Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Selasa, 20 Februari 2024

Ke Garut

Sabtu, 17 Februari 2024, saya ke Garut. Sudah lama ingin ke Garut dan tak kunjung kesampaian. Sabtu ini mumpung saya tidak di Surabaya, dan juga tidak ada kegiatan penting lain, maka saya putuskan untuk ke Garut.

Seperti biasa, Mang Atek, driver andalan, menjemput saya di apartemen, tepat pukul 07.00. Bersama Mas Sabar dan Mas Ardi, dua teman staf yang kebetulan juga sedang tidak ada acara.

Kami memasuki Garut sekitar pukul 11.30. Sesuai perkiraan, empat jam perjalanan dari Jakarta. Tapi karena tadi sempat mampir sarapan di rest area, waktu molor sekitar tiga puluh menit.

Kunjungan pertama kami adalah di rumah Mang Atek, di Desa Wanajaya, Kecamatan Wanaraja. Ya, saya sudah lama berjanji pada Mang Atek, suatu saat saya ingin bersilaturahim ke rumahnya di Garut. Inilah saat untuk membayar hutang janji itu.

Mang Atek mempunyai dua rumah. Satu rumah untuk rumah tinggal dan membuka warung kebutuhan sehari-hari. Satu rumah lagi, masih baru sekitar setahun ini, berlantai dua, ada di seberang jalan, persis di depan rumah lamanya. Rumah baru ini masih belum tuntas finishing-nya, tapi sudah ada tempat tidur dan perlengkapan makan. Kata Mang Atek, anak laki-lakinya, yang masih kelas dua SMP, yang lebih banyak tinggal di rumah ini.

Mang Atek memiliki empat anak. Juga sudah memiliki cucu dari anak pertamanya. Padahal usia Mang Atek dan isterinya masih 43 tahun. Mereka dulu menikah di usia 16 tahun, menikah muda. Makanya di usia yang masih muda, Mang Atek sudah memiliki cucu.

 

Selain bertemu dengan keluarga Mang Atek, kami juga bertemu dengan beberapa pendamping desa. Ngobrol di ruang tamu, lantas makan siang bersama. Menunya nasi liwet, masakan isteri Mang Atek. Nasi liwet ditanak di sebuah panci khusus, kata Mang Atek namanya kastrol. Ada ayam goreng, tahu dan tempe goreng, ikan asin, sambal dan lalap. Sedap sekali tentu saja, apa lagi perut pas lapar, dan cuaca sejuk sekali.

Setelah shalat jama’ qashar dhuhur dan ashar, kami melanjutkan perjalanan ke sebuah tempat yang namanya Talaga Bodas. Dari rumah Mang Atek, naik terus, dengan jalan yang cukup terjal, sekitar lima belas menit. Kami didampingi Ibu Lurah dan suaminya serta seorang perangkat desa.

Pemandangan di sepanjang jalan sungguh mengagumkan. Hutan, kebun, bukit, gunung, lembah, betapa indah. Ada banyak tanaman sayuran yang subur dan ranum. Juga tanaman jagung. Gunung yang berkabut tipis dan mendung yang menggantung. Indah yang begitu sempurna.

Dan Talaga Bodas itu, wow, menghampar di depan sana dengan warna putihnya yang berkilau-kilau. Aroma belerang langsung menyeruak memenuhi hidung. Sebuah telaga yang mungkin mirip kawah putih di Bandung, namun telaga ini masih sangat alami. Meskipun sudah dikomersilkan, namun kemurniannya masih sangat terjaga.

Kami tidak berlama-lama menikmati telaga, karena hari sudah beranjak sore. Tapi Bu Lurah sudah menyiapkan nasi liwet di sebuah warung makan di dekat telaga. Meskipun sebenarnya perut kami masih terasa kenyang, tapi kami lahap juga nasi liwet dan lauk pauknya. Ayam goreng, tahu dan tempe goreng, ikan asin goreng, sambal dan lalapan, dan jengkol goreng. Jengkol, sampai saat ini merupakan salah satu makanan yang saya belum bisa menikmatinya.

Kami berpisah dengan Bu Lurah di tempat tersebut setelah mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya karena telah menjamu kami. Beberapa bungkus kopi khas Garut dibawakannya untuk kami. Nama kopinya adalah Talagabodas.

