Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Tampilkan postingan dengan label Organisasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Organisasi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 29 Mei 2012

Dengan BKP ke Kediri

Pagi ini pukul 05.00 saya sudah di kantor Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Jawa Timur, jalan Gayung Kebonsari. Seperti biasa, diantar mas Ayik. Pagi masih gelap, udara dingin, tapi di halaman kantor BKP, beberapa mobil sudah parkir. Saya melihat sebuah mobil bahkan sudah siap mau berangkat, entah menuju ke mana. Yang pasti menuju ke daerah, sebutan untuk kabupaten/kota, dalam rangka sosialisasi atau penggalian data atau identifikasi masalah ketahanan pangan (food security).

Hari ini kami akan ke Kabupaten Kediri. Kegiatannya adalah sosialisasi keamanan pangan (food safety). Dalam rombongan kami terdiri dari kabid Kewaspadaan Pangan BKP dan 4 orang staf termasuk driver, saya, dan Dr. Merryana Adriani, dosen dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair. Kegiatan sosialisasi direncanakan dilaksanakan di kantor Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Kediri.

Saya dan bu Merry, adalah pasangan setia sejak bertahun-tahun, lebih dari sepuluh tahun. Kami sering tandem dalam berbagai kegiatan terkait dengan ketahanan pangan, mulai dari identifikasi daerah rawan pangan, sosialisasi diversifikasi pangan lokal, peningkatan mutu dan keamanan pangan olahan, dan, yang paling sering, adalah sosialisasi keamanan pangan, baik pangan segar maupun olahan. Kadang-kadang, kalau tidak dengan bu Merry, saya ditandemkan dengan Prof. Dr. Bambang Wirdjatmadi, yang juga adalah suami bu Merry, dosen, dokter spesialis, sekaligus ahli gizi yang cukup diperhitungkan di skala nasional, dari Unair juga.

Dibanding dengan kegiatan-kegiatan yang sering saya ikuti di Jakarta atau di kota-kota besar yang lain, yang tentu saja dengan menginap di hotel berbintang, bekerja di dalam ruangan mulai dari pagi hingga malam, kembali bekerja lagi dari pagi hingga malam, saya lebih menyukai kegiatan-kegiatan ke daerah semacam ini. Bekerja di hotel membuat badan saya sakit semua setibanya di rumah, jadi kadang-kadang musti dikeroki.... 'Nggetu' di depan laptop berjam-jam, terpapar AC sepanjang waktu, membuat kepala pusing dan masuk angin (maklum, orang udik). Sejak beberapa tahun ini, saya sengaja mengurangi kegiatan-kegiatan semacam itu, kecuali yang memang saya menjadi penanggung jawab, atau setidaknya saya menganggap kegiatan itu penting dan saya harus ada di dalamnya.  

Pergi ke daerah membuat saya merasa lebih 'asli'. Saya menyukai jalan-jalannya yang sempit dan berkelok-kelok, naik-turun, dengan pemandangan alam yang beragam: sawah, kebun, gunung, lembah, laut, padi, jagung, buah-buahan, dan orang-orangnya yang lugu, ramah, bersahaja. Ketika pergi ke daerah rawan pangan, saya suka masuk ke rumah-rumah penduduk, melihat dapurnya, menengok apa yang mereka makan. Berbincang dengan orang-orang tua dan anak-anak yang tubuhnya kurus kering dan lusuh itu, dan mencoba menghayati kemiskinan mereka. Ketika mengunjungi home industry, saya selalu menunggui proses produksi mereka, menanyai dari mana mereka mendapatkan modal, seperti apa SDM-nya, kondisi peralatan produksinya, pemasarannya, dan omzetnya. Tentu saja pada kesempatan itu juga, saya, dengan lagak seorang ahli teknologi pangan, memberi saran-saran pada mereka untuk meningkatkan teknologi proses dan pengemasannya. Juga, yang  terutama menjadi concern saya, terkait dengan sanitasi dan keamanan pangannya.

Banyak pengalaman menarik yang saya peroleh dari kegiatan turun ke daerah seperti itu. Banyak hal baru yang seringkali membuat saya jengah, betapa begitu banyak hal yang saya tidak tahu dan harus mencari tahu. Sesungguhnya ketika seseorang sedang mengajar, dia belajar. Ketika saya 'mengajari' para petugas ketahanan pangan, pemilik home industry, atau para penyuluh dan kader gizi itu; sesungguhnya saya juga sedang belajar begitu banyak hal dari mereka....

