Assalamualaikum wr.
wb.
Yang saya hormati:
- Walikota atau yang mewakili
- Kopertis wilayah 7
- Muspika Kota Kediri
- PB PGRI Provinsi
- Pembina YPLP-PT PGRI Kediri
- Ketua YPLP-PT PGRI Kediri, Prof. Dr. Sugiyono
- Rektor UNP Kediri, Drs. H. Samari, SE. MM
- Anggota senat UNP dan segenap undangan, serta para wisudawan yang berbahagia.
Puji
syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
karunia dan hidayah-Nya, sehingga kita semua dapat bertemu pada Upacara
Dies Natalis ke-37 dan Wisuda UNP Kediri ini, dalam keadaan sehat wal
afiat dan selalu dalam lindungan-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu
tercurah pada junjungan kita Rasulullah SAW.
Bapak ibu dan
hadirin yang saya hormati, saya berdiri di sini dalam rangka mewakili
Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Muchlas Samani,
yang saat ini tengah melaksanakan tugas untuk menjajagi berbagai peluang
membangun jaringan kerjasama dengan universitas-universitas di luar
negeri, khususnya pada saat ini, di Negeri Belanda. Sebuah upaya yang
tidak bisa tidak harus kita lakukan bila kita ingin memiliki institusi
yang kompetitif. Selain dimensi akuntabilitas, relevansi, kualitas dan
otonomi kelembagaan, jaringan kerjasama merupakan salah satu dimensi
penting dalam mengembangkan perguruan tinggi di era global ini.
Bapak
ibu dan hadirin yang saya hormati, izinkan saya menyampaikan
pokok-pokok pikiran dalam orasi ilmiah ini, dengan sebuah judul:
"Membangun Sumber Daya Manusia yang Sehat dan Berkarakter melalui
Peningkatan Daya Saing Universitas (khususnya LPTK)".
Kalau kita
melakukan flash back mengacu pada hasil evaluasi Bank Dunia terhadap 150
negara pada tahun 1995, dikemukakan bahwa faktor penentu keunggulan
suatu negara adalah: innovation (45 persen), networking (25 persen),
technology (20 persen), dan natural resources (10 persen). Lebih dari
lima belas tahun yang lalu, namun inovasi dan jejaring, juga teknologi,
sudah mengambil posisi yang sangat penting dalam menyumbang keunggulan
suatu negara. Kita yang mengalami masa itu tahu, belum banyak di antara
kita yang memiliki laptop, telepon seluler, dan seterusnya. Persewaan PC
ada di mana-mana, begitu juga dengan jasa telepon umum. Sangat berbeda
dengan kondisi saat ini.
Belasan tahun berikutnya, Wagner (2008)
mengemukakan konsep 'the survival skills for new generation'.
Menurutnya, keterampilan-keterampilan penting untuk bisa bertahan hidup
pada generasi baru ini meliputi: critical thinking and problem solving;
collaboration across networks and leading by influence; ability and
adaptability; initiative and entrepreneurialism; effective oral and
written communication; accessing and analyzing information; serta
curiousity and imagination. Kalau kita perhatian, semua ini lebih kepada
pengembangan soft skills, selain juga, sebagaimana temuan Bank Dunia
pada belasan tahun sebelumnya, networking dan teknologi tetap menjadi
prioritas. Yang juga mungkin di luar pikiran kita adalah komunikasi
tertulis dan kemampuan imajinasi. Dua hal yang ternyata sangat
diperlukan untuk mampu survive dalam era saat ini.
Kita juga
mengenal apa yang disebut "The 21st century knowledge and skills
rainbow", di mana core subject dan tema-tema pada abad ke-21 ini juga
tidak berbeda jauh dengan apa yang sudah dikemukakan oleh Bank Dunia dan
Wagner, yaitu meliputi: life and career skills; learning and innovation
skills; serta information, media and technology skills. Hal ini sangat
relevan dengan sebuah artikel tentang tren skill masa depan, di mana
semua yang berbasis rutinitas dan manual (routine cognitif, routine
manual) cenderung menurun grafiknya. Sebaliknya hal-hal yang melibatkan
expert thinking dan complex communication meningkat dengan sangat pesat.
Bapak
ibu dan hadirin yang saya banggakan, maka tidak salah bila dikatakan,
pada era global ini, hard skill/specific skil dan soft skill/generic
skill/karakter, adalah ibarat dua sisi mata uang: tak terpisahkan.
Maka
mari kita menjadi profesional. Berbagai penelitian menggambarkan,
profesionalitas ternyata hanya ditentukan oleh 10 persen knowledge, 15
persen skill. Selebihnya yang sangat menentukan adalah interpersonal
relationship (25 persen), dan yang paling menentukan lagi adalah
attitude (50 persen). Dalam attitude inilah karakter melekat erat.
