Saya menyebutnya Kampus biru putih. Ya, The Utah State University (USU) adalah kampus yang warna dominannya biru dan putih Meski gedung-gedungnya yang artistik dan rapi berwarna tanah atau warna batu bata, tapi aksen biru dan putih tetap ada di banyak bagian. Pada bingkai-bingkai jendela dan pintu, papan-papan nama, kursi-kursi taman, tempat parkir, dan juga interiornya.
Bahkan busana, aksesoris dan perlengkapan yang dikenakan para penghuni kampus pun dominan biru dan putih. Sweater, celana panjang, jaket, ransel, sepatu, bahkan sepeda dan botol tempat minum. Biru tua, biru langit, abu-abu, hitam, dan putih.
Pink, juga merupakan warna yang lumayan disukai, meski warna ini tidak terlalu dominan. Namun dia seperti memecah dominasi warna-warna yang ada. Berbagai busana dan aksesoris dengan warna pink seperti sweater, topi, t-shirt, jaket, dan sepatu, menjadi "center of piece" di deretan barang-barang fashion, baik di USU store atau di store dan mall di luar USU.
USU dilambangkan dengan banteng. Warnanya biru dan putih juga. Di mana-mana gambar banteng ini bisa ditemukan. Mengapa banteng (buffalo), karena awal mula USU yang berdiri sejak 8 Maret 1888 ini adalah universitas pertanian (Agriculture). Banteng mungkin menjadi representasi yang sangat lekat dengan pertanian.
Warga USU, siapa pun mereka--mahasiswa, dosen, visiting scholar--disebut The Aggies. Sebutan itu bagi saya pribadi begitu berkesan, terasa hangat dan bersahabat. Membuat kami merasa benar-benar menjadi bagian dari USU. Dalam email-email yang kami terima, mereka selalu mengawali dengan sapaan "Hello, Aggies". Selama di sini, belasan kali kami menerima email, terkait dengan informasi apa pun, antara lain jadwal check up kebersihan dan keamanan apartemen, jandwal berbagai event, termasuk undangan pesta halloween dan pameran-pameran.
Kampus utama USU di Logan merupakan satu dari aset terbesar universitas. Luasnya sekitar 500 acres (2.0 km2), sekitar satu mil timur laut downtown Logan, lokasinya ada di ujung Logan Canyon. Namun sebagai city campus, bangunan USU menghampar di mana-mana, dan jarak dari satu titik ke titik lain seringkali membutuhkan bus kampus untuk mencapainya.
Kampus USU seperti terletak pada sebuah "bangku", atau kaki bukit yang menyerupai rak-rak yang menghadap ke lembah ke arah barat. Mount Logan dan Bear River Range melengkapi keindahannya. USU memiliki lebih dari seratus bangunan utama. Kegiatan mahasiswa lebih terpusat pada bagian selatan kampus, yang merupakan tempat bagi sebagian besar jurusan, the Quad, the Taggart Student Center, dan Old Main Building.
Bangunan yang terkenal termasuk Old Main, bangunan pertama di USU. Juga Merriel-Cazier Library (luasnya 28.300 meter persegi), perpustakaan universitas yang ultra-modern, yang menampung lebih dari 1.549.000 volume total. Perpustakaan juga menawarkan area arsip dan koleksi-koleksi khusus yang luas, sistem penyimpanan dan pengambilan otomatis, dan lebih dari 150 workstation dan 33 ruang belajar kelompok. Gedung penting lainnya adalah Manon Caine Russel-Kathryn Caine Wanlas Performance Hall, yang konon memiliki beberapa akustik terbaik di seluruh Western United States.
