Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Sabtu, 30 Juli 2011

Catatan Perjalanan Umroh (4): Perjalanan menuju Madinah

Jarak Jeddah ke Madinah lebih dari 400 km. Waktu tempuh sekitar 6 jam. Muthawwif yang mendampingi kami dalam bus, namanya Achmad Abdul Ghofar, asli Madura, mengucapkan selamat datang kepada kami. Ahlan wasahlan, marhaban....wes hewes hewes.... Menurutnya kami akan tiba di Madinah sekitar pukul 9 atau 10 pagi. Rencananya kami akan mampir untuk sholat shubuh dan makan pagi. Dhuhur nanti insyaallah sudah bisa sholat berjamaah di masjid Nabawi.

Baru berjalan sekitar 10 menit, bus berhenti untuk mengisi bahan bakar di POM. Petugasnya berseragam biru-biru, berkulit hitam, rambut ikal, matanya lebar dan tajam. Hidungnya....kok nggak nemu yang berhidung pesek ya.... semuanya mancung.... he he.

Baru berjalan sekitar 5 menit, bus kami berhenti di sebuah tempat, namanya Rohili, yaitu sebuah rumah makan lesehan ala Timur Tengah, yang di sampingnya ada mushola. Di mana-mana kotor, botol plastik air mineral, kertas-kertas, kresek-kresek, kotak-botol.... bo aboohh...

Kami tidak makan di rumah makan itu, melainkan makan nasi kotak yang dibagikan oleh abang-abang Madura. Kemasan kotaknya bagus dan sehat, pakai aluminium foil, bukan sterofom kayak di Indonesia. Di tutup kemasannya bertuliskan huruf arab dan latin. Bunyinya Java Grill Mr Sateis (kayaknya yang punya abang Madura juga nih). Porsinya besar: nasi, ayam bakar bumbu rujak, oseng tempe kacang tanah, sambel, lalap ketimun dan daun selada. Anakku saja sampai menggeleng ketika kutawari tambah nasi dan lauknya; berarti memang benar-benar besar porsinya.

Adzan shubuh menggema tepat setelah kami selesai makan. Kami langsung berkemas, menuju mushola, mengambil air wudhu, dan sholat. Meskipun masih shubuh, udara terasa panas sekali, di luar maupun di dalam mushola. Di dalam mushola ada kipas angin besar yang suaranya mirip helikopter, tapi tetap tak cukup mengatasi udara yang panas. Hal itu membuat kami tak ingin berlama-lama di dalam musholla, segera setelah sholat dan dzikir sebentar, kami menuju bus dan langsung masuk. AC bus yang terus dinyalakan membuat ruangan di dalam bus sangat suwejukk...

Tak berapa lama, setelah anggota jamaah lengkap, kami berangkat melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Muthawif kami menyarankan kami untuk tidur tapi tetap dengan hati yang berdzikir. Perjalanan masih cukup panjang. Sepanjang jalan hanya bentangan padang pasir dan lampu-lampu jalanan. Sesekali bus kami berpapasan dengan kendaraan-kendaraan lain. Mungkin ada rumput atau pohon-pohon kecil yang tumbuh di padang pasir sana, tapi pagi yang masih gelap mengaburkan pandangan.

Perut kenyang, udara sejuk, mata lelah. Apalagi yang lebih nikmat dari tidur?

Sampai jumpa di Madinaturrosul...

Wassalam,
LN

Catatan Perjalanan Umroh (3): Tiba di Jeddah

Sabtu, 30 Agustus 2011. Pukul 01.00 waktu Jeddah (pukul 05.00 WIB). Pesawat kami landing di King Abdul Aziz Airport. Mulus, nyaris tak terasa ketika roda pesawat GA Jumbo Jet itu menyentuh tanah. Kata suami, "kok gak kroso yo? Beda dengan pesawat kecil...."

Semalam ketika kami berada di pesawat, seperti biasa, aku mencuri start untuk tidur. Kebiasaanku ketika terbang adalah memanfaatkan waktu untuk tidur (hanya sesekali untuk baca), karena dengan cara begitu, bisa menghemat energi. Begitu tanda kenakan sabuk pengaman dipadamkan, jaket kupakai, selimut kubuka, kututupkan ke sekujur tubuh, termasuk ke mukaku, untuk melawan dinginnya AC yang bikin kepala pusing (dasar orang udik). Waktu pramugari membagikan juice apel/jeruk, aku langsung meneguknya sampai habis, karena memang lagi haus-hausnya. Ketika tissue basah dibagikan, aku membuka mata sebentar, mengusap-usapkan tissue itu ke seluruh telapak tangan, kemudian merem lagi, menunggu makan malam dibagikan.

