredaran bahan pangan dari luar Sidoarjo merupakan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap munculnya industri kecil dan menengah (UKM)  pangan olahan. Hasil dokumentasi diperoleh data UKM pangan olahan berdasarkan pengelompokkan bahan pangan seperti terlihat pada tabel berikut.


Secara umum, UKM menggunakan bahan pokok sumber karbohidrat dalam produksinya. Sesuai dengan potensi daerah, pemanfaatan sumber karbohidrat terutama bahan makanan nonberas dan terigu masih sangat kurang. Terbukti banyak UKM yang tidak banyak memanfaatkan pangan lokal seperti jagung dan  umbi-umbian (ubi/ketela rambat, bentul/talas, uwi, dan lain sebagainya) yang banyak ditanam di tanah pekarangan atau di pinggir sawah atau ladang. Justru banyak UKM yang memanfaatkan terigu (bahan makanan import) dan beras (beras dan ketan). Hal ini dipengaruhi oleh tren makanan yang melanda masyarakat, di mana produk roti ataupun biskuit serta makanan kecil lainnya dibuat dari terigu. Pemanfaatan singkong lebih banyak dari pati/tepung daripada umbinya, itupun dipergunakan untuk pengolahan kue atau makanan kecil lainnya.
Sesuai dengan potensi Kabupaten Sidoarjo yang memiliki wilayah perairan,  hampir semua UKM (89% atau 16 dari 18 kecamatan) memanfaatkan hasil perikanan (75%) sebagai salah satu bahan makanan sumber protein hewani untuk usahanya. Bahan pangan sumber protein hewani lainnya yang juga dimanfaatkan adalah daging ayam, daging sapi, telur dan susu sapi.  Terdapat 6 kecamatan, yaitu Sukodono, Krian, Tarik, Porong, Krembung, dan Tulangan yang tidak banyak terdapat UKM yang memanfaatkan protein hewani.  Hal ini terutama karena potensi wilayahnya yang kurang mendukung, misalnya pada kecamatan Sukodono, Krian, Tarik, Krembung, Tulangan dan sebagian Porong memang tidak terdapat tempat atau lahan perikanan yang mendukung. Susu tidak banyak dimanfaatkan sebagai makanan olahan karena lebih banyak dijual dalam keadaan segar.
Sesuai dengan potensi pertanian wilayah Sidoarjo yang banyak menghasilkan kedelai dan kacang hijau, beberapa UKM di wilayah kecamatan Sedati, Porong, Gedangan dan Waru kurang memanfaatkan sumber protein nabati. Hampir semua (89% atau 16 dari 18 atau 271 UKM) kecamatan terdapat UKM yang mengolah kedelai untuk dijadikan tahu, tempe atau olahan yang lain. UKM kecamatan yang tidak memanfaatkan kedelai adalah Waru dan Sedati, karena lebih banyak mengolah hasil perikanan ketimbang pertanian. Karena produksi kedelai tidak sesuai dengan kebutuhan produksi UKM, maka kekurangan dari kedelai ini dipenuhi dari produk impor yang harganya menjadi tidak stabil. Berdasarkan informasi dari beberapa UKM, yaitu UKM tahu tempe dan susu kedelai, mereka memperoleh kedelai dari Pasar Larangan. Ada juga yang mendapatkannya dari Koperasi Karya Mulya. Kedelai tersebut diperoleh dari distributor/importer di Surabaya. Kedelai import diperoleh dari Amerika, sedangkan kedelai lokal berasal dari Mojokerto, Jember, Pasuruan, Ponorogo, Banyuwangi, Bangil, Bima dan Sumbawa. Jumlah kedelai yang dibutuhkan seluruhnya lumayan banyak, ada yang hanya 1 ton/10 hari (UKM Sari Kedelai); ada yang membutuhkan 9 ton/3 hari (UKM tahu); ada juga yang sampai menghabiskan 36 ton/hari (Koperasi Karya Mulya).
Adapun jenis kacang-kacangan yang lain seperti kacang tanah banyak dimanfaatkan untuk memproduksi bumbu pecel sebagai pelengkap hidangan, sedangkan kacang hijau, kacang mente dan kacang beras banyak dimanfaatkan untuk membuat makanan kecil yang jumlahnya tidak banyak.
Sayuran dan buah sebagai bahan makanan sumber vitamin dan mineral tidak banyak dimanfaatkan oleh UKM. Kabupaten Sidoarjo berpotensi menghasilkan sayuran dan buah yang melimpah tetapi lebih banyak dipasarkan dalam kondisi segar. Meskipun bukan penghasil bawang secara potensial, UKM banyak menggunakan cabe, bawang, empon-empon dan bahan lainnya untuk membuat bumbu masakan untuk berbagai masakan. Demikian halnya dengan pemanfaatn jamur, rumput laut, buah dan bahan lainnya yang masih kurang. Wilayah Buduran sebagai sentra penghasil jamur tiram ( 36 petani jamur tiram) hanya ada 1 UKM saja yang mengolah jamur. Bahan pangan yang tidak diproduksi di Sidoarjo dipenuhi dari daerah lain seperti Pasuruan, Malang, Probolinggo dan daerah yang lain, mengingat letak Sidoarjo yang berdekatan dengan daerah lain dan sarana transportasi yang memadai.
Pangan olahan yang berbasis pada bahan pangan non terigu di antaranya adalah lontong, bihun (tepung jagung), dan nasi jagung instan. Beras sebagai bahan makanan pokok lebih banyak diolah dalam bentuk lontong dan hasilnya dipasarkan di daerah sekitar (Sidoarjo). Hasil olah jagung ternyata masih sangat kurang bila dibandingkan dengan olahan yang lainnya. Hanya ada 4 UKM yang memproduksi olahan makanan pokok ini. Secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sekitar masih tergantung pada nasi sebagai makanan pokok. Lontong banyak dijual karena permintaan yang cukup tinggi mengingat Sidoarjo memiliki makanan khas yaitu lontong kupang yang banyak dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat lokal dan luar kota Sidoarjo. Selain lontong kupang, lontong banyak dimanfaatkan sebagai pendamping masakan yang lain.
 Sedangkan UKM yang memproduksi pangan sumber karbohidrat seperti terlihat pada Gambar 1.



