Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Sabtu, 11 Januari 2025

Menunggu Sertijab

Saya ini sebenarnya sedang menunggu satu di antara dua hal ini: pengaktifan kembali jabatan fungsional saya sebagai guru besar, atau pelantikan pejabat eselon 1 Kemendesa PDT. Yang kedua ini, tentu saja termasuk pelantikan pejabat pengganti saya. Kalau satu di antara dua hal ini terjadi, maka saya sudah bisa leluasa melenggang kembali ke kampus.

Awal Desember saya sudah mengajukan surat permohonan izin untuk kembali mengabdikan diri ke Kampus Unesa, kepada Menteri Desa PDT. Pertengahan Desember, surat dari Menteri kepada Rektor Unesa meluncur, surat tentang pengembalian saya ke kampus. Akhir Desember, surat dari Rektor Unesa ke Dikti sudah diterima Biro SDM Dikti, surat permohonan untuk mengaktifkan kembali jabatan guru besar saya. Konon, surat itu sudah ada di meja Menteri Diktisaintek, tinggal menunggu tanda tangan beliau.

Alhamdulilah, ada sobat rasa saudara, Dik Prof Upik Aisyah Endah Palupi  yang sekarang menjabat Sesditjen Dikti. Beliaulah yang membantu mengawal dan menelusuri surat tersebut. Tentu saja bersama tim Pak Rektor.

Yang mana pun yang akan terjadi lebih dulu, Allahlah yang tahu yang terbaik. Jadi ya sudah, sabar saja. Ngugemi pesan suami Mas Ayik Baskoro Adjie , supaya saya sabar untuk tetap tinggal di Jakarta dulu sampai sertijab. Nggak boleh riwa-riwi. Kangen anak bojo dan cucu-cucu, diempet sik. Sabar sik pokoknya.

Baiklah....

Yang agak jadi masalah, bukan masalah besar sih, barang-barang saya sudah dikirim semua ke Surabaya. Sudah boyongan. Di Jakarta ini, saya hanya bawa satu koper. Isinya beberapa lembar baju dan kosmetik minimalis. Jadi jangan heran kalau di beberapa kegiatan, baju saya itu-itu saja. Tapi saya jamin, itu baju bersih. Dipakai, dicuci, kering, pakai lagi.

Yang juga agak masalah lagi, sewa apartemen saya berakhir di tanggal 10 Januari. Namun tiba-tiba Gusti Allah mengirimkan bantuannya. Bu Kartini Sembel , Kapus PPJF, tiba-tiba merelakan aprtemennya saya kuasai. 

Demikianlah sekilas info...

Asli sudah kangen rawon pangat dan tahu campur Cak Gondrong...

Jakarta, 11012025

Kamis, 14 November 2024

Pasar Tradisional

Kalau lagi berkunjung ke suatu tempat, saya sebenarnya paling senang jalan-jalan ke pasar tradisional. Sayang sekali kesempatan itu tidak selalu ada.

Ya, pasar tradisional, tentu tidaklah serapi dan sebersih pasar modern atau supermarket. Jauuuhhlah pasti. Aromanya pun bedaaa banget. Lantainya pun, apa lagi.... 

Tapi pasar tradisional itu bagi saya lebih genuine. Kekhasan di daerah itu, di pasar tradisionallah tempatnya. Saya menemukan daun gatal ketika di pasar tradisional Sorong. Menemukan beragam noken yang keren dengan berbagai ukuran dan corak, di pasar tradisional Wamena. Melihat beragam sayuran yang sudah dipotong-potong dan dicampur sedemikian rupa, tumpukannya menggunung, di pasar tradisional Ternate. Melihat potongan singkong-singkong yang diikat, yang saya kira untuk konsumsi manusia (ternyata untuk babi), di pasar tradisional Waingapu, Sumba Timur. Belum lagi bermacam makanan khas, kue-kue, hasil bumi, hasil laut, hasil kerajinan, dan banyak lagi.  