Logan City Cemetery membagi kampus menjadi dua bagian. Pada bagian selatan, menghampar gedung-gedung akademik. Sedangkan pada bagian barat dan utara masing-masing terdapat Dee Glen Smith Spectrum dan Romney Stadium. Banyak gedung penelitian pertanian dan sain berlokasi di bagian utara. Logan Canyon yang terdekat, adalah tempat rekreasi yang populer bagi mahasiswa, dengan jalan dan taman di sepanjang sungai. Selain untuk berkemah dan hiking, ngarai juga berfungsi sebagai rute utama Beaver Mountain Ski Resort dan Bear Lake. Program Outdoor Recreation USU menyewakan peralatan camping, olah raga air, olah raga gunung, dan olah raga musim dingin, kepada mahasiswa; sekaligus menyediakan peta jalan area dan pemandu untuk perjalanan mereka ke canyon atau tempat lain. Pendek kata, bagi Anda para penyuka aktivitas outdoor, Anda akan benar-benar terpuaskan dengan kondisi alam Logan dan fasilitas yang disediakan USU untuk menikmatinya.
Apartemen kami, Aggie Village, sebenarnya masih dalam kompleks kampus, namun karena lumayan jauh, kalau ke kampus kami menumpang bus kampus. Sekitar sepuluh menit menumpang bus. Kecuali setelah kami memperoleh sepeda dari Aggie Bike, kami-saya dan Pak Asto- menempuhnya dengan bersepeda. Waktunya lebih singkat dibanding naik bus, karena bisa mengambil jalan pintas melewati Logan City Cemetery yang letaknya hanya di seberang apartemen kami. Tidak perlu menunggu bus. Kadang-kadang yang membuat lama saat naik bus kampus, karena kami harus menunggu bus yang akan membawa kami. Bus-bus itu melintas setiap lima belas menit sekali, tentu saja dengan jadwal yang sudah pasti.
Di Logan, setiap orang bisa mendapatkan peta apa saja, termasuk rute transportasi dan jadwal. Peta itu bisa diperoleh di sembarang tempat, di airport, di tempat wisata dan pusat perbelanjaan, atau di institusi pendidikan seperti USU.
Saya dan Pak Asto hampir setiap hari bersepeda ke kampus. Bahkan untuk berbelanja ke Walmart, Smiths, atau swalayan lain pun, kami menempuhnya dengan bersepeda. Meski sepulang dari tempat-tempat belanja tersebut, jalanan menanjak sekitar tiga puluh menit waktu tempuh harus kami lalui. Tidak masalah. Rasanya memang sangat sensasional, karena kami seringkali bersepeda dengan suhu mendekati nol derajat Celcius. Wow bangets. Nafas memburu berpadu dengan hempasan udara dingin yang seolah siap membekukan tubuh. Kami pernah beberapa kali menyerah, turun dari sepeda, dan menuntunnya saat jalan menanjak dan nafas seperti mau putus. Kalau kami berhasil melewatinya, kami merayakan kemenangan di rerumputan tempat parkir Aggie Village Apartement dengan minum air mineral dan makan apa yang ada dari belanjaan kami, buah atau roti. Kemudian kami bergantian berfoto dengan latar belakang Logan City Cemetery. Pernah suatu ketika, Pak Asto pucat sekali setelah berjuang keras menaklukkan jalan menanjak, dan saya malah tertawa terbahak-bahak melihatnya. "Dik, lungguho Dik, goleko nggon gawe semaput." Ledek saya.
Saya ingin bercerita tentang sepeda. Sejak awal, begitu kami melihat banyak penghuni apartemen bersepeda dan tempat parkir seperti selalu penuh, kami berkeinginan juga untuk bisa bersepeda. Amanda, staf USU Global Engagement, menunjukkan pada kami di mana kami bisa meminjam sepeda, yaitu ke USU Aggie Bike, sebuat pusat layanan bagi warga USU yang memerlukan sepeda. Namun ternyata, meskipun kami sudah menunjukkan identity card dan A-number (nomor unik untuk semua mahasiswa dan visiting scholar di USU), kami tidak diperbolehkan meminjam. Sepeda bisa dipinjam hanya khusus bagi mahasiswa atau visiting scholar yang mengambil waktu minimal sekitar enam bulan. Bukan visiting scholar seperti kami yang hanya singkat waktunya. Peminjaman maksimal satu semester, dan seterusnya bisa diperpanjang lagi. Tidak ada syarat yang berat, peminjam hanya harus menyiapkan kunci yang diameternya tidak kurang dari 12 mm, harus menjawab kuis (terkait dengan tata-tertib bersepeda), dan harus melakukan check up sepeda dua minggu sekali ke USU Aggie Bike.
