Rekognisi
Pembelajaran Lampau atau RPL adalah pengakuan atas capaian pembelajaran
seseorang yang diperoleh dari pendidikan formal atau nonformal atau informal,
dan/atau pengalaman kerja ke dalam pendidikan formal. Hal ini berkaitan dengan Peraturan
Meteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 73 tahun 2013 tentang
penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) bidang Pendidikan
Tinggi, yang merupakan bukti bahwa pemerintah memiliki komitmen untuk mendukung
pembelajaran sepanjang hayat. Kebijakan ini sangat penting mengingat masih
rendahnya angka partisipasi kasar pada tingkat pendidikan tinggi. Peraturan
tentang RPL kemudian direvisi dengan terbitnya Peraturan Menteri Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 26 tahun 2016 tentang RPL.
Mengacu
pada Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2020, Kementerian Desa, Pembagunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) memiliki tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan perdesaan,
pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal dan
transmigrasi. Salah satu fungsi Kemendesa PDTT adalah melaksanakan pengembangan
sumber daya manusia (SDM) dan pemberdayaan masyarakat desa.
Berdasarkan
data Kemendesa PDTT tahun 2019, mayoritas pendidikan tertinggi masyarakat desa
adalah lulusan SD, sementara di daerah perkotaan lebih banyak didominasi oleh
lulusan SMA/MA. Selanjutnya, data tentang kualifikasi pendidikan kepala desa
dan perangkat desa meliputi 44.767 kepala desa, 46.983 sekretaris desa, 31.147
pengurus BUM Desa, dan 8.241 pendamping desa adalah lulusan SLTA. Dengan
demikian, kurang lebih ada 131.138 potensi di desa yang perlu ditingkatkan
pendidikannya ke program Sarjana (S1). Juga terdapat 19.441 kepala desa, 24.470
sekretaris desa, 15.477 pengurus BUM Desa, dan 26.977 pendamping desa adalah
lulusan S1/D4, sehingga kurang lebih ada 86.365 orang yang perlu ditingkatkan
pendidikannya ke program Pascasarjana (S2).

Kondisi
tersebut mendorong Kementerian Desa PDTT menggagas program RPL untuk Desa.
Program ini merupakan implementasi dari Nota Kesepahaman Bersama (MoU) antara
Kemendesa PDTT, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Juga
merupakan implementasi dari kerja sama antara Kemenedesa PDTT dan Forum
Perguruan Tinggi untuk Desa (Pertides).
Dengan
demikian, RPL untuk Desa merupakan program yang disiapkan oleh Kementerian Desa
PDTT bersinergi dengan Perguruan Tinggi untuk Desa (Pertides). Program ini
memberikan fasilitasi pada kepala desa dan perangkat desa, anggota Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), Tenaga Pendamping Profesional (TPP), Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Pengurus BUMDesa/BUMDes Bersama, Pengurus
Lembaga Kemasyarakatan Desa/Lembaga Adat Desa, untuk menempuh pendidikan lanjut
pada jenjang S1/D4 dan S2 melalui skema RPL.
Persiapan RPL untuk Desa
Saat
ini, persiapan RPL untuk Desa masih pada tahap koordinasi/ konsolidasi dengan
berbagai pihak yang terlibat, yaitu pemerintah provinsi/kabupaten, perusahaan,
filantropi, dan juga perguruan tinggi. Pemahaman tentang apa itu RPL, bagaimana
rekrutmennya, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana pembiayaanya, bagaimana
penjaminan mutunya, dan bagaimana peran masing-masing pihak yang terlibat,
merupakan beberapa hal yang terus didiskusikan dan dikonsolidasikan.
Merujuk
pada Keputusan Menteri Desa PDTT RI Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pembentukan
Forum Perguruan Tinggi untuk Desa, ada sebanyak 49 PT yang tergabung dalam
forum tersebut, namun belum semua PT menyelenggarakan program RPL. Beberapa PT
anggota Pertides yang sudah menyelenggarakan RPL adalah: Institut Teknologi
Sepuluh November Surabaya, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas
Diponegoro, Universitas Andalas, Universitas Negeri Padang, Universitas Negeri
Manado, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Padjajaran, Universitas
Bengkulu, Universitas Gajah Mada, Universitas Gorontalo, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara, dan Universitas Pancasila. Penyelenggara program RPL
adalah perguruan tinggi yang telah memiliki program studi yang menyelenggarakan
RPL dan yang relevan dengan kebutuhan calon peserta program, pada jenjang S1
dan S2. Dengan kata lain, perguruan tinggi tidak perlu membuka program studi
baru penyelenggara RPL.