Karena tidak ada jalan lain menuju tempat kunjungan selanjutnya, kecuali tetap melewati jalan yang sama, kami mampir lagi ke rumah Mang Atek, sekalian numpang ke toilet. Ternyata isteri Mang Atek sudah menyiapkan segepok oleh-oleh untuk kami. Kerupuk, keripik, pepes ikan, dan entah apa lagi.

Dari rumah Mang Atek, temaram sudah mulai turun. Kami bersilaturahim di dua rumah lagi. Jaraknya sekitar dua puluh menit dari rumah Mang Atek. Satunya rumah Mas Dendy, staf di sekretariat BPSDM. Satunya lagi di rumah Ibunda Pak Jajang Abdullah. Pak Jajang sebelumnya adalah sekretaris BPSDM, dan sekarang menjadi pejabat swadaya masyarakat ahli utama.

Sekali lagi, kami harus makan lagi, karena makan malam sudah disiapkan oleh orang tua Mas Dendy. Seperti tadi, meskipun perut kenyang, kami tetap makan tetapi hanya sedikit. Sudah benar-benar penuh rasanya perut ini.

Kami berniat kembali ke Jakarta malam ini juga. Memang sudah diniati tidak menginap, karena Minggu pagi kami sudah ada agenda lain.

Maka Mang Atek pun melajukan mobil yang membawa para penumpang yang terkantuk-kantuk karena kekenyangan. Sempat singgah di rest area untuk shalat maghrib-insya. Sekitar pukul 22.30, kami sudah tiba kembali di Jakarta.

Tubuh memang terasa agak lelah, namun betapa bahagianya bisa mengisi waktu dengan bersilaturahim. Memperbanyak silaturahim adalah salah satu amalan yang sangat dianjurkan oleh Nabi.

Manfaat silaturahim tak hanya untuk memperluas rezeki dan terhindar dari api neraka, namun juga untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Silaturahim merupakan tanda-tanda seseorang beriman kepada Allah SWT dan menjadi makhluk mulia di hadapan-Nya. Semoga.

Jakarta, 17 Februari 2024

Rabu, 31 Januari 2024

Ibu Mertua dan Zero Waste

Ibu mertua saya, Hj. Sri Lestari (almarhumah), adalah praktisi zero waste. Membaca postingan Bunda Aryani Widagdo tentang zero waste, mengingatkan saya pada Ibu Mertua, yang notabene adalah Ibundanya Mas Ayik Baskoro Adjie .

Ibu adalah sosok yang rajin dan irit. Kalau ada tempe dan tahu goreng yang disajikan untuk makan malam dan tidak habis, paginya sudah jadi oseng tahu tempe yang lezat. Ibu biasa menyajikan oblok-oblok atau blendrang yang meskipun mungkin gizinya sudah banyak hilang, namun rasanya enak sekali. Jenis hidangan seperti sambel tumpang, bothok, rempah (gorengan yang dibuat dari kelapa parut), telur atau ikan bumbu bali, abon, bahkan es buah atau jus buah, seringkali merupakan hasil rekayasa zero waste. 

Kalau sudah begitu, Bapak Mertua dan kami semua biasa berkomentar, “modif, modif. Gak montor tok sing dimodif." Ibu tertawa saja dan kami menikmati hidangan hasil modifikasi itu dengan nikmat.

Ibu selalu ngopeni dengan baik hidangan-hidangan yang tidak habis dan menyulapnya menjadi hidangan lain yang lezatnya tak terbantahkan.  Kami tidak pernah khawatirkan kelayakan dari setiap hidangan yang dimasak Ibu, termasuk hidangan  hasil modifikasi.

Untuk urusan pemanfaatan bahan makanan pun, Ibu sangat cermat. Misalnya kalau bikin udang goreng, maka kepala udang akan disisihkan, dihaluskan dan menjadi bahan tambahan untuk membuat kekian, bakwan sayur, atau dadar jagung. Tidak ada yang terbuang.  Belakangan saya tahu dari info Jeng Widowati Budijastuti , kalau cangkag udang itu bermanfaat untuk kesehatan. Menurut yang saya baca, cangkang udang merupakan sumber kalsium, mineral seperti magnesium, potasium, fosfor, dan juga mengandung protein.

