Pages

Rabu, 04 Desember 2013

Puisi Buat Bung Ayik

Bung Ayik,
Pagi ini gerimis ilmu
Aku saksikan kau di sana membacanya dengan duduk syahdu
Membalik halaman keluarga selembar demi selembar dan mendakinya pada setiap pendakian atau turun ketika terjal dan berjalan perlahan ketika curam memanjang, dan berteduh berhari-hari ketika hujan petualangan tak kunjung reda, berderak dari pesisir Talaud, mengarungi deru laut hingga meretas jejak-jejak peradaban Papua

Bung,
Siang ini udara tidak lekas panas oleh terik mentari yang datang kadang tak pernah bertanya dan mengetuk pintu rumah kita, tapi kau berdiri dengan khidmat, menceritakan melodi kehidupan yang pasir, berbutir-butir banyak sekali, beribu-ribu, berjuta-juta, dan bermuara-muara, dan kau begitu dekati pantaimu dengan gelombang riak yang putih berderit-derit ke pinggir

Aku tak mengenalmu dalam diamku tapi akau menyapamu dalam irama yang tak biasa ketika siang itu kau bunyikan peluit kebaikan di antara gelegak anak-anak tak bersendal untuk mengeja "a" pada alam dan "b" pada bismillah 

Aku bertafakur semenjak itu padahal kutahu kau tak pernah kulihat dalam setiap gelombang dan angin buritan di atas spedboot yang melaju begitu dalam di antara angin laut yang biru juga tatapan alam yang rua 

Hanya sayapmu membaca semua yang tak kulihat dan tak pernah kudengar dan terus saja melintasi beribu peradaban, menjuntai di antara gemeletak tangis, tawa, deru, debu, dua puluh empat jam dalam sekali putaran hari

Aku melepas ingatan sejenak, kapankah anginmu tidur dalam sehari ini jika setiap kepala anak-anak itu terus bergemuruh merangkai harapan-harapannya dengan senyum yang tak bisa kubayangkan getarannya? 

Hei Bung, 
Ke sinilah sebentar saja dan letakkan dulu matahari di pundakmu agar kau bisa telentang sambil minum kopi yang kuseduh sore ini, lepaskan segala kepenatan pengabdianmu pada isterimu yang terus meretas jejak peradaban di bumi nusantara ini tanpa pernah lekang dan berhenti, berhentilah sejenak saja untuk menjadi inspirasi bagi bidadari yang kau sunting ketika bumi menunjuk pada dua puluh tiga derajat penantian panjang yang nyaris tak pernah habis

Aku habiskan suaraku memanggilmu tapi kau tetap bergerak seperti angin yang memasuki kerongkongan dan nafas setiap pengabdian dan tak pernah kau mengibarkan namamu pada setiap jejak yang kau retas bersama suara suara bumi yang rumi

Bung Ayik,
Katakataku hanyalah ijuk di bukit beludru yang nyaris tak mengenal garam...tapi aku merasakan air lautmu terbang ke angkasa membentuk awan-awan kehidupan dan menjadi mendung yang menurunkan hujan kesempatan agar benih-benih yang bertebaran di muka bumi tumbuh menjadi pohon-pohon kehidupan yang terus bercerita tentang kemaslahatan dan kemanusiaan

Aku hanya bersimpuh di sini
Menyaksikan setiap benih lahir menjadi para pengabdi dan ikut serta bertafakur pada bumi, pada air, pada angin yang mengabdi pada Ilahi...

Selamat Ulang Tahun
Semoga Tetap Menjadi Inspirasi bagi sesama, melalui isteri dan keluarga, anak-anak, sahabat, dan siapa saja...

Jakarta, 4 Desember 2013
Habe Arifin 

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...