Juga, yang sangat mengesankan bagi saya, adalah interaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli. Tradisi dan  kebiasaan mereka dalam bertransaksi. Keramahan dan kesederhanaannya. Bahkan kemurniannya.

Dan hari ini, saya berhasil mencuri waktu mengunjungi pasar tradisional di Bengkulu, namanya Pasar Panorama. Banyak sekali yang saya lihat, tentu saja. Hasil laut, hasil bumi, jajanan, dan sebagainya. Ada cabe rawit yang kecil-kecil, yang di Sumba disebut chili padi. Ada tumpukan kecombrang, yang selama ini hanya saya lihat dalam jumlah kecil. Ada jeruk kalamansi, yang selama ini hanya saya tahu sirupnya. Ada kabau, nah, ini yang benar-benar baru. Satu keluarga dengan pete dan jengkol. Bentuknya lebih kecil, agak bulat, warna kulitnya lebih gelap, dan konon, rasa dan aromanya lebih kuat dibanding pete dan jengkol.

Hm, Indonesia memang kaya.

Bengkulu, 10 November 2024

Senin, 09 September 2024

Mengunjungi Pekanbaru

Saya terbang lagi ke Pekanbaru pada siang yang cerah, selepas orang pulang dari shalat Jumat di masjid. Berangkat dari Bandara Soekarno Hatta menumpang GA, tapi penerbangan sempat delay sekitar satu jam.

Menjelang maghrib kami baru mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Kami bertemu dengan pasukan penjemput di depan pintu keluar. Dari bandara, kami langsung menuju Pondok Gurih untuk menikmati makan malam bersama teman-teman dari Balai Pelatihan Pekanbaru.

Sabtu pagi, kami mendampingi Menteri Desa PDTT membuka acara workshop pengelolaan keuangan bumdesa/bumdesa bersama di Aula Balai Pelatihan Pekanbaru. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Ditjen PEID dan BPSDM. Hadir juga Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Pekanbaru yang mewakili Gubernur Provinsi Riau. Juga hadir perwakilan dari Bio Cycle Indo, yang menyerahkan bantuan pupuk organik untuk diterapkan di balai. Selain itu, tenaga pendamping profesional (TPP) juga tentu hadir.

Ada sebanyak 50 peserta pelatihan yang mewakili berbagai desa di Pekanbaru. Mereka akan dilatih oleh para penggerak swadaya masyarakat (PSM) dari balai. Durasi waktu pelatihan adalah empat hari.

Siangnya, kami memisahkan diri dengan rombongan Menteri Desa PDTT yang sedang melakukan kunjungan ke Bio Cycle Indo. Saya bersama Pak Kapuslat SDM, Dr. Fujiartanto, menuju Pelalawan, tepatnya di Balai Desa Mulya Makmur, sebuah eks kawasan tramsmigrasi. Selama tiga jam lebih perjalanan dari Pekanbaru untuk mencapai tempat ini, dan hutan sawit mendominasi sepanjang kanan-kiri jalan.

Hanya beberapa saat menjelang maghrib, kami tiba di Balai Mulya Makmur. Kegiatan pelatihan pembuatan media pembelajaran bagi para content creator desa langsung kami buka sore ini juga. Acara pembukaan sempat break sebentar karena adzan maghrib. Setelah itu acara kami selesaikan secepat mungkin, karena kami harus segera menunaikan shalat maghrib.

Selanjutnya, kami harus segera kembali lagi Pekanbaru, supaya sebelum tengah malam, kami sudah tiba lagi di Hotel Pangeran, tempat kami menginap. Esok pagi, kami akan terbang kembali ke Jakarta.

