Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Sabtu, 11 Februari 2012

Model Pembelajaran Kooperatif

Luthfiyah Nurlaela


A. Pendahuluan
                Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang akhir-akhir ini sangat populer, karena diterapkan dalam banyak bidang studi. Beberapa ahli menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, tetapi juga sangat membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis, kemauan membantu teman kelompok, dan sebagainya.

                Pembelajaran kooperatif sesungguhnya merupakan ide lama. Semenjak abad pertama setelah masehi, para filosof sudah mengemukakan bahwa agar seseorang belajar, dia harus memiliki teman belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya (Slavin, 2000).

                Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individual ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih banyak meningkatkan hasil belajar daripada pengalaman pembelajaran tradisional (Lundgren L., 1994). Huber, Bogatzke dan Winter (Slavin, 2000) yang membandingkan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions) dengan kelompok kerja tradisional menemukan bahwa, kelompok STAD mendapatkan skor yang lebih baik pada tes matematika. Selanjutnya penelitian Burron, James, dan Ambrosio (1993) menemukan bahwa walaupun tidak ada perbedaan dalam prestasi belajar, kelompok pembelajaran kooperatif menunjukkan pemerolehan yang cukup baik dalam keterampilan menelitinya.  Sebelumnya, Watson, Scott B. (1991) menemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal kemampuan kognitif siswa yang menggunakan bahan-bahan GEM yang dikombinasikan dengan teknik-teknik kooperatif, bila dibandingkan dengan hanya menggunakan GEM atau tradisional.

                Berdasarkan hasil penelitian Thompson (Lundgren L., 1994), manfaat pembelajaran kooperatif adalah: (1) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, (2) meningkatkan rasa harga diri, (3) memperbaiki sikap terhadap mata pelajaran, guru, dan sekolah, (4) memperbaiki kehadiran, (5) saling memahami adanya perbedaan individu, (6) mengurangi perilaku yang mengganggu, (7) mengurangi konflik antar pribadi, (8) mengurangi sikap apatis, (8) memperdalam pemahaman, (9) meningkatkan motivasi, (10) meningkatkan hasil belajar, (11) memperbesar retensi, dan (12) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.


B. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
                Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran dalam pendekatan konstruktivistis. Teori belajar konstruktivistis itu sendiri merupakan teori belajar yang dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif. Menurut teori belajar konstruktivistis, siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak lagi sesuai. Belajar itu lebih dari sekedar mengingat. Agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (Slavin, 2000).

                Dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya (Slavin, 2000). Agar pembelajaran kooperatif dapat terlaksana dengan baik, siswa harus diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk dikerjakan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu teman kelompok mencapai ketuntasan.

                Di dalam kelas kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa, campuran siswa berkemampuan tinggi, sedang, rendah, jenis kelamin dan suku/ras, serta saling membantu satu sama lain. Selama belajar secara kooperatif, siswa tetap bersama-sama dengan kelompoknya selama beberapa minggu. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang aktif, memberi penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran.

                Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan secara efektif, unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang perlu ditanamkan kepada siswa adalah sebagai berikut (Lundgren L., 1994): (1) para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama-sama”, (2) para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi, (3) para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama, (4) para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok, (5) para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok, (6) para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar, dan (7) para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

C. Keterampilan Kooperatif
                Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif, keterampilan-keterampilan kooperatif harus dilatihkan dulu kepada siswa. Keterampilan kooperatif berfungsi melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antara anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan (Suryanti, 1998).

                Sebagai suatu keterampilan belajar, keterampilan kooperatif ternyata memiliki tingkat-tingkat, yakni tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkat mahir (Lundgren L., 1994). Dalam setiap tingkat terdapat beberapa keterampilan yang perlu dimiliki siswa agar dapat melaksanakan pembelajaran kooperatif dengan baik.

                Keterampilan kooperatif tingkat awal meliputi: (1) menggunakan kesepakatan, yakni memiliki kesamaan kesepakatan. Hal ini penting karena anggota kelompok akan tahu siapa yang memiliki pendapat yang sama dan merasa pendapatnya berharga dan penting; (2)  menghargai kontribusi, yaitu memperhatikan atau mengenal apa yang dikatakan atau dikerjakan kelompok lain. Setiap kelompok tidak selalu harus setuju dengan kelompok lain. Kenyataannya dapat saja berupa kritikan, tetapi kritik terhadap ide dan tidak terhadap individu. Hal ini penting, agar anggota kelompok menyadari bahwa mereka dimengerti; (3) menggunakan suara pelan yang tidak terdengar oleh orang di seberang meja. Hal ini penting agar anggota kelompok dapat mendengarkan percakapan dalam kelompok dan tidak frustasi oleh suara keras dalam ruangan; (4) menggantikan seseorang yang mengemban tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok. Pekerjaan akan berjalan lebih efektif, jika seluruh anggota kelompok memberikan kontribusi dalam kegiatan yang terorganisir. Selain itu pada anggota akan tumbuh rasa sebagai anggota tim kerja untuk mecapai suatu tujuan yang sama; (5) berada dalam kelompok. Pekerjaan tidak akan efisien jika anggota kelompok pergi dari kelompoknya. Kelompok yang selalu tinggal bersama dapat saling membantu; (6) meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan akan terselesaikan dalam waktunya dengan ketelitian lebih baik dan kreatif. Kelompok akan lebih bangga terhadap peningkatan efektivitas dalam mempersiapkan tugas-tugas yang diemban; (7)  mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok. Jika satu atau dua orang tidak berpartisipasi atau hanya sedikit memberikan kontribusi, maka hasil dari kelompok tersebut tidak akan terselesaikan pada waktunya atau hasilnya kurang orisinal atau kurang imajinatif; (8) mengundang orang lain untuk berbicara; (9) menyelesaikan tugas tepat pada waktu yang direncanakan. Pekerjaan tidak akan selesai dan pekerjaan yang tidak selesai akan memperoleh nilai yang rendah; (10) menyebutkan nama dan memandang pembicara. Memanggil satu sama lain dengan menggunakan nama dan kontak mata. Anggota kelompok akan merasa bahwa mereka telah memberikan kontribusi penting apabila nama mereka disebutkan dan dilakukan dengan kontak mata; (11) mengatasi gangguan. Menghindari masalah yang diakibatkan karena tidak atau kurangnya perhatian terhadap tugas yang diberikan. Gangguan dapat membuat suatu kelompok tidak dapat menyelesaikan tugas belajar yang diberikan. Jika langkah-langkah positif telah diambil oleh kelompok untuk menanggulangi gangguan, anggota akan merasa telah berprestasi dan merasa dewasa dalam memahami hal tersebut; (12) menolong tanpa memberikan jawaban, artinya memberikan bantuan tanpa menunjukkan cara pemecahannya. Jika seorang siswa memberikan jawaban kepada anggota kelompok, mereka tidak akan merasa telah memahami atau menemukan konsep. Hubungan kerja dalam kelompok akan meningkat, karena semua anggota kelompok menyumbang pemikiran untuk memecahkan masalah, maka mereka merasa telah berprestasi dan memiliki rasa bangga dalam kelompok mereka; dan (13) menghormati perbedaan individu. Bersikap menghormati terhadap budaya, pengalaman hidup, serta suku bangsa dari setiap siswa. Permusuhan dihindari dan keharmonisan kelompok ditumbuhkan. Ketegangan dapat dikurangi, rasa memiliki dan persahabatan dapat dikembangkan serta masing-masing individu dapat meningkatkan rasa kebaikan, sensitivitas, dan toleransi.

