Foto bareng Pak Menteri... |
Sabtu, 17 Maret 2012
Kami bertiga, Bu Kis, saya dan Juneka, keluar dari kamar hotel sekitar pukul 06.30. Juneka Subaihul Mufid adalah wartawan Jawa Pos, junior mas Rukin. Mas Rukin menolak untuk berangkat karena tanggal 25 Maret minggu depan, dia akan berangkat ke Sumba Timur lagi, bersama kami tim kecil SM-3T.
Di lantai yang sama, sejumlah ajudan pak menteri telah siap siaga. Beberapa berdiri di depan pintu kamar pak Menteri. Kami bertegur sapa, berbasa-basi sebentar, lantas berlalu menuju ruang makan.
Di lobi, rombongan pejabat kementerian, pejabat provinsi NTT, pejabat kabupaten Kupang, para Rektor, para wakil dari beberapa PT penyelenggara SM-3T, sudah menunggu. Kami bertiga memutuskan berangkat dulu. Hujan deras di luar. Tapi kami nekad berlari menuju mobil yang sudah disiapkan, meluncur menuju SD Asam Tiga.
Di tengah perjalanan, kami sempat berhenti di Pondok Cucur (sempat-sempatnya wisata kuliner....). Cucur, makanan yang terbuat dari tepung beras dan gula merah itu, begitu menarik dalam etalase kaca. Ditumpuk-tumpuk membentuk piramid, bersisian dengan tumpukan kue-kue yang lain: usus ayam, serabi, dadar gulung, dan kacang goreng tepung. Kami membeli beberapa buah kue itu, juga beberapa gelas air mineral. Persiapan menyambut rombongan dari Sumba Timur yang saat ini sedang terbang menuju Kupang. Rombongan itu terdiri dari Sekdin PPO, kepala sekolah SMP Satap Kakaha yang akan menerima bantuan 10 laptop dan buku-buku dari Mendikbud, dan 6 peserta SM-3T Unesa. Mereka baru bisa berangkat pagi ini dari Waingapu, karena kehabisan tiket pesawat pemberangkatan sehari sebelumnya.
Di tengah kami memilih kue-kue, rombongan pak Menteri lewat. Tentu saja lengkap dengan patwal dan bunyi sirine yang meraung-raung. Belasan mobil itu berlalu dengan kencang. Maka kami pun bergegas, bergabung dengan rombongan.
SDN Asam Tiga masuk dalam wilayah Kupang Timur. Dari jalan besar, mobil belok kanan menyusuri jalan yang tidak terlalu lebar, hanya pas untuk satu mobil. Tidak beraspal, hanya tanah yang dipadatkan. Berbatu-batu. Di situlah SDN Asam tiga berada. Gedung SDN Asam Tiga itu memiliki 6 kelas, lengkap dengan meja dan kursi belajar. Dindingnya bercat hijau. Semuanya masih baru. Gedung itu menggantikan 'bangunan' sekolah yang dindingnya dari bambu, berlantai tanah, dan beratap daun lontar, yang sebagian 'bangunannya' masih ada; letaknya di seberang gedung sekolah yang baru. Memang sengaja dibiarkan untuk bisa dibandingkan dengan gedung yang baru.
Bangunan sekolah yang dulunya sangat-sangat tidak layak itu sebenarnya hanya berjarak belasan kilometer dari Kantor Kabupaten Kupang. Ironis. Namun sekarang, dengan bantuan rehab dari kemdikbud, bangunan SDN Asam Tiga sangat 'pantas' sebagai sekolah yang 'bertetangga' dengan kantor kabupaten.
Kabupaten Kupang merupakan kabupaten terbesar di NTT setelah Sumba Timur. Sejak 2009, Bupati Kupang membuat kebijakan pendidikan dengan mendekatkan sekolah-sekolah pada masyarakat di wilayah terpencil, dalam rangka memperluas akses pendidikan. Sampai saat ini telah dibangun 52 USB (Unit Sekolah Baru) jenjang SD, SMP, SMA. Semua anak usia sekolah harus sekolah. Kebijakan ini sangat tepat karena fenomena persebaran penduduk yang sangat luas, ditambah lagi dengan kondisi medan yang sangat sulit.
