Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Jumat, 31 Mei 2013

Siti Rodhiyah dan Sanggar Alang-Alang

Gadis itu langsung tersenyum begitu melihat saya. "Ibu, ketemu lagi", katanya. Saya tersenyum dan mengatakan bahwa kebetulan kami sedang belanja, dan sengaja menyempatkan diri mampir di konter Sanggar Alang-Alang ini.

Siti Rodhiyah, anak manis itu, menemani saya dan Mas Ayik melihat-lihat barang-barang kerajinan yang dibeber di stand yang ditunggunya. Masih seperti yang dulu, item-itemnya tidak berubah. Bunga-bunga dari kertas, vas dan ornamen lain dari terakota, kain-kain jumputan, kain-kain sablonan, dan mainan anak-anak dari bambu. Nyaris tidak ada perubahan, tetap seperti saat saya mengunjunginya beberapa waktu yang lalu.

Rodhiyah sedang sendirian. Mama sedang di rumah menunggu cucunya. Bapak, yaitu Bapak Didit Hape, sedang berkunjung di kios sebelah. 

Rodhiyah dengan ramah melayani seorang ibu yang memilih-milih mainan bambu bersama anaknya. Saya memperhatikan bagaimana dia membawakan tas plastik dan menyilakan ibu itu memasukkan barang-barang yang dipilihnya ke dalam tas plastik itu.

Rodhiyah bergabung di Sanggar Alang-Alang sejak kelas empat SD. Dia merupakan anak tunggal dari seorang ayah yang tinggal di Kenjeran, dan ibu yang tinggal di Pulo Wonokromo. Ayahnya sudah menikah lagi, punya dua anak. Ibunya juga sudah menikah lagi, punya lima orang anak. Setahunya, kedua orang tuanya sudah berpisah seperti itu sejak dia masih sangat kecil.

Waktu kecil, Rodhiyah sering ikut pakliknya 'ngamen' di daerah Wonokromo. Oleh karena pakliknya bergabung di Sanggar Alang-Alang, Rodhiyah akhirnya mengenal sanggar itu. Tempat puluhan bahkan ratusan anak jalanan menitipkan hidupnya.

Akhirnya, lama-lama, Rodhiyah terseret bergabung di Sanggar Alang-Alang. Belajar berbagai hal bersama teman-temannya senasib, di bawah bimbingan Bapak dan Ibu Didit Hape. Mungkin karena dia merasa sanggar tersebut cukup menjanjikan baginya, terutama dalam hal memenuhi kebutuhannya akan kasih sayang keluarga dan juga sebagai tempat dia mengembangkan bakatnya. Rodhiyah pun akhirnya resmi menjadi penghuni Sanggar Alang-Alang. Tak terasa, sampai saat ini, dia sudah sembilan tahun menjadi anggota keluarga sanggar itu.
  
Saat ini, Rodhiyah yang suka menari itu sudah duduk di semester dua Prodi Pendidikan Luar Biasa (PLB) FIP Unesa. Syukurlah dia mendapat beasiswa dari Terminal Peti Kemas (TPK). Beasiswa itu sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan kuliah dan kebutuhan hidupnya. Saat saya tanya, apa cita-citanya, dia ingin kelak bisa mengabdikan dirinya untuk anak-anak berkebutuhan khusus.

Saya dan mas Ayik pamit setelah kami membeli sebuah kain jumputan, lagi. Bapak Didit Hape tiba-tiba muncul. Beliau mengucapkan terimakasih untuk kunjungan kami. Pria tinggi besar yang masih nampak gagah dalam usianya yang sudah senja itu berbusana putih dan, tentu saja, bertopi, ciri khasnya. Rambut ikalnya, meski panjang, terurai rapi.
  
Kami menuju food court yang letaknya persis di depan konter Sanggar Alang-Alang. Suara musiknya sudah sedari tadi mengundang kami. Di depan sebuah panggung kecil, kami menikmati live music yang bertema 'Friday Sweet Rock'. Lima cowok memainkan alat musik dan seorang di antaranya menyanyi. Suaranya bagus. Lagunya juga enak-anak. Love of My Life dari The Scorpions, We are The Champion milik Queen, dan beberapa lagunya Slank. 

Kami hanya memesan jus buah untuk menghabiskan sisa waktu menjelang Goci Mall  tutup. Dari kejauhan, saya melihat Siti Rodhiyah mulai mengemasi barang-barang dagangannya. Senyum manisnya membayang di mata saya. Betapa indahnya melihat anak tabah itu menikmati kehidupannya....

Golden City Mall, Surabaya, Akhir Mei 2013.

Wassalam,
LN

Makan Soto Kudus

Pagi ini, pukul 10.00, saya sudah di Kedai Taman, di Taman Gayungsari Timur Nomor 7 Surabaya. Bermaksud nyahur hutang. Beberapa waktu yang lalu, saya janji ke anak-anak, mahasiswa S1 Pendidikan Tata Boga angkatan 2011, kalau kegiatan Gelar Kewirausahaan mereka bagus, saya akan traktir mereka makan soto kudus di dekat Masjid Al Akbar. Nah, karena kegiatan Gelar Kewirausahaan mereka relatif bagus, maka saya harus memenuhi janji saya.

Jadilah Kedai Taman ini mirip pasar tiban. Ramai sekali dengan celoteh ceria mahasiswa yang mayoritas cewek ini. Sekitar lima puluh mahasiswa. Sebenarnya saya memesan enam puluh lima porsi, sesuai jumlah mahasiswa yang sekitar enam puluh. Namun beberapa mahasiswa tidak turut serta karena ada kegiatan lain. Ada yang masih harus ikut kuliah terakhir, ada yang lagi praktek, ada juga yang lagi membantu panitia Seminar Nasional Bosaris IV. Mereka sms ke salah satu temannya untuk memintakan izin ke saya, dan minta dibungkuskan. Hehe. Dasar anak-anak. Untuk urusan makan gratis, mereka tidak akan melewatkan. Meski tidak datang pun mereka tetap minta dibungkuskan.

Berbagai minuman, sesuai pesanan, keluar dan tersaji di atas meja. Es teler, es jeruk, es cao, es susu soda, es teh, es jus, dan berbagai minuman panas. Minuman itu langsung 'disruput' sama anak-anak muda yang lagi semangat-semangatnya itu. Saya sendiri memilih jeruk panas. Cocok untuk hidung saya yang lagi mampet.

Yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang. Tersaji indah menggoda di depan setiap wajah. Semangkuk kecil soto kudus yang asapnya mengepul karena panas. Kepulannya menyebarkan aroma wangi ayam dan rempah. Kecap manis, jeruk nipis dan sambal pun berpindah ke mangkuk-mangkuk kecil itu. 

Ajaib. Suasana yang tadi ramai tiba-tiba hening. Begitulah. Kalau lagi makan, mereka diam. Kalau tidak ada makanan, mereka ramai. Haha. Menyenangkan betul bersama anak-anak lucu itu.

Dua toples krupuk uyel nyaris habis. Padahal per toplesnya berisi lima puluh biji. Saya minta ke pelayan untuk mengeluarkan satu toples lagi. Tidak pakai lama, mangkuk-mangkuk mungil itu pun kosong. 

Saya menawari mereka supaya 'nambah'. Tidak ada yang mau, hanya ada satu-dua, itu pun dengan malu-malu. Saya meminta pelayan untuk menyorongkan saja tiga mangkuk soto di setiap meja. Eh, ternyata anak-anak itu memang malu-malu kucing. Begitu mangkuk-mangkuk itu diletakkan di atas meja, mereka pun menikmatinya dengan tertib dan lancar. 

Setelah semua kenyang, saya meminta pelayan untuk membungkuskan sepuluh porsi. Untuk anak-anak yang tidak bisa hadir dan mereka sedang ada di kampus. 

Setelah' itung-itungan' sama kasir, saya bersorak. 'Horee....masih susuk'. Tangan saya melambai-lambaikan dua lembar ratusan, kembalian dari uang muka yang saya titipkan ke kasir. Anak-anak itu ikut-ikutan teriak 'horeeee...'. Ya, mereka ramai lagi, mungkin karena makanan mereka sudah habis. Haha.

Kami pun berpisah setelah berfoto bersama di depan kedai. Saya bersiap langsung meluncur menuju kampus Lidah Wetan, ke Gedung PPG. Ditunggu untuk tiga rapat hari ini. Rapat dengan kaprodi penyelenggaran S1 KKT untuk penentuan kelulusan, rapat persiapan monev dengan internal tim pengelola PPG dan pengelola asrama, sore nanti rapat dengan perwakilan mahasiswa untuk persiapan monev juga. 

Saya melajukan mobil membelah siang yang panas dengan penuh semangat. Hari ini tunai sudah satu hutang saya.....

Surabaya, 29 Mei 2013

Wassalam,
LN

Rabu, 29 Mei 2013

BULAN DI ATAS GEDUNG

Bulan di atas gedung
Membisu dan murung
Pagi tak mungkin terus beku
Detik demi detik berlalu
Matahari kian memburu
Dan semuanya hanya menunggu waktu
Bulan dengan cepat akan jatuh layu

Bulan di atas gedung
Senyumnya cemas
Gedung-gedung itu akan menggilas
Memipihkan bentuk bulatnya
Meremuknya menjadi serpihan-serpihan
Tak bermakna
Bulan hanya tinggal puing

Bulan di atas gedung
Dialah saksi
Saat ribuan orang menjerit-jerit
Terjerembab dan terbirit
Menyelamatkan sanak keluarga
Menggapai apa saja
Melolong-lolong menyaksikan rumah-rumah mereka hancur
Sekolah dan tempat ibadah terhempas
Tenggelam dalam gulungan lumpur

Pada saat itu
Di bagian bumi yang lain
Mesin-mesin berputar pagi siang malam sampai pagi lagi
Ratusan orang bermandi peluh Memasang tiang-tiang pancang
Besi cor, beton-beton bertulang
Menata bata demi bata hingga tinggi menjulang
Memastikan bangunan akan tegak menantang

Bangunan-bangunan itu
Adalah gedung-gedung pencakar langit
Fondasinya dari tulang-belulang rakyat jelata
Dindingnya terbuat dari lelehan peluh dan air mata
Atapnya adalah kumpulan rintih dan tangis mereka

Meski kokoh
Gedung-gedung itu berdiri di atas kubangan lumpur
Lumpur lapindo

Hai para konglomerat, wakil rakyat, dan para penjilat
Cukuplah sudah
Kau buat gedung-gedung bertingkat
Tidakkah kau dengar
Jutaan orang menjerit
Menanti Tuhan membuka hatimu sedikit
Biar tidak terus kau buat orang sakit semakin sakit
Karena janjimu terus berbeli-belit

Hai para konglomerat
Sampai kapan hatimu akan terus bebal?
Masihkah kantong-kantongmu kurang tebal
Ke manakah sebenarnya kau akan menuju
Tidakkah kau tahu
Bahkan sekeping bata pun tak kan mampu kau buru
Saat sang sakaratul maut menjemputmu.....
  
Kawasan Epicentrum, Jakarta, 25 Mei 2013. 05.00 WIB.

(Catatan kecil untuk tujuh tahun Peringatan Lumpur Lapindo, 29 Mei 2013)

Wassalam,
LN

Senin, 27 Mei 2013

Beliau adalah Dosen Saya

Sosok tinggi besar dan cantik itu mengulurkan tangannya begitu saya muncul di depan pintu Gedung H 113 Pasca Sarjana UM. Beliau adalah Ibu Any Sutiadiningsih. Saya menyalaminya, mencium tangannya, dan seperti biasa, pipi kanan-kiri kami bersentuhan. Hangat.

Ternyata di ruang itu ada banyak teman baik saya yang lain. Pak Setiadi, teman S2 di IKIP Yogyakarta dulu; bu Wiwied, alumnus PTM IKIP Surabaya angkatan kuliah 84, sekarang dosen PTM UM, teman baik sejak kuliah S1 dan kebetulan kakaknya bu Upik (Dr. Aisyah Indah Palupi, staf ahli PR1 Unesa); pak Dewanto dan pak Joko Suwito (dosen PTM Unesa); bu Marniati (Dosen Tata Busana Unesa), dan banyak nama lain yang saya sudah sangat akrab. 