Macam makanan  yang yang diolah oleh UKM terdiri dari 8 macam yang terdiri dari makanan yang siap konsumsi dan bahan makanan siap pakai (diolah lebih lanjut), yaitu: lontong, bihun beras, bihun jagung, tepung beras, dan nasi jagung instan. Yang banyak diolah oleh para UKM ini adalah lontong, yaitu 53%, berikutnya adalah bihun beras 25%, dan yang lainnya adalah nasi jagung, bihun jagung dan tepung beras. Kecamatan yang baling banyak UKM  yang memproduksi pangan sumber karbohidrat ini adalah Kecamatan Tulangan. Pangan olahan sumber karbohidrat lebih banyak didominasi oleh produk dengan bahan baku beras dan jagung. Beras diolah menjadi lontong dan dipasarkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya, serta penjual makanan jajanan yang menjual makanan khas Sidoarjo seperti lontong kupang, lontong cecek, lontong sayur, lontong sayur dan lain sebagainya. Selain lontong, beras diolah lebih lanjut menjadi bihun. Jagung banyak digunakan dalam bentuk tepung jagung yang selanjutnya diolah menjadi bihun jagung. Daerah pemasaran bihun jagung tidak terbatas hanya pada wilayah Sidoarjo, tetapi lebih banyak di luar kota atau luar pulau Jawa. Dalam bentuk nasi jagung instan ternyata tidak banyak UKM yang memproduksinya. Sumber karbohidrat lainnya seperti ubi kayu dan umbi-umbian lainnya lebih banyak dikonsumsi sebagai makanan selingan (kue basah atau makanan awetan/kering). Jumlah UKM yang memproduksi makanan awetan atau kering seperti terlihat pada Gambar 2.