Menurut Bupati Kupang, gedung sekolah boleh darurat, tapi otak anak-anak tidak boleh darurat. Prinsip ini telah dibuktikan dengan berbagai pembangunan dalam bidang pendidikan, termasuk membangun USB di wilayah terpencil. Salah satu bukti lagi adalah: ada beberapa sekolah miskin, namun lulus UN 100 persen. Menurut bupati yang sebelumnya adalah Kepala UPBJJ NTT ini (teman baik bu Kisyani, sebagai sesama mantan 'Rektor' UT), keberhasilan dalam tingkat kelulusan UN ini disebabkan kerinduan anak-anak daerah terpencil pada pendidikan, mungkin lebih besar daripada kerinduan anak-anak kota pada pendidikan; sehingga mereka belajar sangat keras, dan bisa melalui UN dengan baik.
Berdasarkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia), Provinsi NTT berada pada urutan ke-31 dari 33 provinsi di Indonesia. UN merupakan salah satu indikator kinerja utama keberhasilan pembangunan pendidikan di NTT. Menjadi tekad bersama, bahwa NTT akan melaksanakan UN secara jujur.
Dengan sepenuh hati saya berharap dan berdoa, semoga Allah SWT mendengar doa semua orang-orang di sini: siswa, guru, orang tua, bupati, gubernur, Mendikbud: melaksanakan UN secara jujur. Jujur dalam UN. Saya merinding ketika menggumamkan kata-kata itu. UN yang jujur. Jujur dalam UN.....
Menteri yg simpatik
Acara demi acara berjalan dengan baik. Setelah pembacaan ikrar UN Jujur-Berprestasi oleh siswa, guru, dan pejabat pendidikan, dilanjutkan dengan sambutan dari Bupati dan Gubernur, maka tibalah giliran Mendikbud untuk memberi sambutan.
Begitu beliau tampil ke depan, yang pertama kali beliau lakukan adalah meminta kepala sekolah SD Asam Tiga, wakil orang tua, wakil siswa, dan wakil peserta SM-3T untuk mendampingi beliau di depan. Kemudian beliau memperkenalkan siapa saja yg ada dalam rombongannya. Semua rektor disebut, diminta berdiri sejenak, supaya semua yang hadir bisa melihatnya. Sangat simpatik. Lepas dari semua kontroversi tentang UN, tentang RSBI, tentang berbagai kebijakan sejak masa jabatannya, Prof. Nuh adalah pribadi yang sangat simpatik dan penuh perhatian.
Kepala sekolah, guru, orang tua, disilakan bicara dan mengungkapkan harapan-harapannya. Momen yang mengharukan adalah ketika wakil siswa, Numia namanya, gadis 12 thn, ditanya apakah dia sudah pernah berjabat tangan dengan menteri? 'Belum', kata anak itu, malu-malu. Maka dijabatlah anak itu. 'Pernahkah berjabat tangan dengan gubernur, bupati, jendral?' Dan disilakanlah anak itu untuk menjabat semuanya, termasuk menjabat tangan semua rektor. Kemudian pak menteri menanyakan apakah orang tuanya datang di acara ini. Dan berlari-larilah laki-laki tua itu, dari barisan paling belakang, sambil melambai-lambaikan tangan. Dengan terengah-engah, dia mencapai sisi pak Menteri. Ketika ditanya, dia menjawab dengan lantang. Dia sekeluarga dari Timor Leste, tinggal di Kupang hanya mendapat 'lindungan' (rumah). Anaknya 8, dan Numia itu itu anak ke-6. Tidak punya sawah, bekerja di kebun. 'Kerja tanah orang, hasil bagi dua', katanya.
Di tengah wawancara itu, seorang perempuan tua, berpakaian lusuh, datang dari arah belakang pak Menteri. Itulah ibu Numia. Perawakannya kurus, tubuhnya lusuh, tapi wajah tuanya tersenyum. Sama seperti pertanyaan untuk Numia, pak Menteri bertanya apakah ibu tua itu sudah pernah berjabat tangan dengan menteri, gubernur, bupati, jenderal?