                Selanjutnya keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi: (1) menunjukkan penghargaan dan simpati. Maksudnya adalah menunjukkan rasa hormat, pengertian dan kepekaan terhadap usulan-usulan yang berbeda-beda. Ketegangan dikurangi, rasa memiliki dan persahabatan dapat dikembangkan serta masing-masing individu dapat meningkatkan rasa kebaikan, sensitivitas, dan toleransi; (2) menggunakan pesan “saya”. Artinya menyatakan perasaan dengan menggunakan kata “saya” ketika berbicara. Contohnya, daripada mengatakan “Anda salah” lebih baik katakanlah “Saya pikir tidak begitu”. Jika menggunakan kata ganti orang pertama “saya” untuk menyebut diri sendiri, orang lain tidak akan merasa terancam atau merasa bersalah sehingga permusuhan dapat dihindari. Ketegangan dapat dihindari dan anggota kelompok akan merasa dihargai; (3) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima. Maksudnya adalah menyatakan pendapat yang berbeda atau menjawab pertanyaan dengan cara sopan dan sikap baik. Mengkritik seseorang dan memadamkan ide seseorang dapat menimbulkan atmosfir yang negatif dalam kelompok. Jika pendapatnya, bukan anggota kelompok yang mengkritik, anggota kelompok tidak akan merasa terhina dan permusuhan dapat dihindari; (4) mendengarkan dengan aktif. Dengan menggunakan pesan fisik dan lesan, pembicara akan tahu bahwa kita secara giat sedang menyerap informasi. Pengertian tentang suatu konsep akan meningkat dan hasil kelompok akan menunjukkan tingkat pemikiran dan komunikasi yang tinggi. Jika pembicara tidak terganggu dan semua siswa memberikan perhatian pada komunikasi, maka anggota kelompok akan merasa bahwa apa yang mereka sumbangkan itu berharga; (5) bertanya, artinya meminta atau menanyakan sesuatu informasi atau penjelasan lebih jauh. Konsep dapat dijelaskan, seseorang yang tidak aktif dapat didorong untuk ikut serta, dan anggota kelompok yang malu dapat dimotivasi untuk ikut berperan serta; (6) membuat ringkasan. Maksudnya adalah mengulang kembali informasi. Hal ini penting untuk membantu mengatur apa yang sudah dikerjakan dan apa yang perlu dikerjakan. Ketika kerja kelompok selesai secara efektif dan efisien, maka siswa akan merasa bangga terhadap kelompoknya; (7) menafsirkan, yaitu menyatakan kembali informasi dengan kalimat yang berbeda. Informasi dapat dijelaskan dan hal-hal penting dapat diberi penekanan, sehingga komunikasi akan semakin baik; (8) mengatur dan mengorganisir, artinya merencanakan dan menyusun pekerjaan sehingga dapat diselesaikan secara efektif dan efisien, dan tujuan akan mudah dicapai; (9) memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban dan memastikan bahwa jawaban itu benar. Pekerjaan akan bebas dari kesalahan dan kekurangtepatan. Pemahaman terhadap bidang studi akan berkembang. Hasil kelompok akan lebih baik dan membantu berkembangnya hubungan-hubungan yang positif antar anggota kelompok; (10) menerima tanggung jawab, yaitu bersedia dan mampu memikul tanggung jawab dari tugas-tugas dan kewajiban untuk diri sendiri dan kelompok, untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Tugas tidak dapat diselesaikan jika anggota kelompok tidak menerima tanggung jawab mereka dengan serius. Anggota kelompok yang mau menerima tanggung jawab untuk dirinya sendiri dan untuk kelompoknya, akan dapat belajar lebih banyak dibandingkan jika bekerja sendiri; (11) menggunakan kesabaran, yaitu bersikap toleransi pada teman, tetap pada pekerjaan dan bukan pada kesulitan-kesulitan, serta tidak membuat keputusan yang tergesa-gesa. Frustrasi, ketegangan dan stress anggota kelompok akan dapat dikurangi. Anggota kelompok akan merasa diterima, merasa berprestasi ketika mereka tetap berada pada pekerjaan dan berkembang kedewasaannya; dan (12) tetap tenang/mengurangi ketegangan, artinya adalah menciptakan atmosfir yang damai dalam kelompok. Suasana hening dalam kelompok menimbulkan tingkat pembelajaran yang lebih tinggi. Permusuhan akan terkontrol. Tidak ada seorangpun yang merasa terancam atau terganggu ketika ketegangan menurun.

                Lebih jauh, keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi: (1) mengelaborasi, yaitu memperluas konsep, kesimpulan dan pendapat-pendapat yang berhubungan dengan topik tertentu. Hal ini penting karena akan menghasilkan pemahaman yang lebih baik dan prestasi yang lebih tinggi, dan hal ini akan menumbuhkan motivasi yang lebih besar dan sikap yang lebih baik; (2) memeriksa secara cermat, yaitu bertanya dengan pokok pembicaraan yang lebih mendalam untuk mendapatkan jawaban yang benar. Pertanyaan yang dipakai adalah pertanyaan yang tidak menuduh, misalnya “mengapa” dan “dapatkan Anda memberikan contoh?”. Hal ini penting untuk menjamin bahwa jawabannya benar. Prestasi yang lebih baik akan menumbuhkan penghargaan yang lebih tinggi pada diri sendiri; (3) menanyakan kebenaran, yaitu membuktikan bahwa jawaban benar, atau memberikan alasan untuk jawaban tersebut. Hal ini dapat membantu siswa untuk berpikir tentang jawaban yang diberikan dan untuk lebih yakin atas ketepatan jawaban tersebut. Prestasi yang lebih baik akan mendorong ke sikap yang positif; (4) menganjurkan suatu posisi, artinya menunjukkan posisi dalam suatu masalah tertentu. Hal ini dilakukan agar dapat mengarahkan orang ke arah pikiran kita. Penting untuk tidak menghakimi atau harus menghormati pandangan orang lain pada waktu kita mempresentasikan posisi kita secara positif. Menghormati pendapat orang lain akan mengurangi konflik dalam kelompok; (5) menetapkan tujuan, maksudnya adalah menentukan prioritas-prioritas. Pekerjaan dapat diselesaikan lebih efisien jika tujuan jelas; (6) berkompromi, yaitu menentukan pokok permasalahan dengan persetujuan bersama. Kompromi dapat membangun rasa hormat kepada orang lain dan mengurangi konflik antar pribadi. Belajar untuk mengkritik pendapat bukan mengkritik orangnya, menjelaskan pertanyaan orang lain untuk meyakinkan suatu pengertian dan membatasi posisi kita dalam hal mengurangi perdebatan akan membawa kita ke kedewasaan dan pemberian keputusan dengan baik; dan (7) menghadapi masalah-masalah khusus, yaitu menunjukkan masalah dengan memakai pesan “saya”, tidak menuduh, tidak menggunakan sindiran, memanggil nama, menunjukkan bahwa hanya sikap yang dapat berubah bukan ciri atau ketidakmampuan seseorang, bertujuan untuk memecahkan masalah dan bukan untuk memenangkan masalah. Konflik antar pribadi akan berkurang dan tingkat kebaikan, sensitivitas dan toleran akan meningkat. Ketegangan akan terhindari dan hubungan pribadi akan meningkat. Kelompok sebagai tim akan berfungsi lebih baik dan dapat menyelesaikan tugas dengan lebih efektif.

D. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
                Dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif di kelas, ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan berikut (Slavin, 2000). Yang pertama adalah tahap persiapan, meliputi: (1) materi pelajaran, (2) menetapkan siswa dalam kelompok, (3) menentukan skor awal, dan (4) menyiapkan siswa untuk bekerja kooperatif.

Dalam persiapan materi pelajaran, materi pembelajaran kooperatif dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara berkelompok. Sebelum menyajikan materi pelajaran, dibuat lebih dahulu lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok kooperatif. Pada tahap menetapkan siswa dalam kelompok, kelompok-kelompok dalam pembelajaran kooperatif beranggotakan 4-5 orang siswa yang terdiri dari siswa tinggi, sedang, dan rendah prestasi belajarnya. Selain itu juga harus dipertimbangkan kriteria heterogenitas lainnya yakni jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan dan lain sebagainya. Beberapa petunjukan untuk menentukan kelompok kooperatif, yaitu: (1) merangking siswa, (2) menentukan jumlah kelompok, dan (3) membagi siswa dalam kelompok. Selanjutnya adalah tahap menentukan skor awal. Skor awal merupakan skor rata-rata siswa secara individual pada tes sebelumnya atau nilai akhir siswa secara individual pada caturwulan sebelumnya. Sedangkan tahap menentukan siswa untuk bekerja secara kooperatif, sebelum memulai pembelajaran sebaiknya dimulai dengan latihan-latihan kerja sama kelompok. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk lebih saling mengenal masing-masing anggota kelompoknya. Guru juga perlu memperkenalkan keterampilan kooperatif dan menjelaskan tiga aturan dasar pembelajaran kooperatif berikut: (1) tahap berada dalam kelompok, (2) ajukan suatu pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru, dan (3) berikan umpan balik pada ide-ide dan hindari mengkritik orang. Selain tiga aturan dasar tersebut, guru juga perlu menjelaskan aturan-aturan lain di dalam pembelajaran kooperatif, antara lain: (1) siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman sekelompok telah mempelajari materi pelajaran, (2) tidak seorang pun siswa selesai belajar sebelum semua anggota kelompok menguasai materi pelajaran, dan (3) dalam satu kelompok harus saling berbicara sopan.

Kedua, adalah tahap pembelajaran (presentasi pelajaran). Terdapat enam langkah utama dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997). Pelajaran dalam pembelajaran kooperatif dimulai dengan guru mengkomunikasikan tujuan-tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Langkah ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Dalam menyajikan materi pelajaran, hal-hal yang perlu ditekankan meliputi: (1) mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok, (2) pembelajaran kooperatif menekankan belajar adalah memahami makna, bukan hafalan, (3) mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, (4) memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah, dan (5) beralih pada konsep lain, jika siswa telah memahami pokok masalahnya. Selanjutnya siswa diorganisir dalam kelompok-kelompok belajar. Langkah ini diikuti dengan langkah di mana siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas (misalnya LKS). Langkah terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian dari produk akhir kelompok atau mengetes (mengevaluasi) materi yang telah dipelajari siswa dan pengenalan. Evaluasi ini dikerjakan secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja kelompok. Hasil evaluasi digunakan untuk menilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok. Sebelum evaluasi diadakan turnamen yang berfungsi sebagai reviu materi pelajaran (Suryanti, 1998).

Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah pembelajaran kooperatif di kelas disajikan dalam tabel berikut.
Ketiga, adalah turnamen. Turnamen merupakan suatu struktur di mana permainan itu terjadi, yang biasanya diadakan di akhir minggu atau akhir suatu bahan kajian, setelah guru mengajar di kelas dan kelompok-kelompok telah mendapatkan waktu untuk latihan-latihan dengan lembar kegiatan. Permainan disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang dirancang untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyampaian pelajaran di kelas dan kegiatan-kegiatan kelompok. Permainan-permainan itu dimainkan pada meja-meja turnamen, di mana setiap meja terdiri dari 3 siswa yang berkemampuan sama, masing-masing mewakili kelompok yang berbeda. Permainan itu berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberi angka secara sederhana di sebuah lembar yang sama. Seorang siswa akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa dari semua tingkat sebelumnya menyumbang dengan maksimal bagi skor-skor kelompoknya bila mereka berusaha dengan maksimal. Turnamen ini berperan sebagai reviu materi pelajaran (Suryanti, 1998).

                Prosedur turnamen adalah sebagai berikut (Suryanti, 1998). Pada permulaan periode turnamen, umumkan penetapan meja turnamen untuk para siswa, dan minta mereka untuk menyusun meja mereka sebagai meja turnamen. Untuk memulai permainan, tugaskan siswa mana sebagai pembaca, penantang 1 dan penantang 2. Selanjutnya pembaca mengambil kartu permainan dan membagikannya kepada siswa lain dalam meja tersebut. Kemudian siswa dalam meja turnamen mengerjakan pertanyaan. Pembaca membacakan jawabannya, bila penantang berbeda jawaban dengan pembaca, maka penantang boleh menyanggah dan mengajukan jawabannya. Begitu seterusnya dan siswa dalam meja tersebut bertukar peran.

                Keempat, yaitu kuis. Setelah diadakan turnamen, siswa mendapatkan kuis secara individual untuk mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan secara individual. Dalam mengerjakan kuis, siswa dalam kelompok tidak diperbolehkan saling membantu. Dengan demikian, siswa sebagai individu bertanggungjawab untuk memahami materi pelajarannnya. Kemudian kuis dinilai, dan skor yang diperoleh disumbangkan sebagai skor kelompok.

                Keempat, yaitu penghargaan kelompok. Yang pertama dilakukan pada tahap ini adalah: menghitung skor individu dan skor kelompok. Segera setelah turnamen dan kuis, diadakan penghitungan skor kelompok dan menyiapkan penghargaan pada tim yang memperoleh nilai baik. Untuk menentukan skor kelompok berdasarkan skor turnamen, pertama kali harus dilakukan pengecekan poin-poin tiap siswa, kemudian menjumlahkan skor semua siswa dan membaginya dengan sejumlah anggota kelompok yang ada. Sedangkan kuis selain digunakan untuk menentukan skor perkembangan secara individual juga dapat digunakan sebagai skor kelompok. Perhitungan skor perkembangan kelompok dapat dilihat pada tabel berikut (Slavin, 2000).
Selanjutnya yang dilakukan adalah menghargai prestasi kelompok. Terdapat tiga tingkat penghargaan kelompok, yaitu: (1) kelompok dengan rata-rata skor 40, sebagai kelompok baik, (2) kelompok dengan rata-rata skor 45, sebagai kelompok hebat, dan (3) kelompok dengan rata-rata skor 50, sebagai kelompok super. Dalam kelompok super dan kelompok hebat, sebaiknya guru memberikan penghargaan berupa sertifikat atau hadiah-hadiah lainnya tergantung pada kreativitas guru.

                Kelima, yaitu menghitung ulang skor awal dan pengubahan kelompok. Setelah satu periode penilaian (setelah 3 sampai 4 minggu pertemuan), dilakukan penghitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa baru. Selain itu, juga perubahan kelompok. Hal ini perlu dilakukan karena akan memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan siswa lain dan memelihara agar pembelajaran tetap segar.

E. Penutup
                Berdasarkan teori, dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit karena dapat saling mendiskusikannya dengan teman-temannya. Dengan demikian diharapkan prestasi belajar siswa dapat meningkat.
                Beberapa keunggulan model pembelajaran kooperatif antara lain: Adanya kepemimpinan bersama, adanya saling ketergantungan yang positif, keanggotaan yang heterogen, mempelajari keterampilan-keterampilan kooperatif, tanggung jawab terhadap hasil belajar seluruh anggota kelompok, menekankan pada tugas-tugas dan hubungan kooperatif, ditunjang oleh guru, satu hasil kelompok, dan evaluasi kelompok.

                Meskipun keunggulan-keunggulan model pembelajaran kooperatif sangat menonjol, perlu diperhatikan juga kekurangan model pembelajaran tersebut. Kekurangan model pembelajaran kooperatif yang utama adalah adanya anggota kelompok yang tidak aktif. Kekurangan ini harus dihindari, dengan cara: (1) tiap-tiap anggota kelompok bertanggungjawab pada bagian-bagian kecil dari permasalahan kelompok, dan (2) tiap-tiap anggota kelompok mempelajari materi secara keseluruhan. Hal ini disebabkan hasil kelompok ditentukan oleh hasil kuis dari anggota kelompok yang ada, maka tiap-tiap anggota kelompok harus benar-benar mempelajari isi permasalahan secara keseluruhan.


DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard I. 1997. Classroom instructional and management. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Burron, B., James, M. L., Ambrusso, A. L. 1993. The effects of cooperative learning in physical science course for elementary/middle level preservice teachers. Journal of Research in Science Teaching. Volume 30 Nomer 7 pp. 697-707.

Lundgren, Linda. 1994. Cooperative learning in the science classroom. Glencoe: MacMillan/McGraw-Hill.

Slavin, Robert E. 2000. Educational psychology: Theory and practice. Sixt Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Suryanti. 1998. Pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournaments (TGT) dalam rangka meningkatkan hasil belajar fisika siswa SMU. Tesis. Pasca Sarjana IKIP Surabaya .

Watson, S. B. 1994. Cooperative learning ang group educational modules: Effects on cognitive achievement oh High School Biology Students. Journal of Research in Science Teaching. Volume 28 Nomer 2 pp. 141-146.




Jumat, 10 Februari 2012

Saya dan sms-sms SM-3T

Saya sebenarnya telah berkali-kali diberi tugas oleh Rektor Unesa (termasuk sebelum periode Prof. Muchlas) untuk menjadi koordinator, atau setidaknya, menjadi tim inti dalam berbagai program dan kegiatan. Namun tugas sebagai koordinator SM-3T ini, terasa begitu menyenangkan, sekaligus menantang.

Ditunjuknya saya sebagai koordinator SM-3T (sebetulnya di SK disebut ketua, tapi saya lebih suka menggunakan istilah koordinator; terasa lebih 'cair', duduk sama rendah, berdiri sama tinggi) sebenarnya tidak lepas dari tugas saya sebagai koordinator (di SK disebut ketua) program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Unesa. Salah satu tujuan SM-3T adalah menyiapkan guru-guru yang profesional, yang setelah program SM-3T nanti, peserta berhak memperoleh beasiswa untuk mengikuti PPG tanpa tes. Jadi memang harus dipayungi di bawah PPG. PPG sendiri sedang dipersiapkan sebagai Unit Pelayanan Teknis (UPT), sejajar dengan UPT lain di lingkungan Unesa. UPT Pusat Pengembangan dan Pembinaan Pendidikan (P4, dulu namanya UPT PPL), Program Continue Education (CE), dan Pusat Sertifikasi, nantinya akan dipayungi oleh PPG. Saat ini pembangunan gedung PPG sedang berlangsung, direncanakan selesai akhir bulan Februari, dan selanjutnya akan segera ditempati untuk kegiatan PPG dan kegiatan lain yang relevan.

Pertama kali saya menginjakkan kaki di Sumba Timur yaitu pada pertengahan November tahun lalu. Saat itu tujuan utama saya tidak hanya dalam rangka SM-3T, namun juga untuk  mengambil data dewan pendidikan dan komite sekolah (kebetulan saya ditugasi rektor untuk menjadi ketua penelitian kerjasama dengan direktorat pendidikan menengah ini). Saya juga akan berkoordinasi dengan pejabat di Sumba Timur dalam kaitan sosialisasi dan persiapan SM-3T. Saya telah berkomunikasi dengan ibu Naomy, ibu Rambu, dan ibu Lusia (para pejabat di Dinas PPO Sumba Timur) jauh-jauh hari sebelum saya datang. Saya juga minta dipertemukan dengan calon peserta SM-3T dari Sumba Timur untuk melakukan sosialisasi. Selain itu, saya juga minta dipertemukan dengan Bupati dan Kepala Dinas PPO untuk berkoordinasi.

