Pages

Senin, 06 April 2015

Kabar Duka Dari MBD (4): Dihormati sebagai Pahlawan

Pagi masih gelap ketika saya keluar dari kamar di lantai 7, turun ke lobby, dan meminta tolong resepsionis untuk memanggilkan taksi. Semalam, rapat dengan P2TK Dikdas, terkait dengan persiapan perekrutan calon pendidik yang akan ditugaskan di Sabah dan Mindanau, selesai, dan pagi ini kami bisa checkout dari Golden Boutique Hotel di kawasan Blok M Melawai ini.

Sampai di lounge Bandara Soekarno Hatta, sebuah telepon masuk. Dari Prof. Supriyadi Rustad, Direktur Direktorat Pendidik dan Tenaga Pendidikan. Sejak kemarin beliau telah beberapa kali menelepon saya untuk meminta update perkembangan upaya pencarian Moh. Isnaeni. Kami juga sudah dua kali bersurat kepada beliau untuk mengabarkan kondisi secara tertulis. Kondisi di lapangan saya mintakan ke Wahyu dan beberapa petugas di MBD, termasuk asisten bupati.

"Bu Luthfi, terima kasih untuk laporan tertulisnya yang sudah kami terima. Perkembangan terakhir bagaimana, Bu Luthfi?" Begitu tanya Pak Direktur.

"Inggih, Bapak. Kemarin sore Isnaeni sudah ditemukan, meninggal."

"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un."

"Keluarga sudah diberitahu juga, Bapak. Juga sudah ikhlas jika jenazah Isnaeni tidak bisa dibawa ke Jawa karena kondisinya yang sudah tidak memungkinkan."

"O begitu. Baik. Terus rencana selanjutnya?"

"Kami sudah berkoordinasi dengan Pemda. Kalau perjalanan normal, kapal yang ditumpangi Tim Unesa dan keluarga Isnaeni baru tiba di Tiakur besok, Bapak. Tapi rencananya, sebelum sampai Tiakur, rombongan akan turun, untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju Tiakur dengan menumpang speedboat. Bila kondisi laut memungkinkan, maka sore atau malam nanti, rombongan bisa tiba di Tiakur. Sementara jenazah Isnaeni pagi ini akan dibawa dari Pulau Luang ke Tiakur. Sampai di Luang diperkirakan sore hari juga. Dengan demikian, pemakaman Isnaeni bisa dihadiri oleh Tim Unesa dan keluarga Isnaeni."

"Pagi tadi, Kepala Dinas Pendidikan dan Asisten Bupati sudah menelepon saya, bahwa jenazah akan dishalatkan di rumah Bapak Kepala Dinas, dipimpin oleh imam masjid Tiakur. Begitu juga dengan acara tahlilan, semuanya sudah disiapkan di rumah kepala dinas." Saya menambahkan.

"Baik, Bu Luthfi, terima kasih. Sekitar pukul 08.00 ini nanti, kami akan konferensi pers."

Sementara menunggu boarding, saya berkoordinasi dengan Bu Yanti, PD II PPPG, tentang rencana ke rumah keluarga Isnaeni di Jember. Sayang sekali hari-hari ini Tim PPPG sedang tersebar di berbagai wilayah untuk menjalankan tugas monev SM-3T dan Jatim Mengajar. Maka saya memutuskan, saya yang akan berangkat ke Jember, mungkin dengam Bu Ully, kasubag PPPG. 

Begitu turun di Terminal 2 Bandara Juanda, saya bersama Bu Ully, Anang dan Juliar, langsung meluncur menuju Jember. Sebenarnya tubuh saya lelah sekali, tapi keperluan ke Jember juga tidak baik kalau ditunda. Sore atau malam ini Isnaeni akan dikuburkan. Sementara ayah dan kakaknya masih berada di MBD untuk menghadiri pemakamannya, biarlah kami yang di sini menemani Ibunda Isnaeni yang pasti sedang dirundung duka mendalam karena kehilangan anak bungsu tercintanya, tanpa bisa menyaksikan pemakamannya.

Sekitar pukul 16.30, kami sudah tiba di rumah duka, di Desa Balung Kulon, Jember. Dipandu oleh tiga peserta SM-3T angkatan pertama, yang kebetulan mereka berasal dari Jember dan Banyuwangi. 