Makan malam yang terdiri dari dua pilihan, beef atau chicken, kami selesaikan dengan cepat dan tertib. Porsinya yang kecil membuatku tidak tega melahapnya, kusorongkan ke baki makan anakku. Dengan porsi segitu, dia tidak akan kenyang. Aku melahap russian salad dan separo dessert, apple truffle, separonya juga kusorongkan ke baki anakku. "Lho, lha ibu makan apa?" Tanya anakku. "Makan salad udah kenyang, soalnya saladnya kentang". Jawabku meyakinkannya.

Perjalanan malam tadi benar-benar membuatku kenyang tidur. Aku sengaja tidak melakukan apa pun kecuali berdzikir sambil merem sampai tertidur. Mas Ayik dan Arga berdiskusi tentang sepeda, helm, camping, kacamata, jam tangan.... berhenti sejenak ketika kuingatkan untuk dzikir dan baca sholawat, hanya sejenak, kemudian diskusi diteruskan lagi. Akhirnya kuputuskan aku berdzikir dan baca sholawat sendiri tapi kuniatkan untuk kami bertiga.

Dua jam sebelum landing, kami dibangunkan untuk menikmati mie atau nasi goreng. Mie kumakan habis, tapi roti dan mentega putihnya, lagi-lagi, menjadi jatah Arga. Ukurannya yang jumbo (seperti pesawat yang kami tumpangi), membuatnya mampu melahap tiga roti sekaligus (apalagi rotinya cil-kecil tak iye). Selepas makan, aku tidur lagi. Sebetulnya tidak terlalu ngantuk, tapi hembusan AC yang langsung menerpa mukaku, membuatku benar-benar tidak tahan untuk tidak menutupi wajahku dengan selimut. Dalam keadaan seperti itu, apalagi yang bisa dilakukan, kecuali bersholawat sampai tertidur.

Begitu masuk bandara King Abdul Aziz yang luas itu, kami langsung menyerbu toilet. Ampuunnn, antreannya, sampai tumpah keluar ruangan. Aku pikir, toilet ini tidak memadai jumlahnya. Cuma ada 3 kamar kecil, di dalam ruangan yang juga kecil, sehingga antrean tumpah di luar ruangan. Dan kotornya minta ampun, air "ngecembeng", tissue, pembalut, berserak di lantai. Duh. Sekoboi-koboinya aku, ternyata aku gak tega juga untuk buang hajat kecil di toilet itu. Aku mengurungkan niat, berharap nanti akan ada acara mampir pipis ketika perjalanan dengan bus menuju Madinah.

Kami semua kemudian digiring ke counter imigrasi yang antreannya sudah mengular. Berbaris dengan tertib. Menunggu pemeriksaan dokumen, untuk kemudian melanjutkan perjalanan selama sekitar 6 jam menuju Madinah, tempat Rosulullah bersemayam. Antrean panjang di depanku tak kunjung beringsut. Tapi kubah hijau dan roudhoh seperti menari-nar dalam bayanganku.

Ya Muhammad, kami datang, dengan sepenuh cinta, dan membawa salam untukmu dari bapak ibu kami, keluarga kami, sanak saudara kami, teman-teman kami....

Wassalam,
LN

Jumat, 29 Juli 2011

Catatan Perjalanan Umroh (2): Sholat Jamaah di Cengkareng

Waktu sholat maghrib tiba. Antrian di toilet, di tempat wudhu, di mushola mini ruang tunggu E6 itu, penuh sesak. Aku jadi ingat ketika 2 tahun lalu menunaikan ibadah haji. Antrean yang serupa terjadi di hampir semua toilet perempuan (nggak tahu apa seperti itu juga yang terjadi di toilet laki-laki), di Masjid Nabawi, di Masjidil Harom, lebih-lebih di Arofah. Panjaaaanggg dan laaamaaa...

Karena mushola yang ada terlalu mini, sementara kami semua mengejar waktu untuk sholat maghrib-isya jamak takdim sebelum boarding, maka jadilah ruang tunggu E6 itu, di beberapa sudutnya, disulap menjadi mushola dadakan. Lengkap dengan khotib dan imam dadakan juga. Suasananya mirip--sedikit mirip--di masjidil harom dan di masjid nabawi. Orang berdempet-dempet rapat menunaikan sholat, nyaris tidak ada tempat sisa di setiap shaf-nya. Sajadah digelar, ada yang dipakai sendiri, ada yang dipakai berdua, ada yang tanpa sajadah. Ada juga yg menggelar koran. Nah, yang sholat dengan separo sajadah dan yang tanpa sajadah ini yang aku ragu-ragu... bagaimana pun ini bukan musholla, tapi ruang tunggu, yang tidak terjaga kesuciannya. Sholatnya sah tidak ya? Hanya Allah Yang Maha Tahu, Maha Memaafkan, Maha Penuh Pengertian (khusnudhon@com). Untungnya aku selalu bawa sajadah tipis yang cukup lebar, oleh-oleh dari seorang teman dari Mekkah, dia pramugari haji, lulusan Unesa juga. Sajadah itulah yang kubawa ke mana-mana, cukup lebar tapi ringan, dan saat ini kugelar untuk sholat berjamaah.

