Pages

Kamis, 02 Februari 2012

Oleh-oleh dari Philippine

PADA tanggal 22-24 Maret 2011 yang lalu, saya berkesempatan untuk menghadiri acara ‘The 3rd Regional Forum SEAMEO INNOTECH’ di Quezon City, Manila. Ini merupakan pengalaman pertama saya pergi ke Philippine, dan juga pengalaman pertama saya mengikuti forum internasional SEAMEO INNOTECH.
Awal mula keikutsertaan saya pada forum tersebut adalah adanya surat dari Balitbang Kemdiknas kepada Rektor Unesa tentang penawaran untuk mengikuti forum SEAMEO INNOTECH. Rektor mendisposisikan surat tersebut pada saya, dalam kapasitas saya sebagai koordinator PPG Unesa, dan beliau mengharapkan saya atau salah satu teman lain dari tim inti PPG bisa ikut. Setelah berkonsultasi dengan PR 1, saya akhirnya mengisi form pendaftaran dan mengirimkannya melalui email dengan melampirkan persyaratannya. Sehari setelahnya saya menerima sms dari bagian kerjasama Balitbang bahwa saya bukan satu-satunya yang mengirimkan form pendaftaran, sehingga keputusan siapa yang akan mewakili Kemdiknas ke forum tersebut belum bisa diberitahukan. Saya menyampaikan hal tersebut pada Rektor dan PR 1.
Dua minggu setelahnya saya baru menerima kepastian bahwa saya terpilih untuk mewakili Kemdiknas dalam forum tersebut, dan yang seorang lagi adalah guru dari SD Islam Al-Hikmah Surabaya, yaitu Bapak Sigit Wiyono. Peserta dari Al-Hikmah ini merupakan permintaan dari Sekretaris Balitbang sebagai Governing Board Member SEAMEO INNOTECH. Tema forum itu adalah ‘Rediscovering the Passion for Teaching in Southeast Asia’. Kami diminta menyiapkan ‘Country Information Guide (CIG)’ yang meliputi Profile of Teachers; Success Factors of a Motivated, Passionate and Effective Teacher; Current Teacher Development Policies; Programs and Strategies to Sustain Teacher’s Passion in the Profession; dan Recommendations on How Best to Sustain and Enlarge the Pool of Effective, Committed and Passionate Teachers. Kami punya waktu sekitar 2 minggu untuk menyiapkannya. Saya menyempatkan diri ke Jawa Pos, menemui mas Guntur dan mas Rukin untuk meminjam kliping program ‘Untukmu Guruku’ sekaligus file pdf-nya, guna melengkapi CIG kami, khususnya mengenai peran swasta dalam meningkatkan dan mempertahankan motivasi guru-guru kita. Setelah CIG itu kami kirim, esoknya kami memperoleh LoA, dan beberapa hari kemudian kami dikirimi eticket PP Jakarta-Manila.
Forum SEAMEO INNOTECH itu diikuti oleh peserta dari 9 negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Kambodia, Laos, Vietnam, Brunei, Thailand, dan Philippine sendiri, yang sekaligus sebagai tuan rumah. Setiap negara mengirimkan delegasinya terdiri dari satu orang wakil dari kemdiknas (bisa dosen, peneliti) dan seorang guru (yang dinilai sebagai outstanding teacher). Selama lima hari kami menginap di International House SEAMEO INNOTECH (satu kompleks dengan University of Philippine), tiga hari di antaranya kami terlibat dalam round table discussion, diselingi dengan paparan dari beberapa narasumber. Beberapa narasumber tersebut antara lain dari Departemen Pendidikan Pasig City Philippine (Sustaining Positive Energy and Motivation for Teaching), Metrobank Foundation (The Search for Outstanding Teachers),  dan Bato Balani Foundation (honoring effective/passionate teacher).
Salah satu narasumber yang sangat menarik perhatian dan membuat semua peserta diskusi sangat terkesan adalah beliau yang dipanggil sebagai Mr. Pagsi (nama lengkapnya Onofre Pagsanghan), seorang mantan guru, Faculty member, High School Department, Ateneo de Manila University. Semangatnya luar biasa; suara, gerak tubuh, ekspresinya, ketika berbicara tentang teaching with passion,  begitu memukau. Dalam usianya yang sudah udzur (81 tahun), performance Mr. Pagsi dalam mengajar bisa mengalahkan para guru yang usianya jauh lebih muda darinya (termasuk saya). Satu kalimatnya yang membuat saya sangat terkesan (ada dalam tulisan Fatima Parel ‘The Passion of Pagsi’) adalah: “I always tell myself, especially in the twilight years, this may be my last class. And therefore, I treat every class as if it were the last. And it helps bring out the best in me. This is going to be the best performance of my life.”