Mata saya sempat basah ketika pak Menteri bertanya pada Numia, apakah dia bangga dengan bapak ibunya? Anak yang bercita-cita ingin menjadi guru itu menjawab dengan tegas: 'ya, saya bangga dengan bapak dan ibu saya'. 'Kenapa kamu bangga?' Lanjut pak Menteri. Dan suara Numia berubah jadi pelan, tidak selantang tadi. 'Ya, karena ibu saya telah melahirkan saya dengan selamat, dan kedua orang tua saya telah membesarkan saya dengan baik....' Anak itu menangis. Pak Menteri bertanya lagi, 'kenapa kamu menangis?' Numia diam, terisak pelan, kemudian suaranya lirih... 'Saya terharu.....'
Dalam sambutannya, Mendikbud menyampaikan, ada tiga penyakit yg menghambat kemajuan bangsa. Bila tiga penyakit itu bisa dibereskan, bangsa akan lebih sejahtera. Apa penyakit itu? Yang pertama: ketidakjujuran, yang akan menghasilkan korupsi, eksploitasi hak orang lain; oleh sebab itu UN harus jujur, karena kita akan membangun bangsa yang jujur. Maka mulai hari ini akan dilaksanakan pendidikan antikorupsi.
Penyakit yang kedua, kemalasan. Kemalasan akan menghasilkan pengangguran.
Penyakit ketiga, adalah kebodohan.
Di tengah pak Menteri menyampaikan pidatonya, seorang anak kecil, mungkin berusia tiga tahunan, tanpa merasa berdosa, membuka celananya dan pipis di belakang pak Menteri, menghadap ke kami para undangan. Luar biasa. Anak itu telah berani 'menghina' mendikbud. Kami yang menyaksikan hal itu tentu saja tersenyum-senyum geli campur prihatin. Anak siapa sih itu...... Sangat berkarakter!
Sebagai penutup acara, pak Menteri menuliskan kesan dan pesan di atas kanvas. 'Keterbatasan tidak boleh menghalangi kemajuan suatu bangsa. Selamat berjuang anak-anak Asam 3. Sukses.'
Wassalam,
LN
Kami bertiga, Bu Kis, saya dan Juneka, keluar dari kamar hotel sekitar pukul 06.30. Juneka Subaihul Mufid adalah wartawan Jawa Pos, junior mas Rukin. Mas Rukin menolak untuk berangkat karena tanggal 25 Maret minggu depan, dia akan berangkat ke Sumba Timur lagi, bersama kami tim kecil SM-3T.
Di lantai yang sama, sejumlah ajudan pak menteri telah siap siaga. Beberapa berdiri di depan pintu kamar pak Menteri. Kami bertegur sapa, berbasa-basi sebentar, lantas berlalu menuju ruang makan.
Di lobi, rombongan pejabat kementerian, pejabat provinsi NTT, pejabat kabupaten Kupang, para Rektor, para wakil dari beberapa PT penyelenggara SM-3T, sudah menunggu. Kami bertiga memutuskan berangkat dulu. Hujan deras di luar. Tapi kami nekad berlari menuju mobil yang sudah disiapkan, meluncur menuju SD Asam Tiga.
Di tengah perjalanan, kami sempat berhenti di Pondok Cucur (sempat-sempatnya wisata kuliner....). Cucur, makanan yang terbuat dari tepung beras dan gula merah itu, begitu menarik dalam etalase kaca. Ditumpuk-tumpuk membentuk piramid, bersisian dengan tumpukan kue-kue yang lain: usus ayam, serabi, dadar gulung, dan kacang goreng tepung. Kami membeli beberapa buah kue itu, juga beberapa gelas air mineral. Persiapan menyambut rombongan dari Sumba Timur yang saat ini sedang terbang menuju Kupang. Rombongan itu terdiri dari Sekdin PPO, kepala sekolah SMP Satap Kakaha yang akan menerima bantuan 10 laptop dan buku-buku dari Mendikbud, dan 6 peserta SM-3T Unesa. Mereka baru bisa berangkat pagi ini dari Waingapu, karena kehabisan tiket pesawat pemberangkatan sehari sebelumnya.
