Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Selasa, 03 April 2012

KWU, Bercerita, dan Menulis

Salah satu matakuliah yang saya ampu adalah Kewirausahaan. Kami biasa menyebutnya KWU. Pada semester ini, saya mengajar mahasiswa D3 Tata Boga. Ada sebanyak 30 mahasiswa, 6 di antaranya cowok.

Saya mengajar KWU sejak tahun 2000-an, sejak KWU menjadi matakuliah wajib di Unesa, dan sejumlah dosen diberi pelatihan dalam sebuah lokakarya, termasuk mengembangkan bahan perkuliahan bermuatan wirausaha. Saya menikmati mengajar matakuliah ini. Pengalaman saya mengurus usaha katering pribadi maupun katering kampus (sekitar 5 tahunan setelah menyelesaikan S2), dan menjadi penjual kue-kue lebaran bertahun-tahun (bahkan sampai saat ini), merupakan sedikit pengalaman kewirausahaan yang bisa saya bagikan. Namun selalu saya tekankan pada mahasiswa, bahwa kewirausahaan tidaklah identik dengan jualan. Ada banyak hal yang jauh lebih penting daripada sekedar mendapatkan uang. Ketika meninggalkan kelas, maka kelas harus kembali rapi dan bersih. Ketika melihat lampu menyala tidak pada waktunya, maka lampu harus dipadamkan. Ketika melihat sampah berceceran, maka harus berinisiatif untuk membersihkan. Ketika ada teman mempresentasikan sesuatu topik, harus menjadi pendengar yang baik, berani mengemukakan pendapat, dan terlibat sepenuhnya dalam diskusi. Wirausaha juga berarti suka bekerja keras, jujur, peduli, tidak mudah putus asa... Di atas semua itu, berwirausaha juga berarti berorientasi pada keuntungan.

Lebih dari sepuluh tahun saya mengajar KWU. Dengan beragam tipe kelas: ada yang aktif, setengah aktif, dan tidak aktif atau cenderung acuh. Tipe yang terakhir ini seringkali membuat saya harus memutar otak untuk bisa membuat mereka berubah. Memaksa mereka bertanya dalam diskusi. Mengharuskan setiap mahasiswa menjawab atau menanggapi. Memastikan presentasi berjalan baik dan lancar. Menuntun mereka menyusun business plan step by step. Memastikan produk yang akan mereka pasarkan layak dengan harga yang 'rasionable.' Memacu keberanian untuk mencari lokasi usaha, menghadapi kompetitor, menghadapi satpol PP dan 'preman-preman' pasar, menjemput pelanggan, dan siap gagal.

Mahasiswa-mahasiswa yang semester ini saya ajar, kebetulan termasuk tipe yang kurang aktif. Bukan termasuk jenis mahasiswa yang 'self-regulated learner'. Hanya ada dua orang yang aktif dan dua orang yang lumayan aktif dalam setiap diskusi materi. Selebihnya, perlu ekstra energi untuk membuat mereka mau bertanya, menanggapi, menjawab, dan terlibat penuh dalam diskusi.

Dari 16 kali pertemuan, separo untuk teori KWU, separo untuk praktek. Empat kali pertemuan untuk praktek di luar kampus, 3-4 kali pertemuan untuk praktek di dalam kampus, dalam bentuk gelar wirausaha. Praktek di luar kampus mereka laksanakan pada hari Sabtu dan Minggu, dengan mengambil lokasi di pusat-pusat keramaian, seperti Taman Bungkul, Tugu Pahlawan, Taman Mundu, Masjid Al Akbar, dan lain-lain.

Tidak seperti dalam kuliah teori di mana saya mendapatkan banyak kendala dalam mengaktifkan mahasiswa, dalam kegiatan praktek, saya tidak menemui kesulitan yang berarti dalam membimbing mereka. Pada dasarnya, mahasiswa menyukai praktek wirausaha. Mereka mengkonsultasikan jenis produk dengan penuh semangat, menghitung kebutuhan bahan, harga jual, dan sebagainya terkait dengan rencana bisnis mereka, dengan giat. Namun begitu gilirannya kuliah teori, mereka 'habis'. Ya, hanya ada sekitar 3-4 mahasiswa saja yang 'hidup'.

Untuk mengatasi gejala 'melempemnya' mahasiswa ketika kuliah teori, saya mengatur perkuliahan dengan cara berselang-seling antara teori dan praktek. Saya membagi kelas menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 anggota. Setiap selesai praktek, selain membuat laporan praktek, saya meminta setiap kelompok maju di depan kelas, menceritakan serunya kegiatan praktek mereka. Meskipun ketika kuliah teori sebagian besar mereka 'mati suri', namun ketika saya minta mereka untuk menceritakan pengalaman praktek, mereka saling berebut untuk bercerita. Betapa sulitnya mendapatkan tempat untuk memasang meja tempat jualan, bagaimana serunya menghadapi petugas keamanan, betapa asyiknya menawarkan barang dagangan, dan betapa luar biasa lelahnya mempersiapkan dan melakukan semuanya. Meskipun lelah dan capai, nampak sekali mereka menyukai pengalaman berwirausaha di luar kampus tersebut. Berhadapan langsung dengan kompetitor yang sebenarnya, konsumen yang sebenarnya, dan berbagai tantangan lain, yang sebenar-benarnya tantangan. Tidak seperti di kampus, di mana konsumennya adalah mahasiswa teman-teman mereka dan dosen-dosen, yang seringkali 'terpaksa' membeli produk mereka dengan alasan pertemanan atau karena kasihan.

Ya. Sesi berbagi pengalaman wirausaha ternyata menjadi sesi yang menyenangkan bagi mereka. Mereka yang dalam kuliah teori seperti 'hilang nyawa', berubah menjadi sangat bersemangat dan spontan ketika bercerita. Lepas. Penuh semangat. Pada saat seperti itu, saya lantas membawa mereka ke ranah teoretik. Membawa pengalaman-pengalaman mereka kepada teori-teori wirausaha yang relevan, sehingga terjadilah kegiatan eksplorasi pengetahuan, elaborasi, dan konfirmasi, dengan lebih baik.

Selain bercerita, saya juga meminta mereka menuangkan ceritanya itu dalam bentuk tulisan. Tidak seperti ketika mereka membuat makalah untuk presentasi, yang tulisannya sarat dengan 'ketidak jelasan' dan 'ketidak runtutan', tulisan mereka tentang pengalaman berwirausaha begitu spontan dan orisinil. Terasa betul semangatnya, luapan-luapan emosinya, kegalauan dan kecemasan, sekaligus kebanggaannya karena telah berhasil menghadapi berbagai tantangan. Kemampuan menulis, bagi saya, juga merupakan bagian dari wirausaha.

Sepanjang saya mengajar, saya banyak belajar. Mengajar mahasiswa yang pintar, sangat menyenangkan. Seperti mobil dengan power steering, mereka akan bergerak cepat dengan sedikit sentuhan. Mengajar mahasiswa yang kurang pintar, seperti mendaki bukit yang tinggi dan  terjal. Namun betapa nikmatnya jika berhasil mencapai puncak...   