Mereka semua sedang menempuh S3 Prodi Pendidikan Kejuruan di UM (Universitas Negeri Malang). Hari ini mereka ada di ruangan ini untuk menghadiri dan memberi dukungan atas ujian proposal disertasi bu Any.

Tentu saja, yang juga sudah sangat saya kenal, adalah Prof. Sonhaji, Prof. Haris Syafrudi, dan Dr. Eddy Sutaji, yang pagi ini bersama-sama saya menjadi penguji. Dr. Eddy Sutaji kebetulan adalah alumnus IKIP Surabaya/Unesa jurusan PTM angkatan kuliah tahun 81. Beliau, kebetulan juga, adalah koordinator PPG-SM3T UM, dan lagi-lagi kebetulan, juga bersama saya menjadi promotor bu Any. Jadilah kami 'terpaksa' sering berkomunikasi dan 'runtang-runtung'. 

Mas Eddy, begitu saya memanggilnya, menurut Pak Muchlas, adalah termasuk mahasiswa terbaik dari PTM. Namun sayang dia 'tidak diambil sendiri' oleh IKIP Surabaya pada saat itu. Beruntunglam UM memiliki dia. 

Pagi ini, Ibu Any akan maju untuk ujian proposal disertasinya. Judulnya adalah 'Analisis Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Berorientasi Entrepreneurship Ditinjau dari Aspek Kurikulum dan Pembelajaran'. Merupakan penelitian multi situs yang dilakukan di SMK 1 Buduran Sidoarjo, SMK 1 Batu, dan SMK 2 Jombang.

Saya pribadi menilai masalah yang diteliti cukup menarik. Tentang kebijakan, kurikulum,  dan  entrepreneurship itu sendiri. Terkait dengan kebijakan pendidikan kejuruan, proposal ini mengulas mulai dari berbagai produk kebijakan selevel UU sisdiknas, PP dan peraturan menteri tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sampai produk kebijakan yang menjadi payung pengembangan entrepreneurship di SMK. 

Tentang kurikulum SMK, pembahasan bermula sejak Kurikulum 1990 yang masih berorientasi subject matter, kurikulum 1994 yang terkenal dengan Pendidikan Sistem Ganda, sampai ke kurikulum 2004 atau KBK yang tersohor dengan competency based-nya, dan kurikulum 2006 atau KTSP yang selain tetap berbasis kompetensi juga menekankan ke arah entrepreneur dan self employee. Kurikulum 2013 tidak disinggung sama sekali karena sampai saat ini, kurikulum tersebut masih belum diterapkan (masih pada tahap sosialisasi dan persiapan uji coba). 

Bu Any sendiri mengambil keputusan yang cukup berani saat mengambil penelitian kebijakan ini. Beliau benar-benar belajar tentang penelitian kebijakan dari nol. Keputusan yang karena dipepet keadaan. Kami tim promotor tidak menghendaki beliau untuk mengambil tema dan model pendekatan yang sudah sangat umum. Semacam penelitian korelasional atau sebab akibat. Dengan menyusun barisan variabel yang kemudian akan dilihat apakah ada hubungan, perbedaan, pengaruh, dan sejenisnya, dengan rancangan penelitian eksperimen tertentu. Untuk level S3, rasanya penelitian-penelitian semacam itu harus sudah mulai ditinggalkan. Lebih direkomendasikan pada penelitian untuk pengembangan ilmu, sesuai dengan tuntutan studi di S3. Juga sesuai dengan KKNI, yaitu pada level 9, yang antara lain: mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi dan transdisipliner. Analisis kebijakan yang akan diangkat bu Any dimaksudkan untuk keperluan memecahkan persoalan pengembangan entrepreneurship di SMK. 

Meski entrepreneurship sudah mewarnai kurikulun SMK sejak 2004, saat itu bahkan bersinergi dengan pengembangan life skill, namun sampai saat ini, implementasi kurikulum itu belum seperti yang diharapkan. Hasilnya pun juga masih dipertanyakan. Problem masih cukup besarnya jumlah lulusan SMK yang tidak terserap di dunia kerja, atau kompetensi mereka yang ternyata tidak memenuhi tuntutan dunia kerja, masih terus menjadi masalah klasik yang tidak pernah terurai dari tahun ke tahun. Lebih-lebih dengan begitu kecilnya persentase lulusan yang berwirausaha, maka kurikulum entrepreneurship itu perlu dikaji ulang: apakah ada masalah dalam kurikulum itu sendiri, ataukah dalam implementasinya?

Penelitian kebijakan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teori tentang analisis kebijakan lebih banyak mengacu pada William Dunn, tentang public policy analysis. Begitu juga dengan metodologi yang digunakan. Sedangkan analisis kualitatifnya lebih menyandarkan pada analisis interaktif dari Miles and Huberman. 

Penelitian ini diharapkan lebih terjamin dalam hal 'novelty'-nya serta terjaga dari replikasi dan duplikasi. Selain itu, tentu saja, juga dari kegunaan hasil penelitiannya diharapkan lebih bermakna.

Ujian selesai menjelang dhuhur, dan alhamdulilah berjalan cukup lancar. Ada lumayan banyak revisi yang harus dibuat Bu Any. Saya sendiri meminta beliau untuk menjabarkan 'state of the art' penelitian, mempertajam fokus penelitian, dan juga membenahi kajian pustakanya. Penguji yang lain juga memberikan banyak masukan untuk proposal tersebut. Namun, Prof. Haris, selaku Kaprodi yang memimpin ujian tersebut, menyatakan bahwa proposal bisa diterima dan calon promovendus (begitu istilah Prof. Sonhaji) tidak perlu mengulang ujian proposalnya.

Saya memeluk Bu Any setelah pengumuman itu. Turut merasakan kelegaanya. Turut bangga dan senang karena satu tahap penting telah dilaluinya. Beliau meneteskan air mata karena terharu saking leganya.

Bagi saya, Bu Any sendiri begitu istimewa. Puluhan atau mungkin ratusan mahasiswa yang sudah saya bimbing, tapi rasanya tidak seperti membimbing Bu Any. Saya ingin membantu beliau sepenuhnya, ingin menjadi bagian penting dalam sejarah hidupnya, dalam catatan perjalanan kesuksesannya. Sebagaimana beliau yang telah menjadi bagian dari perjalanan hidup saya. Mengantarkan saya pada tahap seperti sekarang ini.