Mengalami perjalanan yang begitu mobile, bagi saya adalah hal yang biasa. Sebagai orang yang dulunya aktif mengikuti kegiatan pramuka dan pencinta alam, fisik saya alhamdulilah sudah tertempa dengan tuntutan kerja semacam itu. Selain itu, mengunjungi tempat baru, bertemu orang-orang baru, merupakan kebahagiaan tersendiri. Sekaligus juga untuk memberikan apresiasi bagi teman-teman pemilik kegiatan yang sudah menyiapkan semuanya dengan baik. Juga dalam rangka menyapa kepala desa, perangkat, TPP, pegiat desa yang lain, tentu saja termasuk para peserta pelatihan.

Pekanbaru, 7 Sept 2024


#bpsdmbisa

#bpsdmkemendes

#KemendesPDTT

Selasa, 03 September 2024

Bumdes Nduma Luri

Desa Watuhadang, Kecamatan Umalulu, Kabupaten Sumba Timur, memiliki bumdesa yang salah satu unit usahanya jual beli tenun asli Sumba Timur. Nama bumdes tersebut adalah Nduma Luri. Menurut Kepala Desa Watuhadang, nduma luri artinya untuk hidup. Makna yang mengandung harapan untuk hidup yang lebih baik.

Bumdesa ini berdiri sejak 12 Oktober 2017, dan mulai beroperasi pada 3 Juli 2018. Beberapa tujuan Bumdesa Nduma Luri adalah meningkatkan pendapatan dan keuangan desa serta melestarikan dan menumbuhkan tradisi tenun pahikung Umalulu. Selain melakukan jual beli tenun, bumdesa ini juga memiliki usaha  Ada 3 jenis usaha jual beli benang dan jual beli beras.

Bumdesma Nduma Luri memberikan kontribusi bagi masyarakat untuk mengembangkan potensinya dalam menunjang pendapatan masyarakat. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah melakukan fasilitasi kepada masyarakat dengan melakukan pengadaan benang tenun dan pembentukan kelompok tenun songket. Kelompok tenun songket yang dibentuk dapat membuat hasil tenunan yang berkualitas tinggi untuk di pasarkan ke Galeri Tenun Pahikung Umalulu.

Pengunjung selain dapat melihat berbagai koleksi kain tenun yang sangat beragam, mereka juga dapat menikmati proses pembuatan tenun songket. Betapa menyenangkan.

Kampung Raja Umabara

Satu lagi Kampung Raja di Sumba Timur. Namanya Umabara. Ada di Desa Watuhadang, Kecamatan Umalulu. Kalau di Kampung Raja Prailiu saya sudah pernah mengunjunginya beberapa kali. Di Umabara, ini adalah kunjungan pertama saya. Lokasi Prailiu hanya di sekitaran Waingapu, ibu kota Sumba Timur. Sedangkan Umabara, jaraknya dari Waingapu sekitar satu jam perjalanan.

Umabara adalah surga bagi para pencinta tenun. Juga tempat bagi mereka yang ingin lebih mendalami karya kerajian yang bernilai seni tinggi ini. Ada banyak cerita di setiap lembarnya. Tentang kedekatan masyarakat dengan alam semesta, interaksi sosial mereka, dan juga keyakinan pada Tuhan mereka. Termasuk juga adat, tradisi, dan budaya mereka yang sangat unik, menarik, dan membuat siapa pun mudah untuk jatuh cinta.

Bangganya, cerita di setiap lembar tenun itu dikisahkan oleh anak-anak muda, para rambu dan umbu. Mereka tidak hanya bisa menenun, tapi juga memahamkan pada setiap orang yang ingin mendalaminya. Setiap yang datang di tempat itu adalah tamu yang harus dihormati, dipuaskan rasa ingin tahu mereka, dan juga dijamu, meski hanya sekadar air putih, teh, atau kopi, dengan satu dua piring jagung rebus. Namun keramahan dan kehangatan mereka, juga keterbukaan mereka, adalah lebih dari segalanya.

