Pages

Kamis, 09 Februari 2012

Ke Sumba Lagi (8): Matawai Lapau, Peberewai, Karera

Perjalanan dari Waingapu ke Karera memerlukan waktu 5-6  jam. Dari Waingapu kota, melewati kecamatan Kambera, Pandawai, Matawai Lapau, Peberiwai, baru Karera. Kecamatan Karera adalah kecamatan kepulauan, di sanalah Pulau Selura berada. Pulau yang berbatasan dengan Australia. Beberapa bulan yang lalu, masyarakat Selura berteriak keras ingin melepaskan diri dari NKRI karena kepedulian pemerintah terhadap pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum dianggap tidak ada. Teriakan yang mencuat menjadi isu internasional itu membuat para petinggi negara kebakaran jenggot. Salah satu respon teriakan itu adalah saat ini akan didirikan sekolah SMP satu atap (satap) di Pulau Selura, yang awalnya hanya memiliki 1 SD.

Tiga kecamatan yang pertama berada di kota atau dekat kecamatan kota Waingapu. Sedangkan kecamatan Matawai Lapau kira-kira berjarak 2 jam dari Waingapu, dua jam selanjutnya adalah kecamatan Peberiwai. Sekitar 2 jam berikutnya adalah Karera.

Di Matawai Lapau, kami menempatkan 17 peserta yang tersebar di 6 sekolah. Setiap SD mendapatkan masing-masing 1 guru, di SMP ada 3 guru, dan yang paling banyak adalah di SMP satap yaitu 5-6 guru. Selanjutnya di kecamatan Peberiwai kami tempatkan 7 peserta, 3 di SD, 1 di PAUD, dan 3 di SMP. Di Kecamatan Karera, kami tugaskan 1 orang di SDI Pulau Selura, dan 9 orang di SMP di kecamatan Karera. Seorang yang kami tugaskan di Pulau Selura itu, Panca, belum-belum sudah mengeluhkan, bahwa kabarnya di Selura hanya ada Puskesmas yang dokternya datang hanya sekali seminggu. Dia tanyakan, bagaimana kalau sakit dan dokter tidak ada? Saya jawab, bawa obat-obat generik, dan berusahalah untuk tidak sakit.

Transportasi di 3 kecamatan itu bisa ditempuh dengan menumpang bus kayu (truk pasir yang diberi tempat duduk, ditutup seng bagian atasnya). Ada 2 armada bus kayu yang berangkat dari Waingapu jam 06.00, dan 2 bus juga yang berangkat dari Karera menuju Waingapu, juga jam 06.00. Hanya sekali jalan, tidak PP, bus-bus itu akan berjalan lagi esok harinya. Apa saja bisa diangkut jadi satu di dalam bus kayu, manusia, barang dagangan, dan ternak.  Satu bus bisa berisi sampai 30 orang, bahkan lebih. Kadang-kadang binatang ternak diletakkan di atas atap, kasihan saya melihatnya. Tubuh hewan-hewan itu meliuk-liuk menahan goncangan, angin menampar-nampar wajahnya tanpa dia bisa menghindarinya. Harusnya pemilik hewan memperhitungkan hal itu, misalnya dengan memasangkan kain penutup di muka hewan tersebut atau bagaimanalah supaya hewan tersebut tidak terkena masuk angin....

Saya bisa membayangkan bagaimana rasanya naik bus kayu. Dengan kondisi jalan seperti itu. Naik turun, berkelok-kelok, banyak lubang dan tanjakan tajam. Belum lagi hembusan angin yang cukup keras karena bus kayu itu tidak tertutup rapat, terbuka di banyak sisi. Pengalaman saya sebagai anggota pramuka dan pencinta alam sejak SMP sampai mahasiswa, yang mengharuskan saya beberapa kali naik truk pengangkut pasir dengan bak terbuka, membuat saya tidak merasa tersiksa berkendara di medan semacam itu. Kadang-kadang malah ketagihan. Tapi bagi para peserta SM-3T, terutama cewek yang manja-manja itu? Tidak, saya tidak meragukan mereka. Setidaknya saya harus menyakinkan diri sendiri, mereka akan menikmati perjalanan itu. Sepanjang pengalaman hidup mereka, mungkin inilah perjalanan paling menantang itu. Paling berkesan. Dan mereka akan terbiasa. Karena pilihannya hanya dua: bertahan atau pulang. Saya yakin dengan sepenuh hati, anak-anak manja itu telah menjelma menjadi pribadi-pribadi yang kuat dan tangguh, dan pantang pulang sebelum tunai tugasnya...

Semoga.   

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...