Pages

Minggu, 28 Januari 2018

Revitalisasi SMK: SMK Bisa Tidak Hanya Jargon

Pemotongan kue tart perayaan hari PGRI.

Oleh Luthfiyah Nurlaela

Pukul 12.50, tidak terlalu meleset dari perkiraan, Sriwijaya Air yang saya tumpangi mendarat di Bandara Sultan Babullah. Udara tidak terlalu panas, awan kelabu menggantung di langit. Ternate cukup ramah, seperti keramahan yang dinampakkan oleh Pak Iswanto, Bu Nuraini, dan Pak Rajak, para wakil kepala sekolah yang menjemput saya.

Perjalanan dari Surabaya sejak pukul 06.00 tadi pagi tidak terlalu melelahkan karena saya beberapa kali pulas di dalam pesawat. Oleh sebab itu, siang ini, kunjungan ke SMK Negeri 1 Kota Ternate bisa langsung saya lakukan sesuai rencana. Makan siang dan check in hotel bisa dilakukan setelah bertugas. Lagi pula, perut saya masih sangat kenyang karena meskipun saat ini sekitar pukul 13.00 di Ternate, di Surabaya masih pukul 11.00. Sepagi ini, saya sudah makan dua kali. Pertama saat transit di Makassar tadi, dan kedua saat terbang, menghabiskan menu makan siang yang disediakan oleh Sriwijaya Air.

SMK 1 Ternate berada  di tengah kota, tidak terlalu jauh dari bandara. Bertempat di Jalan Ki Hajar Dewantara—dulunya bernama Jalan Siswa—yang juga berdiri beberapa sekolah, seperti SMK 5 dan SMA 10, serta beberapa kantor pemerintahan.

Saya bertemu dengan kepala sekolah dan para wakil kepala sekolah di ruang kepala sekolah yang sejuk. Bukan hanya karena AC, namun di luar, hujan sedang turun lumayan deras. Kepala sekolah, Bapak Bahrudin Marsaaly, S.Pd, mengatakan kalau sudah beberapa hari hujan tidak turun, dan tiba-tiba hari ini turun. “Rupanya menyambut tamu”, begitu katanya. “Berarti pertanda baik, Pak”, jawab saya.

Saya menyampaikan maksud kedatangan saya—yang tentu saja sudah diketahui oleh kepala sekolah dan jajarannya. Yaitu dalam rangka melaksanakan tugas pendampingan program revitalisasi SMK. Di antara sekitar 3000-an SMK se-Indonesia, SMKN 1 Ternate terpilih dalam 125 SMK yang memperoleh block grant Revitalisasi SMK. Block grant tersebut dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan SMK, sebagai salah satu bentuk perwujudan Inpres nomor 9 Tahun 2016 tentang revitalisasi SMK.

Sedikit menengok ke belakang, dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), menuntut SMK harus semakin dekat dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (du/di). Program Revitalisasi Pendidikan Vokasi merupakan amanah Nawacita dan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 dalam rangka pemenuhan 58 juta tenaga kerja terampil sampai 2030. Melalui Nawacita, bangsa Indonesia memiliki cita-cita yang tinggi untuk menjadikan ekonomi Indonesia peringkat 7 dunia pada 2030 dan memenangkan persaingan SDM di regional dan global.

Lebih lanjut, Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan bertujuan untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia, yang kemudian menjadi rujukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pembinaan SMK untuk mengimplementasikan program revitalisasi SMK di seluruh Indonesia. Aspek revitalisasi meliputi penyelarasan kurikulum dengan dunia usaha dan dunia industri, inovasi pembelajaran, peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, standarisasi sarana dan prasarana utama, peningkatan kerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri, serta penataan dan pengelolaan kelembagaan. Program  dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan potensi wilayah, sumber daya, dan kebutuhan riil tenaga kerja untuk mendukung perkembangan ekonomi dan pengembangan wilayah. Revitalisasi SMK diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan mutu SMK sekaligus memberikan pengaruh terhadap kualitas lulusan SMK yang akan menjadi sumber daya pembangunan di Indonesia.