Untung ada Andreas dan Kevin. Oya, Kevin adalah putra pertama Pak Oenardi Lawanto, associate professor di Engineering Education Department. Beliau yang menjadi salah satu alasan kami datang ke Utah ini. Sedangkan Andreas adalah lulusan UI yang saat ini sedang mengambil Ph.D dalam bidang Engineering Education. Andreas meminjam sepeda untuk saya, dan Kevin meminjam sepeda untuk Pak Asto. Tapi tentu saja atas nama mereka berdua, dan tanggung jawab apa pun terkait dengan sepeda itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka. Saking baiknya mereka saja mau meminjam sepeda hanya supaya cita-cita kami untuk bisa bersepeda selama di Utah ini bisa kesampaian.
Sebenarnya masih ada Silvia Landa, mahasiswa Master Degree dalam bidang Civil Engineering. Gadis hitam manis yang berasal dari Sumba Barat ini memperoleh beasiswa dari Usaid Prioritas. Saya kagum pada prestasinya untuk memperoleh beasiswa itu, dan juga perjuangannya untuk menempuh studi di Utah. Saya tahu seperti apa tempat asalnya, dan keberadaan dia di sini benar-benar membuat saya salut.
Silvia sebenarnya bersedia juga meminjamkan sepeda untuk Bu Lusia, tapi nampaknya Bu Lusia bukan penggemar sepeda. Jadi hanya kami berdua yang bersepeda ke mana-mana, dan Bu Lusia memilih setia naik bus. Tidak masalah. Bus ke mana pun gratis, dan lebih aman karena terhindar dari kedinginan dan "menggos-menggos." Hehe.
Logan, sebuah kota kecil, dengan populasi sebanyak 48.174 jiwa. Berjarak 81 mil sebelah tenggara Salt Lake City. Sekitar lima jam perjalanan darat menuju Yellowstone yang terkenal itu, tempat yang diimpikan oleh para fotografer. Dan hanya sekitar dua menit, ya, dua menit menuju Logan Canyon.
Transportasi ke mana pun, di Kota Logan ini, free. Ada bus yang rutenya khusus dalam kampus, ada bus kota, namanya CVTD (Cache Valley Transit District), yang rutenya di seluruh penjuru Kota Logan. Tentu saja, bus yang nyaman, dengan driver yang profesional, dan, ini yang penting, gratis.
Segalanya serba rapi dan teratur di Logan. Tidak ada kebut-kebutan di jalan raya. Mendengar klakson mobil berbunyi adalah hal yang sangat langka. Sepeda motor bisa dihitung dengan jari, semuanya jenis moge (motor gede). Tidak ada kendaraan yang parkir sembarangan. Ada jalur khusus untuk pedestrian dan pesepeda. Pedestrian dan pesepeda menjadi raja di jalan, dalam arti pengguna jalan yang lain selalu memberikan prioritas.
Perilaku di jalan raya memang sangat berbeda dengan perilaku kita di Indonesia. Hal inilah yang menjadi salah satu kekaguman saya. Sebagai pejalan kaki atau pesepeda, saya merasa begitu nyaman dan aman. Jalur-jalur khusus yang tersedia untuk kami memungkinkan kami berjalan dan bersepeda dengan aman tanpa dibayangi ketakutan tersenggol kendaraan lain. Kalau pun kami harus menyeberang jalan atau menempuh jalan yang tidak dilengkapi dengan jalur khusus, kendaraan-kendaraan besar akan memberikan prioritas pada kami. Dilengkapi dengan rambu-rambu jalan yang jelas dan semua beroperasi dengan baik, dan perilaku berlalu-lintas yang juga baik, maka Logan menjadi kota yang sangat nyaman bagi siapa saja.