Pada hari pertama itu saya langsung jatuh cinta pada Sumba Timur. Jatuh cinta pada orang-orang berkulit hitam bermata tajam itu. Jatuh hati dengan tutur kata dan logatnya yang khas. Begitu melihat alamnya yang eksotis, kuda-kuda Sumba yang menawan, padang sabana yang mempesona, hati saya semakin tertambat; lekat erat menyatu dengan segala kepolosan, kesahajaan, dan kemiskinan yang melingkupi masyarakatnya.

Sejak hari pertama saya bertemu dengan mereka, maka sejak itulah belasan sms saya terima setiap hari. Tentang berbagai hal mengenai SM-3T, harapan-harapan mereka, ucapan terimakasih mereka, serta doa mereka untuk saya.

"Terima kasih ibu sudah datang, sudah memberikan penjelasan pada kami semua, sudah berbuat utk kami,  kami berdoa semoga ibu diberikan kekuatan dan kesehatan oleh Tuhan." Itulah salah satu sms mereka setelah pertemuan dalam rangka sosialisasi SM-3T. Dan belasan sms yang lain. Hampir setiap sms mereka selalu diakhiri dengan kata-kata: semoga Tuhan memberkati, atau GBU.

Saat ini, program SM-3T telah berjalan sekitar dua bulan; diikuti oleh 241 peserta dari lulusan berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Mereka telah dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan serta persiapan fisik dan mental selama 12 hari masa prakondisi; termasuk di dalamnya adalah pelatihan ketahanmalangan (survival). 

Pada minggu-minggu pertama masa pengabdian mereka di seluruh pelosok Sumba Timur, sms yang masuk dalam ponsel saya tak terhitung banyaknya. Mulai dari mereka yang minta pulang dan siap mengembalikan semua biaya selama mengikuti masa prakondisi, pemberangkatan, penginapan, serta beasiswa yang sudah masuk ke rekening mereka; mereka yang mengeluhkan ketiadaan air dan tempat tinggal yang layak; mereka yang belum dijemput kepala sekolahnya; mereka yang minta dipindahkan atau diberi teman dari sesama peserta SM-3T Unesa; dan banyak hal lagi yang mereka keluhkan, terutama adalah masalah ATM yang tidak bisa digunakan. Namun di sisi lain, adalah sms yang bernada  sangat optimis, komitmen untuk mengabdi, dan kesiapan mereka menerima segala situasi yang ada.

Sms yang lain adalah sms yang saya terima dari Arsyah dan Joko, dua 'lurah' SM-3T yang mengabarkan kondisi kesehatan teman-temannya, dan betapa dalam waktu dua minggu pertama, telah belasan dari mereka yang keluar-masuk RSUD, dan sebagian harus opname, karena malaria. Dan kondisi seperti itu terus berlanjut sampai hari ini, meskipun lambat-laun jumlah korban nyamuk malaria itu semakin berkurang.

Sebagai orang tua, saya merasa prihatin  juga mendengar kabar mereka harus diangkut dengan oto (bus kayu), berdesak-desakan dengan penumpang lain, jadi satu dengan berbagai macam barang dan binatang ternak, berjam-jam menempuh perjalanan dengan medan yang sulit, menuju RSUD Waingapu untuk memperoleh pengobatan dan perawatan. Sejauh itu, Joko, yang lokasi tugasnya sejauh 6 -7 jam dari kota, dan Arsyah, yang tempat tugasnya sejauh 3-4 jam dari kota, dengan para korcam dan peserta yang lain saling bahu-membahu untuk 'ngopeni' teman-temannya yang sakit, dan terus berkabar pada saya. Saya sangat bersyukur memiliki mereka berdua, dan mereka semua, yang dengan rela hati dan tanpa pamrih mau bersusah payah untuk teman-temannya. Saya membayangkan, betapa sulitnya situasi yang kami hadapi, bila mereka tidak memiliki jiwa penolong yang luar biasa itu. Kepedulian sebagai sesama teman seperjuangan, dan kepekaan hati untuk selalu merasa senasib-sepenanggungan.

Begitu banyaknya sms yang masuk, sampai-sampai saya harus secara rutin menghapus sms-sms itu hampir setiap hari dari ponsel saya. Meskipun sudah terhapus, ada banyak sms yang tidak terhapus dari benak saya. Salah satunya adalah sms dari Risky Soegiarto, gadis manis yang ditugaskan di tempat sangat terpencil, di desa Ramuk, kecamatan Pinupahar. Dia mengirimkan sms-nya pada sekitar pukul 22.00 WITA. Saat saya membaca sms-nya, perasaan saya tersentuh dengan permohonannya yang 'setengah hati' untuk dipindahkan. Setengah hati, antara keinginan untuk tetap bertahan, dan keraguannya untuk mampu bertahan. Meskipun esok harinya dia mencabut keinginannya untuk pindah, namun sms-sms dari Joko dan beberapa temannya yang mengabarkan bagaimana kondisi Risky, tempat tinggalnya, dan keamanan dirinya, begitu mengganggu pikiran saya.   

Sampai suatu ketika, pada kesempatan monev, kami (saya, pak Rektor, mas Rukin dari Jawa Pos, dan mas Bimo dari humas Dikti), berhasil menjangkau tempat Risky. Hati saya seolah luluh-lantak melihat ketabahannya. Sms pertamanya terbayang begitu saja di benak saya. Pada malam yang sangat sepi, di tengah hutan belantara, ditemani sebuah pelita, sendirian, dengan sebuah al Quran yang selalu berada di dekatnya di sepanjang malam, mungkin sambil menangis, anak itu menulis sms-nya. Sebagai seorang ibu, saya merasakan betul bagaimana situasi batinnya saat itu.....

Sms yang lain adalah dari Yohana Makaborang. Dia menanyakan kepada saya, apakah boleh dia melakukan kegiatan pelayanan gereja setiap akhir pekan, yang mengharuskan dia untuk meninggalkan tempat tugasnya di kecamatan Kanatang setiap Jumat sore ke Waingapu (karena pelayanannya di sebuah gereja di Waingapu), dan Senin pagi sebelum sekolah dimulai, dia sudah kembali lagi ke Kanatang. Awalnya saya tidak membalas sms itu, karena saya sedang melakukan monev di pelosok kecamatan Pinupahar dan sinyal di ponsel saya on-off. Esoknya, teman Yohana, namanya Alsrikani Ninggeding, mengirimkan sms dengan nada yang sama. Maka saya balas untuk keduanya, bahwa yang penting mereka berkomunikasi dengan camat, kepala desa, kepala sekolah, guru-guru, dan teman-teman SM-3T yang lain, dan kalau tidak ada masalah bagi mereka semua, maka bagi saya juga tidak ada masalah. Balasan sms mereka tidak saya duga sedemikian rupa responnya. 'Ibu, tidak bisa saya ucapkan dengan kata-kata, betapa ibu begitu bijaksana. Ibu adalah mama bagi kami. Ibu begitu mengerti kami, memahami agama dan keyakinan kami. Salam hormat dari kami semua, dari orang tua kami, dari seluruh keluarga kami. Semoga Tuhan selalu memberkati Ibu sekeluarga." Saya katakan kepada Yohana dalam sms saya, "kalian melakukan sesuatu yang baik. Dan sesuatu yang baik itu harus dipelihara".

Tentu saja ada juga sms yang sempat membuat saya kehilangan kesabaran. Adalah Umbu Pindi Praing (panggilannya Era), yang dari awal pengiriman ke Sumba Timur sampai hampir dua minggu setelahnya, selalu menanyakan tentang ATM-nya yang trouble; sampai 'mengancam' akan datang sendiri ke Surabaya untuk mengurus ATM-nya. Masalah ATM itu tidak hanya menjadi masalah dia, tapi juga menjadi masalah hampir sebagian besar peserta. Harus diakui, di Waingapu, ibu kota Sumba Timur, tidak semudah di kota-kota besar untuk mendapatkan layanan ATM. Bank di sana hanya ada BRI, BNI, dan Bank NTT. Layanan ATM juga hanya ada di tiga bank itu, atau dengan ATM Bersama. Bank mitra kami adalah BTN, dan begitu banyak persoalan yang muncul karena memang dari keterbatasan layanan BTN sendiri, sekaligus dari perilaku nasabah (dalam hal ini adalah para peserta SM-3T). Sudah disampaikan kepada mereka oleh petugas bank tentang bagaimana bertransaksi dengan aman, namun banyak di antaranya yang bertransaksi dengan 'mekso'. Akibatnya, puluhan ATM menjadi bermasalah. Sudah dikatakan bahwa kita akan menguruskan semua ATM yang terblokir itu ke BTN Surabaya, dan ATM yang baru akan dibawa ketika supervisi, lengkap dengan nomer PIN masing-masing, namun sebagian dari mereka begitu sulit menerima penjelasan itu. Padahal mereka semua telah menerima insentif bulan pertama mereka secara tunai, karena kita sudah mengantisipasi akan adanya persoalan dengan ATM mereka (sebagian besar dari mereka baru pertama kali memiliki ATM). Namun mereka, terutama Era itu, hampir setiap hari mengirim sms menanyakan kepastian ATM-nya, terus-menerus, tidak hanya ke saya, tapi ke semua tim inti, dan juga kepada petugas BTN sehingga sempat membuat salah satu petugas 'berang'.....dan saya pun kehilangan kesabaran. Saya balas sms Era: "dari kemarin yang kamu urus duwit melulu!" Sejak itu Era tidak pernah lagi sms ke saya menanyakan ATM-nya, tapi sms terus kepada Andra, pak Wasis, mas Jono, dan anggota tim inti yang lain.....

