Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Minggu, 05 Januari 2014

MAS yang Syahdu

Siapa yang tidak kenal Masjid Nasional Al Akbar Surabaya? Hampir semua orang Surabaya atau bahkan masyarakat Jawa Timur pasti mengenalnya. Masjid ini bahkan sudah terkenal di seantero Nusantara dan mungkin juga di seluruh dunia (pede aja lagee...hehe).
Masjid yang biasanya disebut sebagai Masjid Agung Surabaya (MAS) ini, konon terbesar kedua (setelah Masjid Istiqlal di Jakarta). 

MAS posisinya berada di samping Jalan Tol Surabaya-Porong. Kalau Anda lewat jalan tol tersebut, Anda akan melihat kemegahan MAS. Ciri yang mudah dilihat adalah kubahnya yang besar didampingi 4 kubah kecil yang berwarna biru, serta memiliki satu menara. Menara MAS tingginya 99 meter. Ya, seratus kurang satu. Nggak percaya? Ukur sendiri sono...

Menurut sejarahnya, MAS dibangun sejak tanggal 4 Agustus 1995, atas gagasan Walikota Surabaya saat itu, yaitu H. Soenarto Soemoprawiro. Pembangunan masjid ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Wakil Presiden RI Try Sutrisno. Namun karena setelah itu terjadi krisis moneter, pembangunan masjid sementara dihentikan. 

Pada tahun 1999, masjid ini dibangun lagi dan berhasil diselesaikan tahun 2001. Selanjutnya, MAS diresmikan oleh Presiden RI pada saat itu, yaitu KH. Abdurrahman Wahid, pada 10 November 2000. 

Menurut Wikipedia, secara fisik, luas bangunan dan fasilitas penunjang MAS adalah 22.300 meter persegi, dengan rincian panjang 147 meter dan lebar 128 meter. Bentuk atap MAS terdiri dari 1 kubah besar yang didukung 4 kubah kecil berbentuk limasan serta 1 menara. Keunikan bentuk kubah MAS ini terletak pada bentuk kubah yang hampir menyerupai setengah telur dengan 1,5 layer yang memiliki tinggi sekitar 27 meter. Untuk menutup kubah, dipergunakan sebuah produk yang juga digunakan di beberapa masjid raya seperti Masjid Raya Selangor di Syah Alam (Malaysia). Ciri lain dari masjid raksasa ini adalah pintu masuk ke dalam ruangan masjid tinggi dan besar, dan mihrabnya adalah mihrab masjid terbesar di Indonesia.

Nah, keren kan? Namun bukan hanya itu yang membuat MAS menarik. Datanglah di pagi hari, hari apa saja. Anda akan melihat ada banyak orang di sana. Kebanyakan berolah raga. Jalan-jalan, lari-lari, atau bersepeda mengitari MAS. Ada juga senam pagi yang secara teratur dilakukan di halaman MAS. Tapi jangan bayangkan senam yang neko-neko ya, misalnya dengan iringan musik ingar-bingar dan pelatih serta para peserta senam yang berpakaian ketat plus seksi. Oh, no way.... Ini masjid, sodara-sodara. Jadi pelatih senamnya berpakaian sopan meski berada di atas panggung, mereka adalah wanita berhijab. Para pesertanya, laki-perempuan, juga berbusana sopan (berarti busana ketat itu tidak sopan ya? Hehe....tahulah....). Sebagian besar peserta senam yang wanita juga berhijab. Dan, juga, yang perlu dicatat, kebanyakan dari mereka sudah mature....

Selain orang-orang yang sedang berolah raga, juga ada para penjual makanan. Yang selalu ada adalah penjual siomay, batagor, pentol, saridele dan semanggi. Ya, semanggi, makanan khas Surabaya itu. Jadi jangan pernah merasa kesulitan mendapatkan makanan yang berbahan dasar daun semanggi dan kecambah panjang itu ya. Makanan tradisional asli Surabaya yang pada waktu dulu sempat langka, serta hanya dijual oleh para ibu manula yang kesannya kurang higienis itu, sekarang dapat mudah ditemui di sekitar MAS. Setiap pagi, setiap hari. Yang jual tetap ibu-ibu, tapi ibu-ibu yang masih belum manula, bersih, dan cantik. Penyajiannya pun lebih higienis. Sepincuk semanggi, lengkap dengan dua buah krupuk pulinya yang lebar-lebar itu, cukuplah menjadi sarapan yang sehat. Kalau kurang kenyang, bisa minta pakai lontong. Penutupnya, sebungkus dua bungkus saridele hangat. Maknyusss.....