Tentu saja ada banyak hal baik yang bisa kita pelajari selain perilaku berlalu-lintas. Tata kota yang ramah lingkungan, salah satu buktinya adalah tidak ada gedung-gedung yang tinggi menjulang. Sesuatu yang menjulang di Logan adalah barisan Rocky Mountain itu. Taman dan rumput hijau ada di mana-mana. Kantor-kantor rapi, layanan cepat dan ramah. Kedisiplinan pada waktu yang mengagumkan. Di USU, saat break pergantian jadwal perkuliahan, mahasiswa memenuhi hampir semua jalanan kampus, berpindah dari satu kelas ke kelas lain, karena sistem perkuliahan dengan moving class. Mereka berjalan cepat-cepat, sebagian bersepeda dan ber-skateboard, sebagian bahkan berlari-lari, untuk mengejar waktu kuliah. Begitu kuliah mulai, kampus seperti tak berpenghuni, jalanan sepi sekali. Semua ada di dalam kelas-kelas, belajar. Untuk masalah kebersihan kampus dan kesadaran warganya untuk selalu menjaga kebersihan, jangan tanya. Sangat-sangat mengagumkan.
Suatu siang, saya sedang berjalan, dan seorang mahasiswa menyapa saya. Dia mengatakan kalau kerudung saya bagus sekali dan dia suka. Saat mengatakan itu, makanan yang dibawanya terjatuh sebagian, hanya berupa remah kecil sebesar biji jagung. Tapi dengan sigap dia mengambil remah itu dengan tisu sambil mengatakan, makanan itu bisa membuat seseorang terpeleset. Saya terpesona sekali dengan sikapnya, meskipun saya yakin, remah makanan itu terlalu kecil untuk membuat seseorang terpeleset.
Inilah mungkin yang dinamakan peradaban maju itu, begitulah saya sering berpikir. Saya yang sering berkunjung ke daerah-daerah tertinggal di pelosok Tanah Air, merasa sudah memiliki peradaban yang sangat maju dibanding mereka. Namun begitu saya ada di Logan ini, menghayati budaya dan tata kehidupan warga dan segala fasilitas yang tersedia, sayalah masyarakat tertinggal itu. Ya, benar-benar tertinggal. Tapi saya yakin, ada hal-hal tertentu yang tetap membuat kita memiliki keunggulan. Hal-hal apakah itu? Mari coba kita renungkan....
Aggie Village Apartment, Logan, Utah, Senin, 5 Oktober 2015.
Bahkan busana, aksesoris dan perlengkapan yang dikenakan para penghuni kampus pun dominan biru dan putih. Sweater, celana panjang, jaket, ransel, sepatu, bahkan sepeda dan botol tempat minum. Biru tua, biru langit, abu-abu, hitam, dan putih.
Pink, juga merupakan warna yang lumayan disukai, meski warna ini tidak terlalu dominan. Namun dia seperti memecah dominasi warna-warna yang ada. Berbagai busana dan aksesoris dengan warna pink seperti sweater, topi, t-shirt, jaket, dan sepatu, menjadi "center of piece" di deretan barang-barang fashion, baik di USU store atau di store dan mall di luar USU.
USU dilambangkan dengan banteng. Warnanya biru dan putih juga. Di mana-mana gambar banteng ini bisa ditemukan. Mengapa banteng (buffalo), karena awal mula USU yang berdiri sejak 8 Maret 1888 ini adalah universitas pertanian (Agriculture). Banteng mungkin menjadi representasi yang sangat lekat dengan pertanian.
Warga USU, siapa pun mereka--mahasiswa, dosen, visiting scholar--disebut The Aggies. Sebutan itu bagi saya pribadi begitu berkesan, terasa hangat dan bersahabat. Membuat kami merasa benar-benar menjadi bagian dari USU. Dalam email-email yang kami terima, mereka selalu mengawali dengan sapaan "Hello, Aggies". Selama di sini, belasan kali kami menerima email, terkait dengan informasi apa pun, antara lain jadwal check up kebersihan dan keamanan apartemen, jandwal berbagai event, termasuk undangan pesta halloween dan pameran-pameran.
