Wampres menyerahkan penghargaan kepada salah
seorang siswa peraih nilai UN terbaik. 
Siang ini, pukul 12.00, kami bertiga, pak Rektor, Riski Sugiarto, dan saya sendiri, sudah berada di dalam lapangan tennis indoor Gelora Bung Karno. Kehadiran kami ini adalah dalam rangka memenuhi undangan Mendikbud pada acara Puncak Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2012. Tema acara adalah 'Bangkitnya Generasi Emas Indonesia'.

Namanya juga 'puncak peringatan.' Acaranya sangat meriah. Dihadiri oleh para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, para gubernur, pejabat eselon 1 dari berbagai kementerian,
bupati, walikota, pimpinan dan anggota lembaga negara,  Komisi 10 DPR-RI, organisasi dan tokoh-tokoh di bidang pendidikan, guru, dan siswa. Juga dimeriahkan oleh berbagai hiburan: musik, tari, paduan suara, bahkan juga teater.

Setelah menunggu selama hampir dua jam, yang diisi dengan gladi bersih dan hiburan, Wakil Presiden dan ibu Herawati Budiono akhirnya hadir. Kedatangan beliau berdua disambut tepuk tangan riuh-rendah dari semua yang hadir. Tribun yang dipenuhi dengan anak-anak berseragam sekolah pun menjadi gegap-gempita.

Menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama Paduan Suara Universitas Padjajaran mengawali acara. Dilanjutkan dengan sambutan dari Mendikbud. Dalam sambutannya, pak Nuh menyampaikan bahwa pada acara ini akan diberikan berbagai penghargaan dalam bidang pendidikan. Selebihnya adalah hal-hal normatif. Tentang pentingnya penyiapan generasi muda sebagai  penerus bangsa. Kurang 'greget'. Tidak seimbang dengan meriahnya acara yang sudah dipersiapkan. Satu hal yang kalau boleh dikatakan sebagai 'greget' adalah program Pendidikan Menengah Universal, yang akan diluncurkan pada 2013.

Acara yang lain adalah penyerahan buku 'Indonesia dalam Arus Sejarah'. Buku diserahkan oleh Mendikbud kepada wapres Budiono. Dikatakan oleh pembawa acara, buku tersebut merupakan buku yang sangat strategis dalam upaya menggarap karakter bangsa. Buku ini berisi tentang rekonstruksi kepahlawanan dalam sejarah Indonesia.

Pada kesempatan itu juga diluncurkan Portal Rumah Belajar dan animasi karya siswa SMK. Mottonya yaitu 'belajar untuk semua'. Portal baru ini memiliki fasilitas antara lain forum kelas maya, bimbingan belajar online yang dilengkapi dengan soal-soal dan tugas. Ada juga peta budaya nusantara. Dengan portal Rumah Belajar, semua menjadi mudah, begitulah motto tambahannya. Tentu saja juga 'SMK, Bisa!.'

Acara dilanjutkan dengan penyerahan penghargaan oleh wakil presiden. Penghargaan tersebut untuk beberapa kategori, antara lain kategori gubernur percepatan penyaluran dana BOS 2012, yang diberikan kepada Gubernur Jambi, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, DI Yogyakarta, dan Kepulauan Riau.

Penghargaan juga diberikan bagi guru muda yg bertugas di wilayah 3T yang tergabung dalam Program SM-3T. Adalah Riski Sugiarto, peserta SM-3T Unesa yang bertugas di SD Ramuk, Pinupahar, Sumba Timur, sebagai salah satu penerima penghargaan tersebut.  Riski menerima penghargaan bersama tiga temannya yang lain, yaitu Rochim Aribowo yang bertugas di pelosok Aceh, Amirullah di pelosok Papua Barat, dan Zakka Jamaluddin, yang bertugas di Papua. Jangan salah, pemilik nama yang terakhir ini adalah seorang perempuan. Jadi penerima penghargaan yang diserahkan langsung oleh wapres tersebut adalah dua laki-laki dan dua perempuan, namun semuanya memiliki nama mirip atau bahkan sangat laki-laki.

Kategori penerima penghargaan yang lain adalah  mahasiswa bidik misi peraih indeks prestasi tertinggi, yaitu mahasiswa UNP, UGM, dan Universitas Palangkaraya (Unesa mengalah dulu ya). Juga siswa peraih nilai UN tertinggi, yaitu dari SMPN 1 Denpasar, SMAN 2 Kuningan Jabar, dan SMKN 2 Jateng. Peraih nilai UN tertinggi ini selain memperoleh piagam penghargaan,  juga mendapatkan beasiswa unggulan.

Juga ada penghargaan yang  diberikan bagi media cetak yang setia dan konsisten dalam pemberitaan pendidikan selama tahun 2012. Media tersebut adalah: Kompas, Republika, dan Seputar Indonesia.

Dalam sambutannya, wapres Budiono mengajak kita semua untuk merenungkan mengenai apa yg akan kita berikan pada anak didik. Pendidikan dan kesehatan adalah kunci kemajuan suatu bangsa. Ada sebuah hukum atau dalil sejarah yaitu suatu bangsa akan maju apabila generasi pengganti lebih baik daripada yg diganti. Bila sebaliknya, maka akan terjadi bangsa yang surut. Peran pendidikan sangat menentukan dalam proses sejarah itu. Tugas kita adalah menyiapkan anak-anak kita menjadi generasi yang lebih baik, generasi emas Indonesia.