Makanan  yang diolah oleh UKM terdiri dari 55 macam, yang terdiri dari makanan yang siap konsumsi, yaitu: aneka keripik (dari buah, umbi-umbian, usus ayam, ceker ayam, dan lain sebagainya), rengginang, kue pastel, kembang gula, sale pisang, kue kering, olahan kacang, jipang/brondong, kuaci, bakpia, manisan buah, dan lain sebagainya. Adapun bahan utama yang digunakan dalam pengolahan berbagai produk ini ternyata tidak sepenuhnya dipenuhi oleh hasil pertanian/peternakan dari Kabupaten Sidoarjo, dan masih ada UKM yang menggunakan bahan tambahan selain sumber bahan  pokok hasil produksi lokal, seperti coklat, terigu, kacang mente, dan lain sebagainya.  Terdapat 15% makanan yang menggunakan terigu sebagai bahan tambahan atau utama. Jenis makanan yang banyak diproduksi adalah keripik, baik dari buah, umbi maupun usus/ceker ayam, dan rengginang.  Kecamatan yang paling banyak UKM  yang memproduksi makanan awetan/kering ini adalah Kecamatan Tanggulangin.
Jumlah UKM yang memproduksi kue basah seperti terlihat pada Gambar 4.


Kue basah merupakan jenis kue yang banyak disukai oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Sidoarjo, terbukti banyak UKM yang memproduksi kue jenis ini. Kue basah merupakan produk yang harus segera dikonsumsi karena sifatnya yang tidak tahan lama. Kue basah yang banyak diproduksi adalah getuk singkong, jajan pasar, serabi, gempo, lumpur, tetel, lemper, ote-ote, tahu berontak dan lain sebagainya, termasuk roti goreng, donat dan bakpao serta beberapa makanan yang lain yang menggunakan bahan utama terigu (bahan pangan import) tetapi sudah lama diproduksi dan diolah oleh masyarakat. Terdapat 36% makanan yang menggunakan terigu (bahan makanan import) dalam pembuatan kue basah. Di Kabupaten Sidoarjo ini juga terdapat sentra atau tempat/wilayah khusus yang memproduksi olahan terigu, yaitu kecamatan Krembung, dan kecamatan yang UKM-nya banyak memproduksi makanan basah ini selain Kecamatan Jabon dan Waru tidak ada UKM yang memproduksi kue basah.
Jumlah UKM yang memproduksi kerupuk seperti terlihat pada Gambar 4.



Produksi kerupuk banyak dilakukan oleh UKM di semua kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo. UKM yang banyak memproduksi kerupuk adalah dari Kecamatan Jabon dan Tulangan. Bahan baku yang dipergunakan adalah pati singkong atau tapioka. Kedua bahan pokok ini diperoleh dari luar Sidoarjo, yaitu dari Lampung dan Jawa Tengah. Salah satu UKM bisa menghabiskan 30 ton/hari, dengan harga Rp.850.000,-/ton.
Disamping tapioka, terdapat bahan tambahan dalam pembuatan krupuk, yaitu aneka ikan yang kemudian diolah menjadi kerupuk ikan dan bahan lain seperti buah, sayur, kentang, dan lain sebagainya. Ikan banyak dipergunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk diantaranya adalah ikan air laut atau air tawar, misalnya udang, ikan lele, bandeng, ikan gabus, mujaer, kerang, dan lain sebagainya. Adapun perbandingan UKM yang memproduksi kerupuk ikan dan kerupuk biasa dan lainnya seperti terlihat pada Gambar 5.


