Pagi yang cerah menemani aktivitas kami di
Hotel Laura. Makan pagi telah siap dan peserta SM-3T telah memenuhi ruang makan
sejak pukul 06.30. Menunya sederhana, khas hotel kecil. Nasi putih, ca sayuran,
ayam bumbu kecap, dan krupuk.
Hari ini pukul 09.00, akan dilaksanakan
acara pelepasan peserta SM-3T di Kabupaten Nunukan. Yang melepas langsung
bupati. Kepala Dinas sedang beribadah haji, dan yang mewakili pejabat dinas
adalah Pak Ridwan, Kepala Bidang Ketenagaan. Pak Ridwan telah berkoordinasi
dengan saya sejak beberapa minggu yang lalu terkait pelepasan dan penjemputan
peserta SM-3T ini.
Kantor Kabupaten Nunukan cukup megah. Kami
naik melalui lift ke lantai 7, tempat acara diselenggarakan. Ruangan cukup
besar, tertata apik. Meski di luar sudah cukup panas, di dalam ruangan sejuk
karena AC. Tak perlu menunggu lama, bupati hadir, dan acara pun segera dimulai.
Bupati, saya, dan Pak Ridwan, duduk di depan. Ada para undangan di sebelah kiri
kami, peserta SM-3T di depan kami, dan belasan fotografer-termasuk dari media -
di beberapa titik.
Bupati Nunukan benar-benar cantik, secantik
fotonya yang saya lihat di warung dekat Hotel Laura semalam. Posturnya tidak
terlalu tinggi, tubuhnya langsing. Dandanannya tidak berlebihan, berkerudung
dengan motif bunga-bunga, serasi sekali dengan baju coklat seragam pemda yang
dikenakannya. Awalnya saya menangkap kesan ‘jaim’ memang, tetapi kesan itu
menjadi agak cair ketika saya mengajaknya mengobrol.
Acara demi acara berjalan lancar. Yang paling berkesan adalah kesan-pesan dari dua wakil peserta. Salah satunya adalah Arham, peserta yang bertugas di Tau Lumbis. Dia bertugas di SMP 2 Lumbis Ogong.
Saat menceritakan awal kedatangannya ke Nunukan, kemudian harus menempuh jarak berjam-jam
menuju Tau Lumbis dengan perahu bermotor dan melawan riam-riam sungai yang sangat
deras airnya, sementara pelampung yang
dibawanya sungguh bukan pelampung yang ‘aman’, membuatnya benar-benar seperti
sedang berada di dunia lain. Namun demikian, dia mengisahkannya dengan gayanya
yang khas dan sangat menarik, kocak, termasuk saat menyampaikan sindiran halus
pada Bupati supaya beliau hadir menengok anak-anak sekolah di tempat tersebut.
Arham juga bercerita, untuk mendapatkan sinyal, mereka harus menyeberang dan
biaya untuk menyeberang itu tidaklah murah, yaitu sekitar Rp.1.000.000,-. “Jadi,
hanya untuk mendengar suara orang tua, kami harus rela mengeluarkan biaya satu
juta rupiah’’ begitu katanya.
Arham
juga sangat menyayangkan etos kerja guru yang sangat rendah termasuk guru-guru
yang sudah bersertifikat sebagai guru profesional, dan berharap mereka akan
meningkatkan kinerjanya, karena sesungguhnya, merekalah tulang punggung
sekolah. Sebagai daerah perbatasan, Arham juga melihat, betapa jauh kondisi
pendidikan di Nunukan dengan kondisi di tetangga sebelah, yaitu di Malaysia.
Sangat jauh bedanya, baik kondisi sarana prasarana sekolah dan infrastruktur
yang lain, juga kondisi kesejahteraan masyarakatnya. Namun Arham terus
menanamkan rasa cinta Tanah Air pada para siswa, dan dengan tegas dia
menyatakan: “di tanah ini kita dilahirkan, di tanah ini kita dibesarkan, dan
tanah ini jugalah yang akan menutup jasad kita kelak”.
Wakil dari peserta yang lain, Ria Utami,
ceritanya tak kalah seru. Gadis manis yang ditugaskan di Krayan Selatan itu tak
pernah menyangka kalau untuk menuju tempat tugasnya, dari Nunukan dia harus
menumpang pesawat kecil menuju bandara perintis Long Bawan.
Nama Krayan sudah
ada dalam kepalanya sebelum ada kepastian tempat tugas, lengkap dengan semua
‘cerita seram’ tentang tempat tersebut. Dia selalu berdoa semoga bukan Krayanlah
tempat dia ditugaskan. Namun kenyataan berkata lain.