OTW ke Kediri, 30 Mei 2012

Wassalam,
LN

Kamis, 17 Mei 2012

Dari Ratu Gurih sampai Gogos


Empat hari di Makassar, dalam rangka mengikuti Konvensi Nasional Aptekindo dan International Seminar on TVET, kami dimanjakan dengan beragam makanan khas kota anging mamiri ini. Hari pertama, dari Bandara Sultan Hasanuddin, kami dijemput bus panitia, yang terdiri dari dosen dan mahasiswa UNM. UNM menjadi tuan rumah dalam kegiatan tahun ini. Panitia yang ramah, hangat, bersahabat. Jauh dari kesan brutal dan beringas yang sering ditayangkan di berbagai stasiun TV dan media cetak, ketika meliput para mahasiswa Makassar bertindak anarkis dalam tawuran antar mahasiswa atau dalam demo-demo menentang kebijakan kampus dan pemerintah.

Dari bandara, kami langsung dibawa menuju restoran Ratu Gurih. Ibu Juhrah, PD 2 FT, yang asli Bugis, ternyata sudah memesan sebelumnya, dibantu dengan saudara-saudaranya yang memang tinggal di Makassar. Hidangan sudah tertata di atas tiga deret meja panjang, di lantai dua restoran itu.  Hidangan serba hasil laut. Ada baronang, kerapu, kepiting, cumi-cumi, dan udang. Ada yang digoreng, dibumbu asam manis, digoreng krispi, dibakar tanpa bumbu dan berbumbu. Ada juga beberapa pinggan ayam goreng, tentu saja ayam kampung, yang digoreng empuk. Disediakan untuk kita yang tidak mengonsumsi ikan, atau tidak suka ikan.  Juga beberapa mangkuk sayur asam dan tumis kangkung yang menggugah selera. Dan, selalu, adalah otak-otak khas Makassar yang kenyal dengan sambalnya yang lezat.

Dari restoran Ratu Gurih, kami ke hotel, mandi, bersiap untuk mengikuti acara pembukaan. Pak Mendikbud, yang dijadwalkan membuka acara, ternyata tidak hadir. Beliau diwakili Wamendikbud. Acara berlangsung dengan lancar, dalam suasana yang meriah, hangat, dilengkapi dengan suguhan kesenian khas Makassar. Namun hidangan makan malamnya, yang sebenarnya sangat beragam, berlimpah dan mewah, standar hotel. Mulai dari appetizer, main course, sampai dessert, tidak ada yang spesial. Standar.

Hari kedua, sesi demi sesi kami lalui dengan baik. Prof. Muchlas datang setelah sesi pertama berakhir, langsung dari Surabaya. Setelah beramah-tamah sebentar dengan panitia dan para sahabat serta 'penggemar', beliau ngumpet di meja panitia. Rupanya beliau belum selesai mempersiapkan power point untuk presentasi di kelompok empat nanti sore. Ketika sesi pak Fasli Jalal, pak Muchlas sudah bergabung di ruang sidang pleno, dan beliau sempat sms saya, supaya saya bisa mendapatkan file power point materi pak Fasli, yang memang sangat bagus dan penting.

Malamnya, panitia membawa kami ke auditorium UNM. Hujan deras menyambut kedatangan kami di kampus yang dulunya bernama IKIP Ujungpandang itu. Banjir sampai di atas mata kaki memaksa kami harus melepas sepatu ketika turun dari bus, masuk ke teras auditorium. Setelah mencuci kaki dan mengenakan sepatu kami kembali, kami masuk ke ruang besar auditorium yang di dalamnya sudah penuh makanan khas Makassar. Coto Makasar, sop sodara, sop konro, mie titi, otak-otak, dan buras. Benar-benar 'sumbut' dengan hujan dan banjir yang harus kami terjang demi mencapai tempat ini. Sambil menikmati makan malam yang semuanya 'kelas berat' itu, kami dihibur dengan penyanyi-penyanyi dadakan yang diiringi musik electone.