Kecamatan Jabon banyak menggunakan ikan dalam produksi kerupuknya, mengingat produksi pangan lokal yang banyak adalah dari perikanan, sedangkan pada Kecamatan Tulangan produksi kerupuk lebih banyak hanya menggunakan tapioka yang dibumbui. Kerupuk yang diproduksi banyak dipasarkan di luar kota bahkan luar pulau Jawa.  Kerupuk lainnya dibuat dari kentang, tahu, singkong, dan nasi. Kerupuk yang berbahan baku singkong biasanya dibuat kerupuk samiler, dari bahan nasi dibuat kerupuk puli (puli bawang, puli bandeng ataupun puli terasi), sedangkan dari bahan tapioka dibuat kerupuk grandong,  kerupuk buah/sayur, kerupuk sodok, kerupuk cor, kerupuk kipas, kerupuk kemplang dan kerupuk tersanjung.
Jumlah UKM yang memproduksi minuman  seperti terlihat pada Gambar 6.



Minuman yang diproduksi UKM rata-rata adalah jenis minuman yang dibuat dari bahan alami, seperti minuman jamu (beras  kencur, sinom, kunyit asam, sirup asem, jahe instan), minuman rosella, minuman instan, sari temulawak dan sari rasa. Pada Kecamatan Sedati, Jabon, dan Waru tidak ditemukan UKM yang memproduksi minuman. Bahan baku yang digunakan adalah gula yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan kedelai  seperti terlihat pada Gambar 7.


Kedelai banyak diolah menjadi makanan siap saji ataupun bahan makanan siap olah. Sebagai makanan siap olah, kedelai dibuat menjadi tahu (tahu biasa, sumedang, dan pong),  tempe (tempe biasa, tempe oncom), dan kecambah, sedangkan olahan siap santap berupa sari kedelai, sambal goreng tempe, keripik tempe, botokan tahu-tempe, stik tahu, dan sosis tahu. Hampir  semua kecamatan memproduksi atau mengolah kedelai, kecuali kecamatan Sedati dan Waru. Beberapa desa/kelurahan adalah sentra industri tahu dan atau tempe. Kendala utama adalah pada perolehan bahan baku. Berdasarkan data produksi tanaman kedelai dibandingkan dengan kebutuhan akan kedelai dirasa tidak seimbang. Berdasarkan data tahun 2012 tahun. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2010 sebesar 13.072,50 kw, bahkan jika dibandingkan dengan produksi tahun 2009 terjadi penurunan hampir 45%, dimana produksi tahun 2009 mencapai 22.753,05 kw. Kebutuhan lebih banyak dibandingkan persediaan, sehingga kebutuhan kedelai banyak disuplai dari import luar negeri. Harga sangat tergantung pada perkembangan mata uang dunia. Pada saat harga kedelai naik, maka produksi tahu dan tempe beserta dengan olahannya menjadi menurun.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan kedelai  seperti terlihat pada Gambar 8.



Produksi telur di Kabupaten Sidoarjo  pada tahun 2012 didominasi oleh  telur itik (66% atau 742 ton ) oleh karenanya beberapa kecamatan yang berdekatan merupakan sentra telur asin. Jenis telur yang banyak dibudidayakan dan diperdagangkan adalah telur bebek, mayoritas diolah menjadi telur asin. Daerah yang banyak memproduksi telur asin adalah Kecamatan Tanggulangin, Prambon, Buduran dan Candi.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan daging ayam dan sapi  seperti terlihat pada Gambar 9.


Olahan daging sapi dan ayam berupa bakso, nugget, ayam bakar/panggang, sosis, abon sapi, pentol kanji,  dan ayam goreng. Berdasarkan banyaknya produksi ternak di Sidoarjo lebih banyak dijual dalam bentuk segar untuk diolah menjadi hidangan dibandingkan dengan yang diproduksi UKM pangan olahan. Yang paling banyak diproduksi adalah pentol atau bakso dari daging sapi disusul dengan olahan ayam yang dibakar, sedangkan olahan dalam bentuk nugget, sosis maupun nugget masih sangat kurang. Yang banyak dipasarkan adalah olahan dari industri besar seperti Benardi. Wilayah yang banyak mengolah daging ayam atau sapi ini adalah Kecamatan Tulangan, dan wilayah yang UKM nya tidak mengolah produk ini adalah Kecamatan Taman, Buduran, Porong, Gedangan, Krembung, Jabon dan Waru. 
Jumlah UKM yang memproduksi olahan ikan  seperti terlihat pada Gambar.