Kondisi SMK yang beragam dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia memerlukan dukungan eksternal dari berbagai pihak dalam bentuk pendampingan untuk SMK. Oleh sebab itu, perlu adanya pendampingan. Kegiatan pendampingan program revitalisasi SMK melibatkan stakeholder, antara lain perguruan tinggi, DU/DI, P4TK, dan LP3TK. Tujuan pendampingan adalah memberikan masukan dan mengarahkan SMK untuk mampu menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing unggul dalam persaingan kebekerjaan secara nasional maupun global. Tim pendamping bersama-sama dengan SMK memprioritaskan program revitalisasi sehingga sekolah memiliki keunggulan berbasis potensi wilayah dan sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan lulusan sesuai dengan kebutuhan industri.

Dalam rangka mengemban amanah sebagai pendamping inilah kehadiran saya di SMKN 1 Kota Ternate ini. Tugas pendampingan sendiri dibagi dalam dua tahap, yaitu Pendampingan Tahap I dan Pendampingan Tahap II, yang dilaksanakan antara bulan Juli sampai dengan November 2017. Setiap tahap dilakukan selama lima hari kerja, sehingga total ada sepuluh hari kerja petugas pendamping berada di sekolah. Namun tentu saja komunikasi dan koordinasi tidak hanya sebatas sepuluh hari kerja itu saja, namun terus dilakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan kegiatan. Semangatnya bukan seberapa banyak pendamping berada di sekolah, meskipun minimal sepuluh hari kerja itu menjadi keharusan. Namun yang terpenting adalah bagaimana supaya SMK yang didampingi benar-benar bisa melaksanakan program revitalisasi sesuai dengan target yang ditentukan, dan terus memilik semangat menjadi institusi penopang tenaga kerja andal yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia kerja.  

Siang itu, ditemani dengan kue-kue khas Ternate yang legit, kami juga berbincang tentang sejarah KesultananTernate dan Kesultanan Tidore dan bagaimana keduanya mewarnai sejarah kemerdekaan Indonesia. Termasuk peran Ternate dan Tidore dalam pembebasan Irian Barat. Bahkan nama ‘Papua’ yang saat ini digunakan sebagai pengganti nama Irian Barat, konon berasal dari Bahasa Tidore yang artinya ‘tidak putus’.  Adanya beberapa benteng di Ternate maupun Tidore menandakan bahwa kedua pulau tersebut merupakan salah satu wilayah pertahanan di masa perang kemerdekaan.

Beragam objek wisata Kota Ternate dan sekitarnya juga tidak luput dari perbincangan kami. Ada bekas aliran lava yang membeku pada saat terjadi letusan Gunung Gamalama pada tahun 1907, yang disebut Batu Angus. Dua danau, yang disebut sebagai Danau Tolire Kecil dan Danau Tolire Besar, juga menjadi obyek wisata yang sangat menarik. Yang dekat dan berada di dalam kota ada beberapa, yaitu Pantai Falajawa dan Landmark Ternate, yang sangat indah dinikmati pada pagi atau sore hari, sambil menikmati pisang mulu bebe dan sambalnya. Pantai Jikomalamo, Danau Laguna Ngade, wah….sepertinya semuanya harus masuk dalam daftar kunjungan saya. Dan juga, yang menurut saya paling unik adalah kebun cengkeh, yang puluhan pohon dengan dahan dan ranting kering, yang katanya kita akan merasa seperti sedang berada di Korea atau Eropa pada saat musim gugur.

Yang tak kalah menariknya lagi, adalah kuliner Ternate yang ternyata sangat luar biasa beragamnya. Siapa yang tidak kenal cakalang fufu dari Ternate? Pak Rajak berjanji akan memasaknya sendiri untuk saya, karena istrinya jago membuat cakalang fufu. Ikan yang mungkin dalam bahasa kita adalah tongkol asap itu memang istimewa. Beda dengan tongkol asap yang seringkali saya konsumsi, cakalang fufu sangat padat dagingnya, kesat, dan lapisan-lapisan dagingnya bisa dilepas-lepas sedemikian rupa. Tentu saja papeda, ikan kuah kuning, ikan soru, sayur garu, gohu, roti tawar singkong, dabu-dabu, ikan garu rica, kasbi, batatas, bĂȘte, dan sebagainya, juga tak lepas dari perbincangan kami.