Kampus utama USU di Logan merupakan satu dari aset terbesar universitas. Luasnya sekitar 500 acres (2.0 km2), sekitar satu mil timur laut downtown Logan, lokasinya ada di ujung Logan Canyon. Namun sebagai city campus, bangunan USU menghampar di mana-mana, dan jarak dari satu titik ke titik lain seringkali membutuhkan bus kampus untuk mencapainya.
Kampus USU seperti terletak pada sebuah "bangku", atau kaki bukit yang menyerupai rak-rak yang menghadap ke lembah ke arah barat. Mount Logan dan Bear River Range melengkapi keindahannya. USU memiliki lebih dari seratus bangunan utama. Kegiatan mahasiswa lebih terpusat pada bagian selatan kampus, yang merupakan tempat bagi sebagian besar jurusan, the Quad, the Taggart Student Center, dan Old Main Building.
Bangunan yang terkenal termasuk Old Main, bangunan pertama di USU. Juga Merriel-Cazier Library (luasnya 28.300 meter persegi), perpustakaan universitas yang ultra-modern, yang menampung lebih dari 1.549.000 volume total. Perpustakaan juga menawarkan area arsip dan koleksi-koleksi khusus yang luas, sistem penyimpanan dan pengambilan otomatis, dan lebih dari 150 workstation dan 33 ruang belajar kelompok. Gedung penting lainnya adalah Manon Caine Russel-Kathryn Caine Wanlas Performance Hall, yang konon memiliki beberapa akustik terbaik di seluruh Western United States.
Logan City Cemetery membagi kampus menjadi dua bagian. Pada bagian selatan, menghampar gedung-gedung akademik. Sedangkan pada bagian barat dan utara masing-masing terdapat Dee Glen Smith Spectrum dan Romney Stadium. Banyak gedung penelitian pertanian dan sain berlokasi di bagian utara. Logan Canyon yang terdekat, adalah tempat rekreasi yang populer bagi mahasiswa, dengan jalan dan taman di sepanjang sungai. Selain untuk berkemah dan hiking, ngarai juga berfungsi sebagai rute utama Beaver Mountain Ski Resort dan Bear Lake. Program Outdoor Recreation USU menyewakan peralatan camping, olah raga air, olah raga gunung, dan olah raga musim dingin, kepada mahasiswa; sekaligus menyediakan peta jalan area dan pemandu untuk perjalanan mereka ke canyon atau tempat lain. Pendek kata, bagi Anda para penyuka aktivitas outdoor, Anda akan benar-benar terpuaskan dengan kondisi alam Logan dan fasilitas yang disediakan USU untuk menikmatinya.
Apartemen kami, Aggie Village, sebenarnya masih dalam kompleks kampus, namun karena lumayan jauh, kalau ke kampus kami menumpang bus kampus. Sekitar sepuluh menit menumpang bus. Kecuali setelah kami memperoleh sepeda dari Aggie Bike, kami-saya dan Pak Asto- menempuhnya dengan bersepeda. Waktunya lebih singkat dibanding naik bus, karena bisa mengambil jalan pintas melewati Logan City Cemetery yang letaknya hanya di seberang apartemen kami. Tidak perlu menunggu bus. Kadang-kadang yang membuat lama saat naik bus kampus, karena kami harus menunggu bus yang akan membawa kami. Bus-bus itu melintas setiap lima belas menit sekali, tentu saja dengan jadwal yang sudah pasti.
Di Logan, setiap orang bisa mendapatkan peta apa saja, termasuk rute transportasi dan jadwal. Peta itu bisa diperoleh di sembarang tempat, di airport, di tempat wisata dan pusat perbelanjaan, atau di institusi pendidikan seperti USU.