Sektor perikanan tambak yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Sidoarjo adalah ikan bandeng yang banyak dipelihara di 8 Kecamatan yang membudidayakannya. Sedangkan tangkapan hasil laut tahun 2012 mencapai didominasi oleh binatang berkulit keras dan kupang (kerang, tiram, dan lain sebaginya). Lele merupakan jenis ikan yang paling dominan produksinya di perikanan air tawar atau kolam (88%). Berdasarkan data pangan olahan banyak didominasi oleh olahan bandeng dan pangan jajanan berupa kupang lontong yang banyak di jajakan oleh pedagang di sentra penjualan kupang lontong seperti di Gedangan, Candi dan beberapa daerah yang lain. Kecamatan Tanggulangin,Sedati, Candi dan Sidoarjo adalah  yang paling banyak UKM yang mengolah hasil perikanan ini, sedangkan Kecamatan Krian, Tarik, Porong tidak ada UKM yang memproduksi olahan ikan karena di wilayahnya tersebut tidak ada aktivitas perikanan atau hasil perikanan yang ada langsung dipasarkan.  kan juga banyak dipergunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk di Kecamatan Jabon, Buduran, Tanggulangin, Sidoarjo dan Candi.
Hasil perikanan lain yang banyak dimanfaatkan adalah udang, mujaer, lele, patin, dan lain sebagainya. Hasil olahan yang banyak dibuat oleh UKM ini adalah terasi, petis (udang, ikan, kupang), kerang rebus, sosis, bakso, ikan panggang atau asap, kupang lontong, teri balado, abon ikan, ikan asin, sambal klothok, snack laut seperti terung dan hasil olahan lainnya.
UKM yang mengolah bandeng biasanya tidak hanya memproduksi satu jenis olahan saja. Bandeng tandu (tanpa duri) biasanya dijual dalam keadaan beku dan ini banyak disiapkan oleh UKM untuk diolah sendiri atau dijual dalam keadaan beku. UKM yang mengolah bandeng ini lebih banyak dari kecamatan Sedati dan Sidoarjo.
Pengolahan bandeng yang selama ini dilakukan agar aman dikonsumsi adalah dengan mengolahnya menjadi bandeng presto atau terkenal dengan bandeng duri lunak. Bandeng presto dihasilkan dengan cara memasak bandeng pada suhu tinggi dalam jangka waktu yang lama. Terdapat kelemahan dari bandeng presto ini, yaitu adanya kemungkinan berkurangnya gizi makanan yang terkandung pada bandeng akibat pengolahan yang dilakukan pada suhu tinggi, serta dapat berpotensi menimbulkan rasa bosan jika mengkonsumsi bandeng presto ini dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, sebagai salah satu variasi makanan dengan menggunakan bandeng ini dan juga memperhatikan kendala banyaknya duri pada bandeng, maka dikembangkan usaha penghilangan tulang/duri bandeng yang menghasilkan produk yang disebut bandeng tanpa duri (batari).
Munculnya produk batari, merupakan produk alternatif bagi penggemar ikan yang ingin mendapatkan bandeng segar yang terbebas dari duri halus. Dengan teknologi tepat guna yang sederhana dan melalui pengkajian letak serta struktur duri, memungkinkan diperoleh produk Batari. Bandeng  tanpa duri merupakan salah satu produk andalan yang dihasilkan oleh Akademi Perikanan Sidoarjo (APS). Sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi kedinasan yang diselenggarakan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) dituntut mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia melalui pendidikan dan pelatihan.
Unit Usaha Perikanan APS, Sidoarjo kini mampu menghasilkan Batari sekitar 100 kg/hari yang berasal dari 150 kg bandeng segar.  Harga bahan baku saat ini, berkisar Rp 17.000—Rp 18.000/kg untuk ukuran bandeng 3—4 ekor/kg. Sementara harga produk Batari di tingkat konsumen, dijual dengan harga Rp 13.000-15.000 per ekor atau sekitar Rp 40.000-42.000/kg.  Cukup siginifikan dibandingkan dengan harga bandeng segar utuh. Mengingat harga yang ditawarkan untuk produk batari relatif cukup mahal jika dibandingkan dengan bandeng yang masih berduri, maka konsumen batari umumnya kelas menengah ke atas. Bagi masyarakat sekitar Sidoarjo dengan kelas ekonomi menengah ke bawah yang ingin menikmati batari, biasanya disiasati dengan membawa bandeng sendiri dan hanya membayar ongkos jasa cabut durinya saja.
Terasi dan petis banyak dibuat oleh UKM di kecamatan Sidoarjo, Candi, Sedati, Buduran, Jabon dan Waru. Bahan untuk membuat terasi adalah udang dan biasanya hasil olah ikutannya adalah petis udang. Jenis bahan lain yang dimanfaatkan UKM untuk membuat petis adalah ikan dan kupang. Petis kupang banyak dibuat oleh UKM yang di daerahnya banyak tangkapan kupang dan untuk memenuhi kebutuhan UKM pangan olahan lainnya yaitu penjual kupang lontong. Sentra penjualan kupang lontong ada di daerah Candi dan Tanggulangin. Jenis olahan ikan yang banyak diproduksi adalah ikan asin, yang banyak dilakukan oleh UKM di kecamatan Sedati, Prambon dan Waru.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan nabati atau lainnya  seperti terlihat pada Gambar 11.