Surabaya, 3 April 2012

Wassalam,
LN

Rabu, 28 Maret 2012

Pantai Berpasir Hitam

LUTHFIYAH NURLAELA

AKU tegak mematung di balkon hotel dengan sea view yang luar biasa indah. Laut membentang luas di hadapanku. Sejauh mata memandang, adalah warna kebiruan berselang-seling hijau dan abu-abu. Ombak berkejar-kejaran riuh rendah, pohon nyiur bergoyang-goyang. Karang-karangnya hitam menghampar. Angin berdesis-desis, mengelus wajah, membawa aroma anyir laut yang khas.
            Sekitar dua puluh menit yang lalu aku tiba di hotel ini. Masuk ke deluxe room-nya yang menghadap laut, yang membuatku berdecak-decak kagum. Laut, bukan sesuatu yang asing bagiku. Aku hidup di dekat kampung nelayan selama masa kecil dan remajaku. Meskipun ayahku bukan seorang nelayan, dan tentu saja juga tidak terlalu pandai mencari ikan di laut, namun laut dan segala dinamikanya sangat akrab dalam kehidupanku. Menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masa laluku. Bahkan sampai saat ini pun, bila aku pulang kampung, maka laut menjadi salah satu tujuan utamaku. Merasakan pasirnya yang lembut di kaki. Bermain dengan riaknya yang berbuih-buih. Berlari-lari menantang ombak yang datang berlomba. Atau sekedar duduk-duduk di bibir pantai yang berpasir hitam, berbasah-basah, memandangi samudra nan luas menghampar, dan membiarkan hayalan demi hayalan menjelajah langit dan cakrawala…..
            Selalu dan selalu, memandang laut lepas seperti ini membawaku pada suasana yang melankolis. Menenggelamkanku dalam riuh-rendah gemuruhnya masa lalu. Aku sudah menjelajah dan melihat begitu banyak laut dengan berbagai ragam pesonanya. Puluhan pulau telah kusinggahi, namun laut  selalu memberikan pesona tersendiri bagiku. Menarikku ke kedalamannya yang penuh misteri. Membangunkan gugusan nostalgi yang menumpuk di sudut-sudut ruang hatiku. Menjeratku dalam kenangan dan jalinan  benang-benang cinta putih yang tak sampai….
            Tegar. Nama itu menderu-deru di telinga batinku. Bertalu-talu. Lengkap dengan sosoknya yang memang tegar. Mata kelabunya yang tajam namun lembut adalah perpaduan antara keteduhan laut di sore hari dan sorot mata camar yang perkasa. Senyum tipisnya adalah cakrawala tertimpa matahari pagi yang jingga. Kegelisahannya yang meluap-luap adalah kabut tebal yang menyelimuti keluasan samudra yang menutupi kaki langit yang tak berbatas.
            Lebih dari dua puluh lima tahun yang lalu. Ya. Begitu cepatnya waktu berlalu. Dan selama itu, telah begitu banyak suka duka kehidupan yang kualami. Melarikan luka cinta sampai ke ujung dunia. Kupikir aku akan mudah melupakannya setelah menemukan tambatan hati yang lain. Dan memang itulah yang terjadi. Tegar hilang dari benakku. Hilang musnah. Kecuali jika kemudian aku ada di suatu tempat di mana laut membentang di hadapanku. Laut dan Tegar. Seperti dua keping mata uang. Tak terpisahkan.
            Kaki-kakiku akhirnya menapaki pantai berpasir hitam itu. Hangat. Aku menikmati desiran angin yang memporak-porandakan rambutku. Beberapa meter di  depanku kulihat seseorang berlari-lari kecil. Menjauh dari hadapanku tapi dengan wajah menghadap kepadaku. Berteriak-teriak lantang mengimbangi suara debur ombak. ”Aku cinta kamu, apa kamu dengar?” Rambut ikalnya menutupi sebagian kening dan mata coklatnya. Tapi tetap bisa kulihat kilau matanya yang mengobarkan cinta. Berkilat-kilat. Merobek-robek hati dan jiwaku. Aku mengangguk. Berlari mengejarnya. Dia menjauh, menggodaku. Semakin menjauh.....sampai akhirnya benar-benar tak bisa kulihat dia. Mataku tak menjangkaunya. Laut yang dalam telah menenggelamkannya.....
            Aku tersenyum kecut. Aku menghayal lagi. Menghayalkan Tegar. Laut selalu menghadirkan dia dalam berbagai lagak dan ekspresinya. Kadang dia menari-nari di atas ombak, lengkap dengan lambaian tangannya yang menggoda. Kadang senyum tipisnya yang mengejekku, timbul tenggelam di antara rerimbunan nyiur. Tak jarang pula suaranya berdesau-desau seiring dengan derit sekelompok camar. Tapi yang sering kulihat adalah jejak-jejak kakinya di sepanjang pantai yang berpasir hitam....
            Pantai  berpasir hitam. Tidak. Sesungguhnya pantai ini—pantai yang sedang kutapaki ini—tidak berpasir hitam. Bahkan pasirnya cenderung putih. Berbulir-bulir kecil, menghampar. Sebagian butirannya berkilat-kilat bak permata. Ah, cantik sekali. Di beberapa sudutnya menjulang batu-batu karang. Beberapa sejoli sedang berfoto-foto berlatar belakang karang itu, juga matahari jingga yang mulai tenggelam. Dan....ya, Tegar ada di sana. Melambai-lambai memintaku segera mendekat untuk menjangkau matahari sebelum dia sembunyi di kaki langit. Dia tertawa-tawa melihatku yang tak kunjung bisa menggapainya. Sampai akhirnya aku menyerah. Hanya diam, menatapnya dari kejauhan. Dan sirnalah ia bersama matahari jingga itu....
            Ya, pantai ini tidak berpasir hitam. Tapi itu setelah kulihat lekat-lekat. Dan berkata pada diri-sendiri kalau memang pantai ini tidak berpasir hitam. Memang tidak. Seperti kebanyakan pantai yang lain, pasirnya berwarna coklat kekuningan, bahkan putih kekuningan. Bergemirisik ketika kaki-kaki menapakinya. Tidak lembut seperti pantai berpasir hitam yang pernah kukenal. Bahkan serpihan-serpihan tajamnya menyakiti kakiku yang telanjang. Beda, beda sekali dengan pantaiku. Pasirnya yang hitam sangat lembut. Tidak berbutir-butir kasar. Setiap kaki yang menapakinya akan menyentuh kehangatan dan kelembutan. Namun begitu, di manapun, di pantai mana pun, berpasir hitam atau tidak, Tegar selalu hadir....
            Aku berbalik. Mengayun langkah kembali ke hotel. Sebelum lebih jauh terseret dalam lingkaran hayalan yang semakin menggila. Menenggelamkanku dalam dunia di antara bayang-bayang dan kenyataan, antara mimpi-mimpi dan harapan, antara masa lalu dan masa sekarang.... Fokus, fokus. Kembalilah ke dunia nyata. Dunia dengan setumpuk harapan dan kerja keras. Dunia di mana kumiliki asa yang sebenar-benarnya.....
            Satu setengah jam lagi acara lokakarya yang diselenggarakan oleh sebuah LSM itu akan dimulai. Aku diminta untuk menjadi salah satu narasumbernya. Kutatap pantai berpasir hitam itu dari kejauhan, sedetik, sebelum kuayun langkah menuju hotel. Sejenak sebelum kututup jendela kamar, sekali lagi kupandangi pantai, lantas bergumam. ”Jangan menyeringai seperti itu, Tegar, kamu tahu aku tidak suka itu...” Dan jendela benar-benar kututup. Rapat. Tak peduli apakah Tegar akan tetap berdiri congkak di atas karang itu, atau akan kembali bersembunyi di balik cakrawala. Toh sebentar lagi malam akan menemaninya......

***

TENTU saja aku tidak pernah berniat untuk tidak jatuh cinta lagi sepeninggal Tegar. Tidak. Hidupku harus terus berlanjut. Tegar hanyalah sekelumit kisah cinta masa remajaku yang pasti akan kandas dengan sendirinya. Ditelan waktu. Seperti kisah-kisah cinta monyet yang lain. Aku menertawakan masa itu—masa di mana aku seperti orang yang kehilangan segalanya ketika Tegar pergi. Dunia seolah telah selesai bagiku. Semangatku lenyap. Selera berkaryaku terbang entah kemana. Aku kehilangan imajinasi, kehilangan inspirasi, dan kehilangan waktu dengan percuma demi memanjakan diri merenungi nasib. Membiarkan detik demi detikku berlalu tanpa makna. Sampai akhirnya aku menyadari betapa tololnya aku. Telah membelenggu diri dengan keputus-asaan. Sementara Tegar—laki-laki itu—orang yang telah menenggelamkanku dalam situasi tak berarti itu, pergi begitu saja tanpa perasaan berdosa. Huh, bodoh benar aku. Memangnya dia siapa? Berani-beraninya mencampakkanku sedemikian rupa? Tak akan kubiarkan diri ini jatuh hanya demi menangisi laki-laki tak berarti sepertinya.
            Aku pun bangkit. Memunguti serpihan asaku. Menghimpunnya dalam genggamanku, menatap dunia dengan sepenuh hati dan harapan baru. Aku terlalu berharga untuk terus-menerus merasa terpuruk. Tuhan memberiku hidup tidak untuk kusia-siakan seperti ini. Tidak untuk kuisi dengan kesedihan tak beralasan. Ya, tak beralasan. Bahkan untuk seorang Tegar sekali pun....
            Sampai akhirnya kutemukan dia. Laki-laki itu. Tambatan hati yang luar biasa istimewa. Bersamanya kuuntai hari demi hari, detik demi detik. Mengukir langit dengan tinta warna-warni, berpendar-pendar penuh cahaya, gemerlap, memenuhi angkasa raya hati dan jiwaku. Dia bagai hujan yang tiba-tiba jatuh membasahi tanah gersang di padang tandus. Menghadirkan kesejukan yang tak terbayangkan. Menyulap ladang kering kerontang menjadi lembah yang hijau merona, berselingan dengan aneka rupa warna bunga. So colorfull. Hidup itu indah, sangat indah....
            Kujatuhkan kepalaku di bahu mas Surya. Suamiku. Laki-laki itu. Kami sedang menikmati ”Ketika Cinta Bertasbih” di ruang keluarga. Berdua saja. Tangannya meraih kepalaku, mengelus rambutku, membetulkan posisi kepalaku agar bisa senyaman mungkin bersandar di bahunya. Selalu begitu. Sikapnya selalu pada posisi siap sedia melayaniku, memenuhi kebutuhanku, menyediakan apapun yang aku perlukan. Di mana pun ketika kami sedang berjalan, berdua atau bersama anak kami, mas Surya selalu memegang tanganku. Memijit-mijit telapak tanganku. Kalau aku kesakitan, dia akan berkata dengan lembut, bahwa aku harus bertahan karena dia sedang berusaha menghilangkan kelelahanku. Telapak tangan yang sakit ketika dipijit adalah indikator kelelahan, katanya.
Banyak hal yang membuatku begitu mencintainya. Dada bidangnya adalah tempatku menumpahkan segala suka cita sekaligus kegundahanku. Mata teduhnya adalah telaga nan luas di mana aku bisa berenang di dalamnya sesuka hati. Lengan kekarnya ibarat tangan malaikat yang selalu menjaga dan merengkuhku senantiasa dalam pelukannya. Ya. Mas Surya sangat melindungi. Dia selalu memastikan aku akan tahu jalan pulang ketika aku pergi.  Membiarkan aku terbang ke mana pun aku mau, asal aku yakin aku akan baik-baik saja, dan pulang kembali ke rumah dengan sebongkah pengalaman baru, yang akan kubagikan padanya dan anak kami, dan tentu saja....dengan sepenuh cinta dan kerinduan yang tak pernah lekang. 
Untuk hal-hal kecil yang aku lakukan untuknya, membuatkan jus buah segar untuk mengawali paginya, menyiapkan pakaian kantornya menjelang dia berangkat kerja, mengingatkannya apakah kunci, dompet, dan surat-surat penting sudah dibawanya....selalu membuatku mendapatkan hadiah kecupan manis di keningku. ”Terimakasih, sayang, aku bangga padamu...” Kata-kata yang sering diucapkannya. ”Kamu sendiri sibuk, kamu sendiri harus segera berangkat, tapi kamu selalu ingat menyiapkan semua keperluanku....” dan dia pergi setelah menghadiahiku lagi sebuah kecupan, sejenak setelah kucium tangannya.
Lalu dia akan mengucap salam.
’Assalamualaikum, sayang, mas berangkat.” Dia melemparkan senyum. ”Kamu hati-hati di jalan ya....banyak baca sholawat”. Begitu selalu pesannya.
Dua puluh satu tahun bahtera ini kukayuh bersamanya. Dia adalah pemimpinku. Di luar aku boleh saja menjadi perempuan kuat, mandiri, tak kenal lelah. Tapi di sisinya, aku luruh. Aku menikmati menjadi perempuan manja yang tak berdaya. Bertekuk lutut memasrahkan diriku untuk dibimbingnya, dibawanya ke mana pun dia inginkan. Mas Surya adalah laki-laki berpendirian, berprinsip. Baginya, aku dan anak kami adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkannya. Dunia akhirat. Maka dengan caranya, dia menunjukkan pada kami tentang apa yang seharusnya kami lakukan, jalan mana yang harus kami lalui, sisi mana yang harus kami pilih. Begitu kuatnya mas Surya memimpin kami. Sekaligus betapa lembutnya dia memperlakukan kami. Menyediakan dirinya sebagai sosok yang akan selalu ada kapan pun kami perlukan. Memanjakan kami dengan kebahagian dan keceriaan. Menjadikan hidup begitu berarti dan penuh kesyukuran...
”Sayang, ada waktu untuk makan siang?” Mas Surya seringkali meneloponku di saat jam istirahat kantor. Dan seperempat jam kemudian dia akan berada di hadapanku. Menggamit lenganku, membawaku ke suatu tempat di mana kami bisa menikmati makan siang berdua. Cukup setengah jam. Karena setelah itu dia akan kembali ke kantornya lagi. Mengantarkan aku lebih dulu ke tempatku bekerja, dan kemudian pergi setelah menanggalkan satu senyumnya untukku. Sebuah kencan yang manis.
Tentang Tegar? Mas Surya tahu semuanya. Bahwa dialah cinta pertamaku, mas Surya sangat menyadari hal itu. Di mana rumah Tegar, di mana tempat-tempat favoritku menghabiskan waktu bersamanya, mas Surya tahu. Tegar, anak pantai itu, memiliki laut yang indah dan pantai yang berpasir hitam. Banyak nyiur menjulang di sepanjang pantainya. Karang-karang yang kokoh dan kicau camar melengkapi keindahannya.
Setiap orang punya masa lalu, dan mas Surya ingin menghormati masa laluku.