Hari ketiga, setelah makan pagi dengan menu standar hotel, kami mengikuti acara yang dibagi dalam beberapa forum: jurusan, dekan, dan guru besar. Kami dimanjakan lagi dengan kue-kue khas Makassar yang legit: barongko, kue nangka, talam, dan banyak kue-kue manis yang lain. Benar-benar manis dan legit. Sebenarnya saya tidak terlalu suka manis, tetapi demi sebuah 'petualangan', saya mencoba hampir semua kue yang disajikan.
 

Selesai acara penutupan, dilanjutkan dengan acara rekreasi. Panitia menyediakan beberapa bus untuk mengangkut sekitar 300 orang peserta konvensi, untuk mengunjungi beberapa objek wisata di Makassar, dua di antaranya adalah Benteng Rotterdam dan Bantimurung. Karena kedua tempat wisata itu baru saja saya kunjungi tiga minggu yang lalu, saya memilih tidak ikut. Apalagi Prof. Ardi, ketua LPM UNM, menawari saya dengan 'setengah memaksa', supaya saya ikut saja dengan beliau. Maka melajulah saya dan Prof. Ardi, dengan mobil dinas beliau, dan pak Cung, driver LPM, menuju Lae-Lae. Kerapu, baronang, telur ikan, cumi-cumi, menjadi santap siang kami bertiga. Tentu saja, sebelum semua makanan yang kami pesan itu tiba, selalu, otak-otak menjadi makanan pembukanya. Kata Prof. Ardi, otak-otak harus dihabiskan dulu sebelum kami makan nasi, karena kalau sudah makan nasi, otak-otak sudah tidak lezat lagi.

Keluar dari Lae-Lae, sekali lagi, Prof. Ardi memaksa saya untuk membeli oleh-oleh. Sebotol minyak tawon, dua botol minyak kayu putih, beberapa snack khas Makassar, beliau hadiahkan untuk saya. Sebenarnya beliau meminta saya untuk mengambil apa yang saya suka, tapi saya menolaknya. Saya menyerahkan pada 'kebijaksanaan' beliau.

Selepas maghrib, Dr. Hazaruddin, dosen PGSD UNM, menelepon saya. Beliau, diantar putranya, sedang meluncur ke Adhyaksa, hotel tempat saya menginap. Pak Hazar adalah teman saya di S3 UM. Setelah ngobrol sebentar di Adhyaksa, kami memutuskan untuk meluncur ke hotel Panakukang. Ada teman S3 kami juga di sana, yaitu Dr. Ridwan, dari UNP.
 

Maka bertemulah kami sebagaimana teman lama bertemu. Kembali mengenang masa-masa kuliah dengan segala suka dukanya. Pak Hazar dan Pak Ridwan adalah mahasiswa paling rajin di kelas kami yang hanya terdiri dari tujuh orang. Ya, karena selama kuliah, mereka menetap di Malang, pulang ke kampung halaman hanya kalau penting saja, bahkan liburan semester pun lebih banyak mereka habiskan di Malang. Sementara kami berlima adalah penduduk Malang dan sekitarnya. Tiga dari Malang, satu dari Kediri, dan satu lagi adalah saya sendiri. Yang paling sering mbolos adalah saya. Tapi, kata pak Ridwan, meskipun saya tukang mbolos, saya tidak pernah telat mengumpulkan tugas, dan bersama pak Hazar, saya lulus paling cepat di antara teman-teman yang lain.  Bahkan untuk beberapa matakuliah yang menjadi momok, salah satunya adalah Psikologi Lanjut yang diajar Prof. Raka Joni, banyak yang tidak lulus, tapi saya mendapat nilai A. Sekarang, pengalaman-pengalaman itu menjadi cerita yang menggelikan untuk dikenang bersama.

Tidak puas hanya bercengkerama di lobi, kami meluncur dengan mobil pak Hazar menuju Pantai Losari. Apa lagi yang dicari kalau bukan pisang epek? Jajanan yang bagi saya tidak terlalu spesial itu memang menjadi makanan khas Pantai Losari, yang menurutku, pantainya juga tidak terlalu spesial. Kotor, kurang terawat, dan pengamennya itu....  Namun karena hati sedang bergembira, ditambah dengan semilir angin pantai yang sejuk, pisang epek rasa durian yang kami pesan terasa begitu nikmat. Putra pak Hazar, Adi namanya, begitu cekatan melayani kami, dan dia nampaknya ingin ayahnya benar-benar menikmati kebersamaan bersama teman-teman lamanya ini.   
 

