Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Rabu, 23 Oktober 2019

Akhirnya, Terakreditasi!


Ya, itulah ucapan pertama saat informasi tentang hasil visitasi akreditasi diterima oleh Kaprodi S3 Pendidikan Vokasi. Selasa, 22 Oktober 2019, sekitar pukul 10.45, merupakan saat yang sangat bersejarah. Kabar yang dinanti-nantikan itu akhirnya tiba. Kabar yang sangat membahagiakan. Bahwa Prodi S3 Pendidikan Vokasi terakreditasi. Peringkat akreditasinya adalah B, dengan nilai 330.

Setelah berjuang mempersiapkan borang akreditasi sejak 2017 di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Munoto, M.Pd dan Prof. Dr. Titik Winanti, M.S, yang saat itu sebagai Ketua dan Sekretaris Prodi S3 Pendidikan Vokasi, akhirnya prodi ini terakreditasi. Kaprodi baru, yaitu Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd, melanjutkan tonggak kepemimpinan dan memperkuat landasan yang sudah dibangun oleh Prof. Munoto dan tim. Terus berbenah bersama tim taskforce borang akreditasi, UPM prodi, dan dengan dukungan pimpinan pasca, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.

UPM prodi, Eppy Yundra, S.Pd., MT., Ph.D, bersama tim taskforce (Dr. IGP. Asto Buditjahjanto, Dr. Marniati, Dr. Meda Wahini, Dr. Any Sutiadiningsih, Dr. Theodorus Wiyanto, Mauren Gita Miranti, M. Pd, Irma Russanti, M.Ds., Nur Aini Susanti, M.T, Syarifuddin Zuhri, dan Septian Rahman), menjadi tim yang sangat berperan dalam penyusunan borang dan mempersiapkan visitasi. Tentu saja dukungan dari semua komponen, khususnya para dosen, juga sangat penting dan menentukan.

Akreditasi B tentulah bukan tujuan akhir prodi. Status ini justeru menjadi titik awal untuk mengembangkan prodi menjadi lebih baik. LN

Rabu, 16 Oktober 2019

Visitasi Akreditasi Program Studi S3 Pendidikan Vokasi


Senin, 14 Oktober 2019, kegiatan visitasi untuk akreditasi Program studi S3 Pendidikan Vokasi, dimulai. Asesornya adalah Prof. Dr. Soesanto (universitas Negeri Semarang/Unnes) dan Dr. Zainur Rafiq (Universitas Negeri Yogyakarta/UNY).

Visitasi hari pertama itu dimulai dengan sesi dengan pengelola Program Pascasarjana (PPs). Direktur, Wakil Direktur 1 dan Wakil Direktur 2 bersama kedua asesor mencermati borang akreditasi pengelola. Kegiatan dilaksanakan mulai pukul 12.00-16.00 di Lantai 8.

Kegiatan hari kedua dimulai pukul 08.00. Pertemuan dengan pengelola, kaprodi, dosen, mitra, mahasiswa, dan tenaga kependidikan, mengawali kegiatan, sampai sekitar pukul 08.30. Pada kesempatan itu, tim asesor mengapresiasi kekompakan Prodi S3 Pendidikan Vokasi dan dukungan pengelola serta para dosen senior yang sangat luar biasa. Menurut asesor, baru kali ini melihat dukungan semua komponen yang begitu kompak untuk prodi yang ada di level pasca. Pengelola (3 orang), dosen (20 orang), tim task force (10 orang), mitra (3 orang), tenaga kependidikan (10 orang), mahasiswa (20 orang), memang memenuhi ruang sidang di lantai 2 tersebut. Terasa benar bahwa dukungan untuk keberadaan Prodi S3 Pendidikan Vokasi sangat tinggi.

Acara selanjutnya adalah presentasi borang oleh Ketua Program Studi S3 Pendidikan Vokasi, Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd, didampingi oleh tim task force. Presentasi dilaksanakan di lantai 8. Dalam ruang yang dipenuhi dengan berkas borang akreditasi, mulai dari standar 1-7, portofolio dosen, hasil karya dosen dan mahasiswa berupa buku, artikel hasil penelitian, sertifikat, robot, batik, yang dilengkapi dengan bukti paten dan hak cipta, mewarnai ruang presentasi. Presentasi dilaksanakan sampai pukul 12.30, dan diakhiri dengan makan siang.

Acara selanjutnya adalah diskusi paralel. Peserta diskusi yang meliputi dosen dan tenaga kependidikan berada di ruang tersendiri bersama Prof. Dr. Soesanto. Peserta dari mahasiswa dan mitra juga berada di ruang tersendiri bersama Dr. Zainur Rofiq.  Kegiatan diskusi paralel berlangsung sekitar satu jam.

Seusai kegiatan diskusi paralel, asesor membuat laporan hasil visitasi. Beliau berdua berdiskusi intens dalam waktu sekitar tiga puluh menit. Kemudian menyampaikan hasil diskusinya pada kaprodi dan tim task force untuk memperoleh tanggapan. Beberapa poin ditanggapi oleh kaprodi dan tim task force, dan direspon secara positif oleh tim asesor. Sampai pada akhirnya, tim asesor, kaprodi dan tim task force, bersepakat dengan deskripsi hasil visitasi.
Pada sekitar pukul 17.30, kegiatan break untuk shalat maghrib. Dilanjutkan dengan wrap-up dan penutupan kegiatan visitasi. Dalam penjelasannya, tim asesor mengakui keunggulan Prodi S3 Pendidikan Vokasi dengan mengatakan bahwa, prodi ini memiliki armada yang sangat kuat. 
Sebanyak 20 dosen, 12 di antaranya adalah guru besar yang memberi dukungan penuh pada keberadaan dan kinerja prodi. Dana operasional mahasiswa (DOM) sangat tinggi, bahkan di atas rata-rata kelaziman, karena support dari dana penelitian dan pengabdian masyarakat dosen yang tinggi. Satu hal yang perlu perhatian khusus adalah, visi dan misi prodi supaya lebih memiliki kekhasan. Agar keunggulan prodi S3 Pendidikan Vokasi berbeda dengan prodi sejenis yang lain di perguruan tinggi lain. Satu tantangan yang perlu segera direspon.