Ya, bertahun-tahun saya dibimbingnya dengan penuh kesabaran dan kedisiplinan.  Diajari arti bertanggung jawab dan bekerja keras. Setidaknya selama empat-lima tahun beliau menempa saya terus-menerus, tanpa lelah.  

Beliau, Bu Any Sutiadiningsih, adalah dosen saya ketika saya masih kuliah di S1 Pendidikan Tata Boga. Sampai saat ini pun, meski kami adalah kolega, dan bahkan saat ini saya adalah promotor beliau, beliau tetap dosen saya.... 

Malang, 27 Mei 2013

Wassalam,
LN

Minggu, 26 Mei 2013

Di Santika Baru Seafood

Di Santika Baru Seafood
Di bilangan Bendungan Hilir
Ramainya minta ampun
Full orang makan
Full musik
Full lampu-lampu
Full orang masak
Full sumuk

Mau kepiting jumbo telur ada
Kepiting jumbo jantan juga ada
Pake saus lada hitam, saus singapur, saus macho
Saus padang boleh juga

Mari kita coba cicipi ikan asam pedas, ikan bakar manis dan rica
Bisa pakai baronang, kakap dan bawal
Oh, ternyata ada juga ikan kue lilin dan kue manggali
Entah ikan apa pula ini....

Nasi goreng, nasi capjai, mie goreng, bihun kuah, kwetiau....
Ini adalah pilihan untuk sumber karbohidrat
Mau menu sayuran?
Silahkan pilih: ca kangkung, kailan ca udang, brokoli ca cumi, jagung muda ca sapi, jamur ca telur puyuh....
Sedap
Penuh vitamin dan mineral lho....
Tapi hati-hati bagi yang punya asam urat dan kolesterol...

Menikmati makanan sambil mendengarkan musik
Lampu terangnya membuat muka panas
Kompor dan wajan serasa menyengat  

Sumuk
Gobyos
Gaduh
Hiruk pikuk

Haduhhh....
Belum puas makan sudah kenyang duluan....

Jakarta, 24 Mei 2013

Wassalam,
LN

Ke Jakarta

Alhamdulilah. Akhirnya, setelah menunggu hampir sejam, ya, hampir sejam, bapak muncul di pintu keluar. Duduk di atas kursi roda yang didorong oleh seorang petugas. Ibu dan mas Ayik membuntuti di belakangnya. Lega.

Kami bersembilan. Saya sekeluarga, bapak, ibu, dan dik Riris (adik misan) sekeluarga. Terbang dari Juanda dengan Lion Air pada sekitar pukul 18.30 tadi. On time. Ya, tumben, tanpa delay. 
Kami akan menghadiri acara mantu putranya budhe. Acaranya sendiri masih hari Minggu lusa. Namun kami berangkat sore tadi karena bapak dan ibu, sebagai sesepuh, sangat diharapkan kehadirannya untuk 'nungguin' rangkaian acara pernikahan. Besok pagi siraman, lusanya resepsi di Gedung Ki Ageng Serang. Maka kami yang muda-muda pun (uh, sok muda....hehe), musti menyesuaikan dengan jadwal itu. 

Sejak kemarin saya sudah memberi tahu Mas Nardi kalau saya perlu satu kursi roda untuk bapak. Begitu kami tiba di Juanda sore tadi, Mas Nardi mengurus semuanya, mulai dari tiket, check in, bagasi-bagasi kami, boarding pass, kursi roda dan petugasnya. Lancar. Termasuk surat dokter yang kami tidak persiapkan sebelumnya. Ternyata, untuk bisa dilayani oleh pramugari, kita harus menunjukkan surat keterangan sakit dari dokter. Sekejap saja Bapak memperoleh surat dokter itu setelah dibantu petugas bandara.

Ini memang pengalaman pertama kali kami terbang dengan membawa 'pasien'. Sejak bapak terkena stroke pada Ramadhan tahun lalu, beliau hampir selalu memerlukan bantuan. Tangan dan kaki kanannya lemah. Jalannya sangat-sangat pelan, dengan bantuan tongkat. Itu pun tidak bisa jauh-jauh. Lebih dari dua puluhan meter sudah harus istirahat, jeda dulu, baru melanjutkan langkah lagi. Tentu saja, dengan kondisi seperti itu, kursi roda mutlak diperlukan saat menempuh penerbangan seperti ini.

Mbak Wiwik, kakak misan yang' kagungan kerso mantu' itu, menjemput kami. Ditemani Mas Aris, suaminya, dan Arik serta Icha. Arik inilah yang besok mau dimantu. Icha adalah adik perempuannya. Dasar 'manten' zaman sekarang, besok mau siraman, malam ini malah keluyuran. Sak 'pak-mbok-e' pisan. He he. 
Bandara Soetta padat luar biasa. Maklum, long week-end. Layanan kursi roda juga sampai harus antri lama. Petugas yang saya tanya berkali-kali minta maaf karena terlambat menjemput bapak dari pesawat karena semua kursi roda dan petugas terpakai. Tapi entahlah. Saya pikir, ini tidak bagus. Mestinya pada saat-saat 'peak season' seperti ini, hal seperti itu sudah diantisipasi. Masak saya harus 'marah-marah' sama front staff dulu untuk bisa dilayani dengan lebih cepat. Gitu kok katanya profesional. 

Tapi alhamdulilah. Saat ini kami sudah meluncur keluar dari Bandara Soetta. Duduk manis bersama bapak, ibu, Arga dan Mbak Wiwik, di mobil yang dikemudikan Arik. Mas Ayik dan Dik Riris sekeluarga bersama mas Aris di mobil yang lain. 

Alhamdulilah, lega. Karena bisa mengisi liburan dua hari ini dengan mendampingi bapak ibu, menghadiri acara mantu, dan bertemu dengan 'poro dulur'. Meski harus mengorbankan banyak momen penting di kampus: pentas seni mahasiswa PPG dan festival batik di busem Kampus Ketintang. Tidak apa-apa. Saatnya waktu bersama keluarga. Semoga barokah.