Begitu juga dengan bahan makanan yang lain, Ibu berusaha sesedikit mungkin menyisakan sampah. Namun memang Ibu tidak memiliki pengolahan sampah, misalnya untuk menjadi kompos. Sampah bahan makanan biasanya diwadahi kantung plastik dan dibuang di tempat sampah di depan rumah. Oya, tapi sampah berupa kulit bawang merah dan bawang putih, seringkali Ibu kumpulkan untuk membuat telur pindang. Telur yang direbus dengan kulit bawang dan jambu biji akan menjadi telur rebus yang berwarna coklat dan berpola.

Tidak hanya dalam urusan makanan. Ibu yang hobi menjahit, hampir selalu membuat baju-bajunya sendiri. Mulai menggambar desain, membuat pola, memotong, menjahit, dan seterusnya, dilakukannya sendiri. Daster, kebaya, atasan, terusan, rok,  selendang, kerudung, piyama, yang memenuhi lemari pakaian Ibu, hampir semua adalah hasil karya sendiri. Ibu juga suka membuatkan kami semua, anak cucunya, baju-baju yang diberi sulaman nama masing-masing. Banyak sekali hasil karya ibu, termasuk lenan-lenan.

Bagaimanakah Ibu memperlakukan sisa kain? Nah, disinilah kepiawaian Ibu nampak sekali. Semua kain sisa jahitan dikumpulkan Ibu, diwadahi dalam sebuah keranjang besar. Ibu mengisi waktu senggangnya dengan menjahit kain-kain perca itu menjadi berbagai macam lenan dan bahkan juga baju dan piyama. Ada sprei, taplak meja, keset, sarung bantal, tutup kulkas, dan pernak-pernik yang lain. Tatakan gelas, tatakan mangkok penghidang, tudung saji, cempal, celemek, hampir semua sudah dibuat Ibu.

Ibu berpulang pada 2018. Sebagian barang hasil karya Ibu saat ini sudah tidak ada lagi, sudah rusak karena dimanfaatkan. Tidak terpikir oleh kami saat itu untuk setidaknya menyisihkan sekadar sebagai kenang-kenangan. Tapi masih ada cukup banyak peninggalan Ibu yang menjadi bukti betapa Ibu adalah sosok yang tidak mau diam, kreatif, dan inspiratif.

Di rumah kami, ada sprei, taplak, dan beberapa lenan hasil karya Ibu yang kami pasang dengan penuh rasa bangga. Lenan-lenan itu adalah hasil karya berwawasan zero waste. Sebagian sudah berubah warna atau aus dimakan usia. Namun melihatnya, senantiasa mengingatkan kami semua pada cinta dan kasih sayang Ibu.

Memanfaatkan hasil karya Ibu insyaallah menjadi amal jariyah Ibu, yang pahalanya terus mengalir. Amiin ya Rabb.

 

Jakarta, 31 Januari 2024

Kamis, 30 November 2023

Kereta Api Cepat Whoosh

Kemarin, kami berkesempatan naik kereta api cepat dari Bandung ke Jakarta. Sengaja merencanakan waktu untuk bisa menaiki kereta yang lagi viral ini. Apa lagi kesempatannya memang pas.