Dapat kehormatan menjadi pembina upacara HUT PGRI.
Sore itu juga, saya memanfaatkan waktu untuk mengunjungi laboratorium sekolah. Ada lima program keahlian di SMKN 1 Ternate ini, yang semuanya terakreditasi A, yaitu Usaha Perjalanan Wisata (UPW), Akuntansi, Perkapalan, Multimedia, dan Administrasi Perkantoran, yang masing-masing memiliki satu laboratorium. Laboratorium UPW berupa teaching factory (tefa), yang telah berafiliasi dengan Asya Tour Ternate. Beberapa paket wisata telah dilaksanakan  oleh UPW bersama Asya Tour, yang baru-baru ini adalah Wonderful Ternate-Morotai dan Hot Promo Tour Bali.

Sesuai dengan Panduan Pendampingan Revitalisasi SMK  Tahun 2017, Peta Jalan Pendidikan Vokasi 2017-2019 menetapkan, bahwa tahun 2017 merupakan fase konsolidasi. Tiga aspek utama dalam fase tersebut yaitu: peningkatan akses layanan mutu, penyelarasan kurikulum (termasuk inovasi pembelajaran), dan inovasi kelembagaan.

Berkaitan dengan hal tersebut, pada hari kedua kegiatan pendampingan, kami berbincang dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara, yang juga membuka secara resmi kegiatan pendampingan. Di sebuah ruang yang cukup luas di lantai tiga SMK Negeri 1 Kota Ternate, kami berdiskusi tentang target program revitalisasi pada kegiatan pendampingan pertama ini, bersama kepala sekolah dan semua jajarannya, juga guru, tenaga kependidikan, serta dunia usaha dan dunia industri (du/di). Diskusi yang bernas, dengan target menyusun program prioritas, serta berbagi tugas dan tanggung jawab. Saya selaku pendamping menyajikan gambaran program revitalisasi dan target-target yang perlu dicapai sesuai dengan kondisi potensi sekolah serta peta jalan revitalisasi SMK. Dilanjutkan dengan presentasi program sekolah yang disampaikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Bapak Iswanto Marjuki. Tentu saja lengkap dengan kue-kue khas Ternate dan teh manis yang harum, yang membuat diskusi terasa begitu menyenangkan, hangat dan penuh keterbukaan untuk saling belajar.

Hari itu saya semakin menyadari, betapa menyenangkannya orang-orang Ternate. Sejak kehadiran saya kemarin siang, kehangatan dan keterbukaan itu begitu kental kami rasakan. Tamu bagi mereka adalah raja. Dan mereka yakin, orang yang datang ke Ternate, akan kembali lagi suatu ketika, karena begitu dia sudah bergaul dengan orang Ternate, maka dia akan menjadi saudara bagi orang Ternate dan begitu sebaliknya. Sedemikian baiknya mereka sehingga saya seperti merasa sedang berada di rumah sendiri. Seperti sudah bertahun-tahun tinggal di Ternate dan memiliki banyak saudara orang Ternate.

****

SMK Negeri 1 Kota Ternate memiliki lahan seluas 4.026 m2, tidak terlalu luas sebagai sebuah sekolah SMK dengan lima program keahlian. Pengembangan sekolah hanya bisa dilakukan ke atas, dalam bentuk bangunan bertingkat. Saat ini, sekolah dengan tiga lantai tersebut sudah cukup padat dengan jumlah siswa 823 orang, 25 guru produktif, dan 60 guru normatif dan adaptif.

Meski bukan sekolah yang ‘besar’, SMKN 1 Kota Ternate selalu mewakili Lomba Kompetensi Sekolah (LKS) di tingkat provinsi Maluku Utara. Sekolah juga selalu menjadi spot khusus ajang penilaian Adipura. Dan, ini yang juga sangat membanggakan, di Provinsi Maluku Utara, SMKN 1 Kota Ternate adalah satu-satunya sekolah yang memiliki Program Keahlian Usaha Jasa Perjalanan Wisata. Hal ini sangat menguntungkan, mengingat Ternate dan sekitarnya memiliki banyak sekali potensi wisata dan juga memiliki andalan destinasi wisata prioritas, yaitu Morotai.

