Pages

Sabtu, 15 Februari 2014

Direkso Gusti Allah

Pagi kemarin, sekitar pukul 05.10, saya membuka pintu dapur, bermaksud membuang sampah keluar rumah. Aktivitas menyiapkan makan pagi untuk keluarga yang saya mulai sejak usai solat subuh telah selesai, dan saatnya untuk bersih-bersih. Tapi saya kaget ketika melihat ada gerimis, namun halaman rumah tidak basah. Saya mempertajam pandangan saya pada gerimis itu dan tiba-tiba saya rasakan mata saya pedih sekali. Masih belum menyadari dengan apa yang terjadi, saya terkaget karena melihat mobil kecil yang terparkir di halaman rumah penuh dengan debu. Oh Tuhan, saya baru ngeh. Inilah hujan abu. Semalam sebelum tidur, saya sempat membaca status FB seorang teman yang menulis "malam ini, akhirnya Kelud meletus". Tidak menyangka, imbasnya sampai di sini. Gerimis abu akibat letusan Gunung Kelud itu ternyata sampai di sini.

Saya lantas membangunkan mas Ayik. 
"Mas, ada hujan abu." 
Mas Ayik membuka mata, malas. Dia memang sedang sakit. Semalam saya membawanya ke dokter karena sore sepulang kantor dia batuk dan badannya panas. Ternyata selain flu, tensi mas Ayik juga tinggi, 200/100.  Semalaman, meski sudah minum obat dari dokter, badannya menggigil dan suhu tubuh tidak juga turun. 

"Kelud meletus tadi malam, mas."
"Hh...?"
Mas Ayik bangkit, turun dari tempat tidur, berjalan sempoyongan, keluar rumah.

Tiba-tiba SMS masuk ke ponsel saya. Dari mas Nardi, petugas tiket kami. "Info penerbangan garuda dan airasia di terminal 2 dan hr ini smua penerbangan mundur smua". 

"Apa penerbangan aman mas, hujan abu begini?" Saya balas SMS mas Nardi. Saya pikir, mundurnya waktu penerbangan pesawat karena pindah ke terminal 2 itu. 
"Bu Luthfi, justeru karena hujan abu, maka penerbangan mundur semua."
"Oke, mas. Aku tunggu kabarnya"

Saya sendiri sebenarnya tidak terlalu bersemangat untuk berangkat ke Jakarta pagi itu. Kondisi mas Ayik membuat saya tidak tega untuk meninggalkannya. Meski pun mas Ayik meyakinkan saya dia akan baik-baik saja dan menyarankan saya berangkat ke Jakarta sesuai schedule. Seperti pucuk dicinta ulam tiba, tiba-tiba ada hujan abu dan penerbangan ditunda, sehingga saya punya waktu lebih lama untuk menemani mas Ayik.

Saya berangkat ke kampus, mengajar. Rencana semula saya akan mengajar sampai pukul 09.00, lanjut langsung ke Bandara Juanda, terbang ke Jakarta. Tapi karena penerbangan ditunda, saya memutuskan untuk pulang dulu usai mengajar, sambil menunggu perkembangan.

Mas Ayik, meski badannya panas, pergi ke kantor juga. Dia bilang, dia akan mengisi daftar hadir saja, terus minta izin pulang karena sakit. Saya wanti-wanti dia, "bener lho, mas, habis absen terus pulang. Aku juga cuma jam sembilan kok."

Sepulang mengajar, mas Nardi telepon. "Ibu belum tentu bisa terbang hari ini, sampai jam segini, tidak ada satu pun pesawat yang datang dan pesawat yang berangkat."

"Oke mas, saya tunggu kabar saja".

Tak berapa lama, ibu Tuban menelepon. "Kowe ning ngendi?"
"Wonten nggriyo, bu."
"Mas Ayik piye?"
"Taksih benter, bu, tapi tindhak kantor, ngisi daftar hadir, lajeng izin."
"Kowe sidho ning Jakarta?"
Belum sempat menjawab, ibu sudah menyambung. "Kowe ojo ning ngendi-ngendi. Ojo budhal ning Jakarta. Ning omah wae. Mas Ayik gerah. Luwih wajib olehmu ngopeni mas Ayik tinimbang budhal Jakarta. Opo maneh iki udan awu. Penerbangan gak aman".