Olahan nabati atau lainnya banyak didominasi oleh produksi bumbu masak (bumbu masakan jadi) dan bumbu pecel, disamping olahan lainnya seperti selai, jamur krispi, saus dan cuka makan. Di kecamatan Buduran terdapat sentra penanaman jamur tiram tetapi hasilnya banyak di pasarkan dalam bentuk segar sebagai sayuran dibandingkan dengan hasil olahannya. Dibandingkan dengan olahan kedelai, olahan nabati ini tidak banyak dilirik oleh UKM untuk diproduksi.
Jumlah UKM yang memproduksi olahan nabati atau lainnya  seperti terlihat pada Gambar 12.



Olahan terigu dan pangan non pangan lokal diantaranya adalah aneka mie, macaroni, aneka roti dan cake, kue kering, kopi, emping, pudding,  dan lain sebagainya. Terigu banyak diolah menjadi roti, biskuit, cake, mie dan lain sebagainya. Banyak UKM bergerak memproduksi makanan dengan bahan dasar terigu, terutama produksi kue kering yang banyak diminati masyarakat menjelang lebaran atau hari raya, kecuali di kecamatan Sedati, Jabon dan Krian tidak terdapat UKM yang mengolah terigu untuk dibuat menjadi cake, roti, biscuit dan lain sebagainya. Jumlah UKM yang memanfaatkan terigu lebih banyak dibandingkan UKM yang menggunakan bahan sumber karbohidrat non terigu.  UKM yang memproduksi mie masih sangat terbatas, yaitu di kecamatan Sidoarjo, Krian, Prambon, Balongbendo dan Waru. Hal ini dikarenakan sarana produksi yang mahal, karena memerlukan alat khusus dan ketrampilan dalam membuatnya, sehingga banyak UKM yang tidak bisa memenuhinya. Nampak juga pada olahan kue basah, yaitu roti goreng dan cakue yang banyak diproduksi UKM yang ada di sentra usaha roti goreng Kecamatan Krembung dan Tulangan.


PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi geografis Kabupaten Sidoarjo sangat mempengaruhi kondisi dan potensi pangan lokal yang ada di kabupaten tersebut. Kondisi dan ketersediaan bahan pangan lokal yang  dimaksud meliputi tanaman pangan hasil pertanian, peternakan,  dan perikanan. Potensi tanaman pangan sumber karbohidrat pada tahun 2011 adalah beras (1.972.500,38 Kw)  dan jagung (15.712,00 Kw). Kacang-kacangan hasil pertanian Kabuaten Sidoarjo adalah kacang hijau dan kedelai. Produksi kacang hijau mencapai total produksi 22.789,68 kw. Beberapa desa/kelurahan adalah sentra industri tahu dan atau tempe, namun produksi kedelai total  hanya mencapai 12.294,83 kw/tahun. Komoditas buah-buahan yang dihasilkan dari Kabupaten Sidoarjo yang dominan adalah pisang (12.093,00 kw), mangga (9.300,00 kw) dan nangka (5.734,00 kw). Selain 3 jenis buah di atas, buah lain yang juga dihasilkan adalah sawo, belimbing, jambu air, jambu biji, pepaya, jeruk dan semangka. Produksi sayur, Tahun 2011 Kabupaten Sidoarjo didominasi dengan  produksi sawi, kangkung dan bayam. Selain itu, juga diroduksi terong, cabe, timun dan sedikit kacang panjang, meskipun dalam jumlah yang tidak banyak. Sektor peternakan Kabupaten Sidoarjo tahun 2011 meliputi ternak besar (sapi, kerbau dan kuda), ternak kecil (kambing dan domba) dan unggas ( ayam buras, ayam petelur, itik, dan ayam pedaging). Total Produksi susu di Kabupaten Sidorjo  pada tahun 2012 adalah 613.000 Liter yang berasal dari sapi perah perusahaan dan rakyat. Total produksi telur di Kabupaten Sidoarjo  pada tahun 2012 terdiri dari telur itik (742 ton), ayam kampung (173 ton), ayam ras (190 ton), dan entok (12 ton). Sidorjo merupakan daerah yang produktif dengan telur itik, oleh karenanya di  beberapa kecamatan yang berdekatan merupakan sentra telur asin. Sektor Perikanan di Kabupaten Sidoarjo dapat dikelompokkan dalam perikanan  hasil tambak, kolam dan tangkapan hasil laut. Sektor perikanan komoditas unggulan yang  terdapat di Kabupaten Sidoarjo adalah ikan bandeng (27.177,50 ton) dan nila (14.333,40 ton). Tangkapan hasil laut tahun 2012 mencapai 12.881.7 ton meliputi ikan dorang, lancam, sembilang, pari, binatang berkulit keras dan kupang (kerang, tisam, dll). Penyumbang terbesarnya adalah kupang dan kerang dengan hasil 10.704,1 ton, dorang 733,9 ton dan ikan pari 458,8 ton. Produksi perikanan air tawar/kolam tahun 2012 mencapai jumlah produksi total  7591.500 ton yang meliputi ikan lele, gurameh, nila, patin dan bawal.
Letak dan potensi bahan pangan lokal serta peredaran bahan pangan dari luar Sidoarjo merupakan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap munculnya industri kecil dan menengah (UKM)  pangan olahan. Jumlah UKM berdasarkan jenis bahan pangan yang digunakan, yang terbanyak adalah UKM yang memanfaatkan bahan pangan sumber karbohidrat (804), disusul kemudian dengan sumber protein (708). Singkong dan pati singkong merupakan bahan sumber karbohidrat yang mendominasi sebagai bahan produksi, disusul terigu, selanjutnya beras dan tepung beras. Jenis bahan pokok sumber protein hewani yang dimanfaatkan UKM didominasi oleh aneka ikan, kerang dan udang. Jenis bahan pokok sumber protein nabati yang dimanfaatkan UKM didominasi oleh kacang kedelai, disusul kacang tanah. Jenis bahan pokok sumber vitamin dan mineral yang dimanfaatkan UKM didominasi oleh empon-empon, buah-buahan dan bumbu. UKM berdasarkan produksinya didominasi oleh aneka krupuk, olahan nabati, olahan ikan, dan olahan daging sapi/ayam.