Pagi harinya, saya kembali bergabung dengan teman-teman dari Unesa. Selepas shubuh, dipimpin oleh ibu Juhrah, kami sudah berkumpul di lobi. Tujuan kami pagi ini adalah Pantai Losari. Meskipun semalam saya sudah ke sana, tetapi demi kebersamaan, saya bergabung. Lagi pula, ada yang ingin saya cari. Gogos. Makanan ini  terbuat dari beras ketan hitam atau putih yang dimasak dan dikemas mirip lemper (tapi tanpa isi), dimakan dengan telur asin dan sambal. Yang spesial menurut saya adalah telur asinnya. Kuning telurnya berwarna oranye dan masir. Rasa asinnya pas sekali. Maka ketika pagi itu teman-teman sarapan bubur ayam atau nasi kuning, saya dan beberapa teman menikmati gogos.

Selepas dari Pantai Losari, meluncurlah kami ke pusat oleh-oleh, namanya toko Ibu Elly. Sasarannya adalah otak-otak, sirup markisa, dan sirup pisang (DHT). Tiga komoditi itu memang selalu menjadi oleh-oleh wajib kalau saya pergi ke Makassar. Arga hobi makan otak-otak, mas Ayik suka sirup markisa, dan saya memerlukan sirup pisang yang merah segar itu untuk membuat es palubutung. Es palubutung buatan saya sangat disukai Arga dan bapaknya. Suatu ketika, ada acara makan bersama di jurusan PKK, saya membuat es palubutung untuk hidangan penutupnya. Nampaknya, teman-teman juga menyukainya.
 

Empat hari di Makassar. Empat hari yang padat. Bertemu banyak orang hebat, mendulang banyak pengetahuan dan wawasan baru, dan membangun jaringan. Empat hari, dari Ratu Gurih, Lae-Lae, Pisang Epek, dan Gogos.

Makassar, 3-6 Mei 2012
   
 
LN

Kamis, 03 Mei 2012

Konvensi Aptekindo

Landing di Sultan Hasanuddin Airport pada 12.40 WIT. Ada 34 orang dalam rombongan Unesa. Dua orang dari Prodi S2 PTK (saya dan Dr. IGP Asto), selebihnya adalah pejabat di lingkungan FT, mulai dari dekan, semua pembantu dekan, kajur dan jajarannya. 

Hari ini sampai tanggal 6 Mei nanti, kami akan mengikuti Konvensi Nasional ke-6 Aptekindo (Asosiasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan) dan Temu Karya ke-17 FT/FPTK-JPTK se-Indonesia. Selain konvensi dan temu karya, kegiatan ini juga dipadukan dengan seminar internasional TVET (Technical and Vocational Education and Training). Konvensi Aptekindo dan Temu Karya ini merupakan kegiatan dua tahunan. Lokasi penyelenggaraanya bergiliran dari satu kota ke kota yang lain, dengan panitia gabungan dari berbagai perguruan tinggi yang menjadi anggotanya. 

Tadi, di pesawat, saya duduk berdampingan dengan bu Lusia Rahmawati, sekjur PTE,  masih muda dan manis. Sebelah kanan saya adalah Dr. Soerjanto, mas Kaha. Lama sekali saya tidak pernah ngobrol dengan mas Soer. Maka kesempatan tadi saya manfaatkan untuk saling berkabar. Terutama menanyakan kondisi kesehatan istri beliau, yang kabarnya sedang sakit. Dari cerita mas Soer, sakit istrinya nampaknya cukup serius. Doa saya, semoga ibu Soerjanto segera diberikan kesembuhan, kesehatannya membaik dan pulih, sehingga bisa terus mendampingi suami dan putra-putri tercinta.

Kembali ke konvensi Aptekindo.  Acara hari pertama ini nanti, tentu saja, adalah opening ceremony. Bertempat di Hall Clarion Hotel, kami akan beramah tamah dalam welcome party-gala dinner pada pukul 18.00. Diteruskan dengan sambutan-sambutan, mulai dari Dekan FT UNM selaku ketua panitia, Drs. Ganefri, P.hD selaku ketua panitia, rektor UNM, gubernur Sulawesi Selatan, dan ditutup dengan sambutan dari Mendikbud yang sekaligus akan membuka acara secara resmi. Tentu saja, diiringi dengan pagelaran seni, salah satunya adalah tari tonkonan dari Tana Toraja. Tonkonan adalah miniatur rumah Toraja. 

