Pages

Sabtu, 21 November 2015

Go To America (2): Welcome To America

Jumat, 2 Oktober 2015. Pukul 09.36. Tibalah kami di Seattle. Kota pertama di USA yang kami singgahi. Setelah menempuh perjalanan hampir 20 jam. Dua jam dari Surabaya menuju Singapura. Transit sekitar enam jam. Untung Mbak Silfia, staf Kantor Urusan Internasional Unesa, sudah mengatur perjalanan kami dengan 'agak' baik, sehingga kami bisa mendapatkan free lounge di Premium Plaza Lounge di Changi Airport. Sangat membantu. Enam jam sejak pukul 22.00 sampai pagi pukul 04.30, kami bisa beristirahat dengan tenang dan tidur selonjor. 

Saya katakan Mbak Slifia sudah mengatur perjalanan kami dengan 'agak' baik karena dia lupa tidak mengingatkan kami untuk memesan halal food secara online sebelum keberangkatan. Jadilah kami bertiga mengalami kelaparan dalam penerbangan mulai dari Singapura ke Jepang. Dua kali waktu makan kami lewati dengan 'tirakat', karena tidak ada halal food atau vegetarian food untuk kami bertiga. Untungnya, pramugari yang tidak tega melihat kami, mengupayakan satu porsi vegetarian food, kebetulan ada kelebihan, entah seharusnya milik siapa, untuk kami. Seporsi kecil itu, yang dimakan sendiri saja mungkin tidak cukup kenyang atau 'ngepas', musti kami nikmati bertiga. Apa boleh buat. Salah kami sendiri kenapa tidak online pesan dulu. Siapa juga yang 'ngeh'? Kami tidak tahu kalau kami harus melakukannya. Kami tidak punya pengalaman itu. Dan celakanya, Mbak Silfia juga tidak mengingatkan, atau sudah memesankan untuk kami.

Tidak masalah. Pengalaman adalah guru. Begitu kami transit di Bandara Narita, Tokyo, yang hanya sekitar satu jam itu, kami memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin. Di counter gate, kami mencoba bertanya dan meminta pada petugas, supaya kami dipesankan menu vegan untuk penerbangan menuju Seattle. Sekitar sembilan jam di pesawat tak akan lagi kami lalui dengan menahan dingin sekaligus lapar. Tidak lagi. Alhamdulilah, mungkin karena tidak tega melihat wajah memelas kami bertiga, petugas yang cantik itu langsung bertindak sigap. Meskipun dia bilang, seharusnya kami sudah pesan maksimal 24 jam sebelumnya, tapi dia meminta boarding pass kami dan secepat itu menelepon bagian kitchen. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya, berhasil, Saudara. Petugas itu tersenyum manis pada kami dan mengatakan bahwa kami akan mendapatkan menu vegan selama penerbangan kami menuju Seattle. Sungguh. Senyum manisnya pasti masih kalah dengan senyum manis kami yang seperti mendengar bedug maghrib tanda berbuka puasa.

Dan sekarang kami sudah di sini. Di Salt Lake City (SLC) Airport. Shelly, direktur USU Global Engagement sudah menjemput kami. Dia bersama suaminya, Ortiz, asal Guatemala. Sambil menunggu bus yang akan mengantar kami ke Logan, kami mengobrol banyak hal. Tentang keluarga, tentang makanan, tentang agama. Ortiz bertanya kenapa kami berkerudung, dan kenapa kerudung kami berbeda. Kebetulan bu Lusia mengenakan kerudung polos dan saya mengenakan kerudung motif bunga. 'It's just fashion." Jawab saya. Sambil menjelaskan bahwa pada prinsipnya agama Islam mengajarkan perempuan harus menutup aurat. Saya menjelaskan semampu saya apa yang dimaksud aurat. Dia manggut-manggut. Ortiz juga bercerita, di Guatemala, orang biasa mengatakan 'ohala' sebagaimana Muslim mengatakan 'inshaallah' dengan makna yang sama. 'God will."

Bus kami datang. Shelly memeluk kami dengan gaya khas Amerika. Tangannya mengembang, mendekap kami dan pipi kami saling menempel. Satu pipi saja. Bukan "cipika-cipiki" seperti kebiasaan kita. Shelly dan Ortiz tidak menemani kami dalam perjalanan, karena mereka ada acara keluarga di SLC. Tapi Shelly memastikan, Amanda Castillo, staf dia, sudah menunggu kami di Aggie Village Apartment, tempat tinggal kami selama di Logan. 