Kami mengambil jadwal pagi, pukul 07.45. Sekitar tiga puluh lima menit kemudian, kami sudah akan tiba di Jakarta. Sangat jauh lebih cepat, dibanding kalau kami naik mobil yang membutuhkan waktu sekitar dua jam. Ya, karena kereta whoosh ini kecepatannya bisa sampai 340-an km per jam.
Nama keretanya adalah Kereta Whoosh. Bentuknya keren banget, cocok dengan namanya. Warna eksteriornya mengesankan Indonesia banget, merah dan putih mendominasi. Interiornya juga nyaman, bersih, sejuk. Bayarnya, karena masih promo, diskon lima puluh persen, cukup Rp.150.000. Konon, tahun depan mulai menggunakan tarif normal.
Nama Whoosh, tentu tidak asal dipilih. Begitu juga dengan logonya.
Menurut google, Whoosh merupakan singkatan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat. Sementara logo resmi Whoosh dipilih melalui sayembara Identitas Jenama (nama dan logo) Kereta Api Cepat Indonesia oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Dikutip dari laman resmi KCIC, menurut google juga, Identitas Jenama Kereta Api Cepat Indonesia 'Whoosh' didesain oleh studio desain Visious. Nama "Whoosh" mewakili suara lesatan kereta cepat. Whuuuuuusssssss......
Logo dan jenama ini terinspirasi dari efek riak dari Kereta Cepat yang juga secara langsung menggambarkan manfaat berantai Kereta Cepat kepada masyarakat. Logo ini mengaplikasikan warna kontras yang mencolok serta karakter yang tegas sebagai bentuk ekspresi bahwa logo ini memberi ekspresi kegesitan, kekuatan, keberanian, ketegasan, dan ketajaman visi untuk masa depan.
Secara keseluruhan, identitas visual ini ingin menyampaikan pesan bahwa kereta cepat akan membawa perubahan yang berdampak positif secara signifikan bagi kemajuan Indonesia.
Nah, begitulah Mbah Google menjelaskan.
Kalau Anda pernah naik kereta cepat sebelumnya, mungkin di Jepang atau di Saudi Arabia, atau di tempat lain, kembali nikmatilah sensasi naik kereta cepat Whoosh. Kalau belum pernah menumpang kereta api cepat, yuk rencanakan perjalanan liburan Anda dengan Kereta Api Cepat Whoosh.
Whus whus whus, yes!
Jakarta, 24 November 2023

Seblak

Entah kenapa, sejak makanan ini keluar dan menjadi terkenal, saya belum pernah tergerak hati untuk mencicipinya. Ada semacam penolakan dalam benak saya.

Seblak itu makanan apa sih? Saya pernah beberapa kali menanyakan itu ke beberapa kawan. Jawabannya hampir sama. Krupuk yang dikasih kuah, kadang sampai mblobor krupuknya. Biasanya ditambah makaroni dan sayuran, juga telur. Ada juga yang ditambah sosis dan bakso. Rasanya bergantung selera. Pedas, setengah pedas, atau sedikit pedas.
Krupuk yang dikasih kuah. Satu kalimat ini yang mengganggu saya. Apa lagi ada kata 'mblobor'. Membayangkannya, sungguh mematikan selera saya.
Nah, kemarin, di Lembang, kami cangkrukan malam-malam di sebuah tempat makan yang namanya Kopi Gunung. Tempatnya bagus, sejuk sekali, romantis, di bawah gunung. Tapi karena malam, gunungnya tidak kelihatan, hanya nampak lampu-lampu kecil yang menandai puncaknya. Itu pun muncul tenggelam karena kabut datang dan pergi.
Di situlah salah seorang teman kami memesan seblak. Menu yang lain seperti cireng, pisang bakar, tahu walik, ketan bakar, juga kami pesan. Dengan beberapa minuman hangat, wedang uwuh, bandrek, kopi jahe, dan sebagainya.
Begitu seblak keluar, staf saya minta mbak waiter untuk menyediakan dua mangkuk kosong plus sendok garpunya. Kemudian dia menyilakan saya untuk mencicipi seblak. Saya pun mengambilnya satu-dua sendok. Menurut saya, penampilannya mirip capjai. Tapi lebih padat dan agak kental. Rasanya, gimana ya?
Menurut Anda, kira-kira gimana? Hehe. Penasaran pingin tahu pendapat teman-teman tentang seblak.
Lembang, 23 November 2023

Sandalwood Boutique Hotel

Hotel ini ada di kawasan Lembang, Bandung. Bukan hotel yang besar. Namun begitu saya memasuki ruang lobinya, saya langsung terkesima karena banyak hal unik. Beberapa keunikan itu saya tampilkan di sini.

Selama tiga hari saya membersamai teman-teman Balai Besar Jakarta dalam kegiatan FGD Pembahasan Kurikulum Pelatihan di hotel ini. Ada lima kepala dinas juga yang hadir, serta beberapa narasumber. Ada juga kegiatan outbound.
Udara Lembang yang sejuk dan makanan yang enak sangat mendukung kenyamanan. Meskipun acara demi acara padat, semua dilakukan dengan suka cita. Saya dan Pak Sesbadan serta beberapa teman, malah sempat mencuri sedikit waktu untuk healing di Tangkuban Perahu, yang jaraknya dari hotel hanya sekitar lima belas menit.
Keunikan hotel ternyata tidak hanya di bagian depan saja, namun ada di mana-mana. Di kamar juga ditemukan banyak hiasan dan ornamen unik. Juga di tempat makan. Dipadu dengan kealamiahan pohon-pohon pinus dan aroma wangi bunga yang sangat natural, tempat ini sangat cocok untuk kerja dan gathering. Apa lagi beberapa destinasi wisata ada di sekitar hotel, cocoklah hotel ini sebagai pilihan keluarga dan siapa saja yang ingin hiling-hiling hehe.
Lembang, 22-24 Nobember 2023