Besok, hari kedua, adalah sesi panel. Beberapa pembicaranya adalah Prof. Dr. Supriadi Rustad (Dir Ditendik, Dikti), Surya Dharma, M.Pd, P.hD (Direktur P2TK Dikmen), Prof. Ir. Illah Sailah (Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Dikti Kemdikkbud), dan Ir. Anang Tjahyono, M.T (Direktur Pembinaan SMK). Setelah makan siang, sesi panel dilanjutkan lagi, dengan pembicara meliputi Michio Horiguchi (Silver Expert JICA Japan), Prof. Dr. Nor Aisyah Buang (Universitas Kebangsaan Malaysia), Prof. Dr. Ruhizan (pakar IT dan Pendidikan Kejuruan Malaysia), dan Jack Brain (TVET Expert). 

Setelah sesi panel, masuklah sesi pararel. Ada lima kelompok pada sesi ini, tiap kelompok membahas subtema yang berbeda. Pada tiap kelompok ditampilkan 6 makalah terpilih. Makalah saya, berjudul 'The Teaching and Learning of Home Economics with Problem-Based and Character-Based Learning Models', terpilih untuk ditampilkan di kelompok tiga. Thanks, Mbak Sirikit, telah membantu menterjemahkan makalah saya.....

Makassar, 3 Mei 2012

Wassalam,  
LN

Selasa, 28 Februari 2012

Himapala Unesa, Ajang Pengembangan Karakter

Luthfiyah Nurlaela

Sejarah Himapala
            Istilah pecinta alam, di luar negeri disebut aktivis lingkungan, merujuk pada sekelompok anak muda yang suka berpetualang, naik gunung, lintas hutan, dan beberapa aktivitas di alam yang lain, termasuk di dalamnya adalah aktivitas yang mencerminkan adanya kepedulian pada kelestarian alam. Penghijauan, pengelolaan sampah, konservasi alam, dan sebagainya, adalah sebagian kecil kegiatan kepecinta alaman.
            Konsep pecinta alam dicetuskan oleh Soe Hok Gie pada tahun 1964. Gie sendiri meninggal pada tahun 1969 karena menghirup gas beracun Gunung Semeru. Pada awalnya, gerakan pecinta alam merupakan gerakan murni perlawanan sipil atas invansi militer, dengan doktrin militerisme-patriotik.

"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi (kemunafikan) dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung" (Soe Hok Gie - Catatan Seorang Demonstran).