Tepatlah
bila kementerian pendidikan nasional sejak tahun 2010 mencanangkan
pendidikan karakter dalam rangka membangun karakter bangsa (nation
character building). Perilaku berkarakter yang ditekankan meliputi olah
pikir, olah hati, olah rasa/karsa dan olah raga; dengan nilai-nilai
luhurnya: cerdas, jujur, peduli dan tanggung jawab. Kalau kita
kembalikan pada sifat-sifat Nabi berati fathonah (cerdas), siddiq
(jujur), tabligh (peduli) dan amanah (tangguh). Kesimpulannya, kita
harus memiliki IQ (intellectual quotient), SQ (spiritual quotient), EQ
(emotional quotient) dan AQ (adversity quotient).
Bapak ibu dan
hadirin, saat ini, dalam rangka implementasi kurikulum 2013, kita
mengenal adanya pergeseran paradigma belajar abad 21. Ciri abad 21 ini
adalah: informasi (tersedia di mana saja dan kapan saja); komputasi
(lebih cepat memanfaatkan mesin); otomasi (menjangkau segala pekerjaan
ruitn); dan komunikasi (dari mana saja dan ke mana saja). Berdasarkan
ciri-ciri ini, maka model pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta
didik mencari tahu dari berbagai sumber, melakukan observasi, dan bukan
diberi tahu; pembelajaran diarahkan untuk mampu merumuskan masalah
(bertanya) bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab); pembelajaran
diarahkan untuk melatih berfikir analitis (pengambilan keputusan) bukan
berfikir mekanistis (rutin); pembelajaran menekankan pentingnya
kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.
Selanjutnya
apa yg dimaksud daya saing? Daya bermakna kekuatan, saing berarti
mencapai lebih dari yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan
tertentu. Daya saing bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi lebih baik
dari yang lain, atau unggul dalam hal tertentu, baik yang dilakukan
seseorang, kelompok, maupun institusi tertentu. Kemampuan daya saing
meliputi: kemampuan memperkokoh posisi pasar, kemampuan menghubungkan
dengan lingkungannya, kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, dan
kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.
Untuk memiliki
daya saing, perguruan tinggi harus memiliki visi dan misi yang
berorientasi pada dimensi lokal sekaligus global. Dimensi lokal seperti
akuntabilitas, relevansi, kualitas, otonomi kelembagaan dan jaringan
kerjasama, akan membawa perguruan tinggi menjadi institusi yang unggul.
Akuntabilitas berkaitan dengan sejauh mana perguruan tinggi mempunyai
makna dari the share holder, yaitu masyarakat. Perguruan tinggi bukanlah
menara gading, oleh sebab itu diperlukan adanya partisipasi masyarakat.
Perguruan tinggi tidak hanya berfungsi menggali dan mengembangkan
ipteks, tapi juga suatu industri jasa untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan. Selanjutnya dalam aspek relevansi, perguruan tinggi
seharusnya dapat memenuhi kebutuhan nyata di lapangan (ipteks, moral,
etika dan agama). Dalam kaitan ini juga, sangat diperlukan adanya
partisipasi dunia kerja dan industri. Pada dimensi kualitas, perguruan
tinggi merupakan sumber SDM tingkat tinggi (kaum intelek). Sebagai agent
of change. Pada aspek otonomi kelembagaan, institusi perguruan tinggi
harus memiliki kebebasan akademik dan mimbar akademik, manajemen,
penyusunan program, penganggaran, dan seterusnya. Sedangkan pada dimensi
jaringan kerjasama, sepenuhnya kita menyadari bahwa perguruan tinggi
bukanlah self-sufficient institution, dengan demikian perlu kemitraan
yang sejajar antara semua perguruan tinggi, dunia usaha dan industri,
lembaga riset, pemerintah daerah dan sebagainya.
Sebagai mana
pada dimensi lokal, pada dimensi global, perguruan tinggi harus
kompetitif, berorientasi pada kualitas, dan juga harus membangun
jaringan kerjasama. Supaya memiliki daya kompetitif global, perguruan
tinggi harus memiliki program unggulan. Kualitas perguruan tinggi juga
sangat dipengaruhi oleh fasilitas dan mutu riset, serta terbitan dalam
bentuk jurnal ilmiah internasional. jaringan kerjasama dengan perguruan
tinggi terbaik di tingkat regional dan internasional, misalnya dalam
bentuk pertukaran tenaga pengajar dan mahasiswa, riset bersama, dan
sebagainya, akan menjadikan perguruan tinggi memiliki keunggulan dan
daya saing.
Bagi perguruan tinggi, strategi untuk menghadapi
berbagai perubahan yang terjadi dalam era global ini adalah tiga kata
kunci, yaitu quality, efficiency dan relevance. Quality harus
ditingkatkan terus-menerus secara terprogram (continuous improvement)
sehingga diperoleh tingkat efisiensi terbaik dan kompetitif (competitive
advantage), dibuktikan melalui kepuasan konsumen (customer focus); dan
semua ini hanya bisa tercapai dalam sistem organisasi yang sehat dengan
tatalaksana organisasi yang baik (good university governance).