***
MENGHORMATI masa lalu.
 ”Apakah mas akan bisa menerima, jika suatu ketika aku ketemu Tegar, dan aku masih merasa bergetar?” Tanyaku suatu ketika.
”Ya, sayang, menurutku itu wajar.”
Aku termangu. Merasakan ketulusan hatinya.
”Mas tidak cemburu?”
Dia hanya tersenyum.
”Mungkin karena mas tidak cinta aku....”
Kali ini dia tertawa. ”Kamu lucu deh, pertanyaanmu lucu. Apa lagi yang harus mas buktikan kalau mas cinta kamu hah....?” Tanyanya pura-pura galak.
Kalau sudah seperti itu aku yang diam. Ya, apa lagi? Orang bilang cinta tidak cukup hanya dengan kata-kata, tapi juga diwujudkan dalam bentuk tindakan. Mas Surya sudah melakukan semuanya. Hampir setiap hari dia bilang ’ilu’—singkatan dari ’I love you’, baik ucapan maupun via SMS dan telepon. Dan semua yang dilakukannya untukku dan anak kami adalah bukti cintanya. Ya, apa lagi?
 Sebagai perempuan, aku sudah memiliki semuanya. Keluarga dengan suami yang sangat mencintai,  dan seorang anak yang hebat. Aku juga punya karir yang cukup bagus di tempat kerja. Mas Surya tidak pernah pedulikan berapa gajiku dan berapa uang yang kuperoleh dari setiap aktivitasku. Itu adalah uangku, seperti itulah prinsipnya. Aku mau gunakan untuk apa pun, yang penting halal dan bermanfaat, adalah urusanku. Namun jika aku akan menggunakannya untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, itu akan manjadi shodaqoh yang menyenangkan. Begitulah kami menjalani hidup. Aku juga sangat menyadari, semua yang kulakukan di luar, tak akan berarti apa pun bila tanpa izin dan doa restu mas Surya. Justru karena kesadaran itu, aku menghayati setiap rezeki yang kuperoleh adalah rezeki keluarga. Karena aku bukan siapa-siapa dan tak bisa melakukan apa-apa, tanpa dukungan keluarga. Terutama mas Surya, suami dan pemimpinku.
Hidup kami seperti air. Mengalir menuju muaranya. Kadang harus melewati jalan berkelok-kelok, menghantam cadas, beriak-riak di antara onak dan duri. Semua bisa dilalui dengan baik, dengan sangat baik. Mas Surya selalu mengingatkan kami dengan kata-kata ”do your best, let God does the rest.” Tentu kami sangat memahami kata-kata itu. Menghiasi hidup penuh dengan mimpi-mimpi dan harapan, mewarnainya dengan perjuangan dan kerja keras, dan mengandalkan sholat dan doa sebagai sandaran. Semua itu membuat hidup menjadi lebih mudah, lebih menyenangkan, lebih indah...
Sampai suatu ketika kulihat perubahan pada diri mas Surya. Shubuhnya selalu lebih awal, dzikirnya menjadi lebih lama, dan hampir setiap malam dilaluinya dengan terjaga. Semua berawal ketika mas Surya menemukan catatan kecil di sebuah lembar buku kerjaku.

Ya Allah, kenapa aku masih suka mengingatnya?
Bersihkan alam bawah sadarku, Tuhan...
Dari bayang-bayangnya
Jangan biarkan cinta ini berpaling
Sedetikpun jangan
Kabulkan, Tuhan....

Puisi singkat itu kutulis begitu saja ketika aku berada di suatu tempat. Ketika aku menemukan laut dengan pantainya yang hitam. Ketika—seperti biasa—bayang-bayang Tegar bermunculan di setiap titik di laut itu. Dia menari-nari di atas ombak, berayun-ayun di ketinggian nyiur, bersiul-siul bersama camar, dan berlarian di sepanjang pantai.....
Sesungguhnya aku tidak ingin percaya tentang apa yang dikatakan banyak orang, bahwa ’ first love is never die’. Setelah kukenal mas Surya, bagiku kata-kata itu hanyalah omong kosong. Hari-hariku yang dipenuhi dengan kasih sayang mas Surya menjadikanku tak pernah memikirkan cinta lain. Cinta Tegar? Tak ada seujung kuku pun dibandingkan dengan cinta mas Surya. Tak berarti.
Seperti itulah yang terjadi.
Ya, kecuali bila aku ada di suatu tempat, dan laut membentang luas di hadapanku. Aku menjadi begitu tak berdaya. Aku seperti aku dua puluh lima tahun yang lalu. Terbuai oleh laut dengan segala misteri dan kenangannya. Di situlah, di hampir semua sudutnya, di sepanjang pantainya yang hitam, aku dan Tegar membunuh waktu. Menciptakan puisi-puisi cinta beralas ombak. Mengukir cakrawala dengan tinta dari surga. Menuliskan kata-kata indah di batu-batu karangnya. Dan menggantungkan asa di ketinggian langit yang biru... Meski akhirnya semua terempaskan... Tak bersisa.
Tak bersisa. Kecuali kenangan itu. Bayang-bayang itu. Menari-nari di bawah alam sadarku. Membangunkan mimpi-mimpi lama. Mengorek luka-luka. Dan membuatku tak berdaya...
                                  
Lelapku di atas awan
Beralas mendung…tak bertepi
Bangunkan sukmaku
Jika bayangmu telah sampai

Puisi itu hanya salah satu dari puluhan puisi yang pernah kucipta begitu saja setelah aku berlama-lama menatap laut. Lebih-lebih bila aku tidak sedang dengan siapa-siapa. Kesendirian membuatku semakin melalang ke segala penjurunya. Meski akhirnya aku sadar, semuanya hanya ilusi. Tidak nyata. Sungguh tidak nyata.
Dan mas Surya membaca alam bawah sadarku. Sampai suatu ketika pernah dilontarkannya pertanyaan padaku.
”Tidakkah aku seperti anak kecil, yang asyik bermain tembak-tembakan tanpa lawan?”
”Apa maksud mas?”
”Kamu tidak pernah sepenuhnya mencintai mas....” Suaranya tidak ada nada menuduh. ”Kamu tidak bisa melupakan Tegar....”
”Tegar? Mas ngaco deh!”
”Pusi-puisimu itu....catatan-catatan kecilmu itu....”
”Itu tentang laut, mas, tentang pantai, bukan tentang Tegar.”
Lantas mas Surya terdiam.
Tidak. Dia bukannya tidak mengerti bahwa catatan-catatan kecil dan puisi-puisi itu adalah tentang laut, pantai, dan Tegar. Dia tahu, bagiku laut, pantai dan Tegar adalah satu kesatuan tak terpisahkan. Tapi mas Surya memilih diam. Kesabarannya itu, adalah kesabaran seorang malaikat. Menyudutkanku pada perasaan bersalah. Ya, perasaan bersalah berbalut tak berdaya...
Namun....hatiku yang terdalam akhirnya tersentuh juga. Kesungguhan mas Surya membantuku untuk melepaskan diri dari laut dan pantai membuatku tersadar. Dia sama sekali tidak menunjukkan kemarahan, tidak menunjukkan kecemburuan. Dia mengimbanginya dengan sholat, berlama-lama dalam doa, dan mengisi malam-malamnya dengan sujud. Di atas semuanya itu, kadar cintanya padaku tak bergeming sedikitpun...

Dan hatiku menangis karenanya.
Aku telah membuatnya terluka.

Kubangun museum cinta kita
Bertiang puisi,
Berdinding prosa…..
Tanpa lantai apa-apa
Karena aku memang tidak berpijak di mana pun
Kecuali di awang-awang...

Itulah puisi terakhirku tentang laut, pantai, dan Tegar. Puisi terakhir yang kuharap bisa menutup alam bawah sadarku. Membuang bayang-bayang Tegar di semua laut dan pantai. Termasuk di pantai berpasir hitam itu.....
Lantas kuhiasi lembaran-lembaran hidupku dengan puisi-puisi yang lain.
Tentang cinta yang apa adanya, yang penuh kesabaran, dan ketulusan yang tak mengharap balas. Cinta mas Surya. Laki-laki istimewa itu....

Hanya denganmu
Kita, ada di relung yang sama
Lorong cinta yang indah
Kudus, tak terendus
Selain kita...

Aku cinta kamu....(*)


Surabaya, 21 April 2011
(Kado untuk mas Baskoro Adjie,
untuk ulang tahun pernikahan kita)

Ketika BBM Naik

BBM dan Supir Otto

Ketika BBM naik
Dan banyak orang demo
Apa kata supir otto?

BBM naik, kita ikut sajalah...
Buat apa demo?
Orang-orang yang dekat dengan presiden saja tidak didengar (orang Jawa maksudnya)
Apalagi kita yang jauh

Daripada demo
Mending makan kenyang,
Tidur di rumah, bangun,
Mandi, jalan-jalan sama anak istri....

Kalau ongkos otto naik?
Ya pasti naiklah...
Kalau orang tidak mau bayar?
Mana ada orang tidak mau bayar
Naik otto orang, ya pasti bayarlah dia....