Era pecinta alam sesudah meninggalnya Soe Hok Gie ditandai dengan adanya ekspedisi besar-besaran. Selanjutnya pada era 1969 – 1974 merupakan era antara masa kematian Gie dan munculnya Kode Etik Pecinta Alam . Tatanan baru dalam dunia kepecinta-alaman muncul dengan disahkannya Kode Etik Pecinta Alam pada Gladian IV di Ujungpandang, 24 Januari 1974. Pada saat itu di Barat juga sudah dikenal 'Etika Lingkungan Hidup Universal' yang disepakati pada 1972. Era ini menandakan adanya suatu babak monumental dalam aktivitas kepecinta alaman Indonesia dan perhatian pada lingkungan hidup di negara-negara industri. Lima tahun setelah kematian Gie, telah muncul suatu kesadaran untuk menjadikan pecinta alam sebagai aktivitas yang teo-filosofis, beretika, cerdas, manusiawi/humanis, pro-ekologis, patriotisme dan anti - rasial (Anonim, 2012).
Dalam 'Etika Lingkungan Hidup Universal' ada tiga hal yang merupakan prinsip dasar dalam kegiatan petualangan yaitu: “Take nothing but picture, leave nothing but footprint, kill noting but time”.  Sejalan dengan hal tersebut, dalam Kode Etik Pecinta Alam Indonesia disebutkan: 1) Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa; dan 2) Pecinta alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam sebagai makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam (Himapala) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), sebagai salah satu dari puluhan, bahkan ratusan perhimpunan pecinta alam di tanah air, memiliki sejarahnya sendiri, meskipun tidak terlepas dari sejarah pecinta alam di Indonesia. Oleh karena adanya kecintaan terhadap alam yang terwujud dalam berbagai kegiatan di tengah alam, sekelompok mahasiswa IKIP Surabaya (sekarang Unesa), pada tanggal 13 Januari 1978 mendirikan sebuah organisasi yang bernama Himpunan Mahasiswa Pencinta Alam Keluarga Mahasiswa IKIP Surabaya (disingkat Himapala KM IKIP Surabaya).
Jauh sebelum Himapala berdiri, embrio Himapala sudah ada saat bendera Dewan Mahasiswa (DEMA) masih tegar berdiri di bumi kampus IKIP Surabaya. Tepatnya pada penghujung 1977, sekelompok Mahasiswa IKIP yang mempunyai kesamaan hobi mendaki gunung, mempunyai ide membentuk suatu wadah organisasi yang dapat menampung segala kegiatan di alam bebas. Ide tersebut diajukan kepada DEMA untuk mendapat perlindungan dan nasehat untuk pembentukan selanjutnya.
Sebagai tindak lanjut dari usulan tersebut, dibentuklah sebuah tim yang terdiri dari 12 orang untuk menyiapkan pembentukan organisasi. Tim tersebut adalah Heru Nooryanto, Fatah Hadi Susanto, Ram Surya Wahono, Bambang, Arethank, Wahyu Choirot, Ahli Budi, M. Tis Amin, Hadi Purnomo, Mulyono serta Sigit Satata. Setelah tim terbentuk, mulailah tim bekerja untuk membuat proposal dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Setelah melalui proses yang agak panjang dan melelahkan, akhirnya pada tanggal 10 Januari 1978, AD/ART selesai dan ditandatangani oleh tim 12 tersebut. Dalam AD/ART tercantum bahwa nama organisasi adalah Himapala KM IKIP Surabaya. Namun sebelum nama ini ditetapkan, organisasi tersebut diusulkan bernama GMPA (Gerakan Mahasiswa Pencinta Alam). Karena pada saat itu mahasiswa dihadapkan pada problema kelesuan politik, dikhawatirkan nama tersebut berbau borjuis yang nantinya ditafsirkan sebagai organisasi politik. Walaupun AD/ART sudah jadi, Himapala belum bisa dikatakan berdiri karena pada saat itu proposal belum ditandatangani ketua DEMA sebagai pelindung.
Peristiwa yang menandai berdirinya Himapala adalah Pataka, yaitu berjalan dari ketinggian 0 meter di atas laut (mdpl) sampai ketinggian 3129 mdpl di puncak Gunung Welirang. Pelarungan bendera Pataka dilaksanakan pada tanggal 10 Januari 1978. Setelah melalui upacara dengan khidmat sekitar pukul 24.00 WIB, tim mulai berjalan dari Pantai Kenjeran menuju puncak gunung Welirang. Tepat pukul 13.00 WIB tanggal 13 Januari 1978, berkibarlah bendera pataka dipuncak Gunung Welirang diiringi lagu syukur yang menandai lahir dan berdirinya Himapala. Pada akhir pelaksanaan Pataka tersebut proposal ditandatangani oleh ketua DEMA Heru Noorjanto, dan lengkaplah kelahiran bayi Himapala di bumi kampus IKIP Surabaya.


