Pages

Selasa, 19 Februari 2013

Orasi Ilmiah dalam Rangka Upacara Dies Natalis ke-37 dan Wisuda Universitas Nusantara PGRI Kediri

Assalamualaikum wr.
wb.

Yang saya hormati:
- Walikota atau yang mewakili
- Kopertis wilayah 7
- Muspika Kota Kediri
- PB PGRI Provinsi
- Pembina YPLP-PT PGRI Kediri
- Ketua YPLP-PT PGRI Kediri, Prof. Dr. Sugiyono
- Rektor UNP Kediri, Drs. H. Samari, SE. MM
- Anggota senat UNP dan segenap undangan, serta para wisudawan yang berbahagia.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya, sehingga kita semua dapat bertemu pada Upacara Dies Natalis ke-37 dan Wisuda UNP Kediri ini, dalam keadaan sehat wal afiat dan selalu dalam lindungan-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah pada junjungan kita Rasulullah SAW.

Bapak ibu dan hadirin yang saya hormati, saya berdiri di sini dalam rangka mewakili Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Muchlas Samani, yang saat ini tengah melaksanakan tugas untuk menjajagi berbagai peluang membangun jaringan kerjasama dengan universitas-universitas di luar negeri, khususnya pada saat ini, di Negeri Belanda. Sebuah upaya yang tidak bisa tidak harus kita lakukan bila kita ingin memiliki institusi yang kompetitif. Selain dimensi akuntabilitas, relevansi, kualitas dan otonomi kelembagaan, jaringan kerjasama merupakan salah satu dimensi penting dalam mengembangkan perguruan tinggi di era global ini.

Bapak ibu dan hadirin yang saya hormati, izinkan saya menyampaikan pokok-pokok pikiran dalam orasi ilmiah ini, dengan sebuah judul: "Membangun Sumber Daya Manusia yang Sehat dan Berkarakter melalui Peningkatan Daya Saing Universitas (khususnya LPTK)".

Kalau kita melakukan flash back mengacu pada hasil evaluasi Bank Dunia terhadap 150 negara pada tahun 1995, dikemukakan bahwa faktor penentu keunggulan suatu negara adalah: innovation (45 persen), networking (25 persen), technology (20 persen), dan natural resources (10 persen). Lebih dari lima belas tahun yang lalu, namun inovasi dan jejaring, juga teknologi, sudah mengambil posisi yang sangat penting dalam menyumbang keunggulan suatu negara. Kita yang mengalami masa itu tahu, belum banyak di antara kita yang memiliki laptop, telepon seluler, dan seterusnya. Persewaan PC ada di mana-mana, begitu juga dengan jasa telepon umum. Sangat berbeda dengan kondisi saat ini.

Belasan tahun berikutnya, Wagner (2008) mengemukakan konsep 'the survival skills for new generation'. Menurutnya, keterampilan-keterampilan penting untuk bisa bertahan hidup pada generasi baru ini meliputi: critical thinking and problem solving; collaboration across networks and leading by influence; ability and adaptability; initiative and entrepreneurialism; effective oral and written communication; accessing and analyzing information; serta curiousity and imagination. Kalau kita perhatian, semua ini lebih kepada pengembangan soft skills, selain juga, sebagaimana temuan Bank Dunia pada belasan tahun sebelumnya, networking dan teknologi tetap menjadi prioritas. Yang juga mungkin di luar pikiran kita adalah komunikasi tertulis dan kemampuan imajinasi. Dua hal yang ternyata sangat diperlukan untuk mampu survive dalam era saat ini.

Kita juga mengenal apa yang disebut "The 21st century knowledge and skills rainbow", di mana core subject dan tema-tema pada abad ke-21 ini juga tidak berbeda jauh dengan apa yang sudah dikemukakan oleh Bank Dunia dan Wagner, yaitu meliputi: life and career skills; learning and innovation skills; serta information, media and technology skills. Hal ini sangat relevan dengan sebuah artikel tentang tren skill masa depan, di mana semua yang berbasis rutinitas dan manual (routine cognitif, routine manual) cenderung menurun grafiknya. Sebaliknya hal-hal yang melibatkan expert thinking dan complex communication meningkat dengan sangat pesat.

Bapak ibu dan hadirin yang saya banggakan, maka tidak salah bila dikatakan, pada era global ini, hard skill/specific skil dan soft skill/generic skill/karakter, adalah ibarat dua sisi mata uang: tak terpisahkan.

Maka mari kita menjadi profesional. Berbagai penelitian menggambarkan, profesionalitas ternyata hanya ditentukan oleh 10 persen knowledge, 15 persen skill. Selebihnya yang sangat menentukan adalah interpersonal relationship (25 persen), dan yang paling menentukan lagi adalah attitude (50 persen). Dalam attitude inilah karakter melekat erat.

