Ruang utama DCC (Daejeon Convention Center) lantai 2 itu penuh. Para profesional home economics dari berbagai negara bertemu. Saya perkirakan ada sekitar 800 orang. Setiap orang duduk menghadap podium dan backdrop yang menjadi pusat perhatian di depan sana. Di sepanjang meja di depan peserta disediakan satu alat translator, karena beberapa kata sambutan dan presentasi keynote speaker akan dilakukan dalam bahasa Korea.
Pembawa acara pada pembukaan ini adalah seorang perempuan Korea yang cantik, cerdas dan begitu luwes mengantarkan acara demi acara. Dimulai dengan penampilan tari dan musik khas dari para pemuda Korea, sambutan Presiden IFHE (2012-2014), Carrol Warren, dilanjutkan sambutan Ketua Panitia, yaitu Mae Sok Park, yang juga Wakil Presiden IFHE. Sambutan juga disampaikan oleh Hae-Kyung Chung, Presiden KHEA, serta Jaesoon Cho, Presiden Korean Home Economics Education Association (KHEEA). Tidak tanggung-tanggung, Menteri Kesetaraan Gender dan Keluarga (Gender Equality and Family), Eun-hee Kang, serta Mayor Daejeon Metropolitan City, Sun-taik Kwon, juga memberikan sambutannya.
Kegiatan ini memang didukung sepenuhnya oleh pemerintah Korsel. Dukungan ini tentu saja menjadi pertimbangan penting bagi IFHE Organization sebelum memutuskan Korea sebagai host untuk kawasan Asia. Korea menjadi wakil Asia sebagai tempat kongres IFHE bukan hanya karena kekayaan budaya dan sejarahnya, tetapi juga karena kepeduliannya pada pendidikan, terutama pada pendidikan keluarga. Kiprah Korean Home Economics Association (KHEA) sebagai organisasi profesi telah cukup mantap dan memiliki rekam jejak dalam bidang riset dan pendidikan yang berskala internasional.
Siapa pun yang mengikuti agenda IFHE ini akan semakin menyadari, betapa keluarga adalah sangat prioritas. Tema 'Hope and Happiness, the role of Home Economics in the pursuit of Hope and Happiness for individual and communities now and in the future ' sangat relevan dengan kondisi dunia saat ini yang cenderung melupakan peran dan fungsi keluarga sebagai penentu kesejateraan bangsa dan negara. Banyak negara yang mengejar kemakmuran dan berhasil menjadi negara dengan tingkat pendapatam tetinggi, tetapi di balik itu, kesejahteraan keluarga seringkali terlupakan. Anak-anak terlantar, mengalami kekerasan, perempuan termarginalkan, dan bentuk-bentuk penyimpangan lain yang pada intinya menganggap sepele eksistensi institusi keluarga.
Siapa pun yang mengikuti kongres ini juga akan semakin menyadari, betapa eksisnya bidang home economics atau family and consumer sciences. Meskipun di beberapa negara, khususnya di Indonesia, PKK ini masih banyak pihak yang memandangnya dengan sebelah mata. Tentu hal ini menjadi tantangan tersediri bagi para ahli PKK, bagaimana supaya bidang ini lebih dihargai dan diperhitungkan sebagai sebuah cabang ilmu. Keberadaan asosiasi profesi bidang PKK yang masih sangat lemah, juga sepatutnya menjadi agenda perjuangan tersendiri bagi saya sendiri dan rekan-rekan sesama peminat bidang IKK di Indonesia.
Pada hari pertama ini, selain acara pembukaan yang berbobot dan sangat efisien, juga diisi penyajian dari para keynote speaker yang membawakan topik yang sungguh sangat menarik dan bernas. Mereka adalah pembicara dari University of Wyoming, Helsinki University, Griffith University, Yokohama National University, dan Ewha Woman University. Semua pembicara menyajikan kurikulum home economics saat ini dan arahnya ke depan di negaranya masing-masing.
Acara coffee break juga tidak kalah menariknya bagi kami. Bukan karena beragamnya makanan. Tapi karena justeru kesederhanannya. Menu utamanya tentu saja teh dan kopi, dilengkapi dengan dua macam kue tradisional yang kalau di Indonesia semacam getuk, dan kue-kue kemasan kecil-kecil. Juga ada buah plum dan peach. Kue-kue dan minuman itu disediakan di beberapa meja dan peserta bisa mengambilnya sesuka hati. Benar-benar sesuka hati. Kami lihat beberapa peserta terang-terangan meminta lebih untuk dimasukkan tas mereka, dan kue-kue selalu diisi ulang. Kami pun jadi ikut-ikutan. Plum dan peach di Indonesia bukan buah yang murah, itu pun tidak selalu ada, kalau di sini kita boleh makan sepuasnya, kenapa tidak. Roti dan kue-kue kecil juga bisa kami bawa selain yang sudah kami makan di tempat, namun tentu tidak berlebihan. Intinya, makanan yang disedikan memang sederhana, praktis, umumnya buah dan makanan kemasan yang tinggal beli di toko. Diletakkan begitu saja di keranjang-keranjang, namun makanan itu seperti tak pernah habis karena diisi lagi dan diisi lagi.
Lebih menariknya lagi ketika makan siang. Peserta tidak memperoleh makan siang, kecuali peserta yang membayar biaya registrasi untuk paket lengkap (USD 700). Untuk peserta seperti kami yang membayar 'hanya' USD 500, makan siang tidak disediakan, namun panitia mengadakan semacam kantin dan kita bisa makan di tempat itu, atau menikmati bekal yang kita bawa sendiri, atau membeli makanan di kantin tersebut. Menu yang disediakan di kantin adalah menu sederhana seperti sandwich dan jenis roti yang lain. Setiap waktu makan tiba, kami bertiga memilih pulang ke penginapan kami yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari DCC. Shalat, makan, dan kembali lagi ke tempat acara.
Dibandingkan di Indonesia, bila ada acara apa pun semacam ini, urusan makan seolah menjadi begitu penting dan seringkali menjadi ukuran suksesnya sebuah event. Dana kepanitiaan terserap cukup banyak untuk konsumsi. Seksi konsumsi juga begitu repot karena harus membuat berbagai alternatif menu dan menyiapkannya sedemikian rupa. Satu pelajaran dari mengikuti konggres IFHE ini, bahwa urusan konsumsi memang penting, namun itu tidak berarti harus mewah dan beragam. Konsumsi yang sederhana, praktis, dengan menampilkan kekayaan lokal, menjadi daya tarik tersendiri.
Setelah pemaparan keynote speaker, setiap hari, sampai hari keempat, acara dilanjutkan dengan concurrent session. Pada acara ini, peserta dibagi menjadi 7 kelompok sesuai tema. Dalam setiap kelompok, peserta menyajikan papernya. Saya sendiri kebagian jadwal hari pertama ini tapi pada sesi kedua. Jadi saya memiliki kesempatan untuk melihat lebih dulu bagaimana para peserta yang lain tampil, dan mempersiapkan penampilan terbaik saya.
Daejeon, 2 Agustus 2016
Rabu, 31 Agustus 2016
Laporan dari The XXIII IFHE World Congress 2016 (3)
Label:
Luar Negeri
Diposting oleh
Luthfiyah Nurlaela
di
Rabu, Agustus 31, 2016
0 komentar
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...