Di tengah kami memilih kue-kue, rombongan pak Menteri lewat. Tentu saja lengkap dengan patwal dan bunyi sirine yang meraung-raung. Belasan mobil itu berlalu dengan kencang. Maka kami pun bergegas, bergabung dengan rombongan.
SDN Asam Tiga masuk dalam wilayah Kupang Timur. Dari jalan besar, mobil belok kanan menyusuri jalan yang tidak terlalu lebar, hanya pas untuk satu mobil. Tidak beraspal, hanya tanah yang dipadatkan. Berbatu-batu. Di situlah SDN Asam tiga berada. Gedung SDN Asam Tiga itu memiliki 6 kelas, lengkap dengan meja dan kursi belajar. Dindingnya bercat hijau. Semuanya masih baru. Gedung itu menggantikan 'bangunan' sekolah yang dindingnya dari bambu, berlantai tanah, dan beratap daun lontar, yang sebagian 'bangunannya' masih ada; letaknya di seberang gedung sekolah yang baru. Memang sengaja dibiarkan untuk bisa dibandingkan dengan gedung yang baru.
Bangunan sekolah yang dulunya sangat-sangat tidak layak itu sebenarnya hanya berjarak belasan kilometer dari Kantor Kabupaten Kupang. Ironis. Namun sekarang, dengan bantuan rehab dari kemdikbud, bangunan SDN Asam Tiga sangat 'pantas' sebagai sekolah yang 'bertetangga' dengan kantor kabupaten.
Kabupaten Kupang merupakan kabupaten terbesar di NTT setelah Sumba Timur. Sejak 2009, Bupati Kupang membuat kebijakan pendidikan dengan mendekatkan sekolah-sekolah pada masyarakat di wilayah terpencil, dalam rangka memperluas akses pendidikan. Sampai saat ini telah dibangun 52 USB (Unit Sekolah Baru) jenjang SD, SMP, SMA. Semua anak usia sekolah harus sekolah. Kebijakan ini sangat tepat karena fenomena persebaran penduduk yang sangat luas, ditambah lagi dengan kondisi medan yang sangat sulit.
Menurut Bupati Kupang, gedung sekolah boleh darurat, tapi otak anak-anak tidak boleh darurat. Prinsip ini telah dibuktikan dengan berbagai pembangunan dalam bidang pendidikan, termasuk membangun USB di wilayah terpencil. Salah satu bukti lagi adalah: ada beberapa sekolah miskin, namun lulus UN 100 persen. Menurut bupati yang sebelumnya adalah Kepala UPBJJ NTT ini (teman baik bu Kisyani, sebagai sesama mantan 'Rektor' UT), keberhasilan dalam tingkat kelulusan UN ini disebabkan kerinduan anak-anak daerah terpencil pada pendidikan, mungkin lebih besar daripada kerinduan anak-anak kota pada pendidikan; sehingga mereka belajar sangat keras, dan bisa melalui UN dengan baik.
Berdasarkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia), Provinsi NTT berada pada urutan ke-31 dari 33 provinsi di Indonesia. UN merupakan salah satu indikator kinerja utama keberhasilan pembangunan pendidikan di NTT. Menjadi tekad bersama, bahwa NTT akan melaksanakan UN secara jujur.
Dengan sepenuh hati saya berharap dan berdoa, semoga Allah SWT mendengar doa semua orang-orang di sini: siswa, guru, orang tua, bupati, gubernur, Mendikbud: melaksanakan UN secara jujur. Jujur dalam UN. Saya merinding ketika menggumamkan kata-kata itu. UN yang jujur. Jujur dalam UN.....
Menteri yg simpatik
Acara demi acara berjalan dengan baik. Setelah pembacaan ikrar UN Jujur-Berprestasi oleh siswa, guru, dan pejabat pendidikan, dilanjutkan dengan sambutan dari Bupati dan Gubernur, maka tibalah giliran Mendikbud untuk memberi sambutan.