Prodi S3 Pendidikan Vokasi berdiri pada 2016. Jumlah mahasiswa sampai saat ini adalah 37 orang. Terdiri dari angkatan 2016: 6 mahasiswa; angkatan 2017: 4 mahasiswa; angkatan 2018: 5 mahasiswa; dan angkatan 2019: 22 mahasiswa. Kerja sama yang saat ini sudah secara riil sudah dilakukan oleh Prodi S3 Pendidikan Vokasi adalah dengan Politeknik Penerbangan Surabaya, MGMP Otomotif Provinsi Jawa Timur, dan dengan National Yunlin University of Science and Technology (Yuntech), Taiwan. Untuk kerjasama dengan Yuntech, Taiwan, adalah dalam bentuk academic mobility, meliputi visiting lecturer, joint publication, dan collaborative reasearch, yang akan segera dilaksanakan pada awal 2020. LN

Rabu, 09 Oktober 2019

S3 Pendidikan Vokasi, Buka Tiga Kelas


Program Studi S3 Pendidikan Vokasi pada Tahun Akademik 2019/2020 ini buka tiga kelas. Satu kelas reguler, dan dua kelas kerja sama. Mahasiswa kelas kerja sama terdiri dari para dosen Politeknik Penerbangan dan Dosen UPN (Kelas B), serta para kepala sekolah SMK (Kelas C).

Kelas kerja sama dipayungi dengan adanya MoU antara pihak Poltekbang dan Provinsi Jawa Timur dengan Rektor Unesa. Dengan adanya kelas kerja sama, jadwal perkuliahan bisa diatur dengan lebih fleksibel, yaitu Jumat-Sabtu. Hal ini menyesuaikan dengan kondisi para mahasiswa yang notabene tidak bisa meninggalkan tugas sebagai dosen atau sebagai kepala sekolah.

Pembukaan kelas kerja sama sepertinya sudah menjadi kebutuhan yang cukup mendesak. Mahasiswa S3 adalah mereka yang sudah bekerja, baik di universitas maupun di sekolah. Mereka harus tetap melaksanakan tugas sehari-hari, dan oleh sebab itu, perkuliahan dengan jadwal yang tidak mengganggu waktu kerja mereka menjadi kebutuhan.

Salah satu tantangan bagi Program Studi S3, termasuk S3 Pendidikan Vokasi, adalah memperoleh mahasiswa yang bermutu. Oleh sebab itu, sosialisasi dan promosi perlu dilakukan kepada berbagai pihak yang potensial. Sasaran sosialisasi dan promosi yang dilakukan Prodi S3 Pendidikan Vokasi beberapa waktu ini meliputi: 1) IKIP PGRI Mataram dan Politeknik Mataram, 2) Guru-guru SMK pada saat kegiatan Lomba LKS di SMK 3 Sidoarjo, 3) Politeknik Negeri Banjarmasin, 4) Politeknik Penerbangan Surabaya, 5) Politeknik Malang, 6) Politeknik Pelayaran Surabaya, dan 7) Kepala sekolah dan guru SMK se-Provinsi Kalimantan Selatan di Samarinda. Dari berbagai sosialisasi dan promosi tersebut, berhasil dilakukan kerja sama dengan Politeknik Penerbangan Surabaya dan Kepala Sekolah dalam payun MGMP Otomotif Provinsi Jawa Timur.

Tantangan selanjutnya adalah bagaimana Prodi S3 Pendidikan Vokasi dapat memberikan layanan akademik maupun nonakademik pada semua stakeholder, khususnya mahasiswa. Kerja sama antara prodi dengan semua tim dosen pengajar serta dukungan dari pimpinan Program Pascasarjana mutlak diperlukan.  Apa lagi saat ini, Prodi S3 Pendidikan Vokasi sedang menyiapkan diri untuk akreditasi. Berbagai persiapan dan pembenahan terus dilakukan, tidak hanya demi kepentingan akreditasi, namun dalam rangka melakukan peningkatan dan perbaikan yang terus-menerus, agar mampu memberikan layanan yang optimal. LN

Sabtu, 05 Oktober 2019

Mengepakkan Sayap ke Taiwan


Rabu, 2 Oktober 2019, Tim PPs Unesa berkunjung ke National Yunlin University of Science and Technology (Yuntech), Taiwan. Tim terdiri dari: Wakil Direktur 2, Prof. Dr. Suparji, M.Pd; Kaprodi S3 Pendidikan Vokasi, Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd; dan Tsuroya, SS., MA, staf International Office of Unesa. Dua lagi anggota tim adalah: Dr. Mutimmatul Faidah, M.Ag dan Drs. Bhiwara Pracihara Sakti, M.Sn. Yang pertama adalah dosen jurusan PKK-FT Unesa dan Ketua Pusat Kajian Gender Unesa, sedangkan yang kedua adalah mahasiswa S3 Pendidikan Vokasi angkatan 2018. 
Keduanya mengikuti konferensi internasional IEEE-ECICE 2019 yang diselenggarakan di National Formosa University, Yunlin, Taiwan, pada 3-6 Oktober 2019. Satu lagi dalam rombongan tim adalah Indarti, S.Pd., M.Sn, dosen Jurusan PKK, yang saat ini sebagai mahasiswa doktoral pada Program Creative Art di Yuntech, Taiwan. Dia sekaligus sebagai mediator antara Unesa dengan Yuntech dalam menjajagi dan merealisasikan kerja sama tersebut.

Pagi itu, tim Unesa diterima dan disambut hangat oleh staf International Office of Yuntech, yaitu Prof. Huang, Ya-Ling. Dilanjutkan dengan pertemuan di meeting room bersama Dekan dari College of Humanities and Applied Science; Ketua program Graduate School of Vocational and Technical; Direktur dari The Center of General Education; Dekan dari College of Design; dan beberapa pejabat yang lain.