Balai Besar dan Balai


BPSDM Kemendesa PDTT mengelola dua balai besar dan tujuh balai. Dua balai besar ada di Jakarta dan Yogyakarta. Sedangkan balai ada di Jayapura, Makassar, Ambon, Denpasar, Pekanbaru, Banjarmasin, dan Bengkulu. Sebutannya adalah Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, disingkat BBPPMDDTT untuk balai besar, dan BPPMDDTT untuk yang lainnya.

Tugas utama balai adalah melaksanakan penyuluhan, pelatihan, dan pemdampingan masyarakat. Beberapa jenis pelatihan yang dilakukan antara lain pengelolaan bumdes, pengembangan desa wisata, perikanan, ekonomi kreatif, dan sebagainya.

Setiap balai yang dipimpin oleh seorang kepala balai besar/balai memiliki wilayah kerja. Misalnya, Balai Besar Jakarta, wilayah kerjanya adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan Barat. Balai Banjarmasin, wilayah kerjanya adalah semua Kalimantan, kecuali Kalbar. Balai Besar Yogyakarta, wilayah kerjanya adalah DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dan seterusnya, yang intinya, semua provinsi di Indonesia menjadi wilayah kerja balai besar/balai.

Setiap balai memiliki demplot, sebagai laboratorium penelitian sekaligus sebagai sumber belajar bagi para peserta pelatihan. Balai Yogya, misalnya, memiliki kebun edamame, jagung, cabe, terong, kangkung, sawi, dan lain-lain. Ada juga sapi, kambing, ayam, kelinci, burung puyuh. Berbagai jenis ikan juga ditemukan di kolam-kolam. Ada juga budidaya jamur, pembuatan kompos, juga pupuk cair. Semuanya ini dikembangkan sendiri oleh para penggerak swadaya masyarakat (PSM), sebuah jabatan fungsional pengampu utama tugas dan fungsi balai, yang homebase-nya ada di balai-balai.

Balai juga memiliki kerja sama dengan berbagai stakeholder, antara lain perguruan tinggi, pemprov, pemda, perbankan, filantropi, dan sebagainya. Bersama para stakeholder tersebut, balai melakukan oendampingan dan pemberdayaan  masyarakat desa. Khusus dengan kampus, balai berkolaborasi dalam kegiatan magang mahasiswa, KKN Tematik, praktisi mengajar, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

Tanggal 15-17 November ini, diselenggarakan rapat koordinasi untuk penguatan kelembagaan balai. Kegiatan dilaksanakan di Balai  Besar Yogyakarta. Semua kepala balai, kabag/kasubag, serta perwakilan PSM, hadir.


Tujuan rakor selain sebagai sesi sharing pengalaman dan inspirasi, juga untuk memperkuat kelembagaan balai sebagai ujung tombak Kemendesa PDTT dalam pemberdayaan masyarakat. Beberapa narasumber dari Unesa dihadirkan untuk memantik diskusi tentang SDGs Desa, evaluasi kelembagaan dengan pendekatan akademik dan kebijakan, juga konsep BLU. Selain itu juga penguatan RB Tematik yang dipandu oleh Inspektur II Itjen Kemendesa PDTT.

Selain ada sesi panel yang menghadirkan para narasumber, sesi diskusi kelompok juga dilakukan, untuk mempertajam hasil.diskusi, serta merumuskan tindak lanjut. Rumusan tersebut kemudian dijabarkan untuk menjadi bagian dari program di tahun 2024 dan tahun-tahun berikutnya. Harapannya, kegiatan ini menghasilkan roadmap pengembangan balai besar/balai, agar meningkat jumlahnya serta mutunya. Ke depan, diharapkan balai ada di lebih banyak provinsi untuk bisa memberikan kontribusi secara lebih signifikan pada pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakatt desa.