Banyak pengalaman berharga yang saya dapatkan dari forum tersebut. Sangat terasa bahwa forum itu diorganisir dengan begitu apik, mulai dari awal (ketika penjemputan di Ninoy Aquino airport) sampai akhir. Padat, tapi hangat dan bersahabat, dengan konsep yang sangat berbeda. Kami tidak diminta mempresentasikan CIG yang sudah kami kirimkan sebelumnya, namun poin-poin pentingnya didiskusikan secara intensif dalam bentuk workshop. Workshop dibuat terpisah antara kelompok guru dan kelompok MOE (Minister of Education), sehingga setiap topik dikaji dari perspektif guru dan perspektif MOE, yang kemudian dipadukan dalam sesi presentasi. Dalam diskusi itu disediakan juga seperangkat Alat Permainan Edukasi (APE), dan kami diminta memvisualisasikan dalam bentuk karya cipta yang menggambarkan ‘the passion for teaching’. Pada kesempatan itu, didatangkan juga 4 siswa SMP yang kita bisa berdialog dengan mereka dalam sesi ‘Student’s Stories: Impact of Passionate Teacher on Student Learning and Life’.  Sangat menarik, menyentuh, dan menggugah.
Peran Metrobank dan Bato Balani dalam meningkatkan semangat dan kegairahan guru-guru di Philippine juga sangat menginspirasi. Metrobank dengan temanya ‘What does it take to bring out the best in the Filipino?’, mempresentasikan perannya dalam ‘ngopeni’ guru dalam sesi pleno ‘Honoring effective/passionate teacher’.  Salah satu program CSR-nya adalah menyelenggarakan pemilihan ‘outstanding teachers’, bekerjasama dengan kementerian pendidikan, setiap tahun, dan menerbitkan profil guru-guru luar biasa tersebut dalam kemasan yang sangat elegan, sehingga mengesankan betapa berharga dan berartinya sebuah profesi bernama ‘guru’ itu, dan bagaimana masyarakat Philippine termasuk pihak swasta menempatkan mereka sebagai sosok-sosok yang sangat berjasa dalam membawa negara dan masyarakat Philippine menuju kebaikan dan kejayaan. Dalam sesi sharing, delegasi setiap negara juga diminta untuk berbagi tentang keterlibatan pemerintah dan swasta dalam ‘sustaining and maintaining the passion for teaching’. Kami yang dari Indonesia menceriterakan antara lain tentang program Sertifikasi Guru melalui Portofolio/PLPG dan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Selain itu juga program pemerintah dalam pemilihan guru dan dosen berprestasi, yang kemudian pemenangnya selain memperoleh piagam penghargaan, sejumlah uang, juga diundang pada upacara kemerdekaan RI di Jakarta. Sementara peran swasta, kami contohkan program Jawa Pos ‘Untukmu Guruku’, serta kami tunjukkan juga kliping tentang program itu (terimakasih, mas Guntur dan mas Rukin yang telah ‘nyangoni’ kami dengan kliping-kliping itu).
Untuk menutup tulisan ini, saya ingin mengakhirinya dengan sebuah kalimat untuk menjadi renungan kita, para guru dan dosen, termasuk saya pribadi. Kalimat yang saya temukan di antara berkas-berkas materi diskusi, yang sangat menyentuh benak saya .

Inilah oleh-oleh yang sangat berharga itu.

“Being world class doesn’t mean going international and showing our best out there. Being world-class is passion and commitment to our profession. Being world-class is giving our best to our country and our people. For teachers, being world-class starts right inside the classroom.”


***

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...