Pembicaraan tentang rencana kerja sama berjalan sangat lancar dan menyenangkan. Pihak Yuntech menyambut sangat antusias kerja sama tersebut. Kebetulan antara Unesa dan Yuntech sudah memiliki MoU. Hal ini menjadi faktor pendukung penandatanganan Memorandum of Agreement (MoA). Naskah MoA yang sudah dikirimkan oleh staf International Office of Unesa beberapa hari sebelumnya, bahkan sudah mereka persiapkan dalam keadaan siap ditandatangani. Jadilah hari itu, penandatanganan naskah dilakukan antara pihak Unesa (Direktur Program Pascasarjana Unesa dan Kaprodi S3 Pendidikan Vokasi serta Dekan College of Humanities and Applied Science (Prof. WU, Ming-Chang).

Realisasi MoA tersebut direncanakan pada awal tahun 2020. Kerja sama meliputi kegiatan visiting lecturer, joint publication, dan collaboratrive research. Kegiatan ini akan melibatkan pengelola dan dosen-dosen dari Program Studi S3 Pendidikan Vokasi serta pengelola dan dosen-dosen dari Graduate School of Vocational and Technical, Yuntech, Taiwan.

Satu langkah nyata telah ditempuh untuk membangun jejaring. Segera akan disusul langkah-langkah berikutnya untuk mengembangkan sayap Program Studi S3 Pendidikan Vokasi. LN

Rabu, 24 Juli 2019

Menikmati Gojek (2)

Hari ini kami sudah bersiap di lobi Hotel Ibis Trans Studio pukul 09.30. Saya, Prof. Budi Unnes, Prof. Joko UM, Dr. Khafid Unnes, dan teman-teman yang lain seperti mas Alfath Yanuarto dan mas Agoes Primono Sardjono dkk. Kami memiliki agenda yang sama, menghadiri undangan resepsi pernikahan puteri tunggal Direktur Belmawa Ibu Paristiyanti Nurwardani. Karena acara digelar di Hotel Grand Pasundan, kami semua menumpang grab. Golongan tua seperti saya, Prof Budi, Prof Joko, dan Pak Khafid, satu mobil tersendiri. Mas Alfath dkk, satu mobil tersendiri.

Namanya juga pejabat yang punya gawe, ramainya sudah terasa bahkan sebelum pintu gerbang hotel tempat acara. Termasuk ramai dengan karangan bunga ucapan selamat. Dari para pejabat kementerian, rektor PTN dan PTS, direktur poltek, dll. Keramaian tentu saja semakin terasa di dalam gedung.

Singkat cerita, acara demi acara berjalan dengan lancar. Mempelainya cakep-cakep. Bu Paris dan suami serta besannya, anggun dan ngganteng. Saya pribadi melihat 'sisi keibuan' Bu Paris yang sangat kental. Sempat saya abadikan saat beliau membetulkan hiasan melati di baju putrinya. Bu Paris di mata saya adalah gabungan antara ketegasan dan kelembutan. Seorang pimpinan yang kuat dan tegas sekaligus lembut keibuan.

Setelah bersalaman dengan bu Paris sekalian dan mempelai, kami menikmati hidangan. Sedapatnya. Karena tamu sangat banyak dan di setiap tempat makan antrian berjubel, di mana kami bisa menjangkau hidangan, di situlah kami menikmatinya. 

Kami keluar dari gedung sekitar pukul 12.15. Prof. Edy Unnes, yang kamarnya kami penuhi dengan bagasi-bagasi kami, harus check out dari Grand Pasundan. Maka kami pun juga harus mengemasi barang-barang kami.

Di lobi, teman-teman langsung mengambil grab atau go car tujuan bandara. Pulang ke kota masing-masing. Tetapi saya harus kembali ke Hotel Hemangini, bergabung dengan teman-teman asosiasi profesi boga yang masih berkegiatan di sana. Saya memesan go car. Ditemani pak Fatkurrohman Kafrawi dan Mas Agoes serta Mas Alim Sumarno yang tidak tega membiarkan saya menunggu sendiri. Namun driver go car nge-chat, dia pada posisi terjebak kemacetan dan menyarankan saya untuk cancel. 

Seketika saya terpikir kenapa tidak nggojek motor saja seperti kemarin. Di tas saya ada celana panjang, dan saya bisa mengganti rok saya dengan celana panjang. 

Dan nggojek lagilah saya siang ini. Dengan sandal high heels saya. Ternyata padatnya jalan melebihi hari kemarin. Puluhan titik kemacetan yang harus kami lalui membuat kaki saya kesemutan. Asap kendaraan bercampur debu tercium cukup menusuk. Driver yang bernama Adang itu tersendat-sendat menjalankan motornya. Sesekali dia mengerem mendadak hampir menyenggol motor di depannya. Tas saya pun sempat tersenggol motor di belakang saya. Beberapa motor menerobos naik ke trotoar. Mas driver selalu berusaha mencuri space sedikit demi sedikit di setiap titik kemacetan, berebut dengan pengendara lain. Sejam lebih saya dalam kondisi seperti itu, dan turun dari motor dengan kondisi kaki kesemutan dan punggung sakit. Tapi saya menikmati semuanya dan menyadari betapa hidup ini begitu keras. Hehe.

Tak terbayang berapa jam yang harus saya tempuh jika saya naik go car atau grab. Bersyukur ada gojek yang memberikan pengalaman dan pelajaran tentang berjuang. 

Beberapa teman asosiasi melontarkan keheranannya karena saya mau naik gojek. Saya bilang, macet boleh tapi hidup harus terus berlanjut....hehe.

Senin, 22 Juli 2019

Menikmati Gojek (1)

Pagi ini, saya mendarat di Husein Sastranegara, Bandung, sekitar pukul 09.45. Teman-teman kolega, Bu Any Sutiadiningsih, dik Nugrahani Astuti, dan dik Sri Handajani, sudah menunggu di dekat pengambilan bagasi. Mereka tiba lebih dulu karena naik Nam Air. Saya sendiri naik Wings Air karena lagi malas bangun pagi. Hehe. Tapi mereka berkenan menunggu saya supaya bisa bersama-sama menuju tempat kegiatan.