Tentu saja masih banyak puluhan sms yang lain, yang tidak bisa saya lupakan, meski sudah terhapus dari memori ponsel saya. Sms yang bernada kocak tapi memprihatinkan, yang berkesan 'gagah-berani' tapi 'melas-ati'. Sms-sms dari Abdul Hamid adalah di antara sms-sms itu. Anak pintar yang bertugas di desa Tawui, kecamatan Pinupahar itu, cukup intens bersms ke saya. Berikut ini adalah beberapa sms-nya (dalam versi asli):

"kmrn 1000 org mahasiswa FKIP dr bbrp Univ d Kupang demo d kantor DPRD Kupang menuntut program SM3T dihentikn krna mempersempit lapgn krja mereka.
Ketua DPRD NTT mendukg tuntutan massa & brjanji akn menyampaiknnya kpd pemerintah.
Prstwa ini tidak akn menyurutkn nyali kami, krna pd kenyataannya masyrkt Sumba Timur spnuhnya menerima kami."

"wlw hujan, ada 12 dr 19 siswa klas 8A yg pergi k sekolah.
6 org diantara 12 siswa tsb brasal dr Lelunggi, 8km dr sekolah & mereka jalan kaki.
sayang skali, hari ini kami hanya bs blajar d perpus krna ruang klas byk kubangan air hujan & urine sapi.
Baunya...
:D"

"Mereka brgkt dr rumah jam stgah 6 ktka hari msh gelap.
tak seorg pun smpt makan pagi&tak seorg pun bw bekal k sekolah.
Mereka baru makan pulg dr sekolah dg menu nasi dan sayur daun singkong saja.
Kalo pun ada lauk lain ya ikan teri."

"Sejak kmrn Tawui sdag krisis air krna pipa air d gunung putus.
Kami cm bs mgharapkn air hujan.
td mlm saya&sulis ronda smp jam 00.50 WITA menugu hujan datg.
:)"

"Sprt biasa pagi ini hujan deras mengguyur desa Tawui.
08.30 WITA hujan reda & saya pun brgkt mgajar pake sandal, krna sekolah becek.
Tryt cm saya guru yg online (mgajar) hari ini.
Tmn2 SM3T yg lain sdag tidak ada jam (offline).
Guru2 lain datg, tp sdag tidak mood mgajar, mau negur jg sungkan.
Kepsek&wakasek sdag ada rapat d Waingapu.
Jadilah saya Kepsek sehari ini.
Hahaha"

"td wktu apel pagi ada 5 siswa kelas 7A yg hadir.
Jam 10 saya mau masuk mgajar d klas 7A, mereka sudah lenyap.
:D"

Dan berikut ini adalah sms dari Yuventia, dia ditugaskan di kecamatan Lewa:

"Hjan datang tiba2..
Anak bangsa brtatih mencari ilmu
Pjalanannya brkilo-kilo
Dy bsah kuyup tak mgurangi langkahnya
Wajahnya basah brcucur air
Tubuhnya merinding kdinginan
Hai anak Bangsa...q bangga padamu
Hati q tharu melìhatmu..."

Juga sms dari Ismi Zuniar:

"Assalamualaikum Ibu,
Maaf mengganggu,
Saya Ismi Zuniar peserta SM3T.
Kebetulan saya dan teman2 ditempatkan di SMPN 2 PAHUNGA LODU.
Kami berjumlah 8 orang, 3 laki2, 5perempuan.
Kami yang perempuan terkena gatal2,
Sudah diobati tp blm juga Ada tanda2 sembuh ibu,kami tidak tahu apa ini faktor air yg kotor atau alergi mie dan telur.
Maaf ibu, kalau ada obat alergi atau gatal, tolong dibawakan.
Maaf sudah mengganggu kenyamanan Ibu."

"saya kemarin sudah periksa ke puskesmas Ibu, obat dan salep sudah dipakai. Tapi tidak mempan.
Gatalnya masih bertambah...
Teman2 juga begitu Ibu.
Yang paling parah saya, karena bentol-bentolnya besar dan panas, terus jadi hitam.
Padahal di jawa saya tidak punya alergi...
kalau teman2 ada yang pnya alergi dan ada yang tidak.
Maaf Ibu sebelumnya sudah merepotkan."

"Kalau tidak parah dan banyak yang sakit, kita tidak akan lapor sama Ibu, karena kita juga sudah bawa obat alergi dan gatal dari jawa yang sudah biasa dipakai, tapi tidak mempan.
Makasih Ibu, semoga kita bisa cepat sembuh dan bisa dengan tenang mencerdaskan anak bangsa..."


Saya sering tertawa sendiri, mesam-mesem sendiri, bercampur haru membaca sms-sms mereka. Seringkali mereka hanya mengirimkan sms singkat: 'Ibu, apa kabar?" Atau "kapan ibu menengok kami lagi, kami kangen, ibu...." Atau "selamat malam, ibu, selamat tidur...."

Saya merasa bangga pada mereka semua. Di awal kedatangan mereka, saya sempat meragukan mereka, terutama pada mereka yang datang dengan 'bangkelan' yang luar biasa banyak sampai-sampai harus membayar banyak untuk kelebihan bagasinya. Saya sempat berpikir, mereka tidak akan 'tahan malang'. Tetapi kekhawatiran saya itu ternyata meleset. Sama sekali meleset. Dua kali kami ke sana, siapa pun dari kami, tidak menemukan satu pun wajah duka dari mereka. Semuanya, di lokasi mana pun, bahkan di lokasi terjauh pun, hanyalah wajah-wajah ceria dan optimis. Siap mengabdi. Siap mengemban tugas mulia mencerdaskan anak bangsa di setiap pelosok Sumba Timur. Saya patut bangga pada mereka semua. Merekalah 'motivated and passionate teachers' itu. Guru-guru hebat yang akan menjadi agen perubahan pendidikan di mana pun di seluruh penjuru negeri ini.....

Jumat, 10 February 10, 2012 8:14 PM
Wassalam,
LN

Kamis, 09 Februari 2012

Ke Sumba Lagi (9): Kedatangan Gelombang Terakhir

Inilah sarung dan cinderamata khas Sumba.

Minggu, 10 Desember 2011

Pagi ini kami akan bersenang-senang setelah seharian kemarin fisik kami terforsir. Saya menjanjikan akan menemani teman-teman ke tempat pengrajin tenun Sumba di Kalung dan di Kampung Raja. Masih ada cukup waktu sebelum kami harus ke bandara menjemput rombongan PR1 dan 92 peserta SM-3T yang hari ini datang dengan Batavia.

Sebelum berangkat, kami makan dulu di Mr Cafe, diantar Oscar dan pak Minggus. Kami menyelesaikan sarapan dengan cepat, dan segera melaju ke tempat tujuan.

Untuk kedua kalinya, saya datang lagi di Kalung. Di rumah salah seorang pengrajin tenun Sumba. Rumah yang sekaligus merangkap show room itu penuh dengan kain-kain tenun yang bagus dan mahal-mahal (untuk ukuran kantung saya). Macamnya mulai dari selendang, taplak meja, hiasan dinding, sarung, dan bahan untuk baju. Harganya berkisar Rp. 300.000,- sampai jutaan rupiah. Bagus-bagus. Bu Luci mengambil sarung seharga Rp.400.000,-. Saya sendiri mengambil sarung yang sejak kedatangan saya pertama dulu sudah saya pegang-pegang tapi tidak jadi saya beli (sayang uangnya), harganya Rp.650.000,-. Ya sudahlah, sarung itu akhirnya saya beli, untuk 'nduwen-nduwen'.

Dari Kalung, kami meluncur ke Kampung Raja. Orang-orang di Kampung Raja ternyata masih mengenali saya. Untung bagi saya. Saya katakan ke mereka, saya sekedar mengantar teman-teman, sehingga mereka tidak menawar-nawarkan barang-barang dagangannya ke saya.  Barang-barang seni yang saya beli sebulan yang lalu saja masih belum terurus. Beberapa sudah saya pigura, saya berikan ke teman-teman dekat sebagai oleh-oleh.

Dari Kampung Raja, kami kembali ke hotel. Sholat dhuhur, makan siang, dan bersiap menuju bandara. Makan siang belum selesai ketika bu Trisakti menelepon. Saya pikir dia menelepon dari Kupang, ternyata dia dan bu Kisyani serta beberapa teman dosen, sudah mendarat. Saya baru ingat, beliau-beliau menggunakan penerbangan Merpati, yang waktu mendaratnya sekitar satu jam lebih cepat dari Batavia. Sedangkan peserta dengan 2 dosen pendamping, terbang dengan batavia. Maka kami secepat mungkin menyelesaikan makan siang, dan bergegas menuju bandara.