Bagaimana dengan hari Minggu pagi? Wow, tentu bukan rahasia lagi kalau MAS menjadi semakin menarik. Tidak hanya bagi para penyuka jalan sehat, jogging dan pesepeda. Anda akan melihat di banyak tempat, orang bermain bola dan badminton. Maka di angkasa (waduh, kayaknya tinggi banget gitu ya?), puluhan bola bulat dan bola berbulu beterbangan. Asyik banget gitu ngelihatnya.

Di sebuah lapangan yang khusus disediakan untuk para pedagang kaki lima, posisinya di seberang MAS, Anda juga bisa mendapatkan apa saja yang Anda cari. Mulai dari berbagai makanan siap santap, buah-buahan, bahan kebutuhan sehari-hari, baju, payung, mainan anak-anak, barang-barang kerajinan, sampai barang elektronik, apa saja ada. Komplit. Kerudung, daster, kaus, celana panjang, celana pendek, celana dalam, BH....hehe, ada semua. Kosmetik, sabun cuci, kapur barus, peniti, lem tikus, benang, jarum, gunting, sisir, seterika.... 

Anda juga akan dimanjakan dengan berbagai hiburan di sekeliling MAS. Mau kereta kelinci, ada. Mau naik kereta kuda atau andong, siap. Bahkan mau naik kuda, juga ada. Kuda beneran lho, bukan kuda-kudaan dari kayu atau kuda di komedi putar. Kuda beneran, tentu saja dengan dipandu pemiliknya. Ya, persis seperti kuda-kuda di Bromo itu. Oya, ada juga persewaan sepeda yang mirip skateboard tapi pakai kemudi itu (saya lupa namanya). Dan juga, tentu saja, makanan: siomay, batagor, soto ayam Lamongan, soto daging Madura, pentol, bakso, lumpia, semanggi, nasi krawu, pecel pincuk, bahkan sampai kerak telur. Ya, makanan khas Betawi itu, ada juga lho di sini...

Tidak heran kalau MAS menjadi tempat favorit banyak orang, tua-muda, laki-perempuan. Tempatnya yang jauh dari keramaian (maksudnya tidak di tengah kota), namun mudah untuk mengaksesnya (bisa dicapai dari berbagai penjuru mata angin), dengan berbagai fasilitas dan makanan yang terjangkau kantong kebanyakan orang,  
MAS bisa menjadi alternatif pilihan bagi Anda yang suka berolah raga sambil memanjakan perut. 

Tapi suasana istimewa yang akan membuat MAS menjadi lain daripada yang lain adalah saat usai salat subuh. Anda bisa mendengarkan dengan jelas kuliah subuh atau alunan ayat-ayat suci Al Quran, yang bersumber dari dalam masjid megah itu, sementara Anda jogging. Di bawah temaram lampu dan pagi yang masih redup, yang kadang diselimuti kabut tipis. Syahdu.  

Bagi Anda yang belum pernah menikmati kesyahduan MAS pada dini hari, saya sarankan, jangan coba-coba. Bener, jangan coba-coba. Ya. Karena kalau Anda datang, apa lagi beramai-ramai, dini hari di MAS akan kehilangan kesyahduannya. Anda semua akan merusak suasana yang dirindukan banyak orang itu.  Sayang dong... 

Jadi, jangan datang ya, jangan datang ya....
Bener lho...