Kami nge-grab dari bandara ke Hotel Hemangini. Menghadiri kegiatan asosiasi profesi. Diskusi tentang kurikulum prodi pendidikan tata boga Indonesia. Bersama perwakilan teman-teman dosen tata boga seluruh Indonesia. Mencoba bersepakat untuk merumuskan kurikulum nasional prodi.

Pukul 17.30, saya pamit geser ke Hotel Ibis Trans Studio. Tapi dengan janji, saya akan balik lagi besok selesai kegiatan di Ibis. Bu Ai Nurhayati, sekretaris asosiasi, menyarankan saya naik grab, tapi pasti akan terjebak macet, katanya.

Karena tidak ingin terjebak macet, saya memilih naik gojek motor. Sore begini jalanan pasti padat. Dan saya tidak ingin lebih lama terlambat. Sekitar dua jam yang lalu rapat di Ibis mestinya sudah dimulai. Sekarang mungkin lagi break. Saat rapat dimulai lagi setelah makan malam nanti, saya harus sudah berada di sana. Kalau saya naik grab, bisa-bisa saya masih bergelut dengan macet sampai selepas isya.

Naik gojek itu asyik. Apa lagi senja mulai jatuh dan lampu-lampu kota mulai menyala. Romantis. Si Abang Gojek yang kecil langsing itu, namanya Basir, ramah, baik, tapi motornya butut. Meski butut, larinya kenceng. Juga lihai meliuk-liuk, benar-benar meliuk-liuk, di antara mobil-mobil yang jalannya tersendat-sendat karena macet. Udara dingin sekali, namun masih cukup bersahabat bagi saya karena saya sudah mengantisipasi  dengan jasket.

Menikmati gojek termasuk langka bagi saya. Tubuh yang mulai menua ini tidak terlalu tahan dengan terpaan angin dan debu. Namun kadang saya ingin menikmati gojek. Tidak sekadar untuk menghemat waktu. Tapi untuk menikmati sensasinya. Berkendara di bawah terik matahari, meliuk-liuk di antara mobil-mobil, ngebut di jalan yang agak lengang, asyik juga. 

Suatu ketika saya pernah nggojek di Semarang. Naik dari depan Hotel Patra Jasa menuju Museum 3-D. Karena saya sendirian, seorang petugas museum menemani saya dan membantu saya motret-motret. Dari situ, saya nggojek lagi ke Lawang Sewu. Karena saya juga sendirian, seorang guide mendampingi saya dan menjelaskan setiap sudut Lawang Sewu. Setelah puas, saya baru balik ke hotel. Lagi-lagi, nggojek.

Grab, Uber, gojek dengan segala layanannya mulai dari antar jemput, pesan antar makanan sampai pijat dan bersih-bersih rumah, sungguh luar biasa memudahkan. Membuat hidup jadi lebih praktis dan lebih banyak pilihan. Kita tidak harus naik taksi bandara yang, mohon maaf, drivernya kadang-kadang tidak jujur dan penuh dengan modus. Ada grab di beberapa bandara. Resmi. Dengan harga yang mungkin tidak terlalu jauh selisihnya dibanding taksi konvensional, namun kita tak perlu khawatir akan diputer-puter sama Abang Driver. 

Saat berkegiatan di luar kota, beberapa kali saya terpaksa pindah hotel dalam satu hari. Dengan hitungan waktu yang tidak terlalu leluasa untuk dibagi. Nah, pada saat itulah saya akan memilih apakah saya naik grab, go car, atau gojek. Beberapa kali saya mengalami dikecewakan oleh taksi konvensional. Meskipun saya sudah pernah mengadukan kekecewaan saya pada customer service dan pengaduan saya direspon dengan sangat simpatik, tapi yang namanya sudah terlanjur kecewa, apa lagi ada pilhan lain, maka jadilah saya sering berpaling, berpindah ke lain hati. Hehe.

Jumat, 26 April 2019

PKK, Layakkah Tetap Bernaung di Bawah FT?


