Pages

Kamis, 17 Mei 2012

Dari Ratu Gurih sampai Gogos


Empat hari di Makassar, dalam rangka mengikuti Konvensi Nasional Aptekindo dan International Seminar on TVET, kami dimanjakan dengan beragam makanan khas kota anging mamiri ini. Hari pertama, dari Bandara Sultan Hasanuddin, kami dijemput bus panitia, yang terdiri dari dosen dan mahasiswa UNM. UNM menjadi tuan rumah dalam kegiatan tahun ini. Panitia yang ramah, hangat, bersahabat. Jauh dari kesan brutal dan beringas yang sering ditayangkan di berbagai stasiun TV dan media cetak, ketika meliput para mahasiswa Makassar bertindak anarkis dalam tawuran antar mahasiswa atau dalam demo-demo menentang kebijakan kampus dan pemerintah.

Dari bandara, kami langsung dibawa menuju restoran Ratu Gurih. Ibu Juhrah, PD 2 FT, yang asli Bugis, ternyata sudah memesan sebelumnya, dibantu dengan saudara-saudaranya yang memang tinggal di Makassar. Hidangan sudah tertata di atas tiga deret meja panjang, di lantai dua restoran itu.  Hidangan serba hasil laut. Ada baronang, kerapu, kepiting, cumi-cumi, dan udang. Ada yang digoreng, dibumbu asam manis, digoreng krispi, dibakar tanpa bumbu dan berbumbu. Ada juga beberapa pinggan ayam goreng, tentu saja ayam kampung, yang digoreng empuk. Disediakan untuk kita yang tidak mengonsumsi ikan, atau tidak suka ikan.  Juga beberapa mangkuk sayur asam dan tumis kangkung yang menggugah selera. Dan, selalu, adalah otak-otak khas Makassar yang kenyal dengan sambalnya yang lezat.

Dari restoran Ratu Gurih, kami ke hotel, mandi, bersiap untuk mengikuti acara pembukaan. Pak Mendikbud, yang dijadwalkan membuka acara, ternyata tidak hadir. Beliau diwakili Wamendikbud. Acara berlangsung dengan lancar, dalam suasana yang meriah, hangat, dilengkapi dengan suguhan kesenian khas Makassar. Namun hidangan makan malamnya, yang sebenarnya sangat beragam, berlimpah dan mewah, standar hotel. Mulai dari appetizer, main course, sampai dessert, tidak ada yang spesial. Standar.

Hari kedua, sesi demi sesi kami lalui dengan baik. Prof. Muchlas datang setelah sesi pertama berakhir, langsung dari Surabaya. Setelah beramah-tamah sebentar dengan panitia dan para sahabat serta 'penggemar', beliau ngumpet di meja panitia. Rupanya beliau belum selesai mempersiapkan power point untuk presentasi di kelompok empat nanti sore. Ketika sesi pak Fasli Jalal, pak Muchlas sudah bergabung di ruang sidang pleno, dan beliau sempat sms saya, supaya saya bisa mendapatkan file power point materi pak Fasli, yang memang sangat bagus dan penting.

Malamnya, panitia membawa kami ke auditorium UNM. Hujan deras menyambut kedatangan kami di kampus yang dulunya bernama IKIP Ujungpandang itu. Banjir sampai di atas mata kaki memaksa kami harus melepas sepatu ketika turun dari bus, masuk ke teras auditorium. Setelah mencuci kaki dan mengenakan sepatu kami kembali, kami masuk ke ruang besar auditorium yang di dalamnya sudah penuh makanan khas Makassar. Coto Makasar, sop sodara, sop konro, mie titi, otak-otak, dan buras. Benar-benar 'sumbut' dengan hujan dan banjir yang harus kami terjang demi mencapai tempat ini. Sambil menikmati makan malam yang semuanya 'kelas berat' itu, kami dihibur dengan penyanyi-penyanyi dadakan yang diiringi musik electone.

Hari ketiga, setelah makan pagi dengan menu standar hotel, kami mengikuti acara yang dibagi dalam beberapa forum: jurusan, dekan, dan guru besar. Kami dimanjakan lagi dengan kue-kue khas Makassar yang legit: barongko, kue nangka, talam, dan banyak kue-kue manis yang lain. Benar-benar manis dan legit. Sebenarnya saya tidak terlalu suka manis, tetapi demi sebuah 'petualangan', saya mencoba hampir semua kue yang disajikan.
 

Selesai acara penutupan, dilanjutkan dengan acara rekreasi. Panitia menyediakan beberapa bus untuk mengangkut sekitar 300 orang peserta konvensi, untuk mengunjungi beberapa objek wisata di Makassar, dua di antaranya adalah Benteng Rotterdam dan Bantimurung. Karena kedua tempat wisata itu baru saja saya kunjungi tiga minggu yang lalu, saya memilih tidak ikut. Apalagi Prof. Ardi, ketua LPM UNM, menawari saya dengan 'setengah memaksa', supaya saya ikut saja dengan beliau. Maka melajulah saya dan Prof. Ardi, dengan mobil dinas beliau, dan pak Cung, driver LPM, menuju Lae-Lae. Kerapu, baronang, telur ikan, cumi-cumi, menjadi santap siang kami bertiga. Tentu saja, sebelum semua makanan yang kami pesan itu tiba, selalu, otak-otak menjadi makanan pembukanya. Kata Prof. Ardi, otak-otak harus dihabiskan dulu sebelum kami makan nasi, karena kalau sudah makan nasi, otak-otak sudah tidak lezat lagi.