Berdasarkan
hasil koordinasi dengan pemerintah kabupaten, misalnya dengan Kabupaten
Bojonegoro, pada dasarnya pemda siap mendukung program RPL untuk Desa.
Persiapan untuk mengikuti program ini tentu saja memerlukan berbagai
konsekuensi, salah satunya adalah perlunya penyesuaian APBD. Juga diperlukan
payung hukum dari puasat (Kemendes PDTT) sebagai cantolan untuk pelaksanaan
program. Juga, tentu saja adalah adalah MoU antara pemda dengan Kemendes PDTT,
serta pemda dengan perguruan tinggi penyelenggara RPL.
Persiapan
juga menyangkut penyusunan capaian pembelajaran serta profil lulusan program
RPL untuk Desa, yang akan menentukan pengalaman belajar yang disediakan. Konten/materi yang khas dan
spesifik sesuai dengan kebutuhan SDM Desa juga diidentifikasi. Beberapa konten
seperti SDGs Desa, Pengelolaan BUMdes/BUMdesma, Pengelolaan Wisata Desa, Desa
Cerdas dan Desa Digital, Teknologi Tepat Guna, Mitigasi Bencana, merupakan
beberapa issu yang akan mewarnai konten. Issu yang lain seperti Penanganan
Stunting, Desa Ramah Anak dan Perempuan, Desa Bebas Radikalisme, juga beberapa
issu yang mengemuka. Issu lain yang relevan masih sangat dimungkinkan untuk
diidentifikasi.
Tentu
saja, dalam hal ini, diskusi intens antar stakeholder, sangatlah diperlukan.
Begitu juga hal-hal yang menyangkut sistem perkuliahan, tidak saja
mempertimbangkan kondisi pandemi, namun juga jarak, serta keharusan para
peserta RPL yang tetap harus menjalankan tugas selama mengikuti program;
merupakan hal-hal penting yang harus disepakati bersama. Juga berbagai standar
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT), misalnya syarat skor
TEP, publikasi, dan memastikan data mahasiswa terkoneksi dengan Pangkalan Data
Perguruan Tinggi (PDTT), merupakan hal-hal yang harus disiapkan.
Yang
tidak kalah penting juga tentang kontrak komitmen. Setiap calon peserta program
RPL harus menandatangani kontrak komitmen, baik dengan Kemendesa PDTT maupun
dengan pihak penyandang dana/pemberi beasiswa. Klausul-klausul pada kontrak
komitmen kepala desa, perangkat desa, TPP, tentu saja berbeda, karena kondisi
dan tuntutan yang juga berbeda pada masing-masih profesi tersebut.
Antusiasme di Lapangan
Informasi
tentang akan diselenggarakannya RPL untuk Desa baru saja disosialisasikan.
Informasi melalui sebuah flyer yang berjudul RPL Desa hanya berisi tentang
definisi singkat program tersebut, dibagikan pada seluruh komponen Kemendesa
PDTT, termasuk para pendamping desa (TPP). Informasi ini telah mengundang
banyak respon dari berbagai kalangan. Tidak hanya dari calon peserta, juga
beberapa penggerak swadaya masyarakat (PSM). Sekadar informasi, Kemendesa PDTT
merupakan instansi pembina jabatan fungsional PSM di berbagai kementerian/
lembaga serta di pemerintah provinsi dan daerah. Tentu sangat bisa dipahami
bila PSM juga merasa berhak untuk bisa mengikuti program RPL untuk Desa.
Munculnya antusiasme PSM menjadi inspirasi untuk memunculkan program RPL untuk
PSM.