Wapres menambahkan, kita bisa saja kelihatan sibuk, tetapi  kita mungkin tidak sedang mendekati tujuan yang kita inginkan. Oleh sebab itu kita perlu melakukan evaluasi dan koreksi terus-menerus. Hakekat dan tujuan pendidikan tidak sekedar mengajarkan kurikulum wajib setiap hari, atau lulus UN. Mendidik adalah membukakan pintu bagi anak untuk menjadi pemimpin yang baik. Kita harus membangun karakter mereka. Pendidikan tidak hanya menumbuhkan kemampuian otak, tapi juga kemampuian hati. Pertanyaannya, sudahkan kita melaksanakan pendidikan yang seimbang?

Tentu saja, apa yang disampaikan wapres bukanlah hal baru bagi kita. Bahkan terkesan sangat klise. Juga kontradiktif. Antara membangun karakter melalui pendidikan, dan berbagai praktek pendidkan di lapangan yang justru memangkas pembangunan karakter. 

Saya sendiri malah lebih menghayati kebahagiaan yang sedang dinikmati Riski. Ada rasa haru ketika menyaksikan dia menerima penghargaan dari Wapres dan Mendikbud. Tempat tugasnya yang nun jauh di pelosok Sumba Timur, begitu saja terbayang di benak saya. Keteguhan dan daya juangnya mengemban tugas pengabdiannya membuahkan hasil manis. Diundang ke Jakarta oleh Mendikbud, naik pesawat dan menginap di hotel bagus, dan banyak pengalaman baru yang lain, tentulah merupakan kebanggaan tersendiri bagi dia.

Sehari bersama anak periang itu sejak kemarin sore, adalah waktu-waktu yang menyenangkan bagi saya. Pada sore selepas maghrib kami bertemu di Juanda. Dia bersama ayah dan ibu serta adiknya, yang sengaja menemuinya di Juanda saat transit. Sosok-sosok yang sederhana, ramah, rendah hati. Kami beramah-tamah sebentar, sebelum akhirnya Riski 'diserahkan' keluarganya kepada saya, untuk saya bawa ke Jakarta.

Riski seperti anak kecil yang tidak bisa diam. Saya menjulukinya kutu loncat, karena cepat sekali dia berpindah dari satu titik ke titik yang lain. Banyak hal baru yang memancing rasa ingin tahunya, sehingga kadang-kadang saya harus bilang ke dia, jangan pergi jauh-jauh dari saya.  Tentu saja saya tidak serius dengan kata-kata saya. Sempat ketika saya tinggalkan sebentar saja ke toilet, saya sudah harus celingukan karena dia sudah tidak ada di posisinya semula. Ketika saya telepon, dia tidak menjawab telepon saya, namun tiba-tiba saja dia sudah ada di depan saya sambil tersenyum-senyum. Saya tidak pergi jauh-jauh kok, bu, hanya di sini-sini saja, katanya.

Salah satu yang membuat saya kagum pada Riski, adalah rasa ingin tahunya. Apa saja dia tanyakan. Sampai sempat saya komentari, kamu itu anak kecil cerewet banget sih. Tentu saja saya bercanda. Riski tertawa lepas kalau saya memanggilnya anak kecil.

Tadi malam, begitu masuk Hotel Century pada sekitar pukul 23.00, saat saya masih mengurus check-in, Riski secepat kilat juga tiba-tiba menghilang dari sisi saya. Dia menjelajah hampir semua sudut lobi. Kembali ke hadapan  saya sambil senyum-senyum dan melontarkan  kata-kata yang sama dengan yang dia ucapkan di bandara. 'Saya tidak pergi jauh-jauh kok, bu, hanya di sini-sini saja....' 

Tengah malam ketika saya sudah kelelahan dan siap berangkat tidur, Riski masih menyempatkan diri membaca Al Quran selepas sholat Isya. Agaknya itu menjadi kebiasaannya. Selepas sholat shubuh pun dia membuka lagi kitab suci kecil yang selalu ada dalam ranselnya itu. Bahkan setelah sholat dhuha pun, Riski melafalkan lagi ayat-ayat suci dengan suaranya yang pelan dan lembut. Anak itu tidak hanya menyukai membaca buku pelajaran atau buku ilmu pengetahuan, tapi dia juga menjaga Al Quran dengan setiap hari membacanya.

Pagi menjelang berangkat ke Gelora Bung Karno tadi, dia meminta saya untuk memotretnya di dekat ondel-ondel yang ada di depan pintu masuk hotel. Maka bergayalah dia dengan berbagai pose di samping ondel-ondel yang hanya bisa diam itu. Dia bilang, karena dia tidak menemukan monas (katanya, teman-teman di Sumba minta dibawakan 'cuilan' monas), maka foto itulah nanti yang akan digunakan sebagai oleh-oleh untuk teman-teman di Sumba Timur.

Saat ini Riski ada di kerumunan itu. Duduk di antara orang-orang berprestasi lainnya. Tubuhnya yang mungil tenggelam di antara sosok-sosok yang tadi dipanggil ke panggung untuk menerima penghargaan. Para gubernur, rekan-rekannya sesama peserta SM-3T, dan para penerima penghargaan yang lain. Dia juga berada di antara para pejabat kemdikbud, para rektor, serta para tokoh pendidikan. Di antara kerumunan itu, Riski mungkin bukan siapa-siapa. Namun entah kenapa, saya melihat dia begitu istimewa. Sederhana namun tangguh, cerdas dan berkepribadian. Dia juga memiliki akhlak yang sangat bisa diteladani. Saya berdoa suatu saat Riski Sugiarto akan menjadi bagian penting dari sosok-sosok yang ikut menorehkan tinta emas membawa kemajuan bangsa dan negara. Semoga.

Jakarta, 13 Juni 2012

Wassalam,
LN