Surabaya, 5 Januari 2013

Wassalam,
LN

Rabu, 01 Januari 2014

Menyambut Tahun Baru 2014

Tahun baru ini, kami memutuskan tidak ke mana-mana. Tentu saja setelah menimbang-nimbang dari beberapa alternatif agenda. Antara lain: ke Tuban, bawa tenda, nge-camp di pantai, di hutan mangrove. Di hutan mangrove itu, tentu saja, penuh dengan tanaman mangrove. Menghampar sekitar tiga kilometer, mulai dari sisi terminal baru ke arah barat. Di hutan mangrove itu ada camping ground-nya, ada juga penginapan dan tentu saja para penjual makanan dan pernak-pernik khas wisata pantai. Rumah kami, di Desa Jenu, tidak terlalu jauh dari hutan mangrove itu, hanya sekitar tiga kilometer. Kami membayangkan nge-camp di hutan itu, bersama para keponakan, sambil bakar-bakar jagung, ketela, sosis, bakso, dan makan mie instan. Menikmati malam tahun baru. Tentu mengasyikkan, namun untuk saat ini, rasanya belum memungkinkan.  

Agenda kedua, ke Ponorogo, Menemani bapak dan ibu. Namun karena ada adik-adik yang juga berkeinginan ke Ponorogo, akhirnya adik-adiklah yang menemani bapak dan ibu. Kami cukup meminjamkan mobil dan menyiapkan bensinnya saja. 

Agenda ketiga, di rumah saja. Kebetulan saya kemarin baru saja dari dokter. Saya kena radang tenggorokan, tiga hari menahan sakit di tenggorokan dan rasa njarem di leher, akhirnya harus menyerah pada suntik dan obat dokter.  Sebelumnya saya coba mengobati sendiri dengan obat herbal yang biasanya cukup manjur. Namun mungkin selama sakit itu aktivitas saya cukup tinggi, maka sakitnya nggak hilang-hilang. Dengan obat dan antibiotik dari dokter, sakitnya berangsur berkurang, meski setelah minum obat, rasa kantuk selalu menyerang nyaris tanpa bisa ditahan. Artinya, saya dipaksa istirahat. Ya sudah, sejak kemarin, saya menikmati tidur sore, maksudnya tidur malam tapi sebelum pukul 21.00. Biasanya saya tidur menjelang tengah malam atau bahkan lewat tengah malam.

Kami memilih alternatif ketiga. Di rumah saja. Pagi tadi adik yang tinggal di Gedangan, SMS dan mau bergabung di Karah. Suaminya kerja di Laos. Melewati malam tahun baru hanya berdua dengan anak semata wayangnya, di lingkungan perumahan yang sepi karena para penghuninya banyak yang keluar kota, membuat dia merasa kurang nyaman. Maka sejak sore tadi, dia sudah boyongan ke rumah kami, di Karah.

Hari ini saya memasak seperti biasa, hanya jumlahnya saja yang lebih banyak. Belanja juga di tukang sayur langganan saja. Seadanya yang dibawa tukang sayur. Ayam kampung dan kepiting. Ayam kampung saya masak opor, kepiting saya masak kare, sudah ada kering tempe bikinan ibu, dan sambal terasi. Juga krupuk udang. Selebihnya buah-buahan: salak, buah naga, pepaya, apel, pear. Buah-buahan itu sebagian besar datang sendiri, tidak beli. Juga pisang rebus. Oya, juga rengginang lorjuk, kacang bawang dan emping goreng. Full asam urat. Hehe.

Selepas maghrib, mas Ayik pasang tenda di depan rumah. Lengkap dengan kursi-kursi santai. Begitu tenda siap, kasur dan bantal dimasukkan, keponakan kami, Ichiro, langsung menyerbu masuk tenda bersama mamanya, tidur. Jam 20.00 sudah sepi. Arga sendiri sudah berangkat keluar rumah sejak lepas maghrib tadi, ada 'tanggapan' nge-band. 

Saya dan mas Ayik bersiap-siap. Mengeluarkan sepeda, helm, senter dan lampu sepeda, dan perbekalan.  Tepat pukul 21.00, kami keluar rumah, tentu saja setelah pamit pada adik dan berpesan padanya untuk pindah masuk ke dalam rumah kalau sudah bosan di tenda. 

Bersepeda menuju Bungkul. Apa lagi kalau tidak demi car free night. Sejak keluar ke jalan besar, kami langsung terjebak kemacetan. Sebenarnya saya sendiri agak enggan ke Bungkul, tidak nyaman, karena pasti macet. Tapi mas Ayik mengajak ke sana, ya sudah, mengikuti ritme suami saja.