Oleh Luthfiyah Nurlaela

Tulisan ini diilhami oleh sebuah kegelisahan yang cukup lama sekali mengendap. Sejak munculnya kebijakan wider mandate bagi lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), atau Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), pada tahun 1999. Dengan kebijakan perluasan mandat tersebut, IKIP yang awalnya hanya menaungi program studi pendidikan, diizinkan untuk membuka program studi murni. Sejak saat itu, fakultas pendidikan teknologi kejuruan (FPTK) di semua IKIP negeri berubah menjadi fakultas teknik (FT). Mulai saat itu juga, keberadaan jurusan PKK di bawah FT sebenarnya sungguh sangat tidak relevan.
Sejarah PKK masuk dalam payung FT tidak terlepas dari sejarah Pendidikan Teknologi dan Kejuruan di Indonesia. PKK sebelumnya bernaung di bawah Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP). Lantas pada tahun 1983, di IKIP Surabaya (yang sekarang menjadi Unesa), berdasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, nama Fakultas Keguruan Teknik (FKT) berubah menjadi Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK). Bersamaan dengan itu juga PKK yang sebelumnya berada di bawah FIP, berintegrasi di bawah FPTK. Pengintegrasian ini tentu saja dengan salah satu pertimbangan karena PKK mengandung muatan teknologi dan kejuruan.
PKK, yang di dalamnya terdapat program studi tata boga, tata busana, dan tata rias, salah satu tugas utamanya adalah menyiapkan guru-guru di SMK Kelompok Pariwisata. Sama halnya degan Teknik Mesin, Teknik Bangunan, Teknik Elektro, yang berada dalam naungan FT, salah satu tugas pokoknya adalah menyiapkan guru-guru di SMK, namun dalam kelompok Teknologi dan Rekayasa. Maka sangat bisa dipahami bila PKK bergabung dalam payung FPTK. Saat itu.
Pada tahun 1999, sejalan dengan kebijakan “wider mandate”, IKIP Surabaya berubah menjadi Universitas Negeri Surabaya melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 93 tahun 1999. Pada saat itu, Jurusan PKK sebenarnya mulai tidak terlalu ‘match’ ada dalam payung FT, karena basic keilmuan di FT adalah “pure engineering”. Namun demikian, karena belum memungkinkan untuk melepaskan diri dan menjadi fakultas yang berdiri sendiri, PKK tetap terintegrasi dalam FT sampai sekarang.
Pada tahun 2017, jurusan PKK mulai menyusun naskah akademik dan proposal pendirian fakultas. Nama yang diusulkan awalnya adalah Fakultas Ilmu Kesejahteraan Keluarga (FIKK). Beberapa kali naskah akademik dan proposal direvisi berdasarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pihak rektorat dan Ristekdikti. Nama terakhir yang disetujui oleh Ristekdikti, setelah dilakukan visitasi, adalah Fakultas Ilmu Keluarga dan Kewirausahaan (FIKK).
Selanjutnya pada awal Agustus 2018, Direktorat Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti) Kemristekdikti, menerbitkan surat tentang usul pendirian FIKK, bersamaan dengan usul pendirian Fakultas Seni dan Desain. Isi surat tertanggal 7 Agustus 2018 itu intinya adalah Kemristekdikti tidak keberatan atas usul pendirian kedua fakultas tersebut. Pada saat itu, jurusan PKK sangat optimis bisa berdiri sendiri sebagai fakultas yang terpisah dengan FT.
Setelah ditunggu berberapa bulan, bahkan sudah melewati tahun 2018 dan menginjak 2019, surat izin dari kemristekdikti belum juga terbit. Ternyata penantian itu sia-sia. Berdasarkan surat dari Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti tertanggal 14 Februari 2019, diberitahukan bahwa usul pendirian fakultas FIKK tidak dapat diproses lebih lanjut. Dalam surat tersebut, alasan penolakan tidak dijelaskan.

