Pages

Minggu, 13 Oktober 2013

Wisata Edukasi (2): Di Lamongan, ada sekolah di tengah hutan

SDN Kedungbanjar itu akhirnya ketemu. Berada di Desa Kedungbanjar, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan. Setelah kami sempat beberapa kali kesasar. Pasalnya, tidak seperti SDN Jatipandak yang bisa dilacak dengan google map, SDN Kedungbanjar tak terdeteksi. Desa Kedungbanjar saja yang nampak, itu pun tidak terlalu jelas. Maka kami pun terpaksa memanfaatkan GPS konvensional, turun dari mobil dan bertanya pada orang-orang arah menuju Kedungbanjar.

Sekolah di tengah hutan itu merupakan satu-satunya sekolah di desa tersebut. Bersama Arif, guru yang kami tugaskan dalam Program Jatim Mengajar, kami melihat-lihat ruang-ruang sekolah dan sekelilingnya. Satu ruang adalah ruang guru, ada beberapa meja kursi dan rak buku. Satu ruang untuk perpustakaan, tapi rak belum ada, buku belum tertata, berantakan seperti kapal pecah. Jendela bagian belakangnya juga banyak yang bolong-bolong besar, yang ditambal-tambal tripleks. Satu ruangan untuk kelas I dan II, sedang satu ruang lagi untuk kelas III, IV, V dan VI. Dua ruang terakhir itu lantainya sudah berkeramik. Menurut Arif, ruang itu baru saja di rehab.  

Sama dengan dua sekolah yang saya lihat di Jatipandak, siswa SDN Kedungbanjar juga tidak banyak. Jumlah seluruhnya ada 20 orang.
Kelas I ada 5 orang, kelas II, III, IV, masing-masing ada 2 orang, kelas V ada 4 orang dan kelas VI ada 5 orang. Gurunya ada 5 orang, termasuk kepala sekolah. PNS-nya 2, kepala sekolah dan seorang guru.  GTT-nya ada 3. Ditambah Arif, jumlah guru sekarang menjadi 6 orang.

Desa Kedungbanjar hanya terdiri dari 67 KK, dengan 307 jiwa. Jadi memang penduduknya tidak terlalu banyak. Menurut kepala sekolah, semua anak usia sekolah sudah bersekolah. Anak usia SD bersekolah di SDN Kedungbanjar. Sedangkan anak usia SMP dan SMA bersekolah di SMP Wudi dan di Sukobendu atau Kedungpring. 

Saat kami berkeliling, seorang siswa Arif, namanya  Agung Andrianto, selalu bersama kami. Agung kelas VI SDN Kedungbanjar. Nampaknya dia cukup dekat dengan Arif. Waktu saya tanya, senangkah diajar pak Arif, dia jawab, 'nggih seneng, bu....wonten sing ngajar Matematika." "Lha opo sakdurunge gak onok sing ngajar Matematika?" Tanya saya. "Wonten, bu, pak Sundoyo." Terus, apa bedanya dengan pak Arif?" Saya bertanya lagi. "Nggih pokoke seneng wonten pak Arif......" Jawabnya. Saya tidak ingin melanjutkan pertanyaan saya, karena saya memang tidak ingin membanding-bandingkan Arif dengan guru-guru yang sudah ada. Yang saya inginkan adalah kehadiran Arif bisa membantu semuanya, membantu mengajar Matematika dan mata pelajaran yang lain, sesuai dengan kemampuannya. Termasuk membantu membenahi manajemen sekolah, juga perpustakaan sekolah yang masih akan dirintis. 

Cita-cita Agung dalam pandangan saya, begitu sederhana. Ingin menjadi kepala dusun. "Kenapa, Gung, kok ingin jadi kepala dusun?" Dia hanya tersenyum malu-malu. Setelah saya tanyakan ke Arif, ternyata karena bapaknya adalah seorang kepala dusun, dan Agung ingin kelak bisa menggantikan jabatan bapaknya itu.