Di Taman Bungkul, manusia tumplek bleg, tua muda laki perempuan bahkan bayi-bayi pun mememuhi jalanan. Pesepeda tidak banyak, yang banyak manusianya. Ada banyak panggung, ada banyak pertunjukkan, terompet bersahut-sahutan, ingar bingar. Sama sekali tidak nyaman. Ini hiburan yang justeru bikin stres. Sebenarnya seperti itulah memang yang sudah saya bayangkan kondisi Bungkul pada malam ini. Tapi apa boleh buat, setidaknya sudah tahu suasananya seperti apa.

Rencana menikmati Taman Bungkul barang sebentar, kami urungkan. Kami langsung ambil jalan pulang, menuju arah kampus, lewat jalan Kutai, tembus Gunungsari, lanjut Ketintang, masuk kampus. Sejak sebelum masuk pintu gerbang, beberapa anggota Menwa sudah menyapa, begitu juga sampai di pos satpam. Ternyata banyak juga yang mengenal saya, sehingga tidak perlu bernego dengan satpam untuk dibukakan palang pintu. Ya, malam ini keamanan kampus dikendalikan super ketat. Hanya orang-orang yang jelas-jelas saja yang boleh masuk kampus. Yang kurang jelas, meski bilang mau ke himapala atau ke humas, tidak diperbolehkan. Alasannya, tidak ada surat pemberitahuan kalau malam ini di kedua sekretariat itu ada acara. Ya, memang. Namanya juga acara spontanitas saja, jadi nggak pakai surat pemberitahuan.

Di Humas, teman-teman sedang 'cethik geni', belum ada bakar-bakar. Padahal tadi mas Rohman, sahabat kami yang juga tim Humas Unesa, SMS kalau sedang siap-siap untuk bakar jagung. Saya kira jagungnya sudah dibakar dan saya tinggal melahapnya...hehe, maunya...

Karena di Humas masih siap-siap, kami bergeser ke sekretariat Himapala. Lumayan ramai. Mereka menggelar tikar dan karpet. Memasang TV besar di depannya. Masak penyetan. Ada acara game-game yang bikin ger-geran. Seru. 

Sekitar sepuluh menit menjelang tengah malam, kami pamit. Geser ke Humas lagi, karena mas Rohman beberapa kali SMS minta kami mampir ke sana. Teman-teman Humas sedang berkumpul di busem, siap-siap menyalakan kembang api. Ada sekitar dua puluh-an mereka, laki-perempuan, sebagian besar adalah para reporter. 

Detik-detik pergantian tahun pun tiba. Suara menggelegar ada di mana-mana, warna terang benderang memercik-mercik dan bersemburat di atas. Di mana-mana suara berdebum bersahut-sahutan. Saya seperti sedang dalam medan perang dan dikepung dari segala penjuru. Pada dasarnya saya tidak suka suara petasan dan sejenisnya. Tapi kilatan-kilatan kembang api di angkasa itu begitu indahnya, dan memaksa saya untuk terus menikmatinya.

Selamat datang 2014.
Semoga semakin berkah untuk kita semua, untuk negara dan bangsa. Amin YRA.


Surabaya, 1 Januari 2014. 01.10 WIB.

Wassalam,
LN

Sabtu, 28 Desember 2013

Senja

Senja mulai jatuh perlahan
Membawa sejuta tabir dan menutup kilau matahari
Adzan maghrib berkumandang memanggil setiap insan untuk bersiap diri
Cukuplah hari ini bersibuk diri
Saatnya bersimpuh di hadapan Illahi Rabbi...

Tanggulangin, 28 Desember 2013. 17.50 WIB.


