Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Selasa, 16 Juli 2024

Pameran TTG di Lombok

Hari Minggu kemarin, kami ke Lombok. Dalam rangka menghadiri Pameran TTG yang ke-25. Pak Menteri desa PDTT, Pak Sekjen, dan semua pejabat tinggi madya dan pratama hadir. Acara dihelat di Islamic Center.

Tadi siang, kami sempatkan untuk melihat-lihat pameran TTG tersebut. Kemarin belum kesampaian karena mendampingi Pak Menteri dalam seremonial pembukaan acara dan makan siang. Saya hanya sempat mengunjungi stand SMK yang memproduksi motor listrik yang keren. Punggawanya keren juga, adik angkatan saya di Unesa, namanya Dik Ruju Rahmad . Saya sempat tertahan cukup lama di stand tersebut.

Ada puluhan stand dari hampir semua provinsi di Indonesia. Produk-produk yang dipamerkan tidak hanya produk TTG, namun juga berbagai produk lain seperti busana, barang kerajinan, dan juga makanan khas masing-masing.

Saya tertahan berlama-lama di stand Sumbar. Ada tikar yang cantik sekali, yang membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Tikar anyaman yang lembut, halus, bermotif, dengan pilihan warna yang semuanya bagus. Saya sampai dibuat bingung memilih. Daripada bingung, saya ambil tiga tikar. Oleh-oleh untuk suami tercintrong Mas Ayik Baskoroadjie , yang penyuka barang-barang etnik.

Oya, semalam kami juga meet up dengan para alumni Unesa. Ramadhan Asa dan anak isterinya, Naka, Mas Aris, Dik Ruju Rahmad dan Dik Wiwin, Dwi Febri Astutik dan putrinya yang cantik jelita, dan Jaya. Naka, Mas Aris, dan Dik Ruju adalah alumni Himapala juga. Dik Wiwin, isteri Dik Ruju, adik kelas saya di Tata Boga.

Momen silaturahim bagi saya adalah momen untuk menambah energi baru, karena bertemu dengan para sahabat ini selalu membawa kebahagiaan. Tidak sekadar mengobati kerinduan, namun juga berbagi spirit dan kekuatan.



Bersama rombongan dari Kemendesa, kami menikmati makan malam di rumah makan Sunset Land. Menunya enak-enak. Ayam taliwang dan plecing kangkung, tentu saja, uga berbagai olahan seafood.

Sunset Land, mestinya sangat bagus di sore hari menjelang matahari terbenam. Tapi kami tidak sempat menikmatinya, karena kami menghabiskan sore kami di Sirkuit Mandalika. Ini yang ketiga kali saya mengunjungi tempat ini. Tempat yang indah dan membanggakan.



Sayang sekali, para penjual asongan agak mengganggu kenyamanan. Entah harus bilang apa, tapi mereka memang sedang berjuang. Saya mencoba memahami, dan sungguh saya memahami. Termasuk memahami kenapa harus ada anak-anak kecil yang menenteng-nenteng dagangan itu. Juga anak-anak yang menawar-nawarkan jasa untuk memotret. Namun, plis.... jangan memaksa-maksa dong....

Lombok, 15072024

Selasa, 09 Juli 2024

Mas Mbarep

Hari Minggu kemarin, saya menemui kakak mbarep saya, Mas Ibroham Azach , di rumah saudara kami, di Cibitung. Kakak saya ini pensiunan PNS guru agama SD di Tuban, mungkin tiga atau empat tahun yang lalu dia pensiun.

Meskipun usianya sudah tidak muda lagi, dia masih kerja. Kerja apa saja, salah satunya nyupir. Nyupiri siapa saja yang membutuhkannya. Dengan tujuan ke mana pun.

Tapi sungguh saya tidak nyangka, kakak saya ini nyupiri pelanggannya dari Jenu, Tuban, sampai ke Cibitung. Jauhnyaaaa. Saya sempat protes dan mempertanyakan, "kok wadoh mas?" Tapi dia rileks saja menjawab, "nggolek hiburan". "Nggolek hiburan kok wadoh men", saya masih protes. "Lha isone ngono kuwi kok", jawabnya. Saya pun hanya bisa pesan-pesan, "ngunjuk sing akeh, lek ngantuk istirahat." Dia bilang "siap-siap", tapi ternyata hari itu dia puasa. Ya, dia sudah bertahun-tahun puasa ndaud, dan hari itu tidak mokel meski nyupir sejauh itu. Allah benar-benar memberinya kekuatan lahir dan bathin.

Pelanggannya kebetulan saudara kami juga, Dik Wafa sekeluarga, anak cucu saudara sepupu kami. Dari Jenu, mereka sekeluarga, empat orang, diantarkan Mas Ib, naik mobil. Tujuan ke Cibitung adalah silaturahim ke rumah saudara kami juga, Dik Arid dan Dik Naim. Dik Naim, kebetulan sedang diganjar sakit, sehingga silaturahim ini sekaligus dalam rangka menjenguk Dik Naim.

Mas mbarep saya ini memang pejuang sejati. Dia tidak malu kerja apa saja, yang penting halal. Ketika masih jadi guru, dia bawa krupuk ke sekolah. Yang nggoreng dan mbungkusi krupuk isterinya sendiri. Ngernet, ngondektur, ngontrol bus, dan lain-lain, semua sudah dilakoninya.

Mas Ib pantang ngutang dan nyambat dulur. Mungkin karena dia sangat nriman, dia menjalani hidup dengan apa yang ada. Mencukup-cukupkan dengan ikhtiar dan wani tirakat.

Untuk urusan silaturahim, di antara kami bersaudara, kami berenam, dialah juaranya. Militansinya tidak hanya berjuang untuk mencukupi keluarganya, namun juga dalam urusan silaturahim.

Dia juga sangat ramah dan periang. Saking ramah dan periangnya, ketemu siapa pun disapanya. Disalaminya. Dulu ketika masih mengajar, semua orang di sepanjang jalan, kenal dia, karena dia sapa mereka semua. Padahal jarak rumah ke sekolah mungkin sekitar tujuh km atau lebih.

Kemarin, saya sempat menculiknya dari rumah Dik Naim. Bersama Dik Wafa sekeluarga, Mas Ib menginap di apartemen Kalcit yang saya tempati. Siang sampai hampir maghrib, mereka beristirahat. Selepas maghrib, saya mengajak mereka jalan-jalan. Melintasi taman dan kolam renang, makan di mall Kalcit, bahkan mampir di ruang kantor saya. Semua bisa dijangkau hanya dengan jalan kaki.

Besoknya, hari Senin, sekalian saya berangkat kerja, saya sempatkan nderekke tamu-tamu saya ini silaturahim ke rumah Dik Gus Yahya di Menteng. Sarapan di sana, kecuali Mas Ib, karena dia waktunya puasa. Obrolan jadi gayeng karena Mas Ib dan Dik Gus Yahya ini pernah mondok bareng di Krapyak, Yogyakarta.

Saat saya menulis ini, Mas Ib dan Dik Wafa sekeluarga sedang menempuh perjalanan kembali ke Jenu, Tuban. Semoga Allah memberikan kelancaran, perlidungan, menyehatkan, mencukupkan, dan memberkahi. Amiin ya Rabb.

Kalcit, 09072024