Saya dan Pak Asto hampir setiap hari bersepeda ke kampus. Bahkan untuk berbelanja ke Walmart, Smiths, atau swalayan lain pun, kami menempuhnya dengan bersepeda. Meski sepulang dari tempat-tempat belanja tersebut, jalanan menanjak sekitar tiga puluh menit waktu tempuh harus kami lalui. Tidak masalah. Rasanya memang sangat sensasional, karena kami seringkali bersepeda dengan suhu mendekati nol derajat Celcius. Wow bangets. Nafas memburu berpadu dengan hempasan udara dingin yang seolah siap membekukan tubuh. Kami pernah beberapa kali menyerah, turun dari sepeda, dan menuntunnya saat jalan menanjak dan nafas seperti mau putus. Kalau kami berhasil melewatinya, kami merayakan kemenangan di rerumputan tempat parkir Aggie Village Apartement dengan minum air mineral dan makan apa yang ada dari belanjaan kami, buah atau roti. Kemudian kami bergantian berfoto dengan latar belakang Logan City Cemetery. Pernah suatu ketika, Pak Asto pucat sekali setelah berjuang keras menaklukkan jalan menanjak, dan saya malah tertawa terbahak-bahak melihatnya. "Dik, lungguho Dik, goleko nggon gawe semaput." Ledek saya.
Saya ingin bercerita tentang sepeda. Sejak awal, begitu kami melihat banyak penghuni apartemen bersepeda dan tempat parkir seperti selalu penuh, kami berkeinginan juga untuk bisa bersepeda. Amanda, staf USU Global Engagement, menunjukkan pada kami di mana kami bisa meminjam sepeda, yaitu ke USU Aggie Bike, sebuat pusat layanan bagi warga USU yang memerlukan sepeda. Namun ternyata, meskipun kami sudah menunjukkan identity card dan A-number (nomor unik untuk semua mahasiswa dan visiting scholar di USU), kami tidak diperbolehkan meminjam. Sepeda bisa dipinjam hanya khusus bagi mahasiswa atau visiting scholar yang mengambil waktu minimal sekitar enam bulan. Bukan visiting scholar seperti kami yang hanya singkat waktunya. Peminjaman maksimal satu semester, dan seterusnya bisa diperpanjang lagi. Tidak ada syarat yang berat, peminjam hanya harus menyiapkan kunci yang diameternya tidak kurang dari 12 mm, harus menjawab kuis (terkait dengan tata-tertib bersepeda), dan harus melakukan check up sepeda dua minggu sekali ke USU Aggie Bike.
Untung ada Andreas dan Kevin. Oya, Kevin adalah putra pertama Pak Oenardi Lawanto, associate professor di Engineering Education Department. Beliau yang menjadi salah satu alasan kami datang ke Utah ini. Sedangkan Andreas adalah lulusan UI yang saat ini sedang mengambil Ph.D dalam bidang Engineering Education. Andreas meminjam sepeda untuk saya, dan Kevin meminjam sepeda untuk Pak Asto. Tapi tentu saja atas nama mereka berdua, dan tanggung jawab apa pun terkait dengan sepeda itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka. Saking baiknya mereka saja mau meminjam sepeda hanya supaya cita-cita kami untuk bisa bersepeda selama di Utah ini bisa kesampaian.
Sebenarnya masih ada Silvia Landa, mahasiswa Master Degree dalam bidang Civil Engineering. Gadis hitam manis yang berasal dari Sumba Barat ini memperoleh beasiswa dari Usaid Prioritas. Saya kagum pada prestasinya untuk memperoleh beasiswa itu, dan juga perjuangannya untuk menempuh studi di Utah. Saya tahu seperti apa tempat asalnya, dan keberadaan dia di sini benar-benar membuat saya salut.
Silvia sebenarnya bersedia juga meminjamkan sepeda untuk Bu Lusia, tapi nampaknya Bu Lusia bukan penggemar sepeda. Jadi hanya kami berdua yang bersepeda ke mana-mana, dan Bu Lusia memilih setia naik bus. Tidak masalah. Bus ke mana pun gratis, dan lebih aman karena terhindar dari kedinginan dan "menggos-menggos." Hehe.
Logan, sebuah kota kecil, dengan populasi sebanyak 48.174 jiwa. Berjarak 81 mil sebelah tenggara Salt Lake City. Sekitar lima jam perjalanan darat menuju Yellowstone yang terkenal itu, tempat yang diimpikan oleh para fotografer. Dan hanya sekitar dua menit, ya, dua menit menuju Logan Canyon.