Menunggu beberapa saat lagi. Perut sudah mulai terasa lapar. Waktu seperti berjalan lambat. Pinginnya segera masuk pesawat, terus makan...

 Cukup dulu, boarding time....

 Wassalam,
 LN

Catatan Perjalanan Umroh (1) Ngleset di Cengkareng

29 Juli. 15.00 WIB. Transit di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng. Insyaallah terbang ke Jeddah by GA pada 18.45. Semoga perjalanan lancar, tidak ada halangan apa pun. Diperkirakan tiba di Jeddah pada 15.00.

Aku, Mas Ayik, Arga dan semua jamaah yang lain--jamaah yang biro travelnya Nabila--dari KBIH Al-Quddus, dan KBIH yang lain, duduk-duduk di depan counter check-in penerbangan keluar negeri. Petugas dari Nabila sedang mengurus segala sesuatunya. Beberapa jemaah menunggu dibimbing ke tempat sholat, mereka belum sholat ashar. Aku kebetulan sudah sholat ashar jama' takdim di Juanda tadi.

Sambil membunuh waktu, beberapa dari kami membuka perbekalan, roti, cokelat, wafer, kletikan, minuman. Anakku Arga sudah minta jalan saja, katanya daripada nganggur. Tapi abahnya memintanya bersabar. Ya beginilah kalau pergi bersama rombongan. Harus sabar, toleran, tepo seliro. Ini belum seberapa. Ketika haji, kesabaran diperlukan berlipat-lipat.

Anakku yang termuda dalam rombongan kami. Di atasnya, ada mahasiswi ITB, semester terakhir, anak tunggal juga. Dia dengan bapak-ibunya, yang tahun lalu baru saja menunaikan ibadah haji.

Dalam rombongan kami, ada 22 orang. Sebagian ada yang mengambil 9 hari, sebagian 31 hari, dan sebagian lagi ada yang mengambil 35 hari. Dua kelompok yang kusebut terakhir, pulang setelah lebaran di Mekkah. Aku bilang ke anak dan suamiku, "Yuk, kapan-kapan kita berumroh di bulan Ramadhan sampai Idul Fitri..." Wah, kubayangkan betapa nikmatnya? Tapi jawaban suami, "Sebulan? Perusahaane mbah-e tah? Ijine rek, kakehan....".

Beberapa saat kemudian petugas travel meminta passport kami semua, dan tak berapa lama, dia mengembalikannya lagi, lengkap dengan boarding pass yang sudah dijepret di tiket kami, disatukan dengan passport. Beberapa orang masih sholat, dan karena aku sudah Sholat, maka aku bertugas menunggu tas-tas tenteng mereka. Tentu saja sambil menulis, duduk di atas trolly, dan sesekali melihat ke arah tumpukan tas-tas di depanku.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya kami digiring ke arah custome. Antrean panjang. Counter imigrasi yang lebih dari sepuluh itu penuh. Tiga orang ibu yang sudah sepuh, semua di atas 60 tahun, minta saya ada di depan mereka, katanya karena saya "sing enom". Saya minta mereka menyiapkan passport dll-nya, karena dokumen itulah yang akan diperiksa. Mereka bertanya, "Nak, nanti ditanya-tanya apa sama petugasnya?" Saya jawab, "Nggak ditanya, Bu, hanya diperiksa saja surat-surat kita, terus distempel, cetok-cetok....!"

Akhirnya kami lolos dari imigrasi. Masuk ke ruang tunggu E6. Anakku langsung tengok sana-sini, cari stop kontak, maksudnya mau nge-charge hape-nya. Akhirnya nemu di dekat kotak telepon, langsung aja tanpa ba-bi-bu, hape-nya langsung di-charge.

Pukul 17.10. Kalau tepat waktu, sebentar lagi boarding. Aku harus ke toilet dulu sebelum naik pesawat. Bukan untuk nge-charge. Tapi nge-tap. He he....

Moga perjalanan lancar.

Wassalam,
LN