Kemarin kami mengunjungi kampung itu. Sejak memasuki kawasannya, nuansa tradisi sudah terasa begitu kental. Bangunan rumah-rumahnya yang khas, dengan menara yang menjulang. Konon di salah satu rumah itu, sedang bersemayam jasad Sang Raja yang sudah meninggal empat atau lima tahun yang lalu, menunggu momentum yang tepat untuk dikuburkan.  Kuburan-kuburan para  pendahulu dan keluarganya menghampar di sebagian pelatarannya. Satu rumah panggung besar, di situlah terpasang ratusan tenun. Juga di atas tikar yang menghampar. Tenun dengan berbagai teknik pembuatan, berbagai motif, berbagai ukuran, berbagai warna, berbagai filosofi, yang semuanya menggunakan warna alam.

Kecantikan Sumba memang seperti yang banyak orang kabarkan. Kecantikan alamnya, tradisi dan budayanya, adat-istiadatnya. Juga keramahan para rambu, para umbu, mama-mama dan bapa-bapa.

Indonesia betapa indah.

Diciptakan oleh Allah SWT yang juga Maha Indah.

Umalulu, 25 Agustus 2024

Kampung Raja Prailiu

Tempat ini sudah beberapa kali saya singgahi. Sejak pertama kali saya mengunjungi Sumba Timur, di tahun 2011, yang setelah itu, hampir setiap tahun saya mengunjungi Sumba Timur. Dan setiap kali mengunjungi Sumba Timur, saya hampir selalu tidak pernah melewatkan Kampung Raja ini.

Sumba Timur adalah wilayah pertama Unesa dalam Program SM3T. Ada lebih dari ratusan guru peserta program tersebut yang ditugaskan di berbagai pelosok di Sumba Timur selama setahun. Program SM3T itu sendiri dimulai dari tahun 2011 sampai dengan 2016.

Sejak program berakhir, saya praktis tidak pernah lagi mengunjungi Sumba Timur. Meskipun selalu saja ada tugas ke berbagai wilayah Indonesia, saya tidak pernah  bertugas ke Sumba Timur.

Hari ini, setelah delapan tahun berlalu, saya kembali menapakkan kaki di Tanah Marapu ini. Dalam rangka kegiatan sinergitas pendampingan masyarakat melalui kolaborasi antara TPP dan pegiat pendidikan. Kegiatan dilaksanakan di Hotel Padadita, Kota Waingapu.

Saya memanfaatkan waktu untuk bisa kembali mengunjungi Prailiu. Tujuan utama saya tidak sekadar ingin melihat-lihat tenun dengan beragam jenis dan motif serta produk kerajinan. Namun juga menemui Mama Raja, perempuan lembut yang menjadi pusat penghormatan di kampung raja itu. Mama Raja adalah isteri dari Raja di Prailiu. Raja sendiri sudah berpulang di tahun 2008, dan makam batunya ada di depan kediamannya.

Saya juga ingin melihat seperti apa Prailiu setelah delapan tahun saya tidak pernah mengunjunginya. Ternyata ada yang sangat menarik. Rumah-rumah yang memamerkan hasil kerajinan tenun dan aksesoris semakin mengekspose diri. Mereka tidak hanya menjualnya, tapi juga melayani para turis untuk mengenakan baju adat Sumba. Ada juga galeri tenun yang sangat representatif untuk setiap pengunjung dapat melihat berbagai produk kerajinan, bahkan melihat proses membuat tenun, serta berfoto-foto dengan baju khas Sumba.

Kalau di Belanda turis bisa berpose dengan klederdacht, di Korea dengan hanbok, di Jepang dengan kimono, dan sebagainya, kenapa tidak di Sumba turis juga bisa mencoba baju adatnya yang begitu etnik dan bernilai seni tinggi?

Sumba bagi saya adalah salah satu tempat yang saya selalu ingin datang dan datang lagi. Ada banyak hal yang membuat saya selalu rindu. Tentu saja, karena di sana jugalah sebagian guru SM3T saat ini melaksanakan pengabdiannya. Kalau dulu sebagai peserta SM3T, sekarang mereka sudah jadi ASN guru. Bahkan mereka sudah ada yang menjadi kepala sekolah dan juga ada yang menjadi dosen.