Ternyata
antusiasme juga muncul dari beberapa perguruan tinggi. Keinginan untuk menjadi
bagian dari program ini, sebagai perguruan tinggi penyelenggara, adalah respon
yang sebelumnya tidak terduga. Hal ini menimbulkan satu inspirasi juga, bahwa
perguruan tinggi penyelenggara mungkin tidak harus dibatasi hanya PT yang
terhimpun dalam Forum Pertides, namun juga PT yang memang memenuhi syarat untuk
melaksanakan RPL.
Pemikiran
ini bukannya tanpa alasan. Ada sebanyak 74.961 desa di seluruh Indonesia. Ada
sekitar 35.000 tenaga pendamping profesional (TPP). Tentu saja ada jutaan
perangkat desa, pengelola BUMdes/BUMdesa, dan pegiat desa lainnya. Mereka
tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan respon lapangan saat ini saja,
peminat Program RPL dari Desa, berasal dari berbagai provinsi. Bila program RPL
untuk Desa dibatasi hanya diselenggarakan oleh PT yang terhimpun dalam Forum
Pertides, hal ini tidak akan mengimbangi antusiasme di lapangan.
Menanggapi
antusiasme ini, persiapan yang relatif matang harus dilakukan dahulu, terutama
oleh Kemendesa PDTT, sebagai penanggung jawab program. Berbagai hal terkait
kuota, perguruan tinggi penyelenggara, masa studi, penyandang beasiswa, cakupan
beasiswa, sistem rekrutmen/seleksi, sistem perkuliahan, dan sebagainya, harus
benar-benar dipastikan. Ibarat beperang, peluru harus sudah ada. Antusiasme dan
gegap-gempita di lapangan tidak cukup ditanggapi hanya dengan sebuah jawaban
normatif, misalnya, “semuanya sedang disiapkan dan dikoordinasikan, bila ada
perkembangan terkini, akan segera diinformasikan”.
RPL untuk Desa dan SDGs Desa
SDGs
Desa dengan 18 tujuan,merupakan arah kebijakan Kementerian Desa PDTT. Delapan
belas (18) tujuan tersebut meliputi: 1) Desa tanpa Kemiskinan; 2) Desa tanpa
Kelaparan; 3) Desa Sehat dan Sejahtera; 4) Pendidikan desa Berkualitas; 5)
Keterlibatan Perempuan Desa; 6) Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi; 7) Desa
Berenergi Bersih dan Terbarukan; 8) Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata; 9)
Infrastruktur dan Inovasi Desa sesuai Kebutuhan; 10) Desa tanpa Kesenjangan;
11) Kawasan Pemukiman Desa Aman; 12) Konsumsi dan Produksi Desa Sadar
Lingkungan; 13) Desa Tanggap Perubahan Iklim; 14) Desa Peduli Lingkungan Laut;
15) Desa Peduli Lingkungan Darat; 16) Desa Damai Berkeadilan; 17) Kemitraan
untuk Pembangunan Desa; dan 18) Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa
Adaptif.
RPL
untuk Desa merupakan salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan SDM desa.
SDM desa merupakan faktor kunci dalam pembangunan desa. Dengan meningkatnya SDM
desa, maka diharapkan desa akan lebih cepat berkembang, maju, mandiri, dan
unggul. Bila desa-desa cepat berkembang, maju, mandiri, dan unggul, maka sangat
bisa diharapkan terjadinya kemajuan dan keunggulan bangsa dan negara. Dengan kata lain, peningkatan SDM Desa akan
memberikan kontribusi yang nyata pada percepatan pencapaian seluruh indikator
dalam 18 tujuan SDGs Desa.
Secara
lebih spesifik, peningkatan SDM Desa menjadi akselerator dalam mewujudkan SDGs
Desa, yang merupakan upaya terpadu pembangunan desa untuk percepatan pencapaian
tujuan pembangunan berkelanjutan. SDM
desa yang unggul mendorong terwujudnya desa tanpa kemiskinan dan kelaparan,
desa ekonomi tumbuh merata, desa peduli kesehatan, desa peduli lingkungan, desa
peduli pendidikan, desa ramah perempuan, desa berjejaring, dan desa tanggap
budaya untuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SGDs).
Prof.
Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd
Kepala
Badan Pengembangan SDM, PMDDTT, Kementerian Desa PDTT RI
Guru
Besar Universitas Negeri Surabaya