Agung mempunyai seorang adik perempuan, duduk di kelas V SDN Kedungbanjar juga. Mereka berangkat jam 06.00 pagi dari rumah menuju sekolah, jalan kaki. Kadang-kadang Agung bawa sepeda angin, tapi katanya, lebih sering turun dan nuntun sepedanya, karena jalannya jelek dan naik turun. 

Waktu saya tanya, sebelum berangkat ke sekolah, sudah sarapan belum, dia jawab "sudah, bu. Sarapan nasi goreng". "Selain nasi goreng, apa lagi?" "Nggih nasi goreng niku bu.." "Mosok nasi goreng terus?" "Nasi putih, bu..." Jawabnya. "Lauknya apa? Tahu, tempe, telur, kecap, krupuk....?" Dia berpikir, mengingat-ingat... "Ayam, bu. Mbeleh sendiri. Tapi sudah lama...." 

Setelah puas melihat-lihat sekolah, kami bergerak menuju tempat tinggal Arif, yang jaraknya sekitar satu kilometer dari sekolah. Ternyata Arif menumpang di rumah kepala desa. Kami bertemu dengan pak kades dan bu kades, di rumahnya yang sangat sederhana untuk sebuah jabatan kepala desa. Rumah yang masih setengah jadi, dengan perabot yang juga sederhana. Pak kades baru sekitar tiga bulan menjabat, sejak Juni 2013. Saya menyampaikan terima kasih kepada beliau sekeluarga karena sudah menampung Arif, dan memohon bimbingannya untuk Arif, agar Arif bisa belajar dan melakukan banyak hal selama masa pengabdiannya.

Arif sendiri, adalah lulusan UAD (Universitas Ahmad Dahlan) Yogyakarta, tahun 2013, dari program studi Pendidikan Fisika. Pembawaannya sangat sopan, dan dia, saya lihat, begitu peduli pada anak-anak. Beberapa kali dia mengingatkan Agung, "pakai tangan kanan, Gung..." atau "Itu lho, ditanya ibu, dijawab dengan baik...". Saya berharap, di tempat ini, dia bisa menjadi uswatun hasanah, menjadi tauladan bagi anak-anak didiknya, serta masyarakat pada umumnya. Juga mampu membawa perubahan untuk membangun semangat kebersamaan, kerukunan, dan semangat belajar sepanjang hayat.

Di awal-awal kehadirannya di desa ini, Arif sempat dibingungkan dengan masalah MCK. Di desa Kedungbanjar, hampir sama dengan di desa Jatipandak, MCK nyaris tidak ada di rumah-rumah penduduk. Bahkan di rumah kades pun, tidak ada. Kalau Anas di Jatipandak masih bisa menumpang di sekolah untuk buang hajat, Arif di minggu pertama tidak buang hajat besar sama-sekali. Diempet. Pompa di sekolah rusak, sehingga MCK-nya tidak ada airnya. Mau ikut-ikutan pergi ke hutan seperti penduduk setempat, dia tidak bisa. Sampai akhirnya, dia menemukan MCK di Polindes. Syukurlah. Maka sejak saat itu, Arif selalu pergi ke Polindes untuk buang hajat. Cukup dua hari sekali. Wah, saya sampai geleng-geleng kepala. "Jangan diempet, Rif, bisa jadi penyakit lho. Orang itu normalnya setiap hari be'ol..." Saya mengingatkannya.

Listrik tidak masalah di Kedungbanjar, sudah ada sejak 1999. Tapi air.....susah sekali. Sejak kami memasuki desa Wudi, satu-satunya desa yang menjadi pintu masuk menuju Kedungbanjar, beberapa kali berpapasan dengan para ibu yang sedang memikul drum-drum berbentuk kotak berisi air. Keringat mereka bercucuran. Mereka mengambil air dari sebuah sumur yang jaraknya lumayan jauh. 

Sepanjang perjalanan sejak dari waduk Nggondang menuju Kedungbanjar, kami melewati beberapa jembatan, dan sungai-sungai di bawahnya  kering kerontang. Sama sekali tidak ada air setetes pun. "Yo iki Lamongan....." Kata mas Ayik. "Udan gak iso ndodok, ketigo gak iso cewok...."