Wassalam,
LN

Soreku

Soreku adalah kelelahan yang memuncak seperti lelahnya matahari yang sinarnya meredup di ujung senja
Diamnya rumput ilalang yang tak bergerak sedikit pun karena angin telah lelah menerpanya
Gegung-gedung tinggi yang beku dan temaram lampu-lampu yang masih bermalas-malasan untuk menyala

Soreku
Menjadi sangat hidup saat sedang mengingatmu 
Bersemangat menyapa pepohonan yang di rerantingnya tersangkut bayang-bayangmu
Mencumbui aroma cemara hutan yang terendus seperti wangimu 

Aku, matahari, ilalang, gedung-gedung, lampu-lampu, semua telah lelah sore ini
Namun kerinduan menemui sosokmu dan membaui wangimu, membasuh semua lelahku

OTW Home, Wiyung
27 Desember 2013
17.00

Wassalam,
LN

Warnamu

Warnamu membuat hari-hariku menjadi semakin penuh warna
Melengkapi warna-warna indah yang ada di sekitarku
Tahukah kau pelangi yang melengkung di langit selepas hujan turun?
Atau semburat jingga yang merona menjelang matahari tenggelam di cakrawala?
Juga kuning keemasan yang terkembang saat rembulan sedang purnama?

Warnamu melengkapi warna-warna indah di sekelilingku
Menorehkan garis-garis emas di kanvas kehidupanku
Adakah dirimu pernah menampak hamparan sawah yang padinya telah rata menguning?                                    Atau seluas padang sabana dengan bukit-bukit hijau yang memayunginya?

Warnamu mengisi sudut-sudut kosong dalam memoriku, memenuhinya dengan gambar-gambar penuh suka cita
Pernahkah dirimu memandangi serombongan kuda yang berlarian di tepian pantai, berlatar batu-batu karang dan jajaran nyiur melambai?
Atau domba-domba yang bekerjaran di antara semak belukar, saat hari segera menjelang sore? 

Indahmu adalah warna-warna itu, berhembus merasuk di setiap helaan nafasku, menggurat meninggalkan jejak di dinding-dinding hatiku, dan mencair mengalir bersama aliran darahku

Warnamu, melengkapi warna-warna indah dalam kehidupanku...

OTW PPG, Macet di Wiyung
27 Desember 2013
14.00 WIB

Wassalam,
LN

Selasa, 24 Desember 2013

Perjalanan Paling Lama

Akhirnya tiba di rumah ibu. Setelah menempuh perjalanan hampir enam jam. Ya, enam jam. Ini perjalanan paling lama Surabaya-Tuban yang pernah kami tempuh. Biasanya, kami hanya perlu waktu dua sampai dua setengah jam. 

Berangkat dari rumah selepas salat maghrib, kami memasuki tol Gunungsari. Tidak pakai lama, langsung dihadang kepadatan yang luar biasa. Begitu sampai tol Romokalisari, kepadatannya sudah meningkat menjadi kemacetan. Rencana keluar melalui pintu tol Bunder, kami urungkan. Macetnya nggilani. Kami terus menuju tol Manyar. Total waktu yang kami perlukan sejak masuk pintu tol Gunungsari sampai keluar pintu tol Manyar, hampir dua jam. Cukup fantastis.

Manyar sampai Tuban lancar meski sesekali padat merambat. Sekitar lima kilometer keluar kota Tuban ke arah Jenu, di depan terminal, tiba-tiba kami dihadang kemacetan lagi. Mandeg jegrek. Truk dan mobil-mobil pribadi berderet-deret. Padahal rumah kami hanya sekitar tiga kilometer di depan. Tapi mobil kami sama-sekali tidak bisa bergerak.

Waktu saya tanya pada seorang bapak, penduduk setempat, yang sedang berdiri di pinggir jalan, kemacetan itu katanya akibat adanya kecelakaan. Entah kecelakaan apa. 

Ketika situasinya memungkinkan, mobil pun kami arahkan ke bahu jalan sebelah kiri. Mlipir-mlipir di sisi barisan truk besar. Lantas memutuskan belok ke kiri, mencari jalan-jalan alternatif masuk ke kampung-kampung. Ada tiga mobil yang mengikuti jejak kami, 'ngintil' di belakang. Untunglah Tuban tidak punya jalan jelek. Di kampung-kampung sepelosok apa pun, semua jalannya beraspal. Jadi meski sempat sekali salah jalan, dengan bertanya pada penduduk setempat, kami bisa segera kembali ke jalan yang benar,

Tiga mobil yang ngintili kami meneruskan perjalanan mereka ke Rembang dan Semarang setelah mas Ayik memberikan petunjuk arah yang mereka harus tempuh. Di ujung jalan, kami berpisah. Tiga mobil itu mengambil arah belok kiri, sedang kami belok kanan. Rumah kami hanya sekitar seratus meter dari titik persimpangan jalan itu.

