Gadis itu langsung tersenyum begitu melihat saya. "Ibu, ketemu lagi", katanya. Saya tersenyum dan mengatakan bahwa kebetulan kami sedang belanja, dan sengaja menyempatkan diri mampir di konter Sanggar Alang-Alang ini.
Siti Rodhiyah, anak manis itu, menemani saya dan Mas Ayik melihat-lihat barang-barang kerajinan yang dibeber di stand yang ditunggunya. Masih seperti yang dulu, item-itemnya tidak berubah. Bunga-bunga dari kertas, vas dan ornamen lain dari terakota, kain-kain jumputan, kain-kain sablonan, dan mainan anak-anak dari bambu. Nyaris tidak ada perubahan, tetap seperti saat saya mengunjunginya beberapa waktu yang lalu.
Rodhiyah sedang sendirian. Mama sedang di rumah menunggu cucunya. Bapak, yaitu Bapak Didit Hape, sedang berkunjung di kios sebelah.
Rodhiyah dengan ramah melayani seorang ibu yang memilih-milih mainan bambu bersama anaknya. Saya memperhatikan bagaimana dia membawakan tas plastik dan menyilakan ibu itu memasukkan barang-barang yang dipilihnya ke dalam tas plastik itu.
Rodhiyah bergabung di Sanggar Alang-Alang sejak kelas empat SD. Dia merupakan anak tunggal dari seorang ayah yang tinggal di Kenjeran, dan ibu yang tinggal di Pulo Wonokromo. Ayahnya sudah menikah lagi, punya dua anak. Ibunya juga sudah menikah lagi, punya lima orang anak. Setahunya, kedua orang tuanya sudah berpisah seperti itu sejak dia masih sangat kecil.
Waktu kecil, Rodhiyah sering ikut pakliknya 'ngamen' di daerah Wonokromo. Oleh karena pakliknya bergabung di Sanggar Alang-Alang, Rodhiyah akhirnya mengenal sanggar itu. Tempat puluhan bahkan ratusan anak jalanan menitipkan hidupnya.
Akhirnya, lama-lama, Rodhiyah terseret bergabung di Sanggar Alang-Alang. Belajar berbagai hal bersama teman-temannya senasib, di bawah bimbingan Bapak dan Ibu Didit Hape. Mungkin karena dia merasa sanggar tersebut cukup menjanjikan baginya, terutama dalam hal memenuhi kebutuhannya akan kasih sayang keluarga dan juga sebagai tempat dia mengembangkan bakatnya. Rodhiyah pun akhirnya resmi menjadi penghuni Sanggar Alang-Alang. Tak terasa, sampai saat ini, dia sudah sembilan tahun menjadi anggota keluarga sanggar itu.
Saat ini, Rodhiyah yang suka menari itu sudah duduk di semester dua Prodi Pendidikan Luar Biasa (PLB) FIP Unesa. Syukurlah dia mendapat beasiswa dari Terminal Peti Kemas (TPK). Beasiswa itu sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan kuliah dan kebutuhan hidupnya. Saat saya tanya, apa cita-citanya, dia ingin kelak bisa mengabdikan dirinya untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Saya dan mas Ayik pamit setelah kami membeli sebuah kain jumputan, lagi. Bapak Didit Hape tiba-tiba muncul. Beliau mengucapkan terimakasih untuk kunjungan kami. Pria tinggi besar yang masih nampak gagah dalam usianya yang sudah senja itu berbusana putih dan, tentu saja, bertopi, ciri khasnya. Rambut ikalnya, meski panjang, terurai rapi.
Kami menuju food court yang letaknya persis di depan konter Sanggar Alang-Alang. Suara musiknya sudah sedari tadi mengundang kami. Di depan sebuah panggung kecil, kami menikmati live music yang bertema 'Friday Sweet Rock'. Lima cowok memainkan alat musik dan seorang di antaranya menyanyi. Suaranya bagus. Lagunya juga enak-anak. Love of My Life dari The Scorpions, We are The Champion milik Queen, dan beberapa lagunya Slank.
Kami hanya memesan jus buah untuk menghabiskan sisa waktu menjelang Goci Mall tutup. Dari kejauhan, saya melihat Siti Rodhiyah mulai mengemasi barang-barang dagangannya. Senyum manisnya membayang di mata saya. Betapa indahnya melihat anak tabah itu menikmati kehidupannya....