Keluar dari Lae-Lae, sekali lagi, Prof. Ardi memaksa saya untuk membeli oleh-oleh. Sebotol minyak tawon, dua botol minyak kayu putih, beberapa snack khas Makassar, beliau hadiahkan untuk saya. Sebenarnya beliau meminta saya untuk mengambil apa yang saya suka, tapi saya menolaknya. Saya menyerahkan pada 'kebijaksanaan' beliau.

Selepas maghrib, Dr. Hazaruddin, dosen PGSD UNM, menelepon saya. Beliau, diantar putranya, sedang meluncur ke Adhyaksa, hotel tempat saya menginap. Pak Hazar adalah teman saya di S3 UM. Setelah ngobrol sebentar di Adhyaksa, kami memutuskan untuk meluncur ke hotel Panakukang. Ada teman S3 kami juga di sana, yaitu Dr. Ridwan, dari UNP.
 

Maka bertemulah kami sebagaimana teman lama bertemu. Kembali mengenang masa-masa kuliah dengan segala suka dukanya. Pak Hazar dan Pak Ridwan adalah mahasiswa paling rajin di kelas kami yang hanya terdiri dari tujuh orang. Ya, karena selama kuliah, mereka menetap di Malang, pulang ke kampung halaman hanya kalau penting saja, bahkan liburan semester pun lebih banyak mereka habiskan di Malang. Sementara kami berlima adalah penduduk Malang dan sekitarnya. Tiga dari Malang, satu dari Kediri, dan satu lagi adalah saya sendiri. Yang paling sering mbolos adalah saya. Tapi, kata pak Ridwan, meskipun saya tukang mbolos, saya tidak pernah telat mengumpulkan tugas, dan bersama pak Hazar, saya lulus paling cepat di antara teman-teman yang lain.  Bahkan untuk beberapa matakuliah yang menjadi momok, salah satunya adalah Psikologi Lanjut yang diajar Prof. Raka Joni, banyak yang tidak lulus, tapi saya mendapat nilai A. Sekarang, pengalaman-pengalaman itu menjadi cerita yang menggelikan untuk dikenang bersama.

Tidak puas hanya bercengkerama di lobi, kami meluncur dengan mobil pak Hazar menuju Pantai Losari. Apa lagi yang dicari kalau bukan pisang epek? Jajanan yang bagi saya tidak terlalu spesial itu memang menjadi makanan khas Pantai Losari, yang menurutku, pantainya juga tidak terlalu spesial. Kotor, kurang terawat, dan pengamennya itu....  Namun karena hati sedang bergembira, ditambah dengan semilir angin pantai yang sejuk, pisang epek rasa durian yang kami pesan terasa begitu nikmat. Putra pak Hazar, Adi namanya, begitu cekatan melayani kami, dan dia nampaknya ingin ayahnya benar-benar menikmati kebersamaan bersama teman-teman lamanya ini.   
 

Pagi harinya, saya kembali bergabung dengan teman-teman dari Unesa. Selepas shubuh, dipimpin oleh ibu Juhrah, kami sudah berkumpul di lobi. Tujuan kami pagi ini adalah Pantai Losari. Meskipun semalam saya sudah ke sana, tetapi demi kebersamaan, saya bergabung. Lagi pula, ada yang ingin saya cari. Gogos. Makanan ini  terbuat dari beras ketan hitam atau putih yang dimasak dan dikemas mirip lemper (tapi tanpa isi), dimakan dengan telur asin dan sambal. Yang spesial menurut saya adalah telur asinnya. Kuning telurnya berwarna oranye dan masir. Rasa asinnya pas sekali. Maka ketika pagi itu teman-teman sarapan bubur ayam atau nasi kuning, saya dan beberapa teman menikmati gogos.

Selepas dari Pantai Losari, meluncurlah kami ke pusat oleh-oleh, namanya toko Ibu Elly. Sasarannya adalah otak-otak, sirup markisa, dan sirup pisang (DHT). Tiga komoditi itu memang selalu menjadi oleh-oleh wajib kalau saya pergi ke Makassar. Arga hobi makan otak-otak, mas Ayik suka sirup markisa, dan saya memerlukan sirup pisang yang merah segar itu untuk membuat es palubutung. Es palubutung buatan saya sangat disukai Arga dan bapaknya. Suatu ketika, ada acara makan bersama di jurusan PKK, saya membuat es palubutung untuk hidangan penutupnya. Nampaknya, teman-teman juga menyukainya.
 

Empat hari di Makassar. Empat hari yang padat. Bertemu banyak orang hebat, mendulang banyak pengetahuan dan wawasan baru, dan membangun jaringan. Empat hari, dari Ratu Gurih, Lae-Lae, Pisang Epek, dan Gogos.

Makassar, 3-6 Mei 2012
   
 
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...