Aktivitas Himapala
            Saat terbentuk, Himapala masih berupa badan semi otonom di bawah naungan DEMA IKIP Surabaya. Setelah periode DEMA dihapus dari peredaran kampus karena permasalahan politik yang bergejolak,  yang diwarnai dengan maraknya aksi mahasiswa turun ke jalan menjelang Sidang Umum MPR pada Maret 1978, maka kehidupan diperbaharui dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tanggal 19 April 1978 Nomor 0156/U/91778 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), serta tanggal 24 Februari 1978 No. 037/U/1979 tentang bentuk susunan organisasi kemahasiswaan di lingkungan perguruan tinggi. Berdasar SK Mendikbud tanggal 24 September 1980 Nomor 0230/U/1980 tentang pedoman umum organisasi dan keanggotaan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) universitas dan institut negeri yang disebut periode NKK/BKK, maka Himapala merupakan badan otonom yang bertanggung jawab langsung kepada Rektor. Lingkup kegiatan adalah menampung seluruh kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas kepencinta alaman.
            Aktivitas Himapala tertuang dalam program kerja tahunan, yang terbagi menjadi program kerja rutin dan insidental. Program kerja rutin antara lain adalah: 1) Latihan Keterampilan dan Kepemimpinan Himapala (LKKH) dalam rangka perekrutan anggota baru dan pengembangan keterampilan dan kepemimpinan anggota baru, 2) Musyawarah Anggota dalam rangka melakukan reformasi Badan Pengurus Harian (BPH) Himapala, 3) Program Unggulan, misalnya Program Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), 4) Ekspedisi, dan 5) Silaturahim Himapala dalam bentuk reuni atau halal bi halal. Sedangkan program insidentil, misalnya berupa: 1) Peringatan Hari Bumi dan Hari Lingkungan, 2) Pengelolaan sampah, dan 3) Penyusunan otobiografi Himapala.
            Tidak hanya berkecimpung di dunia outdoor sport, himapala unesa juga mengambil bagian di bidang sosial salah satunya dengan kegiatan Pekan Pengabdian Masyarakat (PPM). PPM adalah program unggulan Himapala Unesa yang dilangsungkan tiap tahun. Kegiatan tersebut bertujuan agar para anggota Himapala mempunyai rasa tanggung jawab dan jiwa pengabdian, serta dapat berperan aktif di masyarakat. Tanggal 24 Juni 2010 yang lalu, misalnya, dalam rangka PPM, Himapala bekerja sama dengan BSMI Surabaya dan YDSF (Yayasan dana Sosial Al Falah) memberikan pelayanan medis dan penyerahan paket susu bagi warga Desa Douro Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Beberapa kegiatan yang lain dalam rangka PPM ini adalah:  membantu mengajar di TPQ; membimbing kelompok belajar untuk siswa SD; pelatihan seni tari, baca pusi dan tartil; outbond dan flying fox, electri fun, puzel, spider wap; dan berbagai lomba untuk siswa SD dan pemuda. Untuk ibu-ibu PKK diberikan pelatihan daur ulang sampah plastik yang pematerinya langsung dari dosen biologi Unesa, tentu saja dibantu oleh para anggota Himapala sendiri; papanisasi, pembibitan lele, pelatihan servis dan servis gratis dari UPM Unesa.
Pada kesempatan lain, Himapala mengajak seluruh sivitas akademika dan masyarakat umum untuk peduli pada lingkungan. Dalam rangka mengurangi efek pemanasan global, maka bertepatan dengan Hari Bumi, Senin 25 April 2011 yang lalu, Himapala mencanangkan agenda yang bertema “Satu Hari Tanpa Asap.”
Tentu saja banyak aktivitas lain yang telah mewarnai Himapala sejak awal berdirinya. Beberapa aktivitas sekaligus prestasi tersebut antara lain adalah: 1) Ekspedisi pulau tidak berpenduduk di Nusa Barung, Long March Rute Anyer- Panarukan (1982); 2) Penelitian Gua II (Juara II dalam lomba karya tulis ilmiah Nasional) (1986); 3) Tour de East java Mountain (Welirang, Arjuno, Semeru, Bromo, Ijen dan Raung) (1987); 4) Pemandu pemanjat dunia Prancis (Patrick Berhault) di Tebing Lingga (1988); 5) Penelitian Goa Pongangan Gresik (1988); 6) Pendakian Gunung bersalju Cartenz Pyramide Irian Jaya (1989); 7) Penelitian Pengangkatan Air Gua Suling Pacitan (1992);  8) Lomba peranserta masyarakat dalam KSDA dan lingkungan Hidup Tingkat Nasional (Juara I) (1993); 9) Lomba perahu karet (HUT KODIKAL) (Juara) (1995); 10) lomba Arung Brantas Kediri s/d Surabaya HARDIKAL (Juara I) (1997); 11) Panitia Gladian nasional XII Pencinta Alam Indonesia (2001); 12) Penghijauan kaki gunung Penaggungan (2003); 13) Pusat informasi Daerah (PID) Mapala Jatim periode 2005-2006; 14) Triangle Ekspedition (ekspedisi 3 divisi; caving, KSDAH, rock climbing); dan 15) Expedisi Malang selatan (Panjat Tebing dan Susur Gua).

