
BADAN
Pembinaan Ideologi Pancasila atau disingkat BPIP adalah lembaga yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki tugas membantu
Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila;
melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi
Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan; dan melaksanakan penyusunan
standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap
kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga
tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial
politik, dan komponen masyarakat lainnya. BPIP merupakan revitalisasi dari Unit
Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPIP). Visinya adalah sebagai
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yang andal, profesional, inovatif,
berintegritas dalam pelayanan kepada Presiden dan Wakil Presiden di bidang
pembinaan ideologi Pancasila untuk mewujudkan visi dan misi Presiden dan Wakil
Presiden: Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian
berlandaskan Gotong Royong. Sedangkan misinya yaitu mewujudkan misi Presiden
dan Wakil Presiden dengan melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan ideologi Pancasila
sehingga nilai-nilai Pancasila teraktualisasikan dalam setiap kebijakan dan
peraturan perundang-undangan serta praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Kamis,
3 Februari 2022, dilaksanakan diskusi antara BPIP dan Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), di ruang rapat Gedung B
lantai 2 Kemendes PDTT. Dari BPIP, hadir Deputi Bidang Hubungan antar Lembaga,
Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan, Prakoso. Hadir juga Direktur Jaringan
dan Pembudayaan, Irene Camelyn Sinaga, dan Direktur Sosialisasi dan Komunikasi,
Akbar Hadiprabowo. Dari Kemendes PDTT, hadir Dirjen Pembangunan Desa dan
Perdesaan, Sugito, dan Kepala BPSDM Kemendes PDTT, Luthfiyah Nurlaela. Selain
itu, dari Kemendes PDTT hadir juga Sekretaris Dirjen PDP (Rachmatia Handayani),
Sekretaris BPSDM (Jajang Abdullah), Direktur Pengembangan Sosial Budaya dan
Lingkungan Desa dan Perdesaan (Teguh Hadi), Kepala Pusat Pembinaan Jabatan
Fungsional (Hasman Ma’ani), Kepala Pusat Pelatihan ASN (Mulyadin Malik), dan
Kepala Pusat Pelatihan SDM (Fujiartanto).
Pembumian
Pancasila menjadi tantangan yang harus dilakukan oleh setiap komponen bangsa
Indonesia. Saat ini, banyak masyarakat yang sudah meninggalkan nilai-nilai
Pancasila. Banyak nilai yang sudah luntur dan tergerus, seperti gotong-royong,
toleransi beragama, dan kepedulian pada lingkungan. Bahkan sebuah survei yang
dilakukan oleh Alvara Research pada tahun 2018 menunjukkan, 19% ASN menyatakan
diri mereka anti-Pancasila. Berikutnya survei Kementerian Pertahanan Tahun 2019
juga menunjukkan, 23,4% mahasiswa Indonesia terpapar radikalisme dan
anti-Pancasila. Tentu saja hasil survei ini sangat memprihatinkan dan perlu
pemikiran serta tindakan nyata untuk membumikan dan menanamkan kembali
Pancasila sebagai ideologi bangsa. Pemikiran dan tindakan ini tentu tidak
bersifat sporadis, hit and run, namun harus dilakukan secara terus-menerus,
berkelanjutan, melembaga, tersistem, serta holistik.
Salah
satu tugas BPIP adalah mengampu pembinaan ideologi Pancasila pada seluruh warga
negara Indonesia, baik di Indonesia yang sekitar 269 juta jiwa dan di luar
negeri yang sekitar 3 juta jiwa. Pancasila harus menjadi dasar dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Di
sisi lain, desa memiliki peran yang strategis karena sebagian besar wilayah
Indonesia adalah desa. Pada dasarnya, Pancasila digali dari kearifan lokal yang
sudah tumbuh dan berkembang di desa-desa nusantara. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka Pancasila bukan untuk dihadirkan karena pada dasarnya dia sudah
hadir. Pancasila untuk direvitalisasi, dikuatkan kembali, khususnya nilai -
nilai toleransi, empati, persatuan, juga dalam berbagai aktivitas di desa
seperti rembuk desa, musyawarah untuk mufakat, dan sebagainya.
Di
sisi lain, era digital menawarkan ideologi alternatif melalui media sosial.
Untuk itu perlu diperkuat kehadiran Pancasila dalam mewujudkan masyarakat yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pada era revolusi industri 4.0
dan masyarakat 5.0 ini, sangat penting untuk memanfaatkan potensi perkembangan
teknologi informasi untuk mengkoneksikan 74.961 desa agar terhubung, dan dapat
saling menguatkan satu dengan yang lain, sehingga menjadi pilar-pilar kekuatan bangsa dan
negara Indonesia.