Berkaitan dengan hal tersebut, dan karena bidang pariwisata menjadi salah satu prioritas program revitalisasi SMK, maka yang memperoleh block grant revitalisasi SMK di SMKN 1 Kota Ternate adalah Program Keahlian UPW.  Meskipun begitu, empat program keahlian yang lain selalu dilibatkan dalam semua kegiatan. Ibarat sebuah lokomotif, Program Keahlian UPW melaju bersama semua program keahlian yang lain sebagai gerbongnya. Dengan demikian, revitalisasi tidak hanya berlaku bagi program keahlian penerima hibah, namun juga berlaku untuk semua program keahlian yang ada di sekolah tersebut, meskipun UPW tetap menjadi prioritas program.

Sebagai sebuah sekolah kejuruan, SMKN 1 Kota Ternate memiliki kerja sama yang erat dengan du/di. Beberapa di antaranya adalah PT. Sriwijaya Air, The Hotel Batik, Boulevard Hotel Ternate, dan PT. The Golden Tour and Travel, serta Asya Tour and Travel. Meskipun begitu,  kerja sama dalam bentuk MoU masih sangat terbatas, sehingga hal ini juga menjadi prioritas program pendampingan.

Pada bidang pengembangan  dan penyelarasan kurikulum, SMKN 1 Kota Ternate tentu saja telah menggunakan Kurikulum 2013, namun penyelarasan kurikulum bersama du/di belum pernah dilakukan, baru sebatas kerja sama dalam pelaksanaan praktik kerja industri (prakerin). Kompetensi Dasar yang disusun sudah mengacu pada SKKNI. Sementara itu, sekolah juga sedang mempersiapkan terbentuknya lembaga sertifikasi profesi (LSP) dan saat ini bersiap untuk pelaksanaan full assesment.

Dalam hal inovasi pembelajaran, guru sudah mengajar dengan menggunakan bermacam model pembelajaran di antaranya inquiry/discovery learning. Sudah ada teaching factory (tefa) di sekolah dan pembelajaran menggunakan sistem blok. Juga Sudah dilaksanakan lokakarya tentang tefa dan kewirausahaan.

Namun demikian, dalam hal pemenuhan dan peningkatan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan, sekolah masih kekurangan guru pariwisata, karena sekarang baru ada dua guru produktif di Program Keahlian UPW. Sekolah juga tidak memiliki personil laboratorium, pengelolaan lab dirangkap guru produktif yang mengampu di program keahlian.

Kerjasama Sekolah dengan du/di baru sebatas pada penyelenggaraan praktik industri. Setiap semester ada sekitar enam guru tamu dari du/di di kelas XI dan XII. Du/di juga melaksanakan rekruitmen  bagi lulusan sesuai dengan keahlian. Sebagian siswa sudah  ‘dipesan’ oleh du/di pada saat melaksanakan prakerin. Berdasarkan data sekolah, sekitar 80% lulusan bekerja dan 20% melanjutkan sekolah.
Lepas dari segala kekurangan dan kelebihannya, guru-guru di SMKN 1 Kota Ternate memiliki semangat yang sangat kuat untuk maju dan menjadi sekolah terdepan dalam mengembangkan pariwisata. Pada pendampingan kedua, yang saya lakukan pada 24-28 November 2017, berkat kerja keras mereka, sekolah sudah memiliki MoU dengan 40 du/di dari yang semula hanya 5 MoU.

Dalam acara penandatanganan MoU, kami berdialog dengan du/di dan komite sekolah. Pada kesempatan ini, saya menyampaikan apresiasi yang tinggi pada du/di yang telah bersedia sepenuh hati mendukung program revitalisasi SMKN 1 Kota Ternate. Selain du/di, hadir juga Kepala UPBJJ-UT, yang juga mendatangani MoU sebagai bentuk kerja sama antara sekolah dengan perguruan tinggi.

Saya menyampaikan, keterlibatan du/di dalam penyelenggaraan SMK tidak bisa ditawar. Setidaknya ada dua peran yang dimainkan oleh du/di. Yang pertama adalah peran sosial ekonomi. Pendidikan menghasilkan lulusan yang akan digunakan oleh du/di. Ini berarti, kualitas hasil pendidikan akan mempengaruhi kualitas du/di. Dengan demikian, tentu saja amatlah rasional jika du/di ikut mengulurkan tangan dalam mempersiapkan lulusan yang bermutu. Konsekuensinya, du/di harus menyisihkan sebagian sumberdayanya, bisa berupa bahan, alat, dana, tenaga, untuk sekolah. Seperti inilah yang dilakukan oleh negara-negara maju dalam mengembangkan pendidikan kejuruan. Sumbangsih ini juga bisa dalam bentuk resource sharing, pengiriman guru dari du/di sebagai instruktur di sekolah, guru magang di industri, pelaksanaan kelas industri, pelaksanaan job matching, serta keterlibatan du/di dalam pembelajaran tefa.