Dalam
kaitan ini, maka revitisasi LPTK harus dilakukan. Lesser (2001)
mengemukakan suatu lembaga (termasuk LPTK) yang modern dan berkualitas
memerlukan modal dasar: pengetahuan (intellectual capital); fisik
(physical capital); sosial (social capital); dan manajemen berbasis mutu
(total quality management). Kampus seharusnya merupakan pusat
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, nilai-nilai, keterampilan dan
pengembangan kapasitas pribadi (modal intelektual). Fasilitas fisik
kampus termasuk ICT dan instrumen manajerial untuk memastikan proses
pendidikan dan pembelajaran harus belangsung secara berkualitas dan
nyaman (modal fisik). Di lain pihak, kampus harus merupakan entitas di
dalam dan di luar kampus (modal sosial). Terakhir, prinsip-prinsip total
quality management harus menjadi pedoman pengelolaan kampus (sistem
manajemen yang berbasis mutu).
Selain itu kurikulum LPTK juga
harus mendapat perhatian tersendiri. Didesain secara khusus dengan
memperhatikan karakteristik khas profesi pendidikan yang mengedepankan:
penguasaan keilmuan yang kuat; penguasaan ilmu pendidikan, filsafat
pendidikan, psikologi pendidikan dan perkembangan, etika, dan pendidikan
multi kultural; praktek pengajaran yang bukan sekedar praktek tetapi
harus didesain di mana calon guru harus berada di lingkungan sekolah
secara terus-menerus dalam waktu tertentu dengan pembinaan yang jelas
dan terstruktur; mengamati dan mendiskusikan permasalahan yang ditemui
di kelas, dan melakukan ujian berulang-ulang dengan karakteristik yang
berbeda-beda sehingga dia dapat menghayati bagaimana menjadi seorang
guru yang sesungguhnya; dan pengembangan kepribadian seperti
kepemimpinan, peduli dan sayang kepada anak-anak, serta cinta profesi.
Hal
lain yang tidak kalah pentingnya adalah penataan aktivitas mahasiswa.
Aktivitas kehidupan kampus bukan hanya pada upaya menumbuhkan kecintaan
dan penguasaan teknologi, tetapi juga diarahkan pada penguasaan
keterampilan yang berhubungan dengan pertumbuhan profesinya sebagai
bekal kelak manakala menjadi guru. Dengan demikian dapat diharapkan,
kita akan mampu menghasilkan anak Indonesia yang beriman, bertakwa,
berakhlak mulia, sehat, kreatif, inovatif (pasal 1 UU Sisdiknas).
Bapak
ibu dan hadirin yang saya hormati, guru profesional menjadi bagian dari
guru yang efektif. Karakteristik guru profesional menurut Hay McBer
(2000) adalah: kematangan pribadi, percaya diri, dapat dipercaya dan
respek pada orang lain; kemampuan berpikir analitis dan konseptual;
kemampuan perencanaan dan ekspektasi, inisiatif, dan senantiasa
melakukan perbaikan; memiliki jiwa kepemimpinan seperti fleksibilitas,
mengelola siswa secara akuntabel dan cinta belajar; serta hubungan
dengan orang lain seperti bekerja di dalam tim dan memahami orang lain.
Tentang
guru yang profesional, kita juga pasti sangat mengenal ungkapan ini:
"Poor teacher tells, good teacher teaches, best teacher inspires the
students".
Terakhir, bapak ibu dan hadirin yang saya banggakan,
rahasia perusahaan yang berumur panjang bukan karena terkuat, melainkan
yang paling adaptif. Maka marilah kita menjadi individu-individu yang
adaptif dan memiliki kemampuan untuk berkembang. Mari kita membentuk
habit, selanjutnya, biarlah habit yang akan membentuk kita. Sebagaimana
yang dikatakan Aristotle: "we are what we repeatedly do. Excellence,
then, is not an act, but a habit".
Untuk menutup orasi saya, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada pembina dan ketua yayasan, rektor,
dan segenap civitas UNP Kediri. Kesempatan ini telah mempertemukan saya
dengan orang-orang hebat yang sedang menjalankan sebuah institusi yang
hebat. Kesempatan ini juga telah mempertemukan saya dengan bapak saya,
Drs. Moeljadi, beliau adalah mantan PR2 di Unesa; juga dengan sahabat
saya, Dr. Atrup, MM, teman seperjuangan ketika menempuh studi S3 di
Universitas Negeri Malang.
Saya juga ingin mengucapakan selamat
kepada para wisudawan serta para orang tua dan keluarga. Selamat, satu
tahap telah sukses terlampaui. Semoga jalan ke arah masa depan yang
cemerlang terbentang luas, dan semoga Saudara semua bisa meraih
cita-cita luhur Saudara, serta mampu membawa Indonesia menjadi lebih
baik dan bermartabat.
Terakhir, mohon maaf bila ada kekhilafan dalam kata-kata dan perilaku saya. Billahi taufiq wal hidayah, wassalamualaikum wr wb.
Kediri, 19 Februari 2013
LN
Selasa, 19 Februari 2013
Orasi Ilmiah dalam Rangka Upacara Dies Natalis ke-37 dan Wisuda Universitas Nusantara PGRI Kediri
Label:
Unesa
Diposting oleh
Luthfiyah Nurlaela
di
Selasa, Februari 19, 2013
0 komentar
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...