Setibanya di bandara, bu Lusia ternyata sudah ada. Beliau datang beberapa menit sebelum kami. Belajar dari pengalaman kemarin, siang ini kami mengatur strategi. Teman-teman saya minta mengambil berapa pun trolley yang ada untuk mengangkut bagasi para peserta. Trolley di bandara ini tidak tersedia banyak, mungkin hanya belasan. Kami semua siap di depan pintu keluar yang panasnya luar biasa, menunggu para peserta dan teman-teman pendamping keluar.

Urusan bongkar-muat bagasi di halaman bandara tidak berlangsung terlalu lama. Kami semua sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan, termasuk bagasi peserta yang pasti luar biasa menggunungnya. Satu truk kami sediakan khusus untuk mengangkut bagasi, dan 2 bus untuk mengangkut pemiliknya. Dan meluncurlah kami semua ke penginapan Cendana.

Hari ini luar biasa melelahkan. Kami bekerja keras sampai hampir pukul 23.00 malam, tanpa sebutir nasi pun masuk perut sejak siang. Pengecekan dan penyerahan buku tabungan, ATM, surat tugas; pembagian uang saku; dan penentuan koordinator kecamatan; serta pengarahan untuk acara serah terima ke bupati besok, betul-betul menguras energi luar dalam. Para driver yang menunggui kami sampai geleng-geleng kepala lihat cara kerja kami. Mereka bilang, orang Jawa kalau kerja seperti orang gila. Kuat betul. Masa sampai semalam itu masih kerja terus.....

Wassalam,
LN

Kinerja Guru setelah Sertifikasi

Oleh Luthfiyah Nurlaela*

Abstrak: Tulisan sederhana ini merupakan hasil penelitian kecil yang bertujuan untuk mendeskripsikan kinerja guru-guru yang sudah lolos penilaian portofolionya, yang ditinjau dari unsur kualifikasi dan tugas pokok, unsur pengembangan profesi, dan unsur pendukung profesi. Metode pengumpulan data dengan angket dan wawancara, dengan jumlah responden 45 guru. Analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif dengan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  (1) Pada unsur kualifikasi dan tugas pokok, sebagian besar guru telah melaksanakan beban kerjanya sesuai dengan ketentuan (24 jam/minggu), namun hal-hal yang terkait dengan pembuatan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan penerapan penilaian alternatif, masih harus terus ditingkatkan, (2) Pada unsur pengembangan profesi, sebagian besar guru masih tetap mengikuti diklat peningkatan kompetensi, namun dalam hal penulisan karya tulis dan penelitian masih memprihatinkan, dan (3) Pada unsur pendukung profesi,  kebanyakan guru jarang mengikuti forum ilmiah.


A.      Permasalahan dan Kajian Teoretik
Kemajuan suatu negara banyak ditentukan oleh kualitas SDM. Oleh karena SDA tersedia dalam jumlah terbatas, banyak negara menjadikan SDM sebagai faktor penting untuk mempertahankan eksistensinya. Beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia telah membuktikan bahwa peningkatan SDM dapat mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.

Peningkatan SDM tidak bisa terlepas dari faktor pendidikan. Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa.
               
Berdasarkan laporan Unesco tahun 2008 yang dipublikasikan dalam Global Monitoring Report (GMR), dikemukakan bahwa indeks pendidikan Indonesia menurun. Nilai Education Development Index (EDI) turun dari 0,938 menjadi 0,935. Sebaliknya Malaysia justru meningkat, dari 0,934 menjadi 0,945, dan bahkan Brunei Darussalam mencapai angka yang lebih tinggi, yaitu 0,965. Laporan MGR tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia turun tingkat dalam pembangunan sumber daya manusia. Human Development Index (HDI) Indonesia pada tahun 2005 berada pada peringkat 107 dari 175 negara yang diteliti, sedangkan Malaysia berada pada peringkat 63, dan Singapura pada peringkat 25.

Data tersebut menunjukkan bahwa daya saing Indonesia sangat rendah, dan hal tersebut merupakan salah satu indikator rendahnya mutu pendidikan. Pendidikan belum mampu menghasilkan SDM yang berkualitas dan memiliki daya saing tinggi.

Dalam UU nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Bertitik tolak dari tujuan sisdiknas tersebut, pendidikan harus mampu menghasilkan SDM yang berkualitas dan profesional. Oleh sebab itu, pendidikan harus dibenahi agar berkualitas. Kualitas pendidikan sangat dipengaruhi oleh komponen mutu dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, iklim pembelajaran dan dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah (Mulyasa, 2007). Berhubungan dengan hal tersebut, guru merupakan faktor paling menentukan karena melalui guru, komponen yang lain menjadi sesuatu yang berarti bagi peserta didik.  Apapun upaya perbaikan yang dilakukan, tanpa keterlibatan guru yang profesional  tidak akan memberikan kontribusi yang berarti.

Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, serta untuk meningkatkan profesionalisme guru. Tujuan sertifikasi secara lebih rinci meliputi: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pendidikan, (2) meningkatkan profesionalisme guru, (3) meningkatkan proses dan hasil pendidikan, (4) mempercepat terwujudnya tujuan pendidikan nasional, dan (5) meningkatkan kesejahteraan guru.

Sertifikasi pendidikan guru dalam jabatan dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru yang meliputi sepuluh komponen. Sepuluh komponen tersebut adalah: (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Kesepuluh komponen portofolio tersebut merupakan refleksi dari empat kompetensi guru, yang meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Dengan ditetapkannya program sertifikasi, guru dihadapkan pada  harapan dan tantangan. Di satu sisi, guru mempunyai harapan untuk memperoleh peningkatan kesejahteraan secara materi (finasial), dan di sisi lain guru dihadapkan pada keharusan dan kewajiban untuk meningkatkan profesionalisme.

Sertifikasi guru telah dilakukan pada tahun 2006 dan 2007, dan akan segera dilaksanakan sertifikasi guru kuota 2008. Guru-guru yang sudah disertifikasi berarti sudah lolos penilaian portofolionya, dan sudah bisa dikatakan sebagai guru yang profesional. Namun apakah sebutan sebagai guru yang profesional ini serta merta melekat pada guru begitu dia dinyatakan lolos sertifikasi? Secara formal jawabannya adalah ”ya”, karena telah dibuktikan dengan penilaian potofolionya. Setidaknya guru-guru tersebut telah memenuhi syarat dilihat dari unsur kualifikasi dan tugas pokoknya, unsur pengembangan profesi, dan unsur pendukung profesi.

Pertanyaannya adalah, bagaimana kinerja guru-guru yang sudah bersertifikat tersebut? Banyak kekhawatiran dari berbagai pihak, guru-guru yang sudah lolos penilaian portofolionya akan merasa puas dan merasa sudah cukup karena dia telah mencapai ”puncak karirnya” sebagai guru. Kalau sebelum mengikuti proses sertifikasi guru-guru antusias dan aktif mengikuti berbagai kegiatan peningkatan kompetensi dan profesionalitas, misalnya dengan mengikuti diklat, forum ilmiah, penulisan buku, penelitian, dan lain-lain, maka setelah penilaian portofolionya dinyatakan lolos,  apakah antusiasme dan keaktifan itu masih tetap ada?

Disadari atau tidak, selama ini keikutsertaan guru dalam berbagai kegiatan peningkatan kompetensi dan profesionalitas sebagian adalah demi ”selembar sertifikat”, dan tidak mementingkan transfer of knowledge yang diperoleh selama atau setelah kegiatan. Semakin banyak sertifikat yang diperoleh, semakin tinggi skor portofolionya, dan peluang untuk lolos semakin besar. Lolos penilaian portofolio, berarti berhak menyandang predikat sebagai guru profesional, dan yang terpenting adalah berhak menmperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji. Hal inilah yang menjadi motivasi sebagian guru-guru (mudah-mudahan hanya sebagian kecil).

Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat bagaimana kinerja guru yang sudah lolos penilaian portofolionya. Peningkatan kompetensi guru seharusnya berlangsung terus-menerus meskipun dia sudah memiliki sertifikat pendidik, karena pada dasarnya guru adalah a learning person, seorang yang harus belajar sepanjang hayat. Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan profesionalitasnya sebagai guru.

Penelitian sederhana ini mengkaji kinerja guru yang sudah bersertifikat, yang dilihat dari unsur kualifikasi dan tugas pokok, pengembangan profesi, dan unsur pendukung profesi. Selain itu juga digali informasi mengenai pengaruh sertifikasi terhadap kinerja guru, serta saran untuk pelaksanaan penilaian portofolio yang diperoleh dari lapangan.
 