Krayan adalah dunia baru
yang akan dihuninya selama setahun. Tak ada pilihan. Dengan perasaan tak
menentu, terbanglah dia bersama lima rekan lainnya menuju Krayan. Meski begitu,
Ria dan kawan-kawannya tak perlu berlama-lama untuk bisa beradaptasi dengan
segala keterbatasan yang ada.
Mandi, mencuci, mengambil air di sungai menjadi
keseharian yang dinikmatinya bersama anak-anak didik dan masyarakat setempat.
Listrik dan sinyal yang langka menjadi lagu-lagu indah yang menepiskan
kesedihan mereka. Lagi pula, kata Ria, Krayan menyediakan banyak kekayaan alam
yang membuat mereka tak perlu takut kelaparan. Daun pakis, beragam jamur, ikan
laut, kijang, landak, monyet, macan, musang, semua tersedia. Juga beras Krayan
yang sangat enak itu. Putih, kenyal, seperti mengandung jeli, begitu cerita
Ria.
Kecamatan Krayan memang merupakan penghasil beras terbesar di Kabupaten
Nunukan, yaitu beras adan, yang dihasilkan dari tanaman padi unggul organic. Beras
ini banyak dipasarkan ke Malysia dan Brunei. Krayan juga memiliki garam gunung
yang unik. Ya, garam gunung yang dihasilkan dari pengolahan sumur air bergaram,
bukan garam laut seperti yang biasa kita konsumsi. Krayan sendiri terletak di
bagian barat Kabupaten Nunukan dan berbatasan dengan Serawak, Malaysia. Jumlah
penduduknya sekitar 1.150 ribuan jiwa yang sebagian besar adalah penduduk asli
pedalaman Kalimantan yaitu Suku Dayak Lundayeh.
Saat giliran saya untuk memberi sambutan
sebagai wakil dari Unesa, saya menyampaikan harapan saya pada para peserta
SM-3T untuk terus menjaga passion
sebagai guru yang tidak hanya menjadikan profesi tersebut sebagai ajang mengais
rezeki. Guru yang mengispirasi adalah mereka yang mendedikasikan diri untuk
anak didik dan pendidikan dengan sepenuh hati.
Saya juga tegaskan pada bupati,
bahwa adanya kekurangan guru di daerah 3T, termasuk Kabupaten Nunukan, baik
dalam jumlah maupun kualifikasi, tak dipungkiri adanya. Namun berdasarkan
pengamatan saya setelah bertahun-tahun melakukan kunjungan di berbagai
kabupaten 3T, faktor penghambat terbesar dalam pembangunan pendidikan bukanlah
karena kekurangan guru atau terbatasnya sarana-prasarana atau kendala
geografis.
Faktor penghambat terbesar adalah etos kerja guru yang rendah. Ya.
Ditambah lagi dengan minimnya figur panutan. Kepala sekolah yang tidak
segan-segan mangkir dari tugas. Guru PNS dan bahkan sudah bersertifikat
pendidik yang tak merasa berdosa menelantarkan kelas dan anak didik. Artinya,
kendala terberat itu ada pada kultur, pada budaya. Dengan demikian, sosok
pemimpin yang ‘membumi’, yang bisa menjadi teladan, yang peduli pada
peningkataan kompetensi guru dan kinerja semua pelaku pendidikan, mutlak
diperlukan. Mengingat pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia yang
paling rasional untuk memangkas kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan
peradaban, maka tidak ada pilihan, kepala daerah harus benar-benar memberi
perhatian khusus pada percepatan pembangunan pendidikan di wilayahnya.
Pagi ini acara pelepasan Guru SM-3T Unesa
oleh Bupati Kabupaten Nunukan ditutup dengan penyerahan cindera mata, baik dari
bupati kepada Unesa dan GTK, maupun dari Unesa kepada bupati. Seperti biasa,
Unesa menyerahkan buku-buku sebagai kenang-kenangan. Buku yang berisi
kisah-kisah inspiratif pengalaman mengabdi selama mengemban tugas sebagai guru
SM-3T, yang ditulis oleh para peserta SM-3T angkatan sebelumnya. Harapan saya,
buku itu akan dibaca oleh bupati dan jajarannya, kepala dinas pendidikan dan
jajarannya, kepala sekolah dan guru-guru, dan bisa menjadi inspirasi bagi
mereka semua untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam mengemban tugas mengurus
pendidikan.
Nunukan, 21 Agustus 2017