Jakarta, 24 Mei 2013

Kamis, 23 Mei 2013

Tentang Keamanan Pangan Lagi

Pagi ini, di Hotel Pelangi Malang, saya diminta untuk menjadi narasumber oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Jawa Timur. Nama kegiatannya adalah Sosialisasi Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Olahan Skala Industri Rumah Tangga dan Makanan Jajanan Anak Sekolah.

Saya ditandemkan dengan Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Surabaya, Ibu Endang Pudjiwati. Saya bertugas menyampaikan berbagai hal terkait dengan keamanan pangan olahan skala industri rumah tangga dan makanan jajanan anak sekolah, sedangkan Bu Endang bertugas menginformasikan hasil pengujian BBPOM terhadap pangan olahan.

Peserta sosialisasi adalah pendamping dari BKP kabupaten/kota di Jawa Timur, pelaku usaha, dan pengelola kantin sekolah. Beberapa wajah, terutama para pendamping dari BKP kabupaten/kota, sudah sangat saya kenal saking seringnya bertemu. 

Saya memulai presentasi  dengan deskripsi aspek mutu pangan menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dan PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Mutu pangan dalam kedua produk kebijakan ini dipahami sebagai nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan. 

Keamanan pangan (food safety) memang merupakan aspek terpenting dalam makanan. Selezat apa pun suatu makanan, sebagus apa pun penampilannya, tapi kalau makanan tersebut tidak aman, dia tidak bermanfaat bagi kesehatan manusia, malah justeru akan menjadi sumber munculnya berbagai masalah kesehatan.

Keamanan makanan sendiri didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Cemaran bilogis contohnya mikroba (bakteri, virus, jamur, kapang, khamir); cemaran kimia misalnya bahan tambahan makanan (pewarna, pemanis, pengenyal, pemutih, penstabil, dan lain-lain); sedangkan cemaran benda lain misalnya kerikil, rambut, karet, dan benda-benda lain. 

Kenapa keamanan makanan penting? Yang pertama tentu untuk melindungi kesehatan manusia. Tanggung jawab ini terutama merupakan tanggung jawab pemerintah, selain juga masyarakat dan para produsen. Goverments are responsible for maintaining health of their nation. Karena itulah, BKP, sebagai bagian dari pemerintah, harus terus-menerus melakukan program sosialisasi keamanan pangan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. 

Keamanan pangan ternyata juga berperan menjaga reputasi bangsa. Banyak kasus penolakan ekspor bahan pangan atau pangan olahan dari Indonesia ke negara lain  karena bahan makanan atau pangan olahan tersebut tidak memenuhi syarat. Ekspor buah, sayur, serealia, dan berbagai makanan jadi ditengarai tertolak karena adanya kandungan residu pestisida atau aflatoksin atau bahan pencemar yang lain, termasuk mikroba, melebihi batas ambang yang diperbolehkan. 

Bila hal ini terus-menerus terjadi, itu tidak hanya berarti kerugian secara materiil, namun menjurus pada pertaruhan reputasi bangsa. Indonesia dipandang oleh negara-negara importir sebagai negara yang lemah dalam hal regulasinya tentang keamanan pangan. Maka tidak heran kalau kemudian Indonesia dibombardir dengan berbagai produk pangan import, yang dari segi mutu dan keamanan pangannya, seringkali tidak terjamin. Buah dan sayuran import mengandung begitu banyak residu pestisida, daging impor mengandung dioksin melebihi batas, jeli dan gula-gula lain yang mengandung kolagen babi, dan sebagainya. Ini menunjukkan betapa longgarnya pengendalian dan pengawasan keamanan makanan di negara kita. Padahal, a country cannot trade internationally without having a reputation for good regulation.

Keamanan makanan penting karena memperoleh makanan yang cukup, bergizi dan aman adalah hak setiap manusia. Begitulah bunyi salah satu butir Declaration on Nutrition pada FAO/WHO International Conference tahun 1992. Keamanan makanan merupakan suatu 'non-negotiable issue' dan kritikal karena menyangkut hak asasi manusia yang paling dasar.

Bagaimana tentang makanan jajanan (street food)? FAO mendefinisikannya sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Agak berbeda dengan definisi di Kepmenkes Nomor 942 Tahun 2003, makanan jajanan didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang diolah oleh penyaji makanan di tempat penjualan dan/atau disajikan sebagai makanan siap saji untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan dan restoran. Ini berarti, makanan jajanan itu menyangkut semua makanan, apakah itu makanan pokok, makanan kudapan, atau minuman. Apakah itu makanan yang dijual di kaki lima, di warung-warung, depot dan restoran. Apakah itu nasi pecel, gado-gado, fried chicken, beefsteak, pisang goreng, es cendol dan es sirup. 
Makanan jajanan, khususnya makanan jajanan anak sekolah, harus memenuhi syarat aman, bersih dan murah. untuk kriteria pertama dan kedua, yang dimaksud aman dan bersih berarti bebas dari bahan pencemar baik yang terlihat secara visual (kasat mata) maupun yang tidak terlihat. Debu, rambut, kerikil, adalah bahan pencemar yang nampak secara visual. Sedangkan mikroba tentu saja tidak nampak secara kasat mata, hanya bisa dilihat secara laboratoris, atau bisa juga dilihat secara organoleptik (dengan panca indera) bila makanan yang tercemar tersebut sudah menunjukkan perubahan warna, aroma dan penampakan tidak normal yang lain. 

Sedangkan untuk kriteria murah, hal ini tentu saja sangat relatif. Yang perlu diperhatikan adalah, jangan hanya sekedar supaya murah, maka keamanan makanannya dikorbankan. Krupuk yang menggunakan bahan pewarna tekstil atau pemutih, sirup yang menggunakan pemanis sakarin berlebihan, bakso yang mengandung boraks, dan sebagainya, tentu tidak diperbolehkan. Apalagi bila melakukan tindak pemalsuan, misalnya mencantumkan tulisan 'dijamin halal' atau 'bebas bahan pengawet' atau 'dibuat dari sari buah asli' dan sebagainya, padahal faktanya tidaklah seperti itu. 