            Kajian Historis dan Body of Knowledge Ilmu Kesejahteraan Keluarga (IKK)
Di atas disinggung bahwa setelah FPTK menjadi FT, sesungguhnya PKK sudah tidak relevan lagi berada dalam naungan FT. Untuk menjelaskan hal ini, perlu dicermati tubuh keilmuan (body of knowledge) Ilmu Kesejahteraan Keluarga (IKK), yang merupakan core keilmuan PKK.
IKK diterjemahkan dari istilah Home Economics dan/atau Family and Consumer Sciences. Dua istilah ini secara luas digunakan di negara-negara maju seperti Amerika, Australia, dan negara-negara Eropa, dan juga beberapa negara di Asia.
Menilik sejarahnya, IKK mulai diajarkan secara formal sejak 1871, saat kelas home economics pertama dibuka di Iowa State College, dengan mata kuliah yang disebut ‘domestic economy’. Disusul kemudian oleh Kansas Agricultural College tahun 1873, dan Illinois Industrial University pada tahun 1874. Sejak saat itu, kesempatan pendidikan bagi perempuan terbuka luas.
Pada tahun 1899, pelatihan-pelatihan yang bersifat akademik dan pendidikan bagi orang dewasa, bersamaan dengan meningkatnya jumlah imigran, industrialisasi, dan urbanisasi, menjadi embrio pengembangan disiplin ilmu IKK, yang digagas pertama kali di Konferensi Lake Placid tentang Home Economics. The Lake Placid Conferences on Home Economics (1899–1909) juga menghasilkan American Home Economics Association (AHEA) dan Journal of Home Economics. Misi bidang Home Economics sebagaimana dikemukan adalah “to improve family wellbeing by enabling families to be successful in their reciprocal relationships with the environments in which they function. “
Perkembangan home economics dan tubuh pengetahuannya (body of knowledge) mulai dipertimbangkan pada akhir abad ke-19, dan mengalami perubahan yang cepat sebagai akibat dari revolusi industri. Perubahan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap isu-isu sosial kehidupan keluarga, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan, dan mengubah tatanan keluarga dan kehidupan keluarga (Reiger, 1986). IKK muncul sebagai dampak dari isu-isu sosial pada kesehatan dan kesejahteraan keluarga.
Pada awalnya (1880-1924) IKK muncul dalam menanggapi isu-isu sosial saat itu. Hal ini dianggap sebagai fase yang sangat progresif, disertai dengan gelombang pertama feminisme yang melegitimasi pekerjaan perempuan. Dasar dari kajian ini adalah praktek kerja diintegrasikan dengan misi sosial. Body of knowledge IKK meliputi: sanitasi, kesehatan, manajemen keluarga dengan menggunakan dasar-dasar ilmiah, serta pengakuan kontribusi bidang seni dan masuknya perspektif sosial dan filosofis. Pengajaran keterampilan hidup (life skill) adalah fokus utama dari IKK pada awalnya (AAFCS, 2006).
Pada perkembangan selanjutnya, penekanan IKK bergeser ke fokus yang lebih besar yaitu pada manajemen dan efisiensi dalam menghadapi iklim sosial, ekonomi dan politik (akibat  Perang Dunia 2). Paradigma ilmiah terus dimanfaatkan untuk memperjuangkan kesejahteraan individu, bersamaan dengan penekanan pada ekonomi konsumen (consumer economics).
IKK merespon peningkatan konsumerisme dengan terus fokus pada konsumen dan paradigma ilmiah (1961-1981). Selama tahun 1970-an paradigma organismik diadopsi. Paradigma ini mengidentifikasi pentingnya hubungan antara individu dan anggota keluarga (McGregor, 1997). Paradigma organismik memaknai keluarga adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian–bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing–masing yang membuat sistem menjadi seimbang.
Selanjutnya (1982-2002), adalah periode globalisasi dan post-modern. IKK terus fokus pada pentingnya keluarga dan kebutuhan keluarga. Dalam menanggapi perubahan sosial yang cepat, IKK mempromosikan penggunaan paradigma kontekstual, yaitu sebuah perspektif kritis global yang eco-centered.
Selanjutnya pada 2006, IKK mengalami kebangkitan global sebagai komunitas, bergulat dengan sejumlah masalah yang berhubungan dengan kesehatan, berkaitan secara langsung dengan pilihan makanan yang mempengaruhi kesejahteraan individu dan keluarga.
IKK dideskripsikan sebagai profesi yang interdisipliner dan multidisipliner, dengan pentingnya keluarga sebagai inti (core) dari segala sesuatu yang dilakukan oleh para profesional di bidang tersebut (Kieren, Vaines & Badir, 1984; Vaines, 1980; Pendergast, 2005). Dalam mobilitas masyarakat global  saat ini, ada kebutuhan untuk konsisten  dalam hal bahasa umum yang diakui secara internasional. International Federation for Home Economics (IFHE) meresmikan pemahaman internasional tentang home economics, yaitu: “The study of household management for achieving the highest quality of life”(IFHE, 2004). IFHE mendukung kebutuhan IKK untuk mengajarkan teori yang penting dan terpadu secara kultural untuk peningkatan kapasitas manusia, dan mengidentifikasi tantangan yang ada guna mempertahankan kualitas hidup yang lebih baik dan mengembangkan kompetensi hidup. Selain itu, IKK harus dilihat dalam konteks 'studi keluarga', dan sebaliknya, dalam konteks holistik. Deskripsi yang lebih diperluas adalah: 1) peningkatan kualitas hidup sehari-hari bagi individu, keluarga dan rumah tangga melalui pengelolaan sumber daya mereka; 2) menyoroti dampak dari dampak sosial, ekonomi dan lingkungan pada pengelolaan kehidupan sehari-hari individu, keluarga dan rumah tangga; dan 3) memperluas pemahaman pandangan ekologi dari individu, keluarga dan rumah tangga di lingkungan yang lebih besar (IFHE, 2004).
The American Association of Family and Consumer Sciences (AAFCS) mengidentifikasi bahwa body of knowledge dari home economics didefinisikan sebagai konten yang memiliki hubungan langsung dengan isu-isu sehari-hari yang dihadapi oleh individu karena mereka berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan. Hal tersebut meliputi: kebutuhan dasar manusia (basic human needs), keterampilan komunikasi, kebijakan publik, berpikir kritis, perbedaan dan perspektif global. Tema-tema khusus meliputi: makanan dan gizi, perkembangan teknologi masa depan, tekstil, perumahan, ekonomi dan manajemen, hubungan dengan kepemimpinan sosial, dan kesejahteraan (AAFCS, 2006).
Dalam kawasan Pasifik Selatan, Home Economics Institute of Australia (HEIA) menjadi pelopor penelitian di bidang home economics. Fokus utama pendidikan home economics adalah kesejahteraan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memungkinkan siswa untuk mengatasi tantangan yang semakin kompleks yang berkaitan dengan kesejahteraan mereka termasuk yang terkait dengan pembangunan manusia dan hubungan serta penyediaan komoditas seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan yang akan membawa masyarakat menjadi lebih adil dan sejahtera. Home economics mewujudkan dinamika perubahan. Ketika kita bergerak melalui milenium baru, masyarakat dan juga individu membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dikembangkan dalam kajian home economics (HEIA, 2002).
Singkatnya, meskipun banyak variasi antara negara dalam implementasi home economics, ada tema pemersatu yang jelas, yaitu: 1) home economics responsif terhadap perubahan; 2) perubahan zaman memerlukan cara berpikir yang baru. Dalam hal ini khususnya adalah keterampilan berpikir kritis, berpikir reflektif, dan metakognisi; 3) Tema meliputi kesehatan, teknologi, saling ketergantungan global, pembangunan manusia, pengembangan/manajemen sumber daya; 4) individu, keluarga dan masyarakat, diri dan masyarakat diidentifikasi sebagai body of knowledge secara umum; 5) tantangan dan isu-isu sosial, ekonomi dan lingkungan, dan keutuhan keluarga global; 6) tema yang lain meliputi keluarga, pangan dan gizi, persiapan makanan, manajemen dan pilihan konsumen; 7) spesialisasi termasuk pangan dan gizi, perkembangan masa depan dalam penciptaan makanan, pakaian dan tekstil, tempat tinggal, ekonomi dan manajemen, hubungan dan kepemimpinan sosial, kesehatan; dan 8) penerapan pengetahuan untuk konteks yang relevan dan otentik, termasuk persiapan makanan.
Relevan dengan uraian di atas, secara definitif, istilah home economics menurut Webster’s Encyclopedia adalah:“A science and art dealing with homemaking and relation of home to community, theory and practice concerning to the selection and preparation of food and clothing, condition of living, the use of income, the care and training children etc., also the study of teaching at Home Economics Department concerned with this.”. Definisi yang lain dari International Federation for Home Economics (IFHE) mengemukakan bahwa: Home economics is the profession and field of study that deals with theeconomics and management of the home and community”.
Berdasarkan definisi di atas jelaslah bahwa home economics atau IKK tidak hanya mempersoalkan bagaimana keluarga memenuhi kebutuhan biologisnya saja. Namun juga harus dapat menjalankan perannya sebagai bagian masyarakat, dapat menjadi tempat pendidikan anak-anak, sekaligus mampu menjangkau kebutuhan lain, yaitu kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual.