Sudah, naikkan saja BBM
Ikut sajalah kita
Tidak apa-apa...
Biar saja....

Waingapu, 28 Maret 2012
Luthfiyah Nuerlaela

Minggu, 18 Maret 2012

Kue Cucur dan UN

Foto bareng Pak Menteri...
Sabtu, 17 Maret 2012

Kami bertiga, Bu Kis, saya dan Juneka, keluar dari kamar hotel sekitar pukul 06.30. Juneka Subaihul Mufid adalah wartawan Jawa Pos, junior mas Rukin. Mas Rukin menolak untuk berangkat karena tanggal 25 Maret minggu depan, dia akan berangkat ke Sumba Timur lagi, bersama kami tim kecil SM-3T. 

Di lantai yang sama, sejumlah ajudan pak menteri telah siap siaga. Beberapa berdiri di depan pintu kamar pak Menteri. Kami bertegur sapa, berbasa-basi sebentar, lantas berlalu menuju ruang makan.

Di lobi, rombongan pejabat kementerian, pejabat provinsi NTT, pejabat kabupaten Kupang, para Rektor, para wakil dari beberapa PT penyelenggara SM-3T, sudah menunggu. Kami bertiga memutuskan berangkat dulu. Hujan deras di luar. Tapi kami nekad berlari menuju mobil yang sudah disiapkan, meluncur menuju SD Asam Tiga.

Di tengah perjalanan, kami sempat berhenti di Pondok Cucur (sempat-sempatnya wisata kuliner....). Cucur, makanan yang terbuat dari tepung beras dan gula merah itu, begitu menarik dalam etalase kaca. Ditumpuk-tumpuk membentuk piramid, bersisian dengan tumpukan kue-kue yang lain: usus ayam, serabi, dadar gulung, dan kacang goreng tepung. Kami membeli beberapa buah kue itu, juga beberapa gelas air mineral. Persiapan menyambut rombongan dari Sumba Timur yang saat ini sedang terbang menuju Kupang. Rombongan itu terdiri dari Sekdin PPO, kepala sekolah SMP Satap Kakaha yang akan menerima bantuan 10 laptop dan buku-buku dari Mendikbud, dan 6 peserta SM-3T Unesa. Mereka baru bisa berangkat pagi ini dari Waingapu, karena kehabisan tiket pesawat pemberangkatan sehari sebelumnya.
    
Di tengah kami memilih kue-kue, rombongan pak Menteri lewat. Tentu saja lengkap dengan patwal dan bunyi sirine yang meraung-raung. Belasan mobil itu berlalu dengan kencang. Maka kami pun bergegas, bergabung dengan rombongan.

SDN Asam Tiga masuk dalam wilayah Kupang Timur. Dari jalan besar, mobil belok kanan menyusuri jalan yang tidak terlalu lebar, hanya pas untuk satu mobil. Tidak beraspal, hanya tanah yang dipadatkan. Berbatu-batu. Di situlah SDN Asam tiga berada. Gedung SDN Asam Tiga itu memiliki 6 kelas, lengkap dengan meja dan kursi belajar. Dindingnya bercat hijau. Semuanya masih baru. Gedung itu menggantikan 'bangunan' sekolah yang dindingnya dari bambu, berlantai tanah, dan beratap daun lontar, yang sebagian 'bangunannya' masih ada; letaknya di seberang gedung sekolah yang baru. Memang sengaja dibiarkan untuk bisa dibandingkan dengan gedung yang baru.

Bangunan sekolah yang dulunya sangat-sangat tidak layak itu sebenarnya hanya berjarak belasan kilometer dari Kantor Kabupaten Kupang. Ironis. Namun sekarang, dengan bantuan rehab dari kemdikbud, bangunan  SDN Asam Tiga sangat 'pantas' sebagai sekolah yang 'bertetangga' dengan kantor kabupaten.

Kabupaten Kupang merupakan kabupaten terbesar di NTT setelah Sumba Timur. Sejak 2009, Bupati Kupang membuat kebijakan pendidikan dengan mendekatkan sekolah-sekolah pada masyarakat di wilayah terpencil, dalam rangka memperluas akses pendidikan. Sampai saat ini telah dibangun 52 USB (Unit Sekolah Baru) jenjang SD, SMP, SMA. Semua anak usia sekolah harus sekolah. Kebijakan ini sangat tepat karena fenomena persebaran penduduk yang sangat luas, ditambah lagi dengan kondisi medan yang sangat sulit.

Menurut Bupati Kupang, gedung sekolah boleh darurat, tapi otak anak-anak tidak boleh darurat. Prinsip ini telah dibuktikan dengan berbagai  pembangunan dalam bidang pendidikan, termasuk membangun USB di wilayah terpencil. Salah satu bukti lagi adalah: ada beberapa sekolah miskin, namun lulus UN 100 persen. Menurut bupati yang sebelumnya adalah Kepala UPBJJ NTT ini (teman baik bu Kisyani, sebagai sesama mantan 'Rektor' UT), keberhasilan dalam tingkat kelulusan UN ini disebabkan kerinduan anak-anak daerah terpencil pada pendidikan, mungkin lebih besar daripada kerinduan anak-anak kota pada pendidikan; sehingga mereka belajar sangat keras, dan bisa melalui UN dengan baik.

Berdasarkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia), Provinsi NTT berada pada urutan ke-31 dari 33 provinsi di Indonesia. UN merupakan salah satu indikator kinerja utama keberhasilan pembangunan pendidikan di NTT. Menjadi tekad bersama, bahwa NTT akan melaksanakan UN secara jujur. 

Dengan sepenuh hati saya berharap dan berdoa, semoga Allah SWT mendengar doa semua orang-orang di sini: siswa, guru, orang tua, bupati, gubernur, Mendikbud:  melaksanakan UN secara jujur. Jujur dalam UN. Saya merinding ketika menggumamkan kata-kata itu. UN yang jujur. Jujur dalam UN..... 



Menteri yg simpatik

Acara demi acara berjalan dengan baik. Setelah pembacaan ikrar UN Jujur-Berprestasi oleh siswa, guru, dan pejabat pendidikan, dilanjutkan dengan sambutan dari Bupati dan Gubernur, maka tibalah giliran Mendikbud untuk memberi sambutan. 

Begitu beliau tampil ke depan, yang pertama kali beliau lakukan adalah meminta kepala sekolah SD Asam Tiga, wakil orang tua, wakil siswa, dan wakil peserta SM-3T untuk mendampingi beliau di depan. Kemudian beliau memperkenalkan siapa saja yg ada dalam rombongannya. Semua rektor disebut, diminta berdiri sejenak, supaya semua yang hadir bisa melihatnya. Sangat simpatik. Lepas dari semua kontroversi tentang UN, tentang RSBI, tentang berbagai kebijakan sejak masa jabatannya, Prof. Nuh adalah pribadi yang sangat simpatik dan penuh perhatian.

Kepala sekolah, guru, orang tua, disilakan bicara dan mengungkapkan harapan-harapannya. Momen yang  mengharukan adalah ketika wakil siswa, Numia namanya, gadis 12 thn, ditanya apakah dia sudah pernah berjabat tangan dengan menteri? 'Belum', kata anak itu, malu-malu. Maka dijabatlah anak itu. 'Pernahkah berjabat tangan dengan gubernur, bupati, jendral?' Dan disilakanlah anak itu untuk menjabat semuanya, termasuk menjabat tangan semua rektor. Kemudian pak menteri menanyakan apakah orang tuanya datang di acara ini. Dan berlari-larilah laki-laki tua itu, dari barisan paling belakang, sambil melambai-lambaikan tangan. Dengan terengah-engah, dia mencapai sisi pak Menteri. Ketika ditanya, dia menjawab dengan lantang. Dia sekeluarga dari Timor Leste, tinggal di Kupang  hanya mendapat 'lindungan' (rumah). Anaknya 8, dan Numia itu itu anak ke-6. Tidak punya sawah, bekerja di kebun. 'Kerja tanah orang, hasil bagi dua', katanya. 

Di tengah wawancara itu, seorang perempuan tua, berpakaian lusuh, datang dari arah belakang pak Menteri.  Itulah ibu Numia. Perawakannya kurus, tubuhnya lusuh, tapi wajah tuanya tersenyum. Sama seperti pertanyaan untuk Numia, pak Menteri bertanya apakah ibu tua itu sudah pernah berjabat tangan dengan menteri, gubernur, bupati, jenderal?

Mata saya sempat basah ketika pak Menteri bertanya pada Numia, apakah dia bangga dengan bapak ibunya? Anak yang bercita-cita ingin menjadi guru itu menjawab dengan tegas: 'ya, saya bangga dengan bapak dan ibu saya'. 'Kenapa kamu bangga?' Lanjut pak Menteri. Dan suara Numia berubah jadi pelan, tidak selantang tadi. 'Ya, karena ibu saya telah melahirkan saya dengan selamat, dan kedua orang tua saya telah membesarkan saya dengan baik....' Anak itu menangis. Pak Menteri bertanya lagi, 'kenapa kamu menangis?' Numia diam, terisak pelan, kemudian suaranya lirih... 'Saya terharu.....' 

Dalam sambutannya, Mendikbud menyampaikan, ada tiga penyakit yg menghambat kemajuan bangsa. Bila tiga penyakit itu bisa dibereskan, bangsa akan lebih sejahtera. Apa penyakit itu? Yang pertama: ketidakjujuran, yang akan menghasilkan korupsi, eksploitasi hak orang lain; oleh sebab itu UN harus jujur, karena kita akan membangun bangsa yang jujur. Maka mulai hari ini akan dilaksanakan pendidikan antikorupsi. 

Penyakit yang kedua, kemalasan. Kemalasan akan menghasilkan pengangguran. 
Penyakit ketiga, adalah kebodohan. 

Di tengah pak Menteri menyampaikan pidatonya, seorang anak kecil, mungkin berusia tiga tahunan, tanpa merasa berdosa, membuka celananya dan pipis di belakang pak Menteri, menghadap ke kami para undangan. Luar biasa. Anak itu telah berani 'menghina' mendikbud. Kami yang menyaksikan hal itu tentu saja tersenyum-senyum geli campur prihatin. Anak siapa sih itu...... Sangat berkarakter!