Beberapa temuan penelitian menunjukkan betapa makanan jajanan sangat berperan dalam membantu pemenuhan kebutuhan gizi anak. Nurlaela dkk (2009) menemukan bahwa zat gizi dari makanan jajanan yang disukai anak menyumbangkan energi sebesar 21,81 persen dan protein sebesar 33,11 persen. Sedangkan temuan dari Tim Peneliti Unibraw mengemukakan bahwa makanan jajanan kaki lima ternyata dapat menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36 persen, protein sebanyak 29 persen dan zat besi sebanyak 52 persen. Peran ini tentu saja sangat menentukan dalam kualitas pertumbuhan fisik dan mental serta prestasi belajar anak sekolah. Meski harus diakui, keamanan makanan jajanan dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih cukup memprihatinkan.

Berbagai kendala dalam pengolahan pangan dihadapi baik pada tahap produksi, distribusi maupun konsumsi. Intinya, from farm to table. Maka pengawasan pangan juga harus dilakukan dengan pendekatan seperti itu. Food safety begins on the farm. Mulai dari prapanen sampai ke penyajian. Kita harus yakini bahwa 'garbage in garbage out'. Jadi tidak hanya hasil akhir saja yang penting, tapi juga prosesnya.

Tidak hanya hasil akhir saja yang penting, tapi juga prosesnya. Seperti itu jugalah kita dalam berbisnis. Ada beban moral yang harus kita sadari, bahwa berbisnis dengan jujur, konsisten menjaga mutu, tekun dan sabar, adalah jauh lebih penting daripada sekedar mengejar keuntungan dengan melakukan berbagai jalan pintas untuk bisa cepat kaya. Rezeki yang diperoleh dengan proses yang tidak jujur, berarti rezeki yang diragukan kehalalannya, dan rezeki seperti itu tidak barokah. Maka marilah kita berbisnis dengan jujur, tetap berorientasi pada kepuasan pelanggan, dan konsisten menjaga mutu produk dan layanan. Bekerja adalah ibadah, tentu kalau kita niatkan untuk ibadah dan menggunakan cara-cara yang halal. Inilah pesan moral yang saya selipkan untuk mengakhiri presentasi saya.

Malang, 23 Mei 2013

Wassalam,
LN

Selasa, 21 Mei 2013

PPG di Malam Hari

Gelap sudah turun saat ini. Lampu-lampu sudah menyala. Halaman sepi. Suara alam terdengar cukup nyaring, seperti suara jengkerik atau kumbang malam atau entah binatang apalah. Suaranya bersahut-sahutan, kadang-kadang berderit-derit seperti sedang berebut sesuatu.

Saya berdiri di depan jendela kaca, di lantai dua, menatap keluar. Di sana, ada dua buah bangunan asrama PGSD, tempat para peserta PPG SM-3T, khusus untuk peserta putra. Di sebelah sananya lagi, adalah rusunawa, tempat para peserta putri tinggal. Dua bangunan besar yang menampung sebanyak 279 orang yang sedang menempuh PPG di Unesa ini.

Anak-anak pasti sedang makan malam saat ini. Saya membayangkan mereka tengah berbaris rapi, antri, menerima kupon, dan menukarkan kupon itu di konter makanan. Membawa alat makan mereka masing-masing untuk diisi nasi, sayur, lauk pauk, lantas mengambil tempat duduk untuk menikmati jatah makan malamnya. Bersama teman-teman mereka, sambil makan, mereka mungkin saling bercerita tentang apa saja, terutama pengalaman mereka sehari ini di kelas, atau rencana kegiatan-kegiatan mereka mendatang.

Satu dua jam yang lalu, saat senja mulai turun, dari balik jendela juga, saya menikmati kerumunan anak muda itu, bergerak pulang ke asrama. Mereka pasti lelah setelah seharian beraktivitas dalam workshop. Lelah dan bosan. Ya. Sepanjang hari, sejak pukul 07.00 sampai pukul 16.30, mereka berkutat dengan perangkat pembelajaran dan peer teaching. Dari hari Senin sampai Jumat. Hanya jeda sebentar untuk istirahat salat dan makan. Hampir setiap hari seperti itu. Hari Sabtu pun mereka harus mengikuti berbagai kegiatan asrama. Satu-satunya hari bebas adalah Minggu.

Saya membayangkan menjadi mereka. Betapa lelahnya. 

Tiba-tiba ada segerombolan sepeda motor memasuki halaman Gedung PPG yang lengang itu. Ternyata mereka, anak-anak itu. Ada belasan sepeda motor. Ada alat besar-besar yang mereka bawa. Mungkin alat musik. Saya menebak saja, karena tentu tidak jelas terlihat dari tempat saya berdiri. 

Saya baru ingat, mereka sedang mempersiapkan diri untuk acara pentas seni. Beberapa hari yang lalu, dua di antara mereka menemui saya di ruang saya, minta izin untuk menggunakan Gedung PPG di malam hari untuk latihan. Ya, setelah sekitar dua tiga minggu mereka melaksanakan kegiatan pekan olah raga, minggu ini mereka akan menyelenggarakan pentas seni. 

Itulah antara lain kegiatan yang bisa menetralisir rasa bosan mereka. Selain kegiatan sore hari selepas PPG, bermain bola, pingpong dan voli. Berbagai arena dan alat olah raga memang sengaja kami sediakan untuk mereka. Juga berbagai kegiatan keprodian, outbound training, aerobic, karya wisata, dan lain-lain. 

Siang tadi, setelah memimpin rapat dengan para kasek sekolah mitra, saya kedatangan tamu istimewa. Anak muda yang ngganteng, namanya Eko Prasetyo. Kami bicara banyak sekali. Gayeng. Ditemani setoples kue 'untuk yuyu' oleh-oleh Pak Heru Siswanto, dan segelas air mineral.

Kami bicara tentang kondisi pendidikan di daerah 3T, tentang buku kuliner, rencana kampanye literasi, dan juga rencana pelatihan blog. Kami menyebut IGI, IKA Unesa, SSW, mas Samsul, mas Rohman, mas Rukin, mas Emcho, dan banyak lagi. Kami membahas kualitas tulisan anak-anak PPG, membahas buku, membahas tentang menulis.  