Peran kedua adalah peran sosial budaya. Du/di pada umumnya merupakan institusi yang sangat berorientasi pada mutu. Selain itu, du/di juga sangat beroerientasi pada aspek keuntungan. Fasilitas modern du/di dapat menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda. Begitu juga dengan budaya kerja du/di, yang senantiasa berorintasi pada mutu yang tinggi. Sekolah harus bersinergi dengan du/di untuk belajar tentang budaya mutu ini. Kesempatan belajar ini akan meningkatkan layanan mutu sekolah atau layanan mutu pendidikan pada umumnya. Peningkatan layanan mutu pendidikan akan menghasilkan lulusan yang bermutu. Lulusan yang bermutu inilah yang nantinya akan direkrut oleh du/di sebagai SDM yang bermutu. Pada intinya, sekolah dan du/di merupakan sisi mata uang yang keduanya tidak dapat dipisahkan.

Pada kesempatan pendampingan kedua itu juga, SMKN 1 Kota Ternate juga menyelenggarakan kegiatan MICE (Meeting, Incentives, Conventions, and Events). Kegiatan ini dikemas oleh guru dan siswa dengan melibatkan semua program keahlian, menyelenggarakan paket wisata ke Pulau Maitara, sebuah pulau yang sangat indah yang terkenal dengan gambar uang seribu rupiah itu. Pulau Maitara yang letaknya di antara Pulau Ternate dan Tidore—atau terletak di Tidore Kepulauan (Tikep)--dapat ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit dari Pulau Ternate, dengan mengendarai speedboat. Bagi saya, tentu saja hal ini merupakan pengalaman yang sangat amat berkesan. Di atas pantai yang didominasi oleh pasir putih, MICE tidak hanya berupa wisata pantai, namun dilengkapi dengan tari-tarian adat penyambutan tamu, outbound, presentasi makanan tradisional Ternate, dan juga menikmati makanan khas serta kelapa muda yang berlimpah. Kegiatan ini juga diliput oleh stasiun TV Maluku Utara dan Maluku Post.

Tentu saja saya tidak hanya terkesan pada keindahan Maitara dan semua menu wisata yang tersaji. Namun lebih dari itu, kemampuan guru dan siswa untuk menyelenggarakan kegiatan MICE ini sangat patut diacungi jempol. Mereka pasti sudah menyiapkannya berhari-hari bahkan berminggu-minggu sebelumnya, dengan melakukan koordinasi yang intens dengan semua pihak yang berkepentingan, Pemerintah Desa Maitara, Polsek Maitara, Pelabuhan Kota Maitara, travel biro, media televisi dan surat kabar, dan lain-lain. Bukan sesuatu yang sederhana untuk membuat semuanya tersaji dengan begitu apik dan memukau. Potensi Maitara menjadi begitu menonjol karena hasil kerja para guru dan siswa serta didukung oleh semua pihak yang terlibat dengan penuh totalitas.

SMK Bisa, sudah terbukti tidak hanya menjadi jargon. SMK Bisa benar-benar sudah mewujud pada banyak karya guru dan siswa. Namun demikian, berpuas diri haruslah dihindari. Tantangan yang beratnya luar biasa terpampang di depan mata. Era baru, yang disebut era Internet of Things, era teknologi, sudah memasuki dunia kita. Media sosial dan komersial sudah memasuki titik puncaknya. Dunia memasuki gelombang smart device yang mendorong kita semua hidup dalam karya-karya yang kolaboratif. Akan ada banyak bidang kerja atau kompetensi yang berangsur hilang digantikan dengan bidang kerja yang membutuhkan kompetensi baru. Menghasilkan lulusan SMK yang terampil dan kompeten harus menjadi tujuan setiap sekolah, namun menghasilkan lulusan yang memiliki soft skill mutlak dilakukan. Keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan problem solving, menjadi tuntutan. Soft skill inilah yang akan menjadi kompetensi sepanjang waktu, di mana pun, kapan pun, tak akan lekang oleh zaman.


****

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...