Sebagai penutup acara, pak Menteri menuliskan kesan dan pesan di atas kanvas. 'Keterbatasan tidak boleh menghalangi kemajuan suatu bangsa. Selamat berjuang anak-anak Asam 3. Sukses.'

Wassalam,
LN

Jumat, 16 Maret 2012

Mahal, tapi Pengap

Ombak berdebur keras. Dalam bayanganku, ombak itu pasti cukup besar, meliuk-liuk, berkejar-kejaran. Suaranya bergemuruh ketika menghempas pantai. Betul-betul bergemuruh. Laut pasti tidak jauh dari hotel tempat kami menginap ini.

Namanya Hotel Kristal. Hotel bintang tiga. Tarifnya semalam hampir sejuta, ya, tarif untuk standart room. Udara pengap dan lembab langsung menyeruak ketika kami, saya dan bu Kisyani, masuk. Hotel ini kamarnya cukup luas, standar bintang tiga. Tapi kami dibuat kaget karena karpetnya basah. Ya, basah, bukan cuma lembab. Inilah rupanya yang menyebabkan aroma pengap dan lembab ini. Duh, hidungku yang sensitif langsung gatal pingin 'gebres-gebres.'

Beberapa menit yang lalu kami bertemu dengan rombongan Mendikbud, Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh, DEA dan ibu Laeli Nuh, di lobi. Beramah-tamah sebentar sambil menunggu pendamping kami mengurus kamar. Dalam rombongan itu ada pak Supriyadi (dir ditendik), pak Ibrahim Bafadal (dir dit SD), rektor UM dan UNM, pak Sukemi (asisten mendikbud),  dan pejabat-pejabat dalam lingkungan kemdikbud yang lain. Kami tadi serombongan dalam pesawat yang sama, terbang dengan Lion dari Surabaya pukul 19-an, dan mendarat di Bandara El Tari Kupang pada pukul 22.18 WITA. 

Malam ini, ketika bu Kis sudah berangkat tidur, saya mulai menulis. Ditemani deburan ombak yang mengalahkan desis AC. Ditemani udara lembab dan pengap, sehingga saya merasa harus mengoleskan aroma terapi di hidung saya, hanya untuk mengkamuflase bau apek yang mengganggu penciuman. 


Besok pagi, pak Menteri dijadwalkan akan melakukan kunjungan ke SD Asam Tiga. Sebuah SD yang jaraknya sejauh 30-45 menit dari kota. Rangkaian kegiatannya adalah peresmian program rehab, ikrar UN jujur-berprestasi dan pendidikan anti korupsi, serta dialog dengan peserta SM-3T.



Jumat, 16 Maret 2012 

Rabu, 29 Februari 2012

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mengenal Pangan Lokal dengan Model Tematik Pada Siswa Kelas I Sd Di Kotamadia Surabaya *)

Oleh
Luthfiyah Nurlaela, Niken Purwidiani, Siti Sulandjari
Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Surabaya
luthfiyahn@yahoo.com


Abstrak: Masalah yang akan diteliti adalah apakah perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik: (1) telah memenuhi persyaratan untuk digunakan dilihat dari aspek materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan pembelajaran?; (2) dapat dibaca dan mudah dipahami siswa?; (3) memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas?; dan (4) bagaimana  hasil  belajar siswa? Pada penelitian ini terdapat kegiatan utama yakni mengembangkan perangkat pembelajaran dengan model tematik untuk kelas 1 SD dan ujicoba terbatas dan luas. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi RPP, buku siswa, dan alat penilaian berbasis kelas. Pengembangan  perangkat pembelajaran dengan menggunakan four-D models (Define, Design, Develop, dan Disseminate). Tema yang diambil adalah tema yang tersedia dalam Kurikulum KTSP dan berdekatan dengan masalah pangan serta yang dekat dengan kebutuhan anak, yaitu: Makanan, Tumbuhan, dan Hewan. Hasil penelitian menunjukkan perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan model pembelajaran tematik yang telah dikembangkan: (1) berkategori baik ditinjau dari aspek, materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan pembelajaran, (2) direspon positif oleh siswa yakni menarik, penampilan menarik, tidak ada uraian atau penjelasan yang terlalu sulit, dan gambar/ilustrasi mudah dipahami dan memperjelas uraian; (3) memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas; dan (4) hasil belajar belajar siswa relatif tinggi.

Abstract: This study aims to find out whether thematic instruction-based learning materials on getting to know about local food: (1) has fulfilled the criteria of learning materials, in terms of materials, language use, presentation,  and learning innovations?; (2) has met the criteria of readibility and comprehensibility?; (3) assist the teacher in conducting the teaching-learning process; (4) improve the students’ achievement? This study involved materials development using thematic model for 1st graders, as well as limited and broad tryouts. The materials developed consist of lesson plans, student’s book, and class-based assessment instruments. The learning materials were developed using four-D models (Define, Design, Develop, and Disseminate). The themes were taken from School-based Curriculum and were related to food and children’s needs, i.e. Food, Plants, and Animals. The result of the study reveals that the  existing thematic-based learning materials that are related to matters of local food: (1) are sufficiently developed in terms of materials discussed, language use, presentation, and learning innovations;(2) gain positive response by the students due to their interesting materials and presentation, easy and comprehensible explanation, and easy and functional illustrations that help students’ understanding; (3) help the teacher conduct teaching-learning process; and (4) improve the students’ achievement.  
______________________________________
*) Artikel Hasil Penelitian Strategis Nasional, 2009. 

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki sumber-sumber karbohidrat yang sangat kaya, antara lain terdapat sekitar 157 spesies bahan pangan karbohidrat nonbiji yang belum termanfaatkan dengan baik. Selain itu, dalam hal ketersediaan makanan beragam, Indonesia memiliki kekayaan budaya makanan dan masakan tradisional yang sangat besar. Upaya yang diperlukan adalah menjadikannya berdaya saing dan mensosialisasikannya pada khalayak yang lebih luas. Untuk itu peningkatan pengetahuan atas pangan dan gizi masyarakat harus terkait dengan perubahan perilaku dan kebiasaan makan. Perubahan ini memerlukan proses yang lama dan gradual, sehingga sebaiknya sasaran dari langkah ini adalah kelompok usia sangat muda dan balita, murid TK dan SD (Tampubolon, 2002). Proses peningkatan pengetahuan dan gizi ini perlu segera dimulai, meskipun hasilnya baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian.
Penelitian Tejasari (2001) dan Anonim (2001) juga menunjukkan potensi pangan lokal di Jawa Timur sangat baik dilihat dari segi produksi maupun produktivitasnya. Pengembangan produk makanan berbasis pangan lokal sangatlah diharapkan dalam rangka mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional.
Data menunjukkan bahwa upaya pengembangan dan diversifikasi pangan khususnya pangan lokal telah dilakukan sejak dua dasawarsa yang lalu, namun belum berhasil seperti yang diharapkan (Nindyowati, 2001; 2002). Berbagai upaya sosialisasi telah banyak dilakukan. Selama ini sosialisasi yang dilakukan lebih banyak melalui kegiatan-kegiatan kampanye, lomba/pameran/gelar makanan di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat, dengan keterlibatan pihak instansi terkait. Upaya sosialisasi ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain kurang komprehensif, sesaat, sehingga tidak bertahan lama dalam menanamkan pemahaman dan menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat. Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Jawa Timur bahkan menggelar kegiatan-kegiatan serupa dua tiga kali dalam setahun, dengan keterlibatan instansi terkait, dinas pendidikan, dan juga industri; namun tetap memprihatinkan lambatnya hasil pemasyarakatan diversifikasi pangan tersebut.
Pemerintah daerah propinsi Jawa Timur yang dikoordinasikan oleh Balitbang Jawa Timur bekerja sama dengan Universitas Negeri Surabaya telah melakukan kajian pengembangan berbagai produk olahan berbasis pangan lokal. Hasil kajian ini sampai saat ini baru dapat  disosialisasikan ke instansi terkait dari 4 kabupaten/kota, yaitu Dewan Ketahanan Pangan, Dinas Kesehatan/BKKBN, Bapemas, Dinas Pertanian, dan PKK (Sampang, Bangkalan, Kabupaten Malang, dan Kotamadia Malang) (Sulandjari, dkk, 2002). Sosialisasi lebih lanjut diperlukan agar upaya peningkatan ketahanan pangan dapat lebih berarti dan menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Sosialisasi lebih lanjut, yang selama ini belum pernah dilakukan, adalah melalui jalur pendidikan formal, khususnya SD. SD  sebagai agen sosialisasi sekunder bagi peserta didik yang berusia muda memiliki peran yang strategis karena pada usia-usia tersebut masih sangat terbuka peluang untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang diharapkan akan lebih mudah tertanam serta bertahan lama. Keberhasilan dan keterjaminan perwujudan ketahanan pangan memprasyaratkan kesadaran masyarakat Indonesia akan arti penting dan sentralnya ketahanan pangan bagi kehidupan masa kini dan masa mendatang. Kesadaran ini harus ditumbuhkan dengan lebih komprehensif, mendasar, dan sistemik yang salah satunya adalah mengintegrasikannya dalam kurikulum pendidikan formal, khususnya pendidikan dasar (Nurlaela, 2002; 2006). Hal ini sejalan dengan pendapat Tampubolon (2002) yang menyatakan bahwa sebaiknya sasaran untuk sosialisasi penganekaragaman pangan adalah kelompok usia sangat muda dari balita, murid TK, dan SD. Soenardi  (2002) juga mengemukakan hal yang sama, yaitu penganekaragaman pangan non-beras perlu diperkenalkan sejak usia dini hingga terbawa sebagai kebiasaan hingga usia dewasa. Proses tersebut harus segera dimulai walaupun hasilnya baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian, karena proses ini memerlukan waktu yang lama dan gradual.
Analisis yang telah dilakukan peneliti (Nurlaela, 2002;2006) tentang kajian sosialisasi pendidikan ketahanan pangan melalui pendidikan dasar menemukan bahwa   beberapa mata pelajaran SD seperti IPA, IPS, PPKn, dan Bahasa Indonesia, sangat terbuka peluang untuk mengintegrasikan pendidikan ketahanan pangan ke dalam kurikulumnya. Ini berarti sosialisasi konsumsi pangan lokal tidak perlu berdiri sendiri sebagai mata pelajaran tersendiri karena hal ini akan membebani kurikulum SD, namun cukup menjadi isi/bahan/muatan di dalam beberapa mata pelajarannya. Hasil kajian konseptual peneliti lebih lanjut (Nurlaela, 2006) tentang penerapan model pembelajaran terintegrasi (integrated learning) juga menunjukkan adanya peluang yang sangat terbuka untuk mengintegrasikan pendidikan pangan dalam berbagai mata pelajaran. Ketahanan pangan sebagai tema dapat memadukan mata pelajaran-mata pelajaran lain seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Pengetahuan Sosial, Sains, dan Kertakes.
Penelitian  yang dilakukan oleh Sulandjari, dkk (2002) menghasilkan buku “Ragam Olahan Bentul Dalam Rangka Diversifikasi Pangan Non Beras”, dimaksudkan sebagai media sosialisasi ke dinas/instansi terkait. Penelitian disertasi Nurlaela (2007) tentang pengaruh model pembelajaran (tematik dan konvensional) terhadap hasil belajar pada siswa kelas 3 SD menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran tematik lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional. Hal ini disebabkan antara lain siswa pada pembelajaran tematik lebih aktif, lingkungan belajar lebih baik, dan penilaian berbasis siswa; yang kesemuanya ini memang merupakan sebagian karakteristik pembelajaran tematik. Penelitian Suryanti dkk (2007) juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu pencapaian hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran tematik yang meningkat secara signifikan.
Rumusan masalah yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik yang dikembangkan: (1) telah memenuhi persyaratan untuk digunakan dilihat dari aspek materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan  pembelajaran?; (2) dapat dibaca dan mudah dipahami siswa?; (3) memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas?; dan (4) bagaimanakah hasil belajar siswa?
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik, yang dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar pada siswa kelas 1 SD. Perangkat pembelajaran dimaksud meliputi: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa, dan penilaian berbasis kelas yang memenuhi persyaratan dari aspek materi, bahasa, penyajian, keterbacaan, pemahaman, dan menarik bagi siswa, memberi kemudahan bagi guru, dan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Manfaat penelitian ini secara umum adalah tersedianya contoh perangkat pembelajaran perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik. Secara spesifik manfaat tersebut adalah sebagi berikut: (1) bagi siswa, perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik ini akan membantu mengembangkan semua pemikirannya karena diasajikan secara terpadu tidak terpisah-pisah; (2) bagi guru, dengan dikemasnya kompetensi-kompetensi antar mata pelajaran dalam satu tema tertentu yang dituangkan dalam buku siswa, akan lebih mudah mengelola pembelajaran secara tematik, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemberian tugas, dan penilaian siswa; dan (3) bagi dosen dan instansi yang terkait dengan bidang pendidikan serta ketahanan pangan, Hasil penelitian ini dapat menjadi pijakan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, baik di SD maupun jenjang-jenjang di atasnya. Selain itu juga dapat menjadi bahan untuk pengabdian kepada masyarakat dan kegiatan-kegiatan lain yang menyangkut sosialisasi ketahanan pangan melalui jalur pendidikan formal.

