Sekitar dua minggu yang lalu, saya menerima telepon dari seorang guru di Taman, Sidoarjo. Beliau memberitahukan bahwa beliau sedang menghimpun bantuan baju seragam sekolah dari siswa-siswa kelas 6 SD dan kelas 3 SMP yang sebentar lagi lulus. Ya, tentu saja baju seragam layak pakai. Baju seragam ini akan disumbangkan kepada anak-anak sekolah di Sumba Timur melalui Program SM-3T Unesa. Beliau, bapak itu, salah satu putrinya sedang mengikuti program SM-3T Unesa. Cerita tentang kondisi memprihatinkan anak-anak sekolah di Sumba Timur yang beliau dengar dari putrinya, mendorong beliau dan guru-guru yang lain berinisiatif untuk menggalang bantuan seragam sekolah layak pakai.
Sebelumnya, dua orang mahasiswa dari jurusan Psikologi dan Konseling FIP Unesa menemui saya. Mereka membawa proposal penggalangan bantuan untuk Sumba Timur. Di proposal itu, tertuang bahwa para mahasiswa yang bergabung dalam BEM Jurusan BK sedang melakukan penggalangan 10 ribu buku. Mereka merangkul semua BEM jurusan di lingkungan Unesa, bahkan juga dari perguruan tinggi di luar Unesa. Buku itu akan disumbangkan untuk sekolah-sekolah dan siswa-siswa di Sumba Timur, melalui program SM-3T.
Kemarin, setelah upacara Hardiknas di rektorat, saya bertemu dengan Miftah, gadis manis yang menjadi koordinator kegiatan penggalangan buku itu. Dia mengabarkan, saat ini sudah terkumpul 1500 buku. Melalui upayanya dan teman-temannya, pertamina insyaallah juga akan memberikan sumbangan buku-buku baru dari berbagai penerbit, dan bahkan ada kemungkinan memberangkatkan beberapa mahasiswa ke Sumba Timur, untuk melakukan kegiatan penyerahan sumbangan buku tersebut.
Sampai saat ini, di kas SM-3T sudah terkumpul dana sekitar Rp. 10.000.000,- dari berbagai sumber: FIP, FMIPA, FBS, bahkan dari ISWI, dan dari berbagai sumber yang lain secara pribadi. Dana itu kami kumpulkan untuk membeli baju seragam anak sekolah. Kami telah memesan 1000 stel baju seragam, untuk siswa kelas 1 sampai dengan kelas 5 SD, seragam laki-laki dan perempuan. Tentu saja, jumlah 1000 seragan itu masih sangat-sangat jauh dari kebutuhan sesungguhnya. Harga seribu stel baju seragam itu mencapai sekitar 35 juta. Seiring dengan berjalannya waktu, kami yakin, dana akan terus mengalir dari mana-mana, dan biaya pemesanan baju seragam sekolah itu akan bisa terbayar, bahkan kami bisa melakukan pemesanan kedua dalam jumlah yang lebih banyak. Who knows? Bukankah Tuhan Maha Kaya?
Sumbangan barang juga terus mengalir: baju layak pakai, obat-obatan, buku-buku, dan alat-alat sekolah. Sebagian dari bapak ibu dosen FIP, FIS dan FMIPA. Beberapa dari orang-orang yang baru saya kenal, yang mengaku dirinya sebagai alumni. Ada juga dari mahasiswa, temannya mahasiswa, dan temannya teman mahasiswa. Senang dan bangga menyadari begitu banyaknya orang yang peduli, dan benar-benar menunjukkan bukti kepeduliannya.
Problem yang saat ini muncul adalah bagaimana mengirim semua bantuan itu. Dua hari yang lalu, kami sudah menjajagi kemungkinan pengiriman melalui jasa ekspedisi, ternyata biayanya sangat mahal. Tiga puluh lima ribu rupiah per kilo. Jauh lebih mahal dibanding dengan biaya kelebihan bagasi kalau kita naik pesawat, hanya 10 ribu per kilo.
Alhamdulilah, Tuhan memang Maha Pengasih. Di tengah kebingungan kami, seseorang dikirimkan untuk membantu memberi jalan keluar.
Dialah mas Wahju. Sosok di belakang layar berbagai gerakan luar biasa yang telah dilakukan IKA Unesa. Laki-laki flamboyan yang tampan, baik hati, ramah, dan penuh perhatian. Juga, tentu saja, kaya. Kaya harta dan, yang lebih penting, kaya hati. Hanya dengan telepon sana telepon sini, insyaallah, masalah biaya pengiriman bantuan untuk anak-anak sekolah terpecahkan.
Terimakasih, mas Wahju....
Betapa indahnya pertemanan. Betapa indahnya kepedulian. Betapa indahnya kebersamaan.
Wassalam,
LN
0 komentar
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...