Pages

Minggu, 15 Maret 2015

Hotel Sampang

Sebetulnya namanya bukan Hotel Sampang. Tapi untuk lebih mudahnya, juga untuk menyembunyikan identitas hotel tersebut, saya menyebutnya Hotel Sampang saja.

Malam ini kami bertiga tiba di Sampang. Saya, Pak Sulaiman (Pembantu Direktur I PPPG), dan Anang (driver). Masuk kota sekitar pukul 20.00. Besok pagi, kami akan berangkat ke MI Nurul Hidayah Bluru'an Gedinglaok. Monev Program Jatim Mengajar. Malam ini, kami hanya menginap saja di Sampang, dan melanjutkan perjalanan besok pagi.

Mencari hotel di Sampang tidaklah terlalu sulit. Kami bertanya kepada penjual nasi goreng yang mangkal di pinggir jalan, dan ditunjukkanlah arah menuju sebuah hotel. Hanya beberapa menit setelahnya, hotel itu sudah kami temukan.

Kami pun melihat daftar kamar di resepsionis. Kami putuskan, kami mengambil dua kamar VIP, satu untuk saya, satu untuk Pak Sulaiman dan Anang. Meski VIP, tarifnya tidak terlalu mahal. Maklumlah, ini hotel di kota kecil.

"Baik, Bu. Ibu nanti di dalam sini kamarnya, bapak di luar."
"Lho, kenapa begitu, Mas?"
"Ya, begitu, Bu...."
"Mbok dicarikan yang berdekatan saja to, Mas."
"Maaf, Bu, tidak bisa, karena -ibu bukan suami istri. Maaf, Bu, di sini, meskipun ini hotel, tapi kamar untuk laki-laki dan perempuan tempatnya terpisah."
"Hah?" Saya spontan mendelik. Menatap tak percaya pada anak muda brewok di depan saya itu. "Jadi tempat kamar untuk laki-laki dan perempuan terpisah?"
"Ya, Bu."
Saya manggut-manggut. Unik. Saya berkali-kali menginap di Madura, tapi baru ini ketemu hotel yang memisahkan kamar untuk laki-laki dan perempuan. Bagus, bagus. Saya bergumam sendiri. Saya pikir ini bagus juga. Hotel ini peduli pada penyakit sosial. Peduli pada aturan agama. Peduli pada bahaya berkhalwat. 

"Mas, boleh saya melihat kamar-kamarnya?"
"Mari, Bu,"

Saya mengekor di belakang mas yang ramah itu. Masuk ke ruang tengah sebuah rumah yang besar. Interiornya penuh dengan ukir-ukiran khas Madura. Artistik dan mewah. Di dinding-dindingnya, banyak pigura. Foto-foto, mungkin foto-foto pemilik hotel dan keluarganya, terpajang di beberapa bagian. Di dalam ruang besar itu, ada dua kamar. Saya dibukakan salah satunya. Kamar yang bagus, bersih, dan cukup luas. Sebenarnya nyaman. Tapi....

"Mas, untuk kamar bapak-bapak dimana?"
"Di belakang, Bu. Lewat sini..."

Saya mengekor lagi di belakang mas brewok itu. Menuju halaman belakang. Di situlah berjajar belasan kamar yang deretannya membentuk huruf U. Saat dibukakan sebuah kamar, saya langsung nyeletuk.

"Sudah, Mas, saya di sini saja, teman saya tadi di kamar sebelah. Wong terpisah saja lho, Mas..."
"Maaf, Bu...tidak bisa. Prosedurnya sudah seperti itu."
"Tapi saya takut, Mas, tidur di kamar besar tadi."

Mas itu terdiam. Berpikir sebentar.
"Kalau begitu, gini aja, Bu. Ibu pakai kamar yang ini, nanti bapak pakai kamar yang di seberang sana."
"Walah, sama saja kalau gitu Mas, jauh."
"Ya, tapi Ibu kan di luar, ramai, temannya banyak, meskipun di seberang kamar Ibu."

Saya berpikir, menimbang-nimbang. Sebetulnya, kalau melihat kondisi ruang kamarnya, saya lebih suka yang di dalam tadi. Tapi pigura-pigura di dinding itu, ada banyak gambar, termasuk foto-foto orang tua, dan saya sorangan wae di ruang sebesar itu? Kok rada-rada merinding. Hehe, asli, kadang-kadang saya penakut. 
"Ya sudah, Mas, saya ambil yang di luar saja."

Maka saya pun masuk di salah satu kamar di antara deretan kamar di satu sisi di halaman belakang hotel. Kamar saya dekat dengan ruang resepsionis. Tapi semua kamar di deretan kamar saya ini, kosong. Sementara di seberang sana, nampaknya lumayan penuh, lumayan ramai. Ya, setidaknya ada temannya, meski berjauhan begitu.

Sebenarnya saya senang-senang saja ada hotel yang begitu ketat seperti ini. Bahkan hotel di Makkah dan Madinah pun tidak seketat ini. Sekamar, kalau sudah musim haji atau umroh, laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim pun sudah lazim dalam satu kamar. Mungkin karena saking berjubelnya jamaah. Tapi bagaimana pun, situasi seperti itu membuat kami sedikit banyak merasa kurang nyaman. Kabarnya, sejak tahun ini, hal tersebut sudah mulai dibenahi, laki-laki dan perempuan kamarnya terpisah. Repotnya, yang suami isteri pun juga harus terpisah. Begitu kabar yang saya dengar dari teman-teman yang baru saja pulang haji.

Ya sudah. Semua ada plus minusnya. Yang penting, malam ini kami sudah dapat tempat untuk beristirahat, sebelum besok melanjutkan perjalanan ke pelosok Sampang.

Sampang, 13 Maret 2015

Wassalam,
LN
  

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...