Tinjauan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis IKK
Gambaran tentang body of knowledge juga perlu dikaji dari tiga komponen dasar. Tiga komponen dasar tersebut adalah: (1) apa yang dikaji (ontologi), (2) bagaimana cara mendapatkannya (epistemologi), dan (3) untuk apa ilmu tersebut dipergunakan (aksiologi) (Surisumantri, 1984).
Bagaimana dengan IKK? Dalam kelompok ilmu, IKK dapat dimasukkan ke dalam ilmu sosial terapan. Sebagaimana pendidikan, yang merupakan aplikasi berbagai konsep ilmu-ilmu sosial murni, seperti itu jugalah IKK. Parker (1980) menyatakan bahwa IKK sebagai ilmu yang tidak dapat berdiri sendiri, namun menggunakan hasil penelitian dari ilmu lain, baik ilmu murni maupun terapan, seperti fisika, kimia, bakteriologi, biologi, antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, kedokteran, ilmu gizi dan ilmu pendidikan. Selain sebagai cabang ilmu pengetahuan, bidang lain juga berkaitan erat, seperti agama, etika dan estetika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa IKK merupakan suatu ilmu yang interdisipliner. Ilmu ini dapat berkembang karena ada pandangan bahwa segala bidang ilmu pengetahuan hendaknya diamalkan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera (Winarni dan Luthfiyah, 1997; Nurlaela, 2010).
  
Gambar 1: Beberapa Cabang Ilmu yang Mewarnai IKK
(Rifai, 1983; Winarni dan Luthfiyah, 1997; Nurlaela, 2010)


                      
Segi ontologi IKK sudah cukup jelas, yaitu ilmu yang mempelajari tentang kehidupan dan penghidupan manusia, baik sebagai individu anggota keluarga, maupun sebagai anggota masyarakat. Sebagai ilmu, IKK mempunyai objek forma, yaitu: kehidupan keluarga dengan segala aspek untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Bidang garapan IKK menurut Rifai (1983) meliputi: (1) hubungan intra keluarga, (2) kesehatan mental keluarga, dan (3) bidang material. Bidang material mencakup: perawatan anak; perawatan remaja; perawatan pasien; perawatan ruang dan taman; pemilihan, pengolahan, dan penyiapan makanan; pemilihan, pembuatan dan pemeliharaan pakaian; penampilan personal; pengetahuan barang, dan sebagainya.

 
Gambar 2: Bidang Material IKK

Berkaitan dengan hal tersebut, seorang ahli IKK menyatakan bahwa:
“Home economics is a field of formal study including such topics as consumer education, institutional management, interior design, home furnishing, cleaning, handicrafts, sewing, clothing and textiles, cooking, nutrition, food preservation, hygiene, child development, and family relationships. It prepares students for homemaking or professional careers” (Phillips, Robert, Editor-in-Chief et al. 1971).
Untuk mempertegas eksistensi keilmuan IKK, perlu dipertanyakan apakah belum ada cabang ilmu lain yang mengkaji masalah tersebut? Parker (1980) mengemukakan bahwa IKK bukanlah satu-satunya bidang yang mempelajari aspek kehidupan keluarga, namun merupakan satu-satunya bidang ilmu yang memusatkan perhatiannya pada “seluruh” aspek kehidupan keluarga. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia; Sosiologi terutama memperhatikan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, sedangkan ilmu kesehatan berusaha memperbaiki kesehatan manusia dan masyarakat. Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai makhluk bio-sosial, yaitu sebagai makhluk yang berbudaya. Dibandingkan dengan IKK, maka IKK memusatkan perhatiannya langsung pada kehidupan manusia dan keluarga dengan segala aspeknya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dari segi ontologi, keberadaan keilmuan IKK dapat dipertanggungjawabkan.
Bagaimana ditinjau dari epistemologinya? Sebagai ilmu, dari segi epistemologi kebenaran IKK sudah cukup mantap. Selama ini para ahli IKK (home economist) telah mengembangkan berbagai teori yang sudah tervalidasi secara universal. Dengan demikian dapat dikatakan telah ditempuh prosedur keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode pengumpulan data seperti observasi, eksperimen, survei, dan lain-lain banyak digunakan dalam penelitian-penelitian bidang IKK. Berbagai bidang menjadi sasaran penelitian, misalnya makanan, pakaian, perumahan dan perabot rumah tangga, masalah jual-beli, pembagian dan penggunaan sumber-sumber keluarga, dan lain-lain, juga termasuk pendidikan/pembelajarannya.
Dari segi aksiologi, keberadaan IKK sebagai cabang ilmu juga sudah mantap, baik ditinjau dari segi normatif seperti terkandung dalam misi yang diemban, maupun pelaksanaan nyata yang telah berlangsung selama ini.
IKK yang diamalkan melalui PKK, baik formal, informal,  maupun nonformal, telah banyak memberi sumbangan dalam membawa peserta didik menjadi manusia yang dapat mengembangkan diri secara optimal, sejalan dengan bakat dan minatnya masing-masing. Dengan demikian diharapkan mereka dapat memiliki kepribadian seimbang, berjiwa makarya serta bertanggungjawab terhadap kesejahteraan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Sesuai dengan  "IFHE Position Statement 2008 - Home Economics in the 21st Century", Home Economics meliputi dimensi atau area praktik: 1) sebagai disiplin akademis untuk mendidik ilmuwan baru, untuk melakukan penelitian dan menciptakan pengetahuan baru dan cara berpikir untuk profesional dan untuk masyarakat; 2) sebagai wadah untuk hidup sehari-hari dalam rumah tangga, keluarga dan masyarakat untuk mengembangkan potensi pertumbuhan manusia dan kebutuhan manusia atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi; 3) sebagai area kurikulum yang memfasilitasi siswa untuk menemukan dan mengembangkan sumber daya mereka sendiri dan kemampuan untuk digunakan dalam kehidupan pribadi mereka, dengan mengarahkan keputusan profesional mereka dan tindakan atau mempersiapkan mereka untuk hidup; dan 4) sebagai wadah sosial dalam rangka mempengaruhi dan mengembangkan kebijakan untuk melakukan advokasi bagi individu, keluarga dan masyarakat untuk mencapai pemberdayaan dan kesejahteraan, serta untuk memfasilitasi masa depan yang berkelanjutan.
Dari sumber yang sama diperoleh pernyataan bahwa bidang IKK meliputi: 1) child development and guidance, 2) consumer education, 3) food and nutrition, 4) individual and family health, 5) Fashion, Textiles and Apparel, 6) Family and Human Development, dan 7) Housing and Furnishings.
Di Indonesia, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga sebagai gerakan pembangunan masyarakat dimulai sejak diselenggarakan Seminar Home Economics di Bogor pada 1957, yang menghasilkan 10 segi kehidupan keluarga. Selanjutnya pada 1960-1961, sebuah panitia antar departemen yang terdiri dari departemen pendidikan dan kebudayaan (depdikbud), departemen kesehatan (depkes), departemen pertanian (deptan), departemen sosial (depsos), departemen agama (depag), departemen dalam negeri (depdagri), dan organisasi wanita, menyusun tata susunan pelajaran PKK. Hasilnya adalah Rencana Pelajaran PKK, yang materinya “Sepuluh Segi Kehidupan Keluarga”. Di antara rentang waktu tersebut, yaitu pada 1961, kementerian pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, menetapkan 10 segi kehidupan keluarga sebagai kurikulum PKK yang diajarkan di sekolah-sekolah dan pendidikan masyarakat sampai sekarang. Sepuluh segi kehidupan PKK itu meliputi: 1) Hubungan intra dan antar keluarga, 2) Mengasuh dan membimbing anak, 3) Makanan dan Gizi, 4) Pakaian, 5) Perumahan, 6) Kesehatan, 7) Keuangan, 8) Tatalaksana rumah tangga, 9) Keamanan lahir dan batin; dan 10) Perencanaan sehat.