Salah
satu program yang digagas BPIP adalah Desa Berdikari Indonesia menuju Desa
Pancasila. Desa Berdikari memiliki makna aktualisasi nilai-nilai Pancasila.
Untuk mewujudkan Desa Berdikari dalam menopang Negara Kesatuan Republik
Indonesia, diperlukan pemahaman, kecintaan, dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila.
Desa Berdikari adalah desa yang mandiri atau tidak bergantung dari pihak lain,
berdiri di atas kaki sendiri. Sebagaimana filosofi Bung Karno, berdaulat dalam
bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang
kebudayaan. Kuat, mandiri, maju dalam bidang sosial politik, ekonomi, dan
budaya. Juga mendasarkan pada ungkapan
para leluhur, yaitu gemah ripah loh
jinawi, tata tentrem kertaraharja, yang mengisyaratkan betapa indahnya pesona
tanah air Indonesia, dengan segala kekayaan dan kesuburan seisi alamnya.
Keberkahan ini menjadi sumber kemakmuran warga Indonesia, dengan cara terus
memelihara tata kehidupan yang sejahtera, bersih, aman, tertib, damai dan
sentosa.
Beberapa
indikator desa berdikari adalah: 1) Desa mampu melihat potensi dan kekayaan
desa, mampu mengelola potensi desa, dan mampu memecahkan masalah yang ada di
desa dengan musyawarah mufakat; 2) Desa memiliki solidaritas sosial dan
bergotong royong; 3) Desa mampu melakukan gerakan bersama untuk pertumbuhan
ekonomi masyarakat desa untuk mendorong hadirnya keadilan sosial; 4) Desa mampu
berdaya dan mengatur mengurus dirinya sendiri dengan sumber daya yang dimiliki;
5) Desa mampu dinamis mengikuti perkembangan zaman (kemajuan iptek) dengan
didukung sumber daya manusia yang berkualitas dalam kebudayaan; dan 5) Hasil
akhirnya adalah desa memiliki daya tahan tubuh yang kuat, imunitas ideologi dan
budaya yang kuat.
Konsep
Desa Berdikari sangat erat kaitannya dengan tujuan-tujuan dalam SDGs Desa, yang
merupakan arah kebijakan dari Kemendes PDTT. SDGs Desa yang merupakan pelokalan
SDGs Global dengan merujuk pada Perpres Nomor 59 Tahun 2017, adalah upaya
terpadu percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan melalui
perwujudan delapan tipe desa, yaitu: desa tanpa kemiskinan dan kelaparan, desa
ekonomi tumbuh merata, desa peduli kesehatan, desa peduli lingkungan, desa
peduli Pendidikan, desa ramah perempuan, desa berjejaring, dan desa tanggap
budaya. SDGs Desa adalah pembangunan total atas desa, seluruh aspek pembangunan
harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada satu pun yang terlewat (no
one left behind). Sementara itu, Desa Berdikari Indonesia bertumpu pada
rujukan, batasan, lingkungan hidup, dan kearifan lokal yang telah menumbuhkan
desa itu sendiri. Dalam hal ini, desa tak sekadar batas administratif,
melainkan juga tentang nilai-nilai yang melekat, sumber daya alam yang ada,
tradisi, juga “kesedihan-kebahagiaan” keluarga yang terus menghidupi
nilai-nilai tersebut dalam bingkai NKRI. Dalam SDGs Desa dengan 18 tujuannya,
konsep tersebut sangat berkesuaian dengan tujuan ke-18, yaitu Kelembagaan Desa
Dinamis dan Budaya Desa Adaptif. SDGs tujuan ke-18 merupakan bentuk penghargaan
atas keberadaan bangsa Indonesia yang sangat beragam dalam agama, budaya,
bahasa, adat istiadat. Bila dikaitkan dengan tipe desa, maka konsep tersebut
sangat relevan dengan tipe Desa Tanggap Budaya.
Tujuan
SDGs Desa tidak akan bisa dicapai secara optimal tanpa nilai-nilai Pancasila
yang membumi dan menjadi karakter masyarakat Indonesia. UU No 6 tahun 2014
tentang Desa menempatkan masyarakat desa sebagai subjek pembangunan, bukan
sekadar objek yang selama ini dianggap sebagai residu pembangunan. Kebijakan
pembangunan desa mengedepankan perdamaian, kebersamaan, kegotongroyongan dan
nilai-nilai lainnya yang terkandung dalam Pancasila. Pelaksanaan SDGs Desa
dilakukan dengan berpegang teguh pada dasar kebijakan bahwa seluruh aspek
pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga Desa, terutama warga
masyarakat dari golongan terbawah. Sama halnya misi Kemendes PDTT yang
membangun Indonesia dari desa, BPIP juga bertekad membangun sendi ekonomi
Pancasila dari desa. Dengan tujuan yang sama, yaitu membangun desa menuju desa
yang sejahtera, maka sesungguhnya BPIP dan Kemendes PDTT bergerak seiring dan
sejalan, bahu-membahu, bergandeng tangan.