B.      Metodologi
Penelitian sederhana ini merupakan penelitian deskriptif, yang dilakukan pada 45 guru SD di Kabupaten Jombang. Meskipun yang menjadi responden adalah guru-guru SD, namun informasi dan data yang diperoleh mungkin dapat dianggap sebagai gambaran kondisi kinerja guru-guru pada umunya, meskipun tidak tepat sama. Guru-guru yang menjadi responden tersebut adalah guru-guru yang di sekolahnya sudah ada guru yang lolos sertifikasi kuota tahun 2006 dan 2007.  Responden berasal dari 15 SD negeri di Kabupaten Jombang, dan diambil secara kebetulan. Peneliti kebetulan adalah pengajar program S1 PGSD di kelompok belajar (Pokjar) Jombang, di mana semua mahasiswanya adalah guru-guru SD yang berasal dari D2 PGSD, dan tengah mengambil program S1 PGSD, agar memenuhi kualifikasi untuk mengikuti sertifikasi guru.

Metode pengumpulan data dengan menggunakan angket. Angket dikembangkan untuk menggali data tentang kinerja guru yang sudah bersertifikai dilihat dari: unsur kualifikasi dan tugas pokok, pengembangan profesi, dan pendukung profesi. Responden diminta untuk memberikan penilaian pada guru-guru yang sudah lolos sertifikasi ditinjau dari tiga unsur tersebut. Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif dengan persentase.

C.      Hasil dan Pembahasan
1. Unsur Kualifikasi dan Tugas Pokok

Unsur kualifikasi dan tugas pokok meliputi komponen kualifikasi akademik, pengalaman mengajar, serta perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kualifikasi akademik dilihat dari ijazah yang dimiliki guru saat yang bersangkutan mengikuti sertifikasi. Dapat dipastikan bahwa semua guru yang telah lolos sertifikasi berpendidikan minimal S1 atau D4.Sedabgkan pengalaman mengajar adalah masa kerja sebagai guru pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan formal tertentu. Sebagian besar guru (93%) yang diteliti memiliki masa kerja minimal 20 tahun.

Selanjutnya adalah perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Komponen ini dilihat dari beban kerja guru, pelaksanaan beban kerja tersebut, pembuatan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, sumber belajar dan media, dan penilaian pembelajaran. Secara lebih rinci, data tentang komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa pada umumnya (88,9%) beban guru adalah minimal 24 jam/minggu. Hal ini sesuai dengan tuntutan Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Sedangkan yang beban kerjanya kurang dari 24 jam, yaitu sebanyak 11,1%, setelah digali lebih lanjut penyebabnya ternyata karena guru-guru tersebut telah menjadi Kepala Sekolah. Sebagaimana ketentuan yang berlaku beban mengajar Kepala Sekolah minimal 6 jam/minggu karena beban kerja yang lainnya digunakan untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai kepala sekolah.

Sebanyak 88,9% beban kerja guru-guru tersebut dilaksanakan sesuai dengan alokasi waktu yang seharusnya, dan hanya sebagian kecil (11,1%) yang tidak melaksanakan sesuai dengan alokasi waktu yang seharusnya. Setelah digali lebih jauh, alasannya antara lain guru melaksanakan tugas lain seperti sebagai instruktur, guru inti, pembimbingan siswa dalam suatu kegiatan atau lomba. Alasan  yang lain adalah guru yang bersangkutan sering sakit, dan hal ini bisa dimaklumi karena guru-guru yang disertifikasi kuota 2006 dan 2007 pada umumnya adalah guru-guru yang sudah cukup lanjut usia.

Guru-guru selalu membuat perencanaan pembelajaran (46,7%), namun sebanyak 53,3% jarang membuat perencanaan pembelajaran. Meskipun hanya sebesar 47%, hal ini cukup menggembirakan sekaligus memprihatinkan karena kebanyakan guru  jarang membuat perencanaan pembelajaran. Fakta di lapangan menunjukkan, guru-guru tidak selalu membuat perencanaan pembelajaran secara mandiri. Silabus dan RPP yang dimiliki guru pada umumnya merupakan hasil kerja kelompok dalam forum KKG (Kelompok Kerja Guru), yang itu kemudian digunakan bersama-sama.

Hanya sebanyak 22,2% guru yang melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan selebihnya (77,8%) tidak melaksanakan. Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning) dalam hal ini diindikasikan dengan penerapan model atau metode pembelajaran yang inovatif dengan memanfaatkan berbagai sumber dan media belajar.  Fakta menunjukkan, meskipun berbagai pelatihan telah dilakukan untuk guru-guru dalam rangka meningkatkan kompetensi mereka,  ternyata hasilnya selama ini masih belum seperti yang diharapkan oleh semua pihak. Guru-guru masih melaksanakan pembelajaran dengan metode yang lama, secara konvensional, di mana sebagian besar menggunakan metode ceramah, dan kurang memberikan peluang bagi keterlibatan siswa serta pengembangan potensi mereka.

Selanjutnya sebanyak 33,3% guru jarang melaksanakan penilaian alternatif, dan selebihnya (66,7%) yang bahkan tidak pernah menerapkan penilaian alternatif. Penilaian alternatif yang dilaksud antara lain penilaian kinerja, penilaian proyek, portofolio, dan sebagainya, yang tidak seperti yang dilakukan pada umumnya oleh guru-guru, yaitu paper and pencil tes (misalnya dalam bentuk tes pilihan ganda, tes esai). Hal ini sama dengan persoalan penerapan model pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa, di mana meskipun guru-guru sudah berpengalaman mengikuti pelatihan penilaian inovatif, namun mereka tidak menerapkan hasil pelatihan tersebut dalam tugas sehari-harinya.

2. Unsur Pengembangan Profesi

Unsur pengembangan profesi meliputi empat komponen, yaitu: pendidikan dan pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, dan karya pengembangan profesi. Kinerja guru dijabarkan pada Tabel 2.

Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 51,1% guru mengikuti diklat kompetensi guru, dan sebanyak 15,6% jarang mengikuti, serta 22,22% tidak pernah mengikuti lagi. Tentu saja hal ini menggembirakan, karena kebanyakan guru tetap mengikuti diklat dalam rangka meningkatkan kompetensi mereka, meskipun mereka sudah mengantongi sertifikat pendidik. Menurut beberapa responden yang dikonfirmasi, ini disebabkan, pada dasarnya guru-guru tersebut memang memiliki motivasi yang tinggi untuk terus meningkatkan kompetensinya, dan motivasi tersebut tetap terpelihara meskipun mereka sudah lolos sertifikasi.

Dalam hal membuat karya tulis (artikel, buku, modul, dan sebagainya), sebagian besar guru (88,9%) tidak pernah melakukannya. Hal ini sangat memprihatinkan. Kenyataannya memang dalam portofolio guru, karya-karya berupa penulisan buku, artikel ilmiah yang dimuat di media atau jurnal, sangat jarang dilakukan guru. Tentu saja perlu terus-menerus adanya upaya dari pihak-pihak terkait untuk meningkatkan minat dan keterampilan guru dalam menulis. Apa yang sudah dilakukan oleh Diknas Kota Surabaya  baru-baru ini, yang bekerja sama dengan Jawa Pos untuk menyediakan kolom khusus bagi artikel-artikel guru yang layak muat setiap hari selama sebulan (dalam rangka memperingati hari guru tahun 2008), merupakan ide yang sangat baik dan patut dicontoh.
               
Dalam melaksanakan penelitian (termasuk PTK), kebanyakan guru (44,5%) tidak pernah melakukan setelah lolos sertifikasi. Mengingat PTK merupakan salah satu bagian tugas profesional guru, angka ini tentu saja cukup memprihatinkan, dan harus terus diupayakan untuk peningkatan minat dan kemampuan guru dalam membuat PTK.

Dalam melaksanakan pembimbingan teman sejawat, 60% guru tidak pernah melakukannya. Sedangkan untuk pembimbingan siswa, sebanyak 44,5% guru melakukannya. Kurangnya kegiatan pembimbingan pada teman sejawat menunjukkan kurangnya kemampuan guru dan mungkin juga kesempatan yang ada.

Yang menggembirakan, ternyata kebanyakan guru (95,6%) mendapatkan penilaian yang positif atas kinerja mereka dari kepala sekolah dan pengawas. Hal ini patut terus dipertahankan, karena bagaimanapun sebagai guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik, guru harus bisa menjadi contoh yang baik dan tetap menunjukkan komitmenya pada tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru yang profesional.

3. Unsur Pendukung Profesi

Unsur Pendukung Profesi meliputi tiga komponen yaitu: keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Berkaitan dengan kemungkinan ketepatan jawaban yang diberikan responden, maka pada unsur tersebut yang digali adalah meliputi keikutsertaan guru dalam forum ilmiah, keterlibatan guru dalam kepengurusan, dan tugas tambahan yang diemban guru. Secara lebih jelas dapat dicermati pada Tabel 3.

Berdasarkan tabel di atas,  kebanyakan guru (55,5%) jarang mengikuti forum ilmiah. Kenyataan di lapangan, forum-forum ilmiah yang dilaksanakan selama ini, sangat diminati oleh guru-guru yang belum lolos sertifikasi. Bahkan dalam satu kegiatan seminar, bisa diikuti oleh ratusan bahkan ribuan guru pada satu sesi. Seringkali terkesan, guru tidak mementingkan transfer pengetahuan dalam seminar tersebut, namun yang lebih penting adalah sertifikat seminar. Hal ini yang menjadi keprihatinan banyak pihak, dan tentu saja merupakan ekses negatif dari sertifikasi guru.