Selain untuk bertemu para guru itu, ada seratus lebih tenaga pendamping profesional (TPP) yang saya sudah  lama sekali ingin menyapanya.

Sumba dengan padang sabananya, kuda-kuda, domba, bukit, lembah, ngarai, hutan, pantai, dan masyarakatnya yang sangat hangat bersahabat, adalah sebagian alasan untuk mengunjunginya.

Bagi saya, mengunjungi Sumba seperti menjemput rindu.....

Sumba Timur, 25 Agustus 2024

Sabtu, 17 Agustus 2024

Upacara 17 Agustus

Tadi pagi kami mengikuti upacara 17 Agustus di Kecamatan Trawas, Mojokerto. Mendampingi Menteri Desa PDTT, yang bertindak sebagai pembina upacara.

Hampir setiap tahun, saat peringatan Hari Kemerdekaan,  Menteri Desa tidak mengikuti upacara di Instana Negara. Tapi beliau memilih daerah tertinggal, daerah perbatasan, daerah transmigrasi, dan desa-desa, sebagai tempat upacara. Tahun kemarin, kami upacara di Miangas, sebuah wilayah perbatasan.

Upacara terlaksana dengan lancar, rapi, apik. Pasukan pengibar bendera beberapa ada yang berjilbab, cantik-cantik. Kerudung hitam yang membalut kepala mereka tertata rapi. Membuat mereka nampak sangat anggun. Sama anggun dan cantiknya dengan rekan-rekan mereka yang tidak berjilbab.

Saya selalu terhanyut setiap kali mengamati gerak paskibraka. Mulai dari awal sampai akhir, mata saya tak pernah lepas dari mereka. Kadang saya tidak kuasa menahan keharuan, sehingga saat menyanyikan lagu Indonesia Raya, saya agak terbata-bata. Saya bayangkan, mereka membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk bisa menampilkan gerakan dan formasi yang begitu apik. Perlu kedisiplinan dan daya tahan. Mereka juga pastilah anak-anak muda yang sangat berkepribadian. Juga mestinya memiliki keunggulan di berbagai bidang.

Selesai upacara, kami juga dihibur berbagai penampilan. Termasuk tari kolosal yang dibawakan oleh siswa-siswa SD. Menarik.

Kami juga mengunjungi Sumber Gempong, sebuah tempat wisata yang berhasil memperoleh berbagai prestasi. Selain menikmati suasana alamnya yang asri, kami juga menyempatkan diri naik kereta sawah. Asyik. Ini kedua kali saya ke sini. Yang pertama dulu, dengan suami dan anak cucu.

Kami juga bertemu dengan para pendamping desa yang sedang berkegiatan di Hotel Royal Trawas. Pak Menteri memberi arahan dan penguatan pada mereka untuk terus bekerja sebaik mungkin, mengingat sebentar lagi akan ada pergantian presiden dan kabinet.

Sampai sekitar pukul 11.30 saya mendampingi Pak Menteri dan Ibu. Setelah menikmati makan siang bersama di Rumah Makan Dewi Sri, rombongan Pak Menteri langsung bertolak ke Surabaya. Sedangkan saya, kembali ke arah Trawas, untuk bergabung dengan suami dan anak cucu yang sudah menunggu di Rustic Market.

Saatnya menikmati family time, dengan berbusana korpri. Untungnya di kafe Rustic Market, saya menemukan kaus, meskipun lengan pendek. Saya langsung kenakan, untuk mengkamuflase baju korpri saya. Biar orang-orang yang melihat saya tidak pada mbatin, ini orang kok kayak takut nggak diakui sebagai ASN ya, sampai ke tempat wisata pun pakai baju korpri...

 

#bpsdmbisa

#bpsdmkemendes

#KemendesPDTT