Transportasi ke mana pun, di Kota Logan ini, free. Ada bus yang rutenya khusus dalam kampus, ada bus kota, namanya CVTD (Cache Valley Transit District), yang rutenya di seluruh penjuru Kota Logan. Tentu saja, bus yang nyaman, dengan driver yang profesional, dan, ini yang penting, gratis.
Segalanya serba rapi dan teratur di Logan. Tidak ada kebut-kebutan di jalan raya. Mendengar klakson mobil berbunyi adalah hal yang sangat langka. Sepeda motor bisa dihitung dengan jari, semuanya jenis moge (motor gede). Tidak ada kendaraan yang parkir sembarangan. Ada jalur khusus untuk pedestrian dan pesepeda. Pedestrian dan pesepeda menjadi raja di jalan, dalam arti pengguna jalan yang lain selalu memberikan prioritas.
Perilaku di jalan raya memang sangat berbeda dengan perilaku kita di Indonesia. Hal inilah yang menjadi salah satu kekaguman saya. Sebagai pejalan kaki atau pesepeda, saya merasa begitu nyaman dan aman. Jalur-jalur khusus yang tersedia untuk kami memungkinkan kami berjalan dan bersepeda dengan aman tanpa dibayangi ketakutan tersenggol kendaraan lain. Kalau pun kami harus menyeberang jalan atau menempuh jalan yang tidak dilengkapi dengan jalur khusus, kendaraan-kendaraan besar akan memberikan prioritas pada kami. Dilengkapi dengan rambu-rambu jalan yang jelas dan semua beroperasi dengan baik, dan perilaku berlalu-lintas yang juga baik, maka Logan menjadi kota yang sangat nyaman bagi siapa saja.
Tentu saja ada banyak hal baik yang bisa kita pelajari selain perilaku berlalu-lintas. Tata kota yang ramah lingkungan, salah satu buktinya adalah tidak ada gedung-gedung yang tinggi menjulang. Sesuatu yang menjulang di Logan adalah barisan Rocky Mountain itu. Taman dan rumput hijau ada di mana-mana. Kantor-kantor rapi, layanan cepat dan ramah. Kedisiplinan pada waktu yang mengagumkan. Di USU, saat break pergantian jadwal perkuliahan, mahasiswa memenuhi hampir semua jalanan kampus, berpindah dari satu kelas ke kelas lain, karena sistem perkuliahan dengan moving class. Mereka berjalan cepat-cepat, sebagian bersepeda dan ber-skateboard, sebagian bahkan berlari-lari, untuk mengejar waktu kuliah. Begitu kuliah mulai, kampus seperti tak berpenghuni, jalanan sepi sekali. Semua ada di dalam kelas-kelas, belajar. Untuk masalah kebersihan kampus dan kesadaran warganya untuk selalu menjaga kebersihan, jangan tanya. Sangat-sangat mengagumkan.
Suatu siang, saya sedang berjalan, dan seorang mahasiswa menyapa saya. Dia mengatakan kalau kerudung saya bagus sekali dan dia suka. Saat mengatakan itu, makanan yang dibawanya terjatuh sebagian, hanya berupa remah kecil sebesar biji jagung. Tapi dengan sigap dia mengambil remah itu dengan tisu sambil mengatakan, makanan itu bisa membuat seseorang terpeleset. Saya terpesona sekali dengan sikapnya, meskipun saya yakin, remah makanan itu terlalu kecil untuk membuat seseorang terpeleset.
Inilah mungkin yang dinamakan peradaban maju itu, begitulah saya sering berpikir. Saya yang sering berkunjung ke daerah-daerah tertinggal di pelosok Tanah Air, merasa sudah memiliki peradaban yang sangat maju dibanding mereka. Namun begitu saya ada di Logan ini, menghayati budaya dan tata kehidupan warga dan segala fasilitas yang tersedia, sayalah masyarakat tertinggal itu. Ya, benar-benar tertinggal. Tapi saya yakin, ada hal-hal tertentu yang tetap membuat kita memiliki keunggulan. Hal-hal apakah itu? Mari coba kita renungkan....
Aggie Village Apartment, Logan, Utah, Senin, 5 Oktober 2015.