Sebelum berpisah, Shelly memberi kami sebuah tas plastik biru dengan logo Utah State University (USU), yang di dalamnya berisi kue-kue kecil. Juga ada tempat name tag, bendera biru kecil, dan sebuah botol minuman, yang semuanya berlogo USU. Manis sekali. 

Perjalanan dari SLC ke Logan adalah perjalanan yang nyaman. Dengan bus bermoncong yang tidak terlalu besar, hanya untuk sekitar 15 orang. Dengan kontainer khusus untuk bagasi yang ditarik semacam truk gandeng, kami menikmati keramahan driver perempuan yang tinggi besar namun cekatan. Juga keramahan para penumpang lain, tiga orang perempuan, dan seorang laki-laki. Belum lagi keindahan yang tersaji di sepanjang jalan yang mulus, rapi, bersih, tenang, dan menyenangkan. Rumah-rumah berwarna merah bata, rumput dan pepohonan hijau di mana-mana, dan bukit serta pegunungan yang indah. Namun sayang, rasa kantuk yang tidak bisa saya tahan membuat saya terlelap di separo perjalanan.

Kami tiba di Aggie Village saat petang sudah jatuh sempurna. Seorang perempuan tinggi, cantik, berambut pirang dan panjang, menyambut kami dengan begitu hangat. Dialah Amanda Castillo. Dia membantu kami mengangkat koper-koper. Mengantarkan kami masuk ke apartemen dan menjelaskan segala sesuatunya. Termasuk memastikan makan malam kami sudah tersedia. Dua kotak besar nasi putih, dua lembar naan bread, dan dua pak makanan India yang lembek seperti sambal. Kami mengucapkan terima kasih untuk itu semua. Juga untuk seperangkat alat masak dan alat makan serta rice cooker kecil yang sudah disediakannya.

Tentang rice cooker itu, saya berspekulasi saja waktu memintanya lewat email. Shelly mengatakan bahwa kami akan disediakan satu bin berisi alat makan, alat masak, dan linen. Rice cooker tidak tersedia. Dia bilang: "Rice cookers are not part of the bin, though you can purchase one for about $15. You may also be able to find a used one in the local second-hand store." 

Namun satu dua hari setelah itu, Shelly mengirim email: "I want to let you know I was able to obtain a rice cooker and we will have that in the apartment with the other supplies upon your arrival. We will also have some food prepared for you as well so you can rest once you have arrived." Wow, betapa baiknya dia. Bahkan waktu saya tanya ke Amanda, "The rice cooker is new, so how much we have to pay for this?", Amanda menjawab, "No no no, you don't need to pay."

Shelly dan Amanda adalah tipikal orang yang ramah, helpful dan siap melayani. Cocok sekali kalau mereka ada di bagian Global Engagement. Dengan ribuan international students plus ratusan visiting scholars seperti kami ini, tentu tidak mudah menangani tanpa ketangkasan sekaligus keramahan. 

Mungkin hanya perasaan saya saja, tapi kami merasa layanan mereka begitu istimewa. Menjelaskan semua keperluan kami mulai dari apartemen dan kelengkapannya, transportasi ke kampus dan ke seluruh kota, prosedur pengurusan ID Card supaya kami bisa akses ke semua fasilitas kampus seperti bookstore, computer lab/printouts, Aggie Ice Cream, Health Center, Library, bahkan juga ke Theatre Events. Juga termasuk akses ke wifi USU sebagai student atau sebagai guest. Semua yang mereka jelaskan dilengkapi dengan map biru yang di dalamnya tersedia semua informasi yang kami butuhkan, termasuk peta dan rute layanan transportasi.

Malam ini kami lelah sekali dan Amanda ingin kami segera membersihkan diri, makan, dan istirahat. Esok, dia akan menjemput kami pukul 10.00, dan memandunya ke walmart untuk berbelanja barang-barang kebutuhan kami. Dia juga akan mengantar kami melihat sebagian kota Logan dan mengantarkan kami kembali ke apartemen kami untuk menyiapkan makan siang.

Selamat malam, Amerika.
Selamat pagi, Indonesia.


Aggie Village Apartment, Logan, Utah, USA, Sabtu, 2 Oktober 2015.

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...