Begitu beliau tampil ke depan, yang pertama kali beliau lakukan adalah meminta kepala sekolah SD Asam Tiga, wakil orang tua, wakil siswa, dan wakil peserta SM-3T untuk mendampingi beliau di depan. Kemudian beliau memperkenalkan siapa saja yg ada dalam rombongannya. Semua rektor disebut, diminta berdiri sejenak, supaya semua yang hadir bisa melihatnya. Sangat simpatik. Lepas dari semua kontroversi tentang UN, tentang RSBI, tentang berbagai kebijakan sejak masa jabatannya, Prof. Nuh adalah pribadi yang sangat simpatik dan penuh perhatian.
Kepala sekolah, guru, orang tua, disilakan bicara dan mengungkapkan harapan-harapannya. Momen yang mengharukan adalah ketika wakil siswa, Numia namanya, gadis 12 thn, ditanya apakah dia sudah pernah berjabat tangan dengan menteri? 'Belum', kata anak itu, malu-malu. Maka dijabatlah anak itu. 'Pernahkah berjabat tangan dengan gubernur, bupati, jendral?' Dan disilakanlah anak itu untuk menjabat semuanya, termasuk menjabat tangan semua rektor. Kemudian pak menteri menanyakan apakah orang tuanya datang di acara ini. Dan berlari-larilah laki-laki tua itu, dari barisan paling belakang, sambil melambai-lambaikan tangan. Dengan terengah-engah, dia mencapai sisi pak Menteri. Ketika ditanya, dia menjawab dengan lantang. Dia sekeluarga dari Timor Leste, tinggal di Kupang hanya mendapat 'lindungan' (rumah). Anaknya 8, dan Numia itu itu anak ke-6. Tidak punya sawah, bekerja di kebun. 'Kerja tanah orang, hasil bagi dua', katanya.
Di tengah wawancara itu, seorang perempuan tua, berpakaian lusuh, datang dari arah belakang pak Menteri. Itulah ibu Numia. Perawakannya kurus, tubuhnya lusuh, tapi wajah tuanya tersenyum. Sama seperti pertanyaan untuk Numia, pak Menteri bertanya apakah ibu tua itu sudah pernah berjabat tangan dengan menteri, gubernur, bupati, jenderal?
Mata saya sempat basah ketika pak Menteri bertanya pada Numia, apakah dia bangga dengan bapak ibunya? Anak yang bercita-cita ingin menjadi guru itu menjawab dengan tegas: 'ya, saya bangga dengan bapak dan ibu saya'. 'Kenapa kamu bangga?' Lanjut pak Menteri. Dan suara Numia berubah jadi pelan, tidak selantang tadi. 'Ya, karena ibu saya telah melahirkan saya dengan selamat, dan kedua orang tua saya telah membesarkan saya dengan baik....' Anak itu menangis. Pak Menteri bertanya lagi, 'kenapa kamu menangis?' Numia diam, terisak pelan, kemudian suaranya lirih... 'Saya terharu.....'
Dalam sambutannya, Mendikbud menyampaikan, ada tiga penyakit yg menghambat kemajuan bangsa. Bila tiga penyakit itu bisa dibereskan, bangsa akan lebih sejahtera. Apa penyakit itu? Yang pertama: ketidakjujuran, yang akan menghasilkan korupsi, eksploitasi hak orang lain; oleh sebab itu UN harus jujur, karena kita akan membangun bangsa yang jujur. Maka mulai hari ini akan dilaksanakan pendidikan antikorupsi.
Penyakit yang kedua, kemalasan. Kemalasan akan menghasilkan pengangguran.
Penyakit ketiga, adalah kebodohan.
Di tengah pak Menteri menyampaikan pidatonya, seorang anak kecil, mungkin berusia tiga tahunan, tanpa merasa berdosa, membuka celananya dan pipis di belakang pak Menteri, menghadap ke kami para undangan. Luar biasa. Anak itu telah berani 'menghina' mendikbud. Kami yang menyaksikan hal itu tentu saja tersenyum-senyum geli campur prihatin. Anak siapa sih itu...... Sangat berkarakter!
Sebagai penutup acara, pak Menteri menuliskan kesan dan pesan di atas kanvas. 'Keterbatasan tidak boleh menghalangi kemajuan suatu bangsa. Selamat berjuang anak-anak Asam 3. Sukses.'
Wassalam,
LN
0 komentar
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...