Mas Ayik pernah KKN di Lamongan, tepatnya di desa Sidodowo, Kecamatan Mojo. Dia lumayan faham Lamongan. Ungkapan itu, juga dia peroleh dari masyarakat setempat. Lamongan, seperti yang kita ketahui, sebagian wilayahnya selalu menjadi langganan banjir setiap tahun. Namun begitu musim kemarau tiba, maka air menjadi barang langka.

Sebelum pamit, kami diminta mengisi buku tamu oleh pak kades. Buku tamu yang masih baru, usianya sama dengan usia menjabatnya pak kades, baru tiga bulan. Saya lihat, tanggal 13 September 2013, ada nama Suwarno (Unesa) dan Masyhari (YDSF). Keperluan, mengantar guru Jatim Mengajar. Karena saat ini tanggal 13 Oktober, berarti persis sebulan yang lalu Arif datang di tempat ini. Masih ada sebelas bulan lagi yang harus dilaluinya bersama masyarakat dan anak-anak sekolah di sini. Semoga kehadirannya mampu memberikan perubahan bermakna. Mampu menjadi pelita bagi anak-anak didiknya, melambungkan mimpi dan cita-cita mereka, untuk meraih masa depan yang cemerlang. Mengantarkan mereka menjadi generasi yang cerdas (fathonah), jujur (siddiq), peduli(tabligh) dan bertanggung jawab (amanah).  

Semoga Allah SWT meridhoi. Amin ya Rabb....

Lamongan, 13 Oktober 2013

Wassalam,
LN

12 komentar

Anonim

Sukses Kawan Arif Setyawan, kami Pendidikan Fisika UAD angkatan '08 turut mendoakanmu dari sini, bawa generasi emas bangsa menuju gerbang cita2 mereka... cemungut kakak.

Goresan Fisikaku 16 Oktober 2013 pukul 22.55

wah semangat temanku arif setyiawan,,,,semangat selalu,,dan berikanlah mereka yang terbaik agar mereka bisa menggapai cita2nya,,,,semangat dan sukses selalu sobatQ arif

Unknown 16 Oktober 2013 pukul 23.07

semangat coy...

christponds 17 Oktober 2013 pukul 00.13

mantab, semoga bisa menjadi teladan bagi lulusan P.fisika UAD selanjutnya...tetap semangat

Anonim

Alhamdulillah rasa terima kasih tiada terhingga semoga rahmat Illahi tercurah kepada kita semua khususnya pemerhati SDN Kedungbanjar Kec.Sambeng Kab.Lamongan
Rasa syukur tenyata tidak mengenal tempat dan kondisi, pada awalnya kami sudah terbiasa direndahkan karena mungkin pantas direndahkan, di sinilah kami belajar berjuang dan jihad bagaimana cara sepi menjadi ramai dan ramai dalam kesepian.
Tidak salah hampir semua teman dan masyarakat yang tahu dan mendengar SDN Kedungbanjar, bisa dipastikan memandang sebelah mata, sering ada pertanyaan “Panjenengan kok kerasan pak?” terkadang ada yang bertanya “Muride isik ono piro Pak?” lag-lagi ada pertanyaan “radosanipun tasik kengeng dilewati to pak?” (jalannya masih bisa dilewati pak) memang tidak salah Pak Ayik menyatakan, “Lamongan yen rendeng ora dodok, yen ketigo ora iso cewok”. Itu memang terjadi dan benar-benar saya alami, ya pada Desa Kedungbanjar Kecamatan Sambeng.
Kami hanya berasumsi maju atau tertinggalnya sebuah wilayah/ lembaga adalah resiko dan mengandung tanggun jawab tersendiri, bukan penghalang untuk berkarya dan mengabdi, kami sudah terbiasa miskin tapi Alhamdulillah masih diberi hati yang kaya.
Informasi adalah utama, teknologi (IT) harus dikuasai, anggaran kami kira bisa saja disesuaikan sesuai kondisi apapun, motto “Aku harus bisa, gagal itu adalah suatu biasa dan mencoba adalah kesempatan yang berharga”. Kami pantang mengeluh dan tidak berharap-harap tetapi bagi yang simpati dan pemerhati kepada kami insyaallah tidak akan merugi, bisa diibaratkan, apabila sebatang pohon yang telah merimbun mengapa takut tiada burung yang akan hinggap.
Rasa syukur dan bangga mustahil kami tutupi terutama adanya Program Jatim Mengajar (JM), meskipun belum berjalan dua (2) bulan tapi sudah terasa, bahkan setulusnya kami berikan acungan jempol, harapan kami semoga bisa bersambung dan dilanjut lagi
Kami jajaran Pimpinan SDN Kedungbanjar Sambeng mengucapkan terima kasih kepada Bpk.Suwarno, B.Lutfi segenap keluarga besar UNESA, Bpk.Hary segenap Pengurus YDSF dan semua Pemerhati semoga amal kebaikan bapak/ibu diterima Allah SWT sebagai bekal di hari kemudian, nuwun…!