Masih Layakkah PKK Bernaung di Bawah FT?
            Menilik dari uraian di atas, berdasarkan pada kajian historis, filosofis, dan body of knowledge IKK, nampak jelas bahwa PKK sangat dipaksakan bila tetap berada di bawah naungan FT. Namun bila penolakan usulan PKK menjadi FIKK dikarenakan alasan efisiensi, apa boleh buat. Meski sesungguhnya hal tersebut mengorbankan sesuatu yang lebih berarti dari sekadar efisiensi, yaitu pengembangan keilmuan bidang IKK.
            Menurut Cambridge Dictionary, fakultas adalah "a group of departments in a college that specialuze in a particular subject or group of subjects."  Sedang dalam Oxford Dictionary, fakultas diartikan sebagai "a group of university departments concerned with a major division of knowledge, eg.‘the faculty of arts’, ‘the law faculty’. Definisi secara umum adalah, "a division within a university comprising one subject area, or a number of related subject areas."  Berdasarkan definisi tersebut, PKK yang subject area-nya berbeda dengan jurusan keteknikan (teknik sipil, teknik mesin, teknik elektro, dan sebagainya), seharusnya tidak berada dalam satu fakultas yang sama.
            Di Ohio State University, dan juga di beberapa universitas di Amerika (misalnya Michigan State University, University of Wisconsin-Madison, Florida State University), Home Economics, yang juga disebut consumer and family sciences, memiliki level mulai dari sarjana, master, dan doktoral. Di University British of Columbia, Home Economics berdiri sebagai fakultas tersendiri dengan nama Home Economics Faculty. Di banyak negara, sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, eksistensi PKK atau home economics begitu kuat. Kekuatan tersebut sangat dipengaruhi oleh keleluasaannya dalam pengembangan akademis-keilmuan, dan juga dukungan otonomi dalam pengelolaannya. Salah satunya karena mereka berdiri sebagai sebuah fakultas.
            Home economics atau PKK adalah sebuah payung yang besar. Di bawahnya, bernaung berbagai program studi. Setidaknya, saat ini, beberapa program studi tersebut adalah tata boga, tata busana, tata rias, ilmu gizi, pariwisata, perhotelan, usaha perjalanan wisata, dan sebagainya. Jumlah mahasiswa seluruhnya, hampir di semua LPTK, sudah setara dengan jumlah mahasiswa satu fakultas. Sumber daya yang tersedia, dosen dan tenaga kependidikan, sudah sangat layak sebagai modal mengelola sebuah fakultas. Begitu juga dengan sarana-prasarananya serta pembiayaannya.
            PKK hanya perlu izin untuk bisa berdiri tegak menjadi fakultas PKK, entah dengan nama apa pun. Menjadi sebuah fakultas artinya harus mampu mengelola diri-sendiri, mencari sumber-sumber untuk menghidupi diri-sendiri, tentu saja dengan memanfaatkan berbagai sumber yang tersedia, serta mengupayakan dari sumber-sumber pendanaan yang lain. Tidak mudah pasti. Namun memberi kesempatan dan peluang itu kepada PKK, patut menjadi pertimbangan pihak-pihak yang berwenang. Dalam usianya yang tidak muda lagi, meskipun tidak terlalu tua, PKK telah cukup memiliki bekal pengalaman untuk mencoba melepaskan diri dari tempatnya bergantung selama ini, dan menjadi sosok dengan jati dirinya.

Surabaya, 25 April 2019

Senin, 21 Januari 2019

E-Book: Strategi Belajar Berpikir Kreatif (Edisi Revisi)


Berpikir kreatif merupakan keterampilan yang sangat diperlukan bagi setiap orang. Keterampilan yang berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengolah pikiran untuk menghasilkan ide-ide baru ini, harus dikembangkan pada setiap mahasiswa. Kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan agar kompetensi sumber daya manusia kita tidak kalah dengan bangsa lain.

Buku “Mari Menjadi Kreatif” ini disusun dalam rangka menambah bahan referensi bagi dosen dan mahasiswa untuk perkuliahan Strategi Pembelajaran di Program S1 maupun S2 pada perguruan tinggi atau fakultas keguruan atau kependidikan. Juga bisa dimanfaatkan oleh para guru untuk panduan dalam mengajar yang mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Buku ini merupakan perbaikan dari buku yang sudah pernah diterbitkan dengan judul “Strategi Belajar Berpikir Kreatif”. Oleh karena dirasa masih sangat terbatas informasi menyangkut keterampilan berpikir kreatif itu sendiri, maka diterbitkanlah buku tersebut, dengan judul yang sama sebagai edisi revisi.