Alhamdulilah. Setelah membuka pintu gerbang yang pintunya sengaja dibiarkan terbuka sebelah, mobil kami meluncur memasuki halaman, langsung serong kanan, melintasi jalan di samping rumah ibu yang besar, dan parkir di belakang rumah. Lega nian. Apa lagi setelah bertemu ibu, mbak-mas dan keponakan-keponakan. Beberapa dari mereka, meski sudah hampir tengah malam, ternyata belum tidur. Menikmati malam natal sambil menunggu 'Lik-Luk' dan abah Ayik yang cakep-cakep ini....

Tuban, 24 Desember 2013

Wassalam,
LN

Senin, 23 Desember 2013

Puisi untuk Ibu

Ibu
Sore ini hujan turun deras sekali, hujan yang sama seperti kemarin-kemarin
Beberapa hari, bahkan beberapa minggu ini, langit seperti tak pernah kering, sepanjang waktu dia menumpahkan airnya ke bumi
Dinginnya sore yang merangkak menuju senja mengingatkanku pada sosokmu
Saat itu, di sore yang basah dan dingin, kau hangatkan tubuhku dengan selimut kecilku
Tanganmu yang lembut merengkuhku dalam pelukan hangatmu 
Lantas kau dekap terus aku dalam buaianmu, 
Sambil berdiri bersenandung di depan jendela, menunggu harap-harap cemas ayah pulang kerja

Ibu,
Aku sering lupa semua yang kau sudah lakukan
Aku lupa, suatu ketika, aku tarik-tarik mukenamu dalam sujudmu
Hanya supaya kau ambilkan aku segelas susu
Itu pastilah belum seberapa
Menurut cerita, aku juga suka mengencingi wajahmu, mengotori dadamu dengan muntahanku, dan bahkan kau menampung kotoranku dengan kedua telapak tanganmu
Tak terbayangkan bagaimana mungkin aku bisa lupakan semua itu

Ketika aku sudah dewasa, aku seringkali membuatmu kecewa
Membantahmu, mengabaikan nasehatmu, bahkan membohongimu
Kau hanya diam dengan mata penuh luka, menahan kemarahan dan kesakitanmu, dengan istighfar dan doa yang berhamburan dari gemetar bibirmu
Dan aku menghambur pergi dengan kemarahanku, tak peduli, meninggalkanmu terpuruk dalam tangis penuh pilu

Ibu,
Sore ini hujan turun deras sekali, hujan yang sama seperti kemarin-kemarin
Dan aku tak tahu
Adakah yang menyelimuti dirimu dalam dinginnya sore yang basah seperti ini?
Aku bahkan tak tahu, apakah kau punya selimut untuk sekedar menghangatkan tubuh tuamu?
Adakah seseorang yang menghampirimu dan menyorongkan segelas susu untukmu?
Adakah aku yang datang memelukmu dan memberikan kehangatan bagi tubuh kecilmu yang menggigil?

Maafkan aku, ibu
Ternyata aku ada di sini
Di tempat yang jauh dan tak mampu menjangkaumu
Aku masih di sini
Bergumul dengan ribuan urusan yang tak hendak kutinggalkan meski kau membutuhkanku
Maafkan anakmu, ibu
Atas ketakpedulian ini, atas keegoisan ini, atas ketidakpengertianku
Aku mohon, maafkan aku
Karena maafmu adalah energi hidupku, doamu adalah nafasku, dan keikhlasanmu adalah aliran darahku
Sehebat apa pun aku, setinggi apa pun aku, apalah artinya tanpa maaf dan doamu

Ibu, 
Meski seringkali aku menyakitimu
Percayalah, aku sangat mencintaimu, walau tak selalu mampu membahagiakanmu
Percayalah, doaku senantiasa kupanjatkan untukmu, semoga kau dalam lindungan Illahi Robbi selalu
"Allaahummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kamaa robbayaani shaghiiraa"
Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan ibu bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil
Amin Yaa Rabbal alamiin...

Selamat hari ibu...

Surabaya, 22 Desember 2013

Wassalam,
LN

OTW Lawang
(Mendampingi bapak ibu...)