Sungguh menyenangkan bicara sama anak ngganteng dan smart itu. Saya sering berjumpa dengan Mas Eko, begitu saya menyebutnya, beberapa kali rapat bersama, tapi baru kali ini berkesempatan bicara empat mata, lama, dan gayeng. Saya merasa, meski dia jauh lebih muda, dia adalah guru saya. Banyak sekali tambahan wawasan yang saya dapatkan siang hari tadi. 

Mas Eko saya minta bantuannya untuk merencanakan acara kampanye literasi di PPG. Rencananya, dia nanti akan menggandeng IGI. Tentu saja saya senang sekali. PPG ini adalah tempatnya para calon guru. Kesempatan bisa berinteraksi dengan para guru yang tergabung dalam IGI tentulah pengalaman berharga bagi mereka, para peserta PPG itu. Belum lagi dengan bedah buku, dan mungkin juga semacam dialog tentang bagaimana menulis, pastilah akan menambah motivasi, wawasan dan keterampilan mereka. 

Kami juga merencanakan mengadakan pelatihan blog. Yang ini, tentu saja, dengan menggandeng IKA Unesa. Sebagian peserta PPG sudah ada yang memiliki blog, namun sebagian besar dari mereka belum punya. Pelatihan blog, siapa tahu nantinya dilanjutkan dengan lomba blog, mungkin akan menjadi selingan istimewa bagi para peserta PPG yang didera dengan rutinitas yang membosankan itu.

Ada ruang auditorium berkapasitas 350-400 orang di lantai 9, yang itu bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan. Beberapa minggu yang lalu, ketika kami cek untuk 'berhalo-halo', ruang besar itu mengeluarkan suara yang menggema. Namun sore tadi saya dapat kabar dari pak Yoyok, ruang auditorium sedang dipasang peredam untuk mengurangi gemanya. Oh Tuhan, pucuk dicinta ulam tiba.... 

Sepeninggal mas Eko, pada pukul 13, saya memimpin rapat persiapan monev PPG dan monev SM-3T. Begitulah. Di ruang ini, hampir tiap hari ada rapat. Kadang rapat mengambil tempat di salah satu ruang di lantai 3 atau 5 bila peserta rapat banyak. Rapat dan rapat. Sepertinya kami semua dilahirkan ke dunia ini untuk rapat dan rapat. Hehe.

Kampus PPG di malam hari. Waktu bergerak mendekati pukul 19.00. Dan saya masih bertahan di sini. Dengan Pak Sulaiman, Pembantu Direktur 1, Pak Heru Siswanto, dan empat orang staf. Besok pagi akan ada pelaksanaan ujian TPA, penguasaan bidang studi dan wawancara, bagi para guru calon peserta KKT (Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan). Kegiatan kerjasama dengan Kabupaten Jombang dan Sidoarjo. Ada sekitar 200 guru yang akan mengikuti tes tersebut. Tentu saja ada banyak hal yang harus dipersiapkan sehingga kami semua lembur. 

Selain itu, ada tujuh set peralatan microteaching, yang sore tadi baru saja datang, yang juga harus diopeni. Meski saya tidak ikut angkut-angkut, sepertinya tetap harus memastikan peralatan tersebut mendapatkan tempat dan perlakuan yang layak sebelum besok pagi ditata di ruang microteaching di lantai 4, 5 dan 6.

Setelah adzan Isya, saya dan pak Sulaiman bersiap pulang. Memastikan ke pak Heru dan staf bahwa mereka akan membereskan sisa pekerjaan yang masih ada. Besok pagi, dua belas ruangan tes harus sudah siap, dengan nomer-nomer tes yang sudah terpasang di kursi. Denah ruang, daftar peserta tiap ruang lengkap dengan pengawas dan pewawancara, juga harus sudah terpasang. 

Kampus PPG di malam hari. Saya tinggalkan bersama segunung kelelahan berselimut semangat yang harus tetap ada dan selalu terjaga.

PPG, Kampus Lidah Wetan, 21 Mei 2013. 19.10 WIB.

Wassalam,
LN

Minggu, 19 Mei 2013

Hujan

Hujan sejak pagi
Udara dingin
Air menggenangi jalan-jalan
Tubuh menggigil

Tidak ada pilihan
Harus tetap dan terus melaju
Demi setumpuk pekerjaan yang sudah menunggu... 


Kampus Lidah Wetan, 20 Mei 2013

Sabtu, 18 Mei 2013

Catatan Malam Minggu: Keripik Gayam dan Sanggar Alang-Alang

Malam minggu. Mendung. Lama tidak menikmati udara luar sejak mas Ayik sakit dan sempat opname empat hari di RSI. Maka malam ini kami niatkan untuk jalan-jalan.

Tujuan kami adalah mencari keripik gayam di Istana Buah Jalan Mayjen Sungkono. Keripik yang satu ini memang kegemaran kami. Termasuk keripik yang langka, setidaknya tidak semudah keripik pisang atau keripik singkong untuk mendapatkannya. 

Saya sendiri mengenal keripik gayam sejak kecil. Pohon gayam banyak saya temukan di rumah tetangga, kebetulan rumah kami tidak memiliki pohon gayam. Pohonnya yang rimbun sekali dengan daun-daunnya yang rapat sampai seolah lengket antara satu daun dengan lainnya, membuat pohon itu dijuluki pohon gendruwo. Konon, gendruwo suka bertengger di pohon gayam karena rimbun dan gelap. Hiii....

Buah gayam, biasa dikonsumsi begitu saja setelah direbus dengan dibubuhi garam. Rasanya gurih dan kenyal. Katanya, bagus untuk perut. Saya percaya itu, karena setahu saya, orang yang habis makan gayam, perutnya bolak-balik mengeluarkan gas...dut dut dut...hehe.

Keripik gayam berhasil kami dapatkan di Istana Buah. Hanya ada empat bungkus, kami beli semua. Empat bungkus itu saja tidak akan bertahan lama. Saya dan Mas Ayik penyakitnya sama. Kalau sudah makan keripik gayam, berhentinya susah kalau keripik itu belum habis. Rasa gurihnya yang sangat gurih seperti mengundang untuk terus ngemil dan ngemil. 

Dari Istana Buah, kami menuju Golden City (Goci) Mall. Ada pertunjukan musik jazz di sana, dalam rangka ulang tahun Goci. Ada Gilang Ramadhan dan Doni Suhendra. Selain itu, ada beberapa kebutuhan sehari-hari yang saya harus beli. Peralatan kamar mandi, kosmetik, dan lain-lain. Selain itu juga, yang penting bisa jalan-jalan, menghabiskan malam minggu.