Minggu, 12 November 2023

Hutan Cempaka


Hari Jumat kemarin, saya terbang dari Denpasar menuju Surabaya. Sengaja ambil flight pagi, kebetulan tugas sudah saya selesaikan semalam, supaya saya bisa segera bertemu keluarga. Rencananya, sorenya kami akan ke Magetan, karena Sabtu malam, saya harus membuka kegiatan pelatihan content creator yang diselenggarakan oleh Puslat SDM kemendesa PDTT. Minggu sore juga ada kegiatan Peningkatan Kapasitas TPP di Graha Unesa, dan Pak Menteri diagendakan membuka acara. Jadi memang saya harus ke Surabaya untuk mengawal beberapa kegiatan tersebut.

Tiba-tiba Jumat sore, setelah mandi dan siap berangkat ke Magetan, si Kakak badannya panas. Saya katakan tiba-tiba karena pulang sekolah dia baik-baik saja, makan siang dengan ceria, dan mandi sambil main air dengan tertawa-tawa. Tapi memang dia agak batuk-batuk, dan saya pikir, mungkin karena itulah dia demam.

Rencana ke Magetan pun saya gagalkan. Segera saya koordinasikan pada staf dan Kapuslat SDM, saya tidak jadi bergabung. Cucu sakit, saya tidak tega untuk tinggalkan dia. Tapi kalau diajak,  tentu riskan. Acara di Magetan bisa dibuka oleh stafsus atau kapuslat SDM.

Tapi si Kakak rewel minta tetap pergi. Daripada terus rewel dan batuk dia semakin menjadi-jadi, kami putuskan untuk check in di hotel saja, yang penting keluar dari rumah membawa segala barang yang sudah kami persiapkan sejak siang tadi.

Malam itu kami tidur di Best Mansion. Si Kakak panasnya sudah mendingan setelah minum obat batuk dan obat turun panas. Malam itu dia tidur dengan baik.

Sabtu pagi, melihat Kakak sudah semakin sehat, kami memutuskan untuk pasang tenda di camping ground yang dekat-dekat saja. Sekadar memenuhi janji pada si Kakak, karena sebenarnya kami sudah menyiapkan tenda untuk dibeber di Magetan. Sekalian melatih si Adik untuk mengakrabi alam bebas.

Pilihan kami jatuh pada Hutan Cempaka, di Pasuruan. Rekomendasi adik kami yang dedengkot kemping, Dimas Prono Adjie dan Rika Adjie.

Pilihan pada Hutan Cempaka ternyata sangatlah tepat. Kami sering pasang tenda di banyak camping ground, tapi di Hutan Cempaka ini, sepertinya paling komplit sajian pengalamannya. Selain camping ground dengan fasilitas MCK yang bersih, Hutan Cempaka juga memiliki kedai yang menyediakan berbagai aneka panganan dengan siatem prasmanan, joglo besar dan kecil, dan juga panorama alam hutan pinus yang indah, lengkap dengan view Gunung Arjuno dan Anjasmoro yang begitu anggun. Udara sejuk tentu menjadi bonus tersendiri bagi kita yang setiap hari terpapar panas terik di kota-kota.

Yang juga sangat menarik dan menawan hati, ada pasar rakyat yang buka setiap Minggu Pahing dan Minggu Legi. Jadi sebulan pasar inj buka dua kali. Pasar yang menyajikan berbagai panganan tradisional, makanan dan jajanan.

Di tengah-tengah pasar itu ada panggung yang menampilkan berbagai kesenian tradisional, yang semuanya menonjolkan potensi lokal desa. Mulai anak-anak, remaja, dewasa, semuanya berpartisipasi aktif untuk meramaikan dan menyemarakkan. Sangat menarik dan merupakan meaningful learning bagi para generasi muda, untuk terlibat aktif dalam menjaga kelestarian alam dan budaya.

Dengan sajian alam yang begitu indah dan sajian pengalaman yang begitu bermakna, Hutan Cempaka menjadi referensi bagi setiap orang, terutama bagi keluarga yang ingin memperkenalkan keluarga kecil pada alam semesta. Membangkitkan kecintaan anak pada alam, insyaallah akan membangkitkan kecintaannya pada Sang Pencipta.

Surabaya, 12 November 2023