Sarat dengan karakter
            Sebagai salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Unesa, Himapala merupakan ajang untuk mengembangkan karakter mahasiswa. Melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, anggota Himapala tidak hanya dituntut kuat secara fisik, namun yang lebih penting adalah mentalnya. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara mandiri sekaligus bekerja sama, kemampuan untuk bisa memimpin diri sendiri sekaligus memimpin orang lain, sikap peduli dan setia kawan, serta keberanian untuk berkompetisi sekaligus berkolaborasi, merupakan nilai-nilai karakter yang senantiasa terus dikembangkan.
          Nilai-nilai karakter tersebut sebenarnya telah tertuang dalam lambang Himapala. Nilai-nilai karakter yang diharapkan akan mewarnai setiap anggotanya.
Makna dari lambang tesebut adalah: (1) Unsur kepencintaalaman digambarkan dengan mata angin berwarna merah putih yang berkesan tajam dan kaku, menunjukkan arah dan tujuan Himapala yang dijiwai oleh keberanian dan kebenaran; 2) Unsur Unesa digambarkan dengan sayap berkembang yang merupakan unsur dominan dari lambang Unesa, berwarna kuning emas dan berkean luwes karena lekukan–lekukan sayapnya, berjumlah sembilan dari tiap sisinya yang terdiri empat sayap besar dan lima sayap kecil, yang mengandung makna berkembang dengan semangat proklamasi tahun 1945 dan berdasarkan keluhuran budi, yang merupakan arti dari warna kuning; 3) Perpaduan antara kedua unsur tersebut saling berkait dengan erat sehingga kesan tajam dan kaku dari mata terpadu dengan sayap terkembang yang berkesan lembut dan luwes, menjadi paduan yang harmonis. Dari perpaduan tersebut bisa diartikan: dengan dilandasi keluhuran budi, semangat proklamasi dan dijiwai oleh keberanian dan kebenaran, kita kembangkan Himapala mencapai tujuan.
Sedangkan permaknaan dari mata angin sebagai tujuan Himapala adalah sebagai berikut: Secara harfiah, mata angin adalah petunjuk arah dan telah diketahui bersama bahwa arah ke atas menunjukkan arah utara, arah ke bawah menunjukkan arah selatan, sedangkan arah ke kanan untuk arah timur, ke kiri untuk arah barat. Namun dalam lambang ini maknanya adalah sebagai berikut: 1) Arah ke atas mengandung makna: meningkatkan kualitas anggota dalam rangka mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan menjunjung tinggi almamater; 2) Arah ke samping kiri dan kanan mengandung makna: mengembangkan pribadi, potensi, kreativitas, keilmuan dan budaya mahasiswa agar berperan aktif dan positif demi darma baktinya pada masyarakat dan negara; mengembangkan dan meningkatkan persatuan dan kesatuan serta rasa kekeluargaan terhadap sesama pencinta alam khususnya, dan masyarakat pada umumnya; 3) Arah ke bawah mengandunga makna: melestarikan alam semesta dan memupuk cinta tanah air.
Berdasarkan gambaran tentang aktivitas Himapala serta makna lambang Himapala, jelaslah bahwa Himapala Unesa memberi perhatian yang penting pada pengembangan karakter, sejak awal berdirinya. Hal tersebut juga tergambar pada Kode Etik Himapala, meliputi: 1) Bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa; 2) Menjunjung tinggi nama almamater; 3) Mempunyai rasa solidaritas terhadap sesama pecinta alam; 4) menghormati adat-istiadat setempat; dan 5) Mencintai alam semesta.(*)

Bahan Bacaan:



Anonim. 2010. Baksos Himapala Unesa BSMI Surabaya hingga ke Jombang. http://bsmisurabaya.or.id/baksos-himapala-unesa-bsmi-surabaya-hingga-ke-jombang


Tim Penyusun. 2011. Materi LKKH 2011. Tidak diterbitkan.

Tim Penyusun. 2011. Laporan Pertanggungjawaban Badan Pengurus Harian Periode 2011 Himapala Unesa. Tidak diterbitkan.