KAJIAN TEORI

Sosialisasi Ketahanan Pangan melalui Pendidikan
Upaya pengembangan dan diversifikasi pangan khususnya pangan lokal telah dilakukan sejak dua dasawarsa yang lalu, namun belum berhasil seperti  diharapkan. Salah satu kendala sulitnya diversifikasi pangan adalah karena secara budaya beras masih diakui masyarakat sebagai pangan pokok yang bernilai tinggi. Beras tidak hanya dipandang sebagi bahan makanan pokok namun dalam pemanfaatannya diyakini mampu menggambarkan staus kondisi sosial ekonomi sautu keluarga. Faktor lain yang dimungkinkan dapat menjadi penyebab rendahnya minat masyarakat terhadap pangan non beras, Pertama, bentuk sajian yang ada di masyarakat kurang bervariasi, Kedua, pengolahan yang dikenal masyarakat kurang bervariasi, dalam arti bentuk olahan masih menunjukkan bahan baku aslinya, cara membuatnya lama, dan daya simpannya pendek (Anonim, 2001)
Salah satu upaya sosialisasi ketahanan pangan dapat ditempuh melalui institusi pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal. Diyakini bahwa secara asasi pendidikan itu bertujuan untuk: (1) melimpahkan suatu pandangan hidup, (2) meningkatkan dan merekonstruksi pandangan hidup itu, dan (3) memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu kebutuhan manusa dalam rangka mengembangkan, memanfaatkan, dan melestarikan nilai-nilai yang dianut bersama. Nilai dalam hal ini sistem nilai budaya bangsa merupakan konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat berharga dalam hidup. Karena itru sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia (Koentjaraningrat, 1985). Sistem nilai budaya tersebut dapat dipandang sebagai pandangan hidup bangsa dan dalam trangka proses penanaman sistem nilai inilah pendidikan itu dilakukan. Dengan demikian, dalam rangka sosialisasi nilai budaya pola konsumsi makan, maka dapat dilakukan meaui berbagai institusi pendidikan.
Selanjutnya karena diyakini pendidikan sebagi pranata dan proses penanaman nilai, dengan kata lain pendidikan sebagai saluran dan proses enkulturisasi, yang berarti tempat latihan, dan berkat latihan itulah seorang individu diintegrasikan ke dalam kebudayaan sejaman dan setempat (Baker, 1990), maka perlu dilakukan sosialisasi nilai budaya pola konsumsi pangan untuk berbagai institusi pendidikan, khususnya pendidikan dasar.
Pendidikan dasar sebagai agen sosialisasi sekunder bagi peserta didik yang berusia muda memiliki peran yang strategis karena pada usia-usia tersebut masih sangat terbuka peluang untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang diharapkan akan lebih mudah tertanam serta bertahan lama. Tampubolon (2002) bahkan menyatakan bahwa sebaiknya sasaran untuk sosialisasi penganekaragaman pangan adalah kelompok usia sangat muda dari balita, murid TK dan SD. Proses tersebut harus segera dimulai walaupun hasilnya baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian, karena proes ini memerlukan waktu yang lama dan gradual.
Implementasi pendidikan ketahanan pangan dalam pendidikan salah satunya dapat disikapi sebagai isi/bahan/muatan pendidikan/pembelajaran yang dapat diajarkan atau dibelajarkan pada siswa. Dalam kaitan ini, pendidikan ketahanan pangan sebaiknya dimasukkan dalam kurikulum formal (ideal). Apabila pendidikan ketahanan pangan belum memungkinkan untuk diwadahi dalam mata pelajaran tersendiri, maka paling tidak dapat diintegrasikan atau dipadukan dalam mata pelajaran tertentu. Isi/bahan pendidikan ketahanan pangan dapat diintegrasikan ke dalam banyak mata pelajaran, misalnya Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, PPKN, IPS, dan mungkin Agama. Oleh sebab itu, pendekatamn integratif dalam pengembangan bahan pelajaran perlu diupayakan dalam kaitan ini.
Analisis yang telah dilakukan Nurlaela (2002, 2006) tentang kajian sosialisasi pendidikan ketahanan pangan melalui pendidikan dasar menemukan bahwa   beberapa mata pelajaran SD seperti IPA, IPS, PPKn, dan Bahasa Indonesia, sangat terbuka peluang untuk mengintegrasikan pendidikan ketahanan pangan ke dalam kurikulumnya. Misalnya pada pelajaran IPA SD Kelas V Semester I terdapat pokok bahasan "Makanan, Alat Pencernaan, dan Kesehatan", di dalamya terdapat sub-pokok bahasan "Makanan bergizi dan penyusunan makanan dengan gizi seimbang", di dalamnya dapat dimasukkan muatan pendidikan ketahanan pangan khususnya tentang konsumsi pangan lokal. Ini berarti sosialisasi konsumsi pangan lokal tidak perlu berdiri sendiri sebagai mata pelajaran tersendiri karena hal ini  akan membebani kurikulum SD, namun cukup menjadi isi/bahan/muatan di dalam beberapa mata pelajarannya; atau dapat juga diintegrasikan dalam mata pelajaran keterampilan (tata boga/memasak), atau menjadi salah satu pilihan kegiatan dalam ekstrakurikuler. Hasil kajian konseptual peneliti lebih lanjut (Nurlaela, 2006) tentang penerapan model pembelajaran terintegrasi (integrated learning) juga menunjukkan adanya peluang yang sangat terbuka untuk mengintegrasikan pendidikan pangan dalam berbagai mata pelajaran. Ketahanan pangan sebagai tema dapat memadukan mata pelajaran-mata pelajaran lain seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Pengetahuan Sosial, Sains, dan Kertakes.