Musik jazz langsung menyambut kami begitu mobil kami memasuki halaman Goci. Panggung pertunjukan cukup megah dan meriah. Di depannya ada banyak stand yang menjual makanan, pakaian, dan berbagai pernak-pernik. Ada kursi-kursi di setiap stand itu, sehingga kita bisa menikmati live jazz music sambil makan dan minum. 

Sambil mendengarkan musik, kami jalan-jalan. Naik ke lantai atas. Makan bebek tengil dan nasi uduk. Mas Ayik memilih hanya nasi uduk dan tempe saja. Diet. Tapi tidak tahan juga melihat saya menikmati bebek goreng yang empuk dan gurih. Dia 'nyuwil' sebagian, saya pun sebenarnya juga butuh bantuan untuk menghabiskannya. 

Nah, ketika sudah mulai lelah jalan-jalan dan lihat-lihat, kami tertarik dengan sebuah stand di sudut. Banyak barang kerajinan dijual di sana. Bunga-bunga dari kertas, kain-kain jumputan, batik tulis dan batik sablon, dan banyak lagi. 

Bukan barang-barang itu yang menarik minat kami, namun para penunggunya. Sosok bapak sepuh berambut panjang, berkaca mata. Perawakannya tinggi. Di dekatnya ada seorang perempuan setengah baya, berjilbab, manis meski sudah sudah tidak muda. Beberapa bocah remaja yang sedang mengemasi barang-barang itu, menutupinya dengan kain-kain, siap menutup stand.

Sosok bapak tua itu, adalah Didit Hape. Tentu kita semua pernah mendengar, atau bahkan kenal baik dengan beliau. Pria yang dulunya reporter senior TVRI dan asli Lumajang itu nama lengkapnya adalah H. Didit Hari Purnomo. 

Profesinya saat itu menuntutnya untuk banyak terjun ke lapangan dan bergumul dengan para pengamen, pengemis, gelandangan. Nuraninya tergugah untuk bisa memberikan perhatian pada anak negeri itu, dan dia bersama istri tercintanya, Budha Ersa, mendirikan Sanggar Alang-Alang pada 16 April 1999.

Didit mendidik anak-anak dengan metode belajar, berkarya dan berdoa. Selain mengajarkan pendidikan umum, lewat kesenian, beliau mengenalkan etika (budi pekerti), estetika (gaya hidup sehat), norma dan agama.

Alang-alang sendiri merupakan sejenis rumput liar yang dapat dijumpai di mana-mana, mulai dari puncak gunung sampai pinggir pantai, di desa maupun di kota. Tanaman ini mudah tumbuh namun juga mudah terbakar, bergantung bagaimana manusia memperlakukannya. 

Alang-alang seakan tidak ada manfaatnya kecuali menjadi tanaman pengganggu tanaman lain serta merusak keindahan. Itulah sebabnya, alang-alang di mana-mana lebih sering dibabat, ditebas, disingkirkan dan dibakar.

Padahal, Allah menciptakan makhluk, tentu bukanlah tanpa maksud. Alang-alang ternyata banyak memberikan manfaat bila kita tahu bagaimana memanfaatkannya. Setidaknya, alang-alang di pedesaan sering dimanfaatkan untuk atap gubug tempat berteduh para petani sehabis bekerja di sawah. Di kota, alang-alang sering menjadi pelengkap yang sangat dekoratif untuk cafe, restoran, hotel, dan juga di rumah-rumah. Akar alang-alang bahkan bisa dimanfaatkan untuk jamu atau obat meredakan stress.

Filosofi inilah yang diambil Didit Hape untuk membangun sanggarnya. Lewat Sanggar Alang-Alang ini, beliau ingin anak-anak yang termarginalkan itu bisa tumbuh dan berkembang dengan sewajarnya dan mampu mandiri serta bermanfaat dalam kehidupannya.

Saat ini, kami, saya dan mas Ayik, bertemu dengan sosok sederhana namun luar biasa itu. Meski garis-garis usia menggurat jelas di wajahnya, namun tubuh tingginya masih cukup kekar. Suaranya tegas namun lembut, santun, rendah hati. Mama, sebutan untuk Ibu Budha Ersa, tak kalah ramah dan lembutnya. Kami mengobrol tentang aktivitas ratusan anak yang saat ini ada dalam bimbingannya, sambil melihat-lihat hasil kerajinan yang dipajang di stand itu.

Entahlah, hati saya seperti meleleh. Saya tiba-tiba merasa menjadi orang yang begitu tipis rasa kepedulian saya. Dedikasi Didit Hape dan Budha Ersa pada nasib anak jalanan mengusik kesadaran saya yang terdalam. Jauh. Saya masih harus menempuh jalan panjang dan jauh untuk bisa mencapai tingkat kerelaan dan pengorbanan sebagaimana yang sudah mereka lakukan. 

Saya mengambil beberapa barang kerajinan hanya untuk alasan supaya saya bisa melepaskan beberapa lembar dari dompet saya untuk saya titipkan pada mereka. Tidak ada satu pun dari barang kerajinan itu yang saya butuhkan. Saya hanya ingin sedikit menetralisir rasa gelisah di hati saya karena dipenuhi oleh rasa bersalah. 

Entah karena membaca perasaan saya, ketika kami pamit, Mama mencium pipi saya dan memeluk saya sesaat. Anak-anak perempuan yang ada di situ juga menyorongkan pipinya saat kami berpamitan. Didit Hape sendiri memegang erat tangan mas Ayik dan berkali-kali beliau ucapkan terimakasih. Katanya, menjelang stand tutup, Allah mengirimkan kami berdua sehingga dagangan mereka ada yang membeli...

Besok malam, saya dan mas Ayik bermaksud ke Goci Mall lagi. Bukan untuk berjalan-jalan. Tapi untuk menemui Didit Hape dan Budha Ersa lagi, serta anak-anak didiknya. Mendulang pelajaran hidup yang pasti sangat kami butuhkan.... 

Golden City Mall, 18 Mei 2013


Wassalam,
LN