purhadi

Terima kasih ibu bapak yang telah menyempatkan untuk membantu mengangkat SD Kedungbanjar
(Pengurus Komite)

agung andriyanto

Bu Lutfi, kulo Agung Andriyanto, saya senang sekali dengan p.arif dan guru-guru SD saya, saya juga senang dengan kurban sapi, HEBAT BU...................

Anonim

Terimakasih untuk semua komentar. Mohon maaf apabila dalam laporan saya ada yang kurang pas. Semoga semakin erat terjalin silaturahim kita semua dan membawa barokah.. Amin YRA....
Luthfiyah Nurlaela, Koordinator Jatim Mengajar

Anonim

amin bu....al-fatikha....

Anonim

Amin bu,,,
Saya selaku dari peserta JM mengharapkan kedatangan ibu kembali ke SDN Kedungbanjar, karena dengan kedatangan ibu akan memberikan warna tersendiri bagi saya,
yang terpenting oleh2 berupa pencerahan yang saya harapkan agar bisa melaksanakan tugas dengan lancar dan aman tanpa adanya kendala apapun,
nuwun bu..... :) (y)

Kades Kedungbanjar

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pemerhati lembaga pendidikan satu-satunya yang ada di desa kami, Kami mendukung adanya program JM semoga bisa berkelanjutan dan selanjutnya kritik, saran, dan yang lebih penting adalah ULURAN TANGAN baik MORIL atau MATERIIL

Unknown 24 Maret 2014 pukul 13.10

"JATIPANDAK" ... Itulah sebuah nama yang indah untuk di ucapkan dan memberi kesejukan saat di kenang, JATIPANDAK merupakan sebuah desa yang jauh dari keramaian, terletak di tengah-tengah HUTAN yang akrab dengan "kemiskinan" . Tetapi di balik semua itu, JATIPANDAK adalah sebuah tempat tinggal yang di penuhi dengan kedamaian, masyarakatnya yang lugu dengan kepolosannya maka tidak heran jika mereka sanggat menghargai dan menghormati orang-orang asing (tamu), dan begitu juga seblaiknya, bagi orang asing yang perna tinggal di desa Jatipandak kebanyakan mereka akan pulang dengan membawa beribu2 kenanggan yang sulit untuk di lupakan,,,, Itulah Desaku yang sanggat aku cintai, meskipun 19 tahun lalu aku telah mengangkat kakiku untuk mencari ilmu, merantau, bahkan pada saat ini aku sudah memiliki tempat tinggal di luar Jati Pandak, namun aku masih tetap menjadi warga Jati Pandak, aku bangga menjadi warga Jatipandak, apapun kata orang, apapun penilaian orang tentang Jati Pandak, Jatipandak tetaplah deaku... Makasih buat admin www.luthfiyah.com yang suda membuat post yang ada hubungannya tentang desaku. dan juga terimahkasi tela memberi kontribusi dalam bidang pendidikan di desa kami, semoga WISATA PENDIDIKAN selalu di adakan di desa kami.

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...