B. Saran
Langkah-langkah operasional yang dilakukan dalam pengembangan pangan lokal (termasuk olahan pangan lokal), mengacu pada Pedoman Umum, adalah: 1) Identifikasi dan Pemetaan Potensi Sumber Pangan Lokal; 2) Inventarisasi; 3) Perumusan Pola Pengembangan; 4) Pemberdayaan Masyarakat; 5) Penerapan Kemitraan; 6) Program Aksi Partisipasif
Selain pengembangan pangan lokal, juga diperlukan pengembangan pemanfaatan sumberdaya lokal. Sesuai dengan pedoman umum, pengembangan pemanfaatan sumberdaya lokal ditujukan untuk mengidentifikasi, mengkaji dan menggali potensi sumberdaya lokal dalam peningkatan mutu dan penganekaragaman pangan. Sasaran yang ingin dicapai adalah tergalinya potensi pangan lokal dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan yang bermutu, beragam dan terjangkau di tingkat rumah tangga. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah (1) Identifikasi potensi pangan lokal sesuai kondisi daerah; (2) Pemetaan sumber daya lokal nabati dan hewani pada tingkat wilayah dan nasional; (3) Perancangan strategi pengembangan pangan lokal; (4) Sosialisasi dan pelatihan produksi, dan pemasaran; (5) Pembinaan/pendampingan, pemantauan dan evaluasi.
Perlu dilakukan upaya peningkatan teknologi dan kelembagaan pangan. Peningkatan teknologi dan kelembagaan pangan diarahkan untuk memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah bahan pangan lokal melalui pemanfaatan, penguasaan dan penerapan teknologi pengolahan pangan serta mendorong kelembagaan pelayanan dan lembaga swadaya masyarakat untuk mewujudkan industri pengolahan bahan pangan berskala rumah tangga yang kokoh dan mandiri. Sasaran yang ingin dicapai dalam program ini adalah peningkatan teknologi pangan dan kelembagaan dalam rangka pengembangan bahan pangan lokal. 

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Sidoarjo Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo.
Nurlaela, Luthfiyah. 2002. Sosialisasi Ketahanan Pangan: Mungkinkah Melalui Pendidikan Dasar? Dalam Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 3 No. 1, 2002: 52-61.
----------------. 2002. "Sosialisasi Pangan Berbasis Bahan Pangan Lokal Melalui Pendidikan". Dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Hasil-hasil Penelitian Makanan Tradisional Pengembangan dan Sosialisasi Pangan Lokal.  Unesa University Press, Universitas Negeri Surabaya. 
-----------------. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Terintegrasi (Integrated Learning) untuk Meningkatkan Pemahaman Pendidikan Ketahanan Pangan di SD. Dalam Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 7 No. 1, Maret 2006.
Pratiwi, A.R. 2002. Kelayakan dan Prospek Pangan Lokal dan Makanan Tradisional di Jawa Tengah. Makalah Apresiasi/WorkShop Kajian Pangan Lokal dan Tradisional . Badan Bimas Ketahanan Pangan, Propinsi Jawa Tengah.
Sapuan. 2000. Evaluasi dan Strategi Pengembangan Pemasaran Makanan Tradisional . Jurnal Makanan tradisional Indonesia. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB, UGM dan Unibraw. Volume 2. No. 4 p : 1 – 7.
Tampubolon, SMH. 2002. Suara dari Bogor, Sistem dan Usaha Agribisnis, Kacamata sang Pemikir. Pusat Studi Pembangunan IPB dan USESE Foundation.
Tejasari, dkk. 2001. Kajian Tepung Umbi-Umbian Lokal sebagai Bahan Pangan Olahan. Laporan Penelitian kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember dan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Tidak diterbitkan.
Tim Universitas Brawijaya Malang. 2001. Kajian Pangan Olahan Pengganti Beras. Laporan Penelitian Kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Tidak diterbitkan.