Hanya sedikit guru yang menjadi pengurus organisasi kependidikan/sosial (9%), serta yang mengemban tugas tambahan, misalnya sebagai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan lain-lain (13%). Hal ini bisa dimaklumi karena memang kesempatan peluang untuk  menjadi pengurus suatu organisasi dan mengemban tugas tambahan adalah terbatas.
 

Berdasarkan uraian di atas, perlu digarisbawahi bahwa program sertifikasi yang sebenarnya dimaksudkan pemerintah untuk meningkatkan profesionalitas guru, tidak selalu seperti yang diharapkan. Guru-guru sangat antusias mengikuti berbagai kegiatan seperti diklat, forum ilmiah, penelitian, dan sebagainya, sebelum mereka mengikuti sertifikasi. Namun setelah portofolionya lolos dan mereka mengantongi sertifikat pendidik, maka antusiame tersebut menurun dengan cukup signifikan.

Program sertifikasi tentu memiliki misi mulia yang diemban, yakni meningkatkan kompetensi guru sebagai agen pendidikan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan guru sebagai bentuk penghargaan atas profesinya, yang semuanya itu diharapkan bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan nasional. Namun perlu disadari bahwa ada beberapa hal penting yang harus menjadi perhatian, yang harus dilakukan oleh semua guru setelah memperoleh sertifikat pendidik, yaitu: (1) mengubah kultur, (2) bekerja menurut sistem, dan (8) mengembangkan kompetensi.

Pengertian dari mengubah kultur adalah mengubah mental, pandangan, sikap, dan perbuatan sebagai guru yang selama ini tradisional, apatis, pasif, menuju kepada kultur yang mencerminkan etos kerja yang aktif, kreatif, inovatif serta menyesuaikan diri dengan tuntutan kemajuan jaman. Perubahan kultur dan etos kerja akan memberikan manfaat yang luas tidak hanya untuk keuntungan pribadi guru tetapi secara luas akan berpengaruh kepada peningkatan kualitas pendidikan nasional.

Setelah mampu mengubah kultur kerja, guru harus melaksanakan tugas-tugas profesinya berdasarkan sistem yang ada serta aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu tugas guru yang utama adalah mendidik, mengajar, melatih, membimbing dan mengevaluasi peserta didik, sehingga guru harus melaksanakan tugas-tugastersebut secara sistematis. Guru dapat dikatakan bekerja secara sistematis apabila telah membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis, dan melakukan tindak lanjut.

Untuk menuju kepada loyalitas yang tinggi terhadap tugas sebagai pendidik, guru dituntut untuk selalu mengembangkan kompetensi. Oleh sebab itu, lolos dalam sertifikasi bukanlah puncak karir seorang guru, namun sesungguhnya tantangan yang lebih besar menunggu dia untuk lebih berkiprah memajukan pendidikan nasional.

A.      Simpulan dan Saran

Simpulan yang dapat dikemukakan adalah: (1) Pada unsur kualifikasi dan tugas pokok, sebagian besar guru telah melaksanakan beban kerjanya sesuai dengan ketentuan (24 jam/minggu), namun hal-hal yang terkait dengan pembuatan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan penerapan penilaian alternatif, masih harus terus ditingkatkan, (2) Pada unsur pengembangan profesi, sebagian besar guru masih tetap mengikuti diklat peningkatan kompetensi, namun dalam hal penulisan karya tulis dan penelitian masih memprihatinkan, dan (3) Pada unsur pendukung profesi,  kebanyakan guru jarang mengikuti forum ilmiah.

Saran yang perlu dikemukakan adalah bahwa upaya untuk terus-menerus meningkatkan minat, motivasi dan kemampuan guru dalam mengembangkan kompetensinya harus terus dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Upaya tersebut harus dibarengi dengan tersedianya peluang bagi guru untuk menunjukkan kinerjanya, misalnya kerjasama dengan media massa yang bisa menyediakan kolom khusus untuk pemuatan artikel-ertikel guru yang layak muat. Selain itu, setelah memperoleh sertifikat pendidik, seorang guru harus mengubah kultur, bekerja dalam sistem, dan terus-menerus meningkatkan kompetensinya.


Referensi

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Buku 2: Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan Melalui Portofolio. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Buku 3: Panduan Penyusunan Portofolio. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Buku 4: Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan Melalui Penilaian Portofolio untuk Guru. Jakarta: Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan.

Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

*Penulis adalah dosen Universitas Negeri Surabaya

Ke Sumba Lagi (8): Matawai Lapau, Peberewai, Karera

Perjalanan dari Waingapu ke Karera memerlukan waktu 5-6  jam. Dari Waingapu kota, melewati kecamatan Kambera, Pandawai, Matawai Lapau, Peberiwai, baru Karera. Kecamatan Karera adalah kecamatan kepulauan, di sanalah Pulau Selura berada. Pulau yang berbatasan dengan Australia. Beberapa bulan yang lalu, masyarakat Selura berteriak keras ingin melepaskan diri dari NKRI karena kepedulian pemerintah terhadap pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum dianggap tidak ada. Teriakan yang mencuat menjadi isu internasional itu membuat para petinggi negara kebakaran jenggot. Salah satu respon teriakan itu adalah saat ini akan didirikan sekolah SMP satu atap (satap) di Pulau Selura, yang awalnya hanya memiliki 1 SD.

Tiga kecamatan yang pertama berada di kota atau dekat kecamatan kota Waingapu. Sedangkan kecamatan Matawai Lapau kira-kira berjarak 2 jam dari Waingapu, dua jam selanjutnya adalah kecamatan Peberiwai. Sekitar 2 jam berikutnya adalah Karera.

Di Matawai Lapau, kami menempatkan 17 peserta yang tersebar di 6 sekolah. Setiap SD mendapatkan masing-masing 1 guru, di SMP ada 3 guru, dan yang paling banyak adalah di SMP satap yaitu 5-6 guru. Selanjutnya di kecamatan Peberiwai kami tempatkan 7 peserta, 3 di SD, 1 di PAUD, dan 3 di SMP. Di Kecamatan Karera, kami tugaskan 1 orang di SDI Pulau Selura, dan 9 orang di SMP di kecamatan Karera. Seorang yang kami tugaskan di Pulau Selura itu, Panca, belum-belum sudah mengeluhkan, bahwa kabarnya di Selura hanya ada Puskesmas yang dokternya datang hanya sekali seminggu. Dia tanyakan, bagaimana kalau sakit dan dokter tidak ada? Saya jawab, bawa obat-obat generik, dan berusahalah untuk tidak sakit.

Transportasi di 3 kecamatan itu bisa ditempuh dengan menumpang bus kayu (truk pasir yang diberi tempat duduk, ditutup seng bagian atasnya). Ada 2 armada bus kayu yang berangkat dari Waingapu jam 06.00, dan 2 bus juga yang berangkat dari Karera menuju Waingapu, juga jam 06.00. Hanya sekali jalan, tidak PP, bus-bus itu akan berjalan lagi esok harinya. Apa saja bisa diangkut jadi satu di dalam bus kayu, manusia, barang dagangan, dan ternak.  Satu bus bisa berisi sampai 30 orang, bahkan lebih. Kadang-kadang binatang ternak diletakkan di atas atap, kasihan saya melihatnya. Tubuh hewan-hewan itu meliuk-liuk menahan goncangan, angin menampar-nampar wajahnya tanpa dia bisa menghindarinya. Harusnya pemilik hewan memperhitungkan hal itu, misalnya dengan memasangkan kain penutup di muka hewan tersebut atau bagaimanalah supaya hewan tersebut tidak terkena masuk angin....

Saya bisa membayangkan bagaimana rasanya naik bus kayu. Dengan kondisi jalan seperti itu. Naik turun, berkelok-kelok, banyak lubang dan tanjakan tajam. Belum lagi hembusan angin yang cukup keras karena bus kayu itu tidak tertutup rapat, terbuka di banyak sisi. Pengalaman saya sebagai anggota pramuka dan pencinta alam sejak SMP sampai mahasiswa, yang mengharuskan saya beberapa kali naik truk pengangkut pasir dengan bak terbuka, membuat saya tidak merasa tersiksa berkendara di medan semacam itu. Kadang-kadang malah ketagihan. Tapi bagi para peserta SM-3T, terutama cewek yang manja-manja itu? Tidak, saya tidak meragukan mereka. Setidaknya saya harus menyakinkan diri sendiri, mereka akan menikmati perjalanan itu. Sepanjang pengalaman hidup mereka, mungkin inilah perjalanan paling menantang itu. Paling berkesan. Dan mereka akan terbiasa. Karena pilihannya hanya dua: bertahan atau pulang. Saya yakin dengan sepenuh hati, anak-anak manja itu telah menjelma menjadi pribadi-pribadi yang kuat dan tangguh, dan pantang pulang sebelum tunai tugasnya...

Semoga.   

Wassalam,
LN