"Inggih, bu."

Tak berapa lama, mas Ayik pulang dari kantor. Wajahnya pucat, badannya panas.

"Aku nggak berangkat ke Jakarta, mas."
"Berangkat aja, nggak papa."
"Nggak."
"Wong wis tuku tiket ngono kok."
"Tiket-e lho berlaku sampai enam bulan ke depan". 
"Gak popo tah?"
"Gak. Wong mas Ayik gerah ngono. Apa lagi penerbangan gak jelas."
"Yo ngko lek penerbangan sudah ada, kamu berangkat aja."
"Nggak. Sakno mas Ayik".
"Gak popo."
"Emoh. Gak pareng ibu."
Mas Ayik diam. Kalau sudah keluar 'sabdo pandito ratu', dia juga nggak berkutik. Tidak berani melanggar.

Tapi bener, saya seperti punya alasan untuk tidak berangkat ke Jakarta. Alasan yang sangat kuat: tidak ada penerbangan karena abu vulkanik Gunung Kelud. Dengan alasan itulah saya mengirim SMS ke panitia, meminta izin untuk tidak bisa bergabung pada acara penyusunan kurikulum PPG di Hotel Millenium Jakarta. Bukan karena suami sakit atau karena dilarang ibu. Alasan karena tidak ada penerbangan adalah alasan yang sangat masuk akal. Toh semua tahu benar memang tidak ada penerbangan dari dan ke Surabaya dalam waktu yang belum bisa ditentukan.

Jujur sejujur-jujurnya, saya seperti mendapat hikmah dari meletusnya Gunung Kelud. Saya sudah lama tidak libur akhir pekan, karena terus menerus ada kegiatan di luar kota. Kondisi sakitnya mas Ayik sebenarnya sudah membuat saya tidak berniat berangkat ke Jakarta, apa lagi ditambah dengan titah ibu.

Ibu telepon lagi.
"Piye? Ora budhal Jakarta to?"
"Mboten, bu."
"Juanda ditutup, gak onok penerbangan. Dadi kowe ora iso budhal. Opo maneh mas Ayik gerah. Dadi kabeh ki wis direkso karo Gusti Allah. Kowe ora sidho budhal Jakarta ki ben kowe iso ngopeni mas Ayik..."

"Inggih, bu..."

"Aku wingi kudune budhal ning Yogya. Ora sidho mergo sirahku ngelu. Perikso dokter tiba'a tensiku dhuwur. Iki mau arep budhal, kok ragu-ragu mergo udan awu. Untunge gak sidho budhal. Lek budhal mendahheyo repote....udan awu peteng dhedet koyo ngono. Subhanallah. Wis direkso karo Gusti Allah, ibu diparingi loro ben ora sidho budhal Yogya...."

"Inggih, bu, alhamdulilah." Jawab saya. Ibu memang berencana ke Yogya, ke rumah saudara, sekaligus berobat, sehari sebelumnya. Tidak jadi berangkat karena tiba-tiba kepala ibu terasa sakit, yang ternyata disebabkan tekanan darahnya tinggi.

Siang ini, saya baru saja selesai mengajar di S3 Teknologi Pembelajaran. Mulai pukul 09.00-13.30. 'Ngrapel' dua kali pertemuan yang tidak bisa saya isi dua kali hari Sabtu pada minggu-minggu yang lalu. Pagi tadi, Prof. Muchlas, partner mengajar, sudah SMS. "Saya masih tertahan di Jakarta karena tidak ada penerbangan. Mohon kuliah ditangani."

Semua sudah direkso sama Gusti Allah. Prof. Muchlas tertahan di Jakarta, saya tidak bisa ke Jakarta. Dengan demikian saya bisa ngajar, sekaligus nyahur utang ngajar. Bisa menemani mas Ayik yang lagi sakit. Bisa menyiapkan sarapan pagi, bersih-bersih rumah, bersih-bersih tanaman, dan lain-lain...  

Maturnuwun, ya Allah Gusti, ingkang Moho Ngrekso....

Surabaya, 15 Februari 2014

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...