Tepatlah bila kementerian pendidikan nasional sejak tahun 2010 mencanangkan pendidikan karakter dalam rangka membangun karakter bangsa (nation character building). Perilaku berkarakter yang ditekankan meliputi olah pikir, olah hati, olah rasa/karsa dan olah raga; dengan nilai-nilai luhurnya: cerdas, jujur, peduli dan tanggung jawab. Kalau kita kembalikan pada sifat-sifat Nabi berati fathonah (cerdas), siddiq (jujur), tabligh (peduli) dan amanah (tangguh). Kesimpulannya, kita harus memiliki IQ (intellectual quotient), SQ (spiritual quotient), EQ (emotional quotient) dan AQ (adversity quotient).

Bapak ibu dan hadirin, saat ini, dalam rangka implementasi kurikulum 2013, kita mengenal adanya pergeseran paradigma belajar abad 21. Ciri abad 21 ini adalah: informasi (tersedia di mana saja dan kapan saja); komputasi (lebih cepat memanfaatkan mesin); otomasi (menjangkau segala pekerjaan ruitn); dan komunikasi (dari mana saja dan ke mana saja). Berdasarkan ciri-ciri ini, maka model pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber, melakukan observasi, dan bukan diberi tahu; pembelajaran diarahkan untuk mampu merumuskan masalah (bertanya) bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab);  pembelajaran diarahkan untuk melatih berfikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berfikir mekanistis (rutin); pembelajaran menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.

Selanjutnya apa yg dimaksud daya saing? Daya bermakna kekuatan, saing berarti mencapai lebih dari yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Daya saing bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi lebih baik dari yang lain, atau unggul dalam hal tertentu, baik yang dilakukan seseorang, kelompok, maupun institusi tertentu. Kemampuan daya saing meliputi: kemampuan memperkokoh posisi pasar, kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, dan kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.

Untuk memiliki daya saing, perguruan tinggi harus memiliki visi dan misi yang berorientasi pada dimensi lokal sekaligus global. Dimensi lokal seperti akuntabilitas, relevansi, kualitas, otonomi kelembagaan dan jaringan kerjasama, akan membawa perguruan tinggi menjadi institusi yang unggul. Akuntabilitas berkaitan dengan sejauh mana perguruan tinggi mempunyai makna dari the share holder, yaitu masyarakat. Perguruan tinggi bukanlah menara gading, oleh sebab itu diperlukan adanya partisipasi masyarakat. Perguruan tinggi tidak hanya berfungsi menggali dan mengembangkan ipteks, tapi juga suatu industri jasa untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Selanjutnya dalam aspek relevansi, perguruan tinggi seharusnya dapat memenuhi kebutuhan nyata di lapangan (ipteks, moral, etika dan agama). Dalam kaitan ini juga, sangat diperlukan adanya partisipasi dunia kerja dan industri. Pada dimensi kualitas, perguruan tinggi merupakan sumber SDM tingkat tinggi (kaum intelek). Sebagai agent of change. Pada aspek otonomi kelembagaan, institusi perguruan tinggi harus memiliki kebebasan akademik dan mimbar akademik, manajemen, penyusunan program, penganggaran, dan seterusnya. Sedangkan pada dimensi jaringan kerjasama, sepenuhnya kita menyadari bahwa perguruan tinggi bukanlah self-sufficient institution, dengan demikian perlu kemitraan yang sejajar antara semua perguruan tinggi, dunia usaha dan industri, lembaga riset, pemerintah daerah dan sebagainya.

Sebagai mana pada dimensi lokal, pada dimensi global, perguruan tinggi harus kompetitif, berorientasi pada kualitas, dan juga harus membangun jaringan kerjasama. Supaya memiliki daya kompetitif global, perguruan tinggi harus memiliki program unggulan. Kualitas perguruan tinggi juga sangat dipengaruhi oleh fasilitas dan mutu riset, serta terbitan dalam bentuk jurnal ilmiah internasional. jaringan kerjasama dengan perguruan tinggi terbaik di tingkat regional dan internasional, misalnya dalam bentuk pertukaran tenaga pengajar dan mahasiswa, riset bersama, dan sebagainya, akan menjadikan perguruan tinggi memiliki keunggulan dan daya saing.

Bagi perguruan tinggi, strategi untuk menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dalam era global ini adalah tiga kata kunci, yaitu quality, efficiency dan relevance. Quality harus ditingkatkan terus-menerus secara terprogram (continuous improvement) sehingga diperoleh tingkat efisiensi terbaik dan kompetitif (competitive advantage), dibuktikan melalui kepuasan konsumen (customer focus); dan semua ini hanya bisa tercapai dalam sistem organisasi yang sehat dengan tatalaksana organisasi yang baik (good university governance).