Rumah duka itu, menempel pada sebuah sekolah. Di sekolah itulah Bapak Ali Mashar, ayah Isnaeni, mengajar sebagai guru agama. Saat saya menelepon beberapa hari yang lalu, untuk mengabarkan tentang musibah yang menimpa Isnaeni, beliau juga sedang berada di kelas, dan suara anak-anak sekolah terdengar begitu jelas.

Puluhan pentakziyah memenuhi rumah duka. Begitu kami tiba, mereka berdiri menyalami kami. Di atas tikar yang digelar di ruang tamu yang tidak luas itu, duduk seorang perempuan setengah baya, bergamis dan berhijab. Matanya sayu, kelopak matanya bengkak karena terlalu banyak menangis, namun masih tersisa kepasrahan dan ketegaran terpancar dari wajahnya yang berduka. Dia mengulurkan tangan saat saya mendekat, dan dengan sepenuh hati, saya memeluk tubuhnya. 
"Nderek belosungkowo, nggih, Bu..." Saya merasakan tubuhnya bergetar. "Ikhlas nggih, Bu, insyaallah Mas Isnaeni chusnul chotimah. Mas Is gugur sebagai syuhada."
"Inggih, Bu. Amin. Matur nuwun." Ucapnya lirih.

Kami duduk di atas tikar, menemani ibunda Isnaeni menyambut para pentakziah yang datang silih berganti. Beliau memperkenalkan saya pada tamu-tamunya sebagai dosennya Isnaeni. 

Sementara itu, update situasi di MBD terus saya terima, bergantian dari Pak Gayus dan Bu Maria. Beberapa waktu yang lalu, mereka semua bersama masyarakat Tiakur, sedang berada di pelabuhan, menunggu jenazah Isnaeni. Saat ini, jenazah sudah tiba, dan sedang disemayamkan di rumah Kadis, sambil menunggu rombongan keluarga datang. 

Saya sempat berkomunikasi dengan Wahyu, apakah di Tiakur banyak muslimnya. Wahyu bilang, tidak banyak, tetapi ada masjid dan ada imam masjid yang akan memimpin salat jenazah. Juga ada puluhan peserta SM-3T dari Unesa dan UNP yang sengaja datang ke Tiakur untuk bisa ikut menyalatkan jenazah Isnaeni dan memberikan penghormatan terakhir pada rekan seperjuangan mereka itu. 

Sejujurnya, sebagai wilayah yang masyarakatnya mayoritas pemeluk Nasrani, saya mengkhawatirkan nasib jenazah Isnaeni. Namun Wahyu memastikan, di Tiakur ada komunitas muslim, dan mereka sudah berpengalaman menangani pemakaman orang muslim.

Saat upacara pemakaman berlangsung, Pak Gayus sengaja menghubungi saya, dan membiarkan saya mendengar dan mengikuti prosesi tersebut beberapa saat. Dipimpin oleh Asisten Bupati (karena Bupati dan Kepala Dinas sedang ada di Ambon), dan dihadiri oleh semua pejabat MBD, aparat,  serta masyarakat luas, Isnaeni dihormati sebagai pahlawan. Bendera Merah Putih dihamparkan sebagai penutup peti jenazahnya, sekaligus sebagai penutup kuburnya. Mas Heru juga mengabarkan, di samping keihlasan dan kerelaan kehilangan putra tercintanya, ayah dan kakak Isnaeni juga merasa sangat lega dan berbangga, karena Isnaeni mendapatkan penghormatan yang sangat tinggi dari Pemda MBD dan seluruh masyarakat. 

Maghrib menjelang, dan kami pamit pada Ibunda Isnaeni. Senja yang meredup mengantarkan perjalanan kami kembali menuju Surabaya. Ada kesedihan yang amat sangat di hati, namun bagaimana pun, Allah SWT telah memberikan petunjuk dan kemurahan-Nya. Meski Isnaeni ditemukan dalam kondisi sudah tak bernyawa, Allah masih memperkenankan ayah dan saudaranya untuk melihatnya pada detik-detik terakhir dia dimakamkan. Juga menyaksikan betapa Pemda dan masyarakat MBD memberikan penghargaan dan memuliakannya sebagai sosok yang dicintai. Semoga Isnaeni mendapatkan kemuliaan dan kecintaan juga di sisi Sang Khalik, Pemilik Tunggal atas Semua Makhluk. Amin.

Surabaya, 27 Maret 2015

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...