Konsep Pembelajaran Terpadu Dengan Model Tematik
Dewasa ini, para ahli pendidikan mulai memunculkan kembali ide keterpaduan dalam pembelajaran dengan menciptakan berbagai model dengan panduan rancangan pembelajaran yang tersusun secara rinci dan jelas. Pembelajaran terpadu sangat terkait dengan implementasi paradigma konstruktivistik dalam pengembangan kecerdasan multiple pada anak didik.
Menurut Forgaty (1991), ada sepuluh model pengintegrasian kurikulum, mulai dari yang sangat berorientasi pada persatuan mata pelajaran hingga sangat berorientasi pada keterpaduan mata pelajaran bahkan diantara siswa, meliputi: (1) model penggalan (fragmented), (2) model keterhubungan/tyerkait (connected), (3) model sarang (nested), (4) model sequenced, (5) model shared, (6) model webbed, seringkali disebut model terjala atau model tematik, (7) model threaded, (8) model integrated, (9) model immersed, dan (10) model networked.
 Dalam kajian ini, model yang digunakan adalah model terjala (model webbed) atau yang biasa disebut model tematik, karena menggunakan tema dalam merencanakan pembelajaran. Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar-mengajar. Menurut Joni (1996), pembelajaran terpadu yang kegiatan belajarnya terorganisasikan secara lebih terstruktur dapat terwujud, apabila kegiatan belajar-mengajar yang diselenggarakan itu secara lebih eksplisit bertolak dari tema-tema.
Menurut KTSP, pembelajaran tematik diajarkan pada siswa SD kelas rendah (kelas 1, 2 dan 3), karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak pernah bisa dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial dan emosional. Apabila di jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti SMU, khasanah pengetahuan dapat dipilah-pilah demi efisiensi penyajian (metematika, bahasa, IPA, dan sebagainya, yang diajarkan secara terpisah-pisah oleh guru bidang studi), di jenjang SD terutama di kelas-kelas awal, para siswa yang masih lebih menghayati pengalamannya sebagai totalitas, mengalami kesulitan dengan pemilahan-pemilahan pengalaman yang ‘’artifisaial’’ ini (Joni, 1996). Dengan kata lain, para siswa yang masih muda itu melihat dirinya sebagai pusat lingkungan yang merupakan suatu keseluruhan yang belum jelas unsur-unsurnya, dengan pemaknaan secara holistik yang berangkat dari yang bersifat konkrit.
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan pembelajaran yang lain. Kegiatan belajar lebih banyak dilakukan melalui pengalaman langsung atau hands on experiences. Adapun karakteristik pembelajaran tematik antara  lain; (1) tema memberikan pengalaman langsung dengan obyek-obyek yang nyata bagi anak untuk memanipulasi; (2) tema menciptakan kegiatan yang memungkinkan anak untuk menggunakan pemikirannya, (3) membangun kegiatan sekitar minat-minat umum anak, (4 Adapun karakteristik pembelajaran tematik antara  lain; (1) tema memberikan pengalaman langsung dengan obyek-obyek yang nyata bagi anak untuk memanipulasi; (2) tema menciptakan kegiatan yang memungkinkan anak untuk menggunakan pemikirannya, (3) membangun kegiatan sekitar minat-minat umum anak, (4) menyediakan kegiatan dan kebiasaan yang menghubungkan semua aspek perkembangan kognitif, social, emosi, dan fisik; (5) mengakomodasi kebutuhan anak-anak.Untuk bergerak dan melakukan kegiatan fisik, interaksi sosial, kemandirian, dan harga diri yang positif, (6) menghargai individu, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman di keluarga yang dibawa anak-anak ke kelasnya, dan (7) menemukan cara untuk melibatkan anggota keluarga anak (Barbar Rohde dan Kostelink, et.al, 1991).
Selain cara di atas, Hendrik (1989) dalam Kostelink (1991) mengemukakan bahwa tema membantu anak-anak mengembangkan semua pemikiran dalam belajar. Melalui pembelajaran tematik anak-anak membangun hubungan di antara informasi yang terpisah-pisah untuk membentuk konsep yang lebih kompleks dan abstrak (Osbum dan Osbum, 1983; Bredekan dalam Kostelink, et.al, 1991)
Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa pengajaran dengan tema merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif dan terpadu. Menggunakan tema dapat mengembangkan konsep anak. Konsep adalah gagasan pokok tentang obyek dan peristiwa yang dibentuk oleh anak-anak di lingkungannya. Konsep adalah kategori kognitif yang membuat orang mengelompokkan informasi yang berbeda secara perceptual, peristiwa dan persoalan (Wellman, 1998 dalam Kostelink,1991). Dengan demikian pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif dan terpadu (Nurlaela, 2008).
Keterpaduan dilakukan secara sadar, bertujuan, sistematis dan membantu siswa untuk memahami topik tertentu dari berbagai sisi. Charbonnean dan Reider (1995:5) menyatakan bahwa guru dan siswa hendaknya memilih topik yang menarik untuk dipelajari dan topik tersebut hendaknya melibatkan beberapa konsep dan keterampilan. Dengan adanya kerjasama antara guru dan siswa, siswa akan memperoleh kesempatan belajar menggunakan ide-idenya, keterampilan dan konsep-konsep yang telah dipelajarinya dalam konteks bidang studi yang lain.

METODE PENELITIAN
    
Untuk mengembangkan perangkat pembelajaran tematik digunakan four-D models yakni define, design, develop, dan disseminate (Thiagarajan, Semmel & Semmel, 1974). Dalam tahap define akan dilakukan kajian terhadap standar kompetensi dan isi yang ada dalam kurikulum KTSP yang sesuai dengan tema-tema yang telah ditetapkan. Langkah selanjutnya adalah mendisain format perangkat dan penulisan perangkat seperti tampak pada bagan berikut ini.
 
Setelah perangkat pembelajaran tematik berhasil ditulis dan menghasilkan Draft 1, selanjutnya diadakan kegiatan telaah. Sebagai penelaah pakar-pakar pendidikan yang berkompeten di bidangnya, yakni ahli pendidikan dan guru SD kelas I. Kegiatan telaah dimaksudkan untuk melihat aspek materi, kebahasaan, penyajian dan inovasi dalam peningkatan KBM. Aspek materi yang dinilai meliputi kebenaran konten, kemutakhiran konten, dan sistematika sesuai dengan struktur keilmuan. Aspek kebahasaan meliputi bahasa yang digunakan sesuai dengan usia siswa, menggunakan bahasa yang baik dan benar, istilah yang digunakan tepat dan mudah dipahami dan penggunaan istilah dan simbol secara ajeg. Aspek penyajian meliputi membangkitkan motivasi/minat/rasa ingin tahu, sesuai dengan taraf berpikir dan kemampuan membaca siswa, mendorong siswa terlibat aktif, dan memperhatikan siswa dengan kemampuan/gaya belajar siswa serta menarik/menyenangkan. Aspek inovasi peningkatan KBM meliputi kesesuaian tema dengan kurikulum, kesesuaian buku dengan tema, menekankan dunia nyata, KBM yang student centered, dan menunjang terlaksananya KBM yang bervariasi. Setelah dilakukan telaah, maka akan dilakukan revisi berdasarkan masukan dari ahli dan guru kelas 1 SD, dan dihasilkan Draf 2. Selanjutnya dilakukan uji coba terbatas, dan menghasilkan perangkat pembelajaran tematik.
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka data diambil dengan menggunakan instrumen angket, observasi, dan dokumentasi, serta tes. Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Untuk mengetahuai efektifitas perangkat pembelajaran dilakukan analisis dengan menggunakan uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik
Sesuai dengan tahapan pengembangan perangkat pembelajaran yakni model 4D maka pada tahap define telah dirumuskan tema-tema yang ada dalam kelas 1 SD semester 2 yakni tema makanan, tumbuhan, dan hewan. Tema-tema tersebut memadukan berbagai standar kompetensi dalam 5 matapelajaran yakni Bahasa Indonesia,  Matematika, IPA, IPS, dan Kertakes.
            Berdasarkan tema yang telah ditentukan, tahap selanjutnya adalah mengembangkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP, buku siswa, dan alat penilaian untuk setiap tema.

1. Buku Siswa
Buku Siswa dikembangkan sebagai perangkat pembelajaran yang berfungsi untuk memandu siswa dalam mempelajari materi-materi yang disajikan dalam kegiatan pembelajaran. Buku Siswa tematik terbagi menjadi tiga buku, yaitu buku dengan tema Makanan, Tumbuhan, dan Hewan. Buku Siswa diawali dengan penyajian peta konsep yang merupakan formulasi  kaitan tema dengan mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, IPA/Sains, IPS, dan Kertakes, serta formulasi kompetensi yang akan dicapai dalam setiap mata pelajaran tersebut. Kemudian penyajian materi secara terpadu sedemikian rupa sehingga tidak nampak pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain. Di dalam buku tersebut materi dipadukan dengan tugas-tugas dan aktivitas lain seperti membaca, menulis, menjelaskan isi gambar, menghitung, gunting tempel, menyanyi, bermain peran, serta praktik. Aktivitas dilakukan di dalam maupun di luar kelas, secara individual maupun berkelompok.
            Karakteristik buku siswa dikembangkan dengan mengacu pada kebutuhan anak SD yang masih tahap operasional konkrit dan ketertarikan anak pada gambar-yang menarik dan berwarna. Dengan disertai gambar-gambar yang menarik dan berwarna diharapkan mampu menumbuhkan minat anak untuk membaca dan mudah memahami konsep yang terkandung di dalamnya. Selain itu, buku dikembangkan berdasarkan prinsip dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks, dari yang dekat dunia anak menuju ke yang relatif jauh. Berdasarkan teori belajar sosial Bandura (Slavin, 1995), anak dapat belajar melalui pemodelan, maka buku siswa juga dikembangkan dengan mengetengahkan seorang anak yang ideal sebagai tokoh yang diharapkan dapat digunakan sebagai model oleh siswa.
           
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
            RPP dirancang sebagai panduan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran. RPP dengan tema Makanan terdiri dari empat RPP masing-masing dengan alokasi waktu pembelajaran sebanyak 6x35 menit. RPP tema Tumbuhan terdiri dari 3 RRP masing-masing dengan alokasi waktu pembelajaran 6x35 menit. RPP tema Hewan terdiri dari 3 RRP masing-masing dengan alokasi waktu pembelajaran 6x35 menit. Setiap RPP diawali dengan identifikasi kelas, waktu, dan tema. Setelah itu masuk pada bagaian A, yaitu tahap perencanaan, yang menampilkan mata pelajaran dan indikator hasil belajar yang dipadukan, kompetensi dasar, indikator keberhasilan, Metode pembelajaran, dan sumber bahan. Pada bagian B yaitu tahap pelaksanaan, menyajikan kegiatan awal yang meliputi apersepsi dan curah pendapat sehingga dapat dimunculkan kemungkinan kaitan tema dalam bentuk peta konsep. Dilanjutkan dengan kegiatan inti yang menggambarkan skenario kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah kegiatan akhir, meliputi evaluasi, tindak lanjut, dan penutup. RPP diakhiri dengan bagian C, yaitu Evaluasi, yang di dalamnya meliputi prosedur tes, jenis tes, dan bentuk tes, serta dilengkapi dengan soal dan butir-butir tes yang diberikan.

3. Alat Penilaian
            Alat penilaian berupa soal-soal tes untuk tema Makanan yang terdiri 15 butir soal, tema Tumbuhan terdiri 9 butir soal, dan tema Hewan terdiri 9 butir soal. Soal tes disusun berdasarkan RPP dan buku siswa yang telah dikembangkan. Tes dilakukan dua kali berupa pre tes yang dilaksanakan diawal KBM dan postes yang dilaksanakan diakhir KBM dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal, hasil belajar, serta peningkatan hasil belajar siswa.
           
Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Tematik
Setelah perangkat pembelajaran tematik berhasil dikembangkan, langkah selanjutnya dilakukan validasi oleh ahli/praktisi pendidikan. Validasi ini dimaksudkan untuk melihat kebenaran materi, kebahasaan dan penyajian. Perangkat pembelajaran telah divalidasi oleh 3 orang ahli dan praktisi pendidikan. Hasil validasi menunjukkan bahwa perangkat yang dikembangkan dilihat dari aspek materi, kebahasaan, penyajian, dan peningkatan KBM dinilai baik oleh validator. Namun demikian terdapat beberapa catatan yang direkomendasikan sebagai bahan revisi perangkat yakni materi pada tema makanan yang terlalu berat untuk anak kelas 1 SD dan aktivitas siswa supaya lebih diperbanyak. Masukan ini sebagai bahan revisi perangkat sebelum diujicobakan kepada siswa di kelas.

     Hasil Ujicoba Terbatas Perangkat Pembelajaran Tematik
            Untuk mengetahui keterbacaan perangkat pembelajaran pengembangan mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik yang telah dikembangkan, dilakukan ujicoba terbatas pada siswa kelas 1 SD di SDN Kebonsari II. Setelah pelaksanaan pembelajaran, siswa diberi angket tentang pendapatnya mengenai buku siswa dan pemahaman mereka melalui tes.
Hasil ujicoba menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran, yakni buku siswa direspon positif oleh siswa, siswa menyatakan buku tersebut menarik, mudah dipahami, bagus, dan tidak ada yang sulit dipahami. Hasil ini memperlihatkan bahwa hasil rancangan dan pengembangan buku siswa tentang mengenal pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik tersebut sesuai dengan karakteristik anak usia kelas 1 SD yang masih dalam tahap operasional konkrit dan menyukai gambar–gambar ilustratif dengan warna-warna cerah yang dekat dengan dirinya. Pendapat siswa ini ternyata konsisten dengan hasil belajar (postes) yang dijaring melalui tes dalam 3 tema yang  memperlihatkan bahwa perangkat pembelajaran memberikan rerata dan peningkatan hasil belajar yang relatif tinggi di kelas 1 SD

     Hasil Ujicoba Skala Luas Perangkat Pembelajaran Tematik
                 Ujicoba skala luas dilaksanakan di tiga sekolah dasar yakni SDN Kebonsari I, SDN Ketintang III, dan SDN Jajartunggal III. Hasil ujicoba skala luas dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Hasil Analisis deskriptif untuk masing-masing tema dapat dilihat pada gambar di bawah.    

1.    Tema Makanan

Berdasarkan grafik di atas nampak ada peningkatan rerata hasil belajar dari pretes dan postes pada tema Makanan, SDN Ketintang III rerata pre tes adalah 44,56, rerata post tes 76,50, sedangkan SDN Jajartunggal III rerata pre tes 62,43 dan rerata postes adalah 78,18.
Dari hasil uji-t, menunjukkan angka signifikansi 0,061 dan 0,000 dengan taraf signifikansi 5%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dan peningkatan hasil belajar antara pretes dan postes.

2. Tema Tumbuhan

Berdasarkan tabel dan grafik di atas nampak ada peningkatan rerata hasil belajar dari pretes dan postes pada tema Tumbuhan, SDN Kebonsari I rerata pre tes adalah 75,14, rerata post tes 79,14, sedangkan SDN Ketintang III rerata pre tes 75,23 dan rerata postes adalah 78,63. Dari hasil uji-t, menunjukkan angka signifikansi 0,013 dan 0,000 dengan taraf signifikansi 5%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dan peningkatan hasil belajar antara pretes dan postes.

3 Tema Hewan     

Berdasarkan tabel dan grafik di atas nampak ada peningkatan rerata hasil belajar dari pretes dan postes pada tema Hewan, SDN Kebonsari I rerata pre tes adalah 79,06, rerata post tes 86,60, sedangkan SDN Jajartunggal III rerata pre tes 85,72 dan rerata postes adalah 94,23. Dari hasil uji-t pada Tabel 4.11 dan 4.12 menunjukkan angka signifikansi 0,002 dan 0,000 dengan taraf signifikansi 5%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dan peningkatan hasil belajar antara pretes dan postes.
Hasil tersebut memperlihatkan bahwa perangkat pembelajaran tematik memberikan rerata hasil belajar yang relatif tinggi di kelas 1 SD. Hal tersebut mengindikasikan  bahwa pembelajaran tematik yang di lengkapi dengan perangkat pembelajaran tematik cukup memberi peluang perlibatan berbagai pengalaman siswa, karena tema–tema yang diangkat dipilih dari hal–hal yang di kemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari pengalaman sebelumnya, serta berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa (felt need). Hasil ini sesuai dengan temuan Hendrik (dalam Kostelink,1991) yang menyatakan bahwa tema membantu anak–anak mengembangkan semua pemikirannya dalam belajar. Melalui pembelajaran tematik, anak–anak membangun hubungan di antara informasi yang terpisah-pisah untuk membentuk konsep yang lebih kompleks dan abstrak (Osborn dan Osborn, dalam Kostelink,1991).
            Benson (2005) mengemukakan pembelajaran tematik melibatkan sekumpulan aktifitas yang terkait dan dirancang di seputar topik atau tema, serta menjangkau beberapa  area kurikulum. Adanya keterlibatan sekumpulan aktifitas berarti siswa tidak hanya mengandalkan pendengaran, namun juga mata dan bahkan gerakan atau sentuhan; dan semuanya ini akan lebih optimal bila dilengkapi dengan bahan ajar tematik. Tema yang dikemas sedemikian rupa dalam bentuk bahan ajar dapat menyediakan linkungan yang mendorong belajar proses dan melibatkan seluruh siswa secara aktif (Fisher,1991).
        Selain itu, pengemasan bahan ajar  yang berbasis tema, membuat siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu. Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama, serta memahami materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. Selama pembelajaran, linkungan belajar yang ditata  sedemikian rupa memungkinkan siswa lebih bergairah belajar,  karena bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata misalnya bertanya, bercerita, bermain peran, berdiskusi, bekerja kelompok, dan sebagainya.

SIMPULAN DAN SARAN
                 Berdasarkan penyajian data dan pembahasan hasil penelitian maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut Perangkat pembelajaran pengembangan perilaku menyukai pangan lokal dengan model pembelajaran tematik yang telah dikembangkan: (1) berkategori baik ditinjau dari aspek, materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan pembelajaran; (2) direpon positif oleh siswa yakni menarik, penampilan menarik, tidak ada uraian atau penjelasan yang terlalu sulit, dan gambar/ilustrasi mudah dipahami dan memperjelas uraian; (3) memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas; dan (4) belajar siswa relatif tinggi
            Dari simpulan yang diambil maka dapat disampaikan saran sebagai berikut: (1) Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional, dapat melalui jalur pendidikan yaitu dengan dengan menerapkan perangkat pembelajaran pengembangan  perilaku menyukai pangan lokal dengan model pembelajaran tematik, dan (2) agar hasil belajar siswa optimal maka sebaiknya pembelajaran tematik di kelas rendah, khususnya di kelas 1 SD, menggunakan bahan yang dikemas dalam bentuk tematik, tidak berdiri sendiri setiap mata pelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Benson, T.R. 2005. The issues: Integrated teaching units. PBS teacher source. http://www.pbs.org/teachersource/prek2/issues/904issue.shtm
Fisher, B. 1991. Joyful learning: A whole language kindergarten. Postmouth, N.H.: Heinemann
Kostelink, M.J., Soderman, A.K & Whiren, A.P. 2004. Developmentally appropriate curriculum: best practice in early childhood education. Upper Saddle River, N.J: Merrill
Nindyowati, E. 2001. Kebijakan dan Program Pembangunan dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan. Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Makanan Tradisional, di NICE Center Graha Pena Building Surabaya, 27 Oktober 2001.
---------------. 2002. "Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan dan Sosialisasi Pangan Lokal". Dalam  Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Hasil-hasil Penelitian Makanan Tradisional Pengembangan dan Sosialisasi Pangan Lokal.  Unesa University Press, Universitas Negeri Surabaya. 
Nurlaela, Luthfiyah. 2002. Sosialisasi Ketahanan Pangan: Mungkinkah Melalui Pendidikan Dasar? Dalam Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 3 No. 1, 2002: 52-61.
----------------. 2002. "Sosialisasi Pangan Berbasis Bahan Pangan Lokal Melalui Pendidikan". Dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Hasil-hasil Penelitian Makanan Tradisional Pengembangan dan Sosialisasi Pangan Lokal.  Unesa University Press, Universitas Negeri Surabaya
-----------------. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Terintegrasi (Integrated Learning) untuk Meningkatkan Pemahaman Pendidikan Ketahanan Pangan di SD. Dalam Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 7 No. 1, Maret 2006.
-----------------. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran, Gaya Belajar dan Kemampuan Membaca terhadap Hasil Belajar Siswa SD di Kota Surabaya. Dalam Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 9 No. 1, Maret 2008.
Nurlaela, Luthfiyah dan Rita Ismawati. 2007. Pemetaan dan Pendokumentasian Makanan Tradisional Jawa Timur. Laporan Penelitian Fundamental. Belum Dipublikasikan. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya. 2007.
Sulandjari, Siti; Bahar, Asrul; Amaria. 2002. Penelitian dan Pengkajian Pola Konsumsi Melalui Diversifikasi Menu dan Gizi di Jawa Timur. Laporan Penelitian Kerjasama antara Balitbang Propinsi Jawa Timur dan Universitas Negeri Surabaya. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya.
Soenardi, Tuti. 2002. Makanan Alternatif untuk Ketahanan Pangan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Suryanti, dkk. 2007. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Kelas Rendah Sekolah Dasar. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Lanjutan. Belum Dipublikasikan. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya. 2007.
Tampubolon, SMH. 2002. Suara dari Bogor, Sistem dan Usaha Agribisnis, Kacamata sang Pemikir. Pusat Studi Pembangunan IPB dan USESE Foundation.
Tejasari, dkk. 2001. Kajian Tepung Umbi-Umbian Lokal sebagai Bahan Pangan Olahan. Laporan Penelitian kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember dan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Tidak diterbitkan.
Tim Universitas Brawijaya Malang. 2001. Kajian Pangan Olahan Pengganti Beras. Laporan Penelitian Kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Tidak diterbitkan.
Thiagarajan, S., Doroty S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. Source Book. Bloominton: Center for Innovation on Theaching the Handicapped.