Tentu
saja, kolaborasi untuk mewujudkan Desa Berdikari juga diperlukan dari berbagai
pihak lain. Saat ini, BPIP telah melakukan sinergi dengan lintas stakeholder,
selain dengan Kemendes PDTT, juga dengan Kominfo, TNI AD, Telkom University,
dan terus berupaya mengembangkan kolaborasi dan sinergi. Secara khusus, bersama
TNI AD, BPIP melakukan sinergi pembudayaan Pancasila melalui silaturahmi
nasional (silatnas) dan silaturahmi daerah (silatda) di setiap Kodam. Dengan
Universitas Telkom dan Kemenkominfo, BPIP mengembangkan “Lapak Gotong Royong”
sebagai platform desa dengan format pembelajaran melalui learning management
systems (LMS) yang menghubungkan satu desa dengan yang lainnya. Juga
mengembangkan “NdeSho” sebagai solusi bagi desa untuk memasarkan produk-produk
unggulan mereka di 74 ribu lebih desa.
Pada
semua program yang sedang dan akan terus dilakukan, sangat penting
memperhatikan lima prinsip pembangunan desa, yaitu: 1) Meletakkan masyarakat
desa sebagai owner atas kepemilikan desa, karena itu masyarakat desa berhak
menentukan arah pembangunan bagi desanya; 2) Desa harus memiliki kemauan dan
kemampuan serta tekad yang kuat untuk maju dan mandiri atas kekuatan sendiri
berdasarkan potensi, aset, dan modal sosial yang dimiliki; 3) Desa adalah arena
masyarakat untuk meraih kemuliaan, bukan sebagai ajang pertarungan elit politik
untuk perebutan kekuasaan; 4) Desa membutuhkan pendampingan untuk memajukan
desa yang mampu bergerak bersama melakukan pembangunan Desa; dan 5) Kemajuan
pembangunan Desa tidak boleh merusak modal sosial dan nilai-nilai yang tumbuh
dan terpelihara senagai ciri kearifan lokal sekaligus sebagai kekuatan
masyaralat desa.
Berdasarkan
hal tersebut, memberdayakan dan merangkul kader-kader yang sudah ada sebagai
simpul-simpul masyarakat perlu dilakukan. Keberadaan pendamping desa dalam hal
ini menjadi sangat penting untuk memberikan kontribusinya dalam membangun Desa
Berdikari Indonesia menuju Desa Pancasila. Untuk keperluan memastikan peran
pendamping desa, maka definisi operasional tentang konsep Desa Berdikari
Indonesia menuju Desa Pancasila harus jelas, beserta indikator-indikatornya,
dan bagaimana mengukur indikator tersebut. Petunjuk teknis dalam membangun Desa
Berdikari menuju Desa Pancasila harus tersedia, berikut bahan/materi serta
media sosialisasi dan habituasi yang diperlukan. Konten-konten yang menarik
untuk melakukan soft selling, tidak bersifat indoktrinasi, menjadi sangat
penting. Desa harus secara kultural, alamiah, dan dengan sepenuh kesadaran
sendiri--bukan karena indoktrinasi--merevitalisasi dirinya dengan nilai-nilai
luhur yang sebenarnya merupakan jati diri mereka, yaitu nilai-nilai Pancasila
itu sendiri.
Juga
harus dipikirkan, jika sebuah desa sudah menjadi Desa Berdikari menuju Desa
Pancasila, what’s next? Bagaimana desa bisa terus mempertahankan predikat
sebagai Desa Berdikari menuju Desa Pancasila? Perlukan monitoring dan evaluasi
secara periodik untuk memastikannya? Bagaimana karakter masyarakat desa sebagai
warga yang menghayati dan mencintai
nilai-nilai Pancasila ini terus bertumbuh-berkembang dari generasi ke generasi
secara berkelanjutan? Di sinilah letak sentralnya peran pendampingan dan
pemberdayaan masyarakat desa. Di sinilah letak sentralnya peran para pendamping
desa.
Ini
artinya, tugas pendamping desa akan semakin berat. Namun seberat apa pun,
menjadi bagian dari sebuah ikhtiar untuk membumikan dan menggelorakan kembali
nilai-nilai Pancasila di hati sanubari setiap warga desa, bahkan di setiap hati
sanubari seluruh rakyat Indonesia, adalah sebuah kesempatan emas yang luhur dan
mulia.
Jakarta,
4 Februari 2022