Dalam kaitan ini, maka revitisasi LPTK harus dilakukan. Lesser (2001) mengemukakan suatu lembaga (termasuk LPTK) yang modern dan berkualitas memerlukan modal dasar: pengetahuan (intellectual capital); fisik (physical capital); sosial (social capital); dan manajemen berbasis mutu (total quality management). Kampus seharusnya merupakan pusat pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, nilai-nilai, keterampilan dan pengembangan kapasitas pribadi (modal intelektual). Fasilitas fisik kampus termasuk ICT dan instrumen manajerial untuk memastikan proses pendidikan dan pembelajaran harus belangsung secara berkualitas dan nyaman (modal fisik). Di lain pihak, kampus harus merupakan entitas di dalam dan di luar kampus (modal sosial). Terakhir, prinsip-prinsip total quality management harus menjadi pedoman pengelolaan kampus (sistem manajemen yang berbasis mutu).

Selain itu kurikulum LPTK juga harus mendapat perhatian tersendiri. Didesain secara khusus dengan memperhatikan karakteristik khas profesi pendidikan yang mengedepankan: penguasaan keilmuan yang kuat; penguasaan ilmu pendidikan, filsafat pendidikan, psikologi pendidikan dan perkembangan, etika, dan pendidikan multi kultural; praktek pengajaran yang bukan sekedar praktek tetapi harus didesain di mana calon guru harus berada di lingkungan sekolah secara terus-menerus dalam waktu tertentu dengan pembinaan yang jelas dan terstruktur; mengamati dan mendiskusikan permasalahan yang ditemui di kelas, dan melakukan ujian berulang-ulang dengan karakteristik yang berbeda-beda sehingga dia dapat menghayati bagaimana menjadi seorang guru yang sesungguhnya; dan pengembangan kepribadian seperti kepemimpinan, peduli dan sayang kepada anak-anak, serta cinta profesi.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penataan aktivitas mahasiswa. Aktivitas kehidupan kampus bukan hanya pada upaya menumbuhkan kecintaan dan penguasaan teknologi, tetapi juga diarahkan pada penguasaan keterampilan yang berhubungan dengan pertumbuhan profesinya sebagai bekal kelak manakala menjadi guru. Dengan demikian dapat diharapkan, kita akan mampu menghasilkan anak Indonesia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, kreatif, inovatif (pasal 1 UU Sisdiknas).

Bapak ibu dan hadirin yang saya hormati, guru profesional menjadi bagian dari guru yang efektif. Karakteristik guru profesional menurut Hay McBer (2000) adalah: kematangan pribadi, percaya diri, dapat dipercaya dan respek pada orang lain; kemampuan berpikir analitis dan konseptual; kemampuan perencanaan dan ekspektasi, inisiatif, dan senantiasa melakukan perbaikan; memiliki jiwa kepemimpinan seperti fleksibilitas, mengelola siswa secara akuntabel dan cinta belajar; serta hubungan dengan orang lain seperti bekerja di dalam tim dan memahami orang lain.

Tentang guru yang profesional, kita juga pasti sangat mengenal ungkapan ini: "Poor teacher tells, good teacher teaches, best teacher inspires the students".

Terakhir, bapak ibu dan hadirin yang saya banggakan, rahasia perusahaan yang berumur panjang bukan karena terkuat, melainkan yang paling adaptif. Maka marilah kita menjadi individu-individu yang adaptif dan memiliki kemampuan untuk berkembang. Mari kita  membentuk habit, selanjutnya, biarlah habit yang akan membentuk kita. Sebagaimana yang dikatakan Aristotle: "we are what we repeatedly do. Excellence, then, is not an act, but a habit".

Untuk menutup orasi saya, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada pembina dan ketua yayasan, rektor, dan segenap civitas UNP Kediri. Kesempatan ini telah mempertemukan saya dengan orang-orang hebat yang sedang menjalankan sebuah institusi yang hebat. Kesempatan ini juga telah mempertemukan saya dengan bapak saya, Drs. Moeljadi, beliau adalah mantan PR2 di Unesa; juga dengan sahabat saya, Dr. Atrup, MM, teman seperjuangan ketika menempuh studi S3 di Universitas Negeri Malang.
Saya juga ingin mengucapakan selamat kepada para wisudawan serta para orang tua dan keluarga. Selamat, satu tahap telah sukses terlampaui. Semoga jalan ke arah masa depan yang cemerlang terbentang luas, dan semoga Saudara semua bisa meraih cita-cita luhur Saudara, serta mampu membawa Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat.

Terakhir, mohon maaf bila ada kekhilafan dalam kata-kata dan perilaku saya. Billahi taufiq wal hidayah, wassalamualaikum wr wb.

Kediri, 19 Februari 2013

LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...