Golden City Mall, Surabaya, Akhir Mei 2013.
Wassalam,
LN
Siti Rodhiyah, anak manis itu, menemani saya dan Mas Ayik melihat-lihat barang-barang kerajinan yang dibeber di stand yang ditunggunya. Masih seperti yang dulu, item-itemnya tidak berubah. Bunga-bunga dari kertas, vas dan ornamen lain dari terakota, kain-kain jumputan, kain-kain sablonan, dan mainan anak-anak dari bambu. Nyaris tidak ada perubahan, tetap seperti saat saya mengunjunginya beberapa waktu yang lalu.
Rodhiyah sedang sendirian. Mama sedang di rumah menunggu cucunya. Bapak, yaitu Bapak Didit Hape, sedang berkunjung di kios sebelah.
Rodhiyah dengan ramah melayani seorang ibu yang memilih-milih mainan bambu bersama anaknya. Saya memperhatikan bagaimana dia membawakan tas plastik dan menyilakan ibu itu memasukkan barang-barang yang dipilihnya ke dalam tas plastik itu.
Rodhiyah bergabung di Sanggar Alang-Alang sejak kelas empat SD. Dia merupakan anak tunggal dari seorang ayah yang tinggal di Kenjeran, dan ibu yang tinggal di Pulo Wonokromo. Ayahnya sudah menikah lagi, punya dua anak. Ibunya juga sudah menikah lagi, punya lima orang anak. Setahunya, kedua orang tuanya sudah berpisah seperti itu sejak dia masih sangat kecil.
Waktu kecil, Rodhiyah sering ikut pakliknya 'ngamen' di daerah Wonokromo. Oleh karena pakliknya bergabung di Sanggar Alang-Alang, Rodhiyah akhirnya mengenal sanggar itu. Tempat puluhan bahkan ratusan anak jalanan menitipkan hidupnya.
Akhirnya, lama-lama, Rodhiyah terseret bergabung di Sanggar Alang-Alang. Belajar berbagai hal bersama teman-temannya senasib, di bawah bimbingan Bapak dan Ibu Didit Hape. Mungkin karena dia merasa sanggar tersebut cukup menjanjikan baginya, terutama dalam hal memenuhi kebutuhannya akan kasih sayang keluarga dan juga sebagai tempat dia mengembangkan bakatnya. Rodhiyah pun akhirnya resmi menjadi penghuni Sanggar Alang-Alang. Tak terasa, sampai saat ini, dia sudah sembilan tahun menjadi anggota keluarga sanggar itu.
Saat ini, Rodhiyah yang suka menari itu sudah duduk di semester dua Prodi Pendidikan Luar Biasa (PLB) FIP Unesa. Syukurlah dia mendapat beasiswa dari Terminal Peti Kemas (TPK). Beasiswa itu sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan kuliah dan kebutuhan hidupnya. Saat saya tanya, apa cita-citanya, dia ingin kelak bisa mengabdikan dirinya untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Saya dan mas Ayik pamit setelah kami membeli sebuah kain jumputan, lagi. Bapak Didit Hape tiba-tiba muncul. Beliau mengucapkan terimakasih untuk kunjungan kami. Pria tinggi besar yang masih nampak gagah dalam usianya yang sudah senja itu berbusana putih dan, tentu saja, bertopi, ciri khasnya. Rambut ikalnya, meski panjang, terurai rapi.
Kami menuju food court yang letaknya persis di depan konter Sanggar Alang-Alang. Suara musiknya sudah sedari tadi mengundang kami. Di depan sebuah panggung kecil, kami menikmati live music yang bertema 'Friday Sweet Rock'. Lima cowok memainkan alat musik dan seorang di antaranya menyanyi. Suaranya bagus. Lagunya juga enak-anak. Love of My Life dari The Scorpions, We are The Champion milik Queen, dan beberapa lagunya Slank.
Kami hanya memesan jus buah untuk menghabiskan sisa waktu menjelang Goci Mall tutup. Dari kejauhan, saya melihat Siti Rodhiyah mulai mengemasi barang-barang dagangannya. Senyum manisnya membayang di mata saya. Betapa indahnya melihat anak tabah itu menikmati kehidupannya....
Golden City Mall, Surabaya, Akhir Mei 2013.
Wassalam,
LN