Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Senin, 08 April 2013

Ke Talaud Lagi (3): disambut Upacara Adat

Tim Monev menyeberangi sungai menggunakan rakit.
Pukul 13.30 WITA. Perjalanan monev dimulai. Start dari kantor Dinas PPO Kabupaten Kepulauan Talaud, setelah bertemu dengan bu Suzan dan bu Jeti, dua perempuan pejabat Kantor Dinas PPO yang cantik-cantik dan supel, kami berkendara dengan dua mobil. Pak Rektor, pak Yoyok dan saya ada di satu mobil bersama Dani, driver yang tahun lalu juga kami sewa untuk mengantar kami ketika mengantarkan para peserta SM-3T. Pak Sulaiman dan bu Trisakti bersama Abner, driver di mobil mereka. Meskipun sebenarnya dengan satu mobil cukup, tapi medan yang berat membuat kami memutuskan menyewa dua mobil. Kasihan penumpang yang duduk di jok belakang, bisa 'mabuk kepayang'. Kursi jok belakang sengaja dilipat untuk bagasi-bagasi kami.

Kami menyusur sisi barat. Dari Melongwane, ibu kota Kabupaten Kepulauan Talaud, menuju Beo, Essang dan Bulude. Sebenarnya masih ada dua kecamatan lagi di sisi barat ini, yaitu Mamahan dan Gemeh, namun karena waktunya tidak memungkinkan, maka kami berhenti di Bulude. Semua peserta SM-3T yang bertugas di sisi barat berkumpul di Bulude. Hari ini kami rencanakan untuk bertemu dengan para peserta saja, tidak memungkinkan untuk mengunjungi sekolah-sekolah karena waktunya sudah terlalu siang atau sore.

Di sepanjang perjalanan, laut yang indah ada di sebelah kiri kami. Pohon kelapa dan cengkeh yang rapat memenuhi sisi kanan dan kiri di sepanjang jalan. Pak Rektor bertanya: 'apa jalannya cukup bagus?'. Saya menjawab bahwa jalan cukup bagus. Yang saya maksud bagus adalah beraspal, meski lubang-lubang menganga di mana-mana dan berkelok-kelok naik turun. Setidaknya, untuk beberapa jam ke depan,  jalannya beraspal.

Pukul 14.30-an kami mencapai Beo. Hujan gerimis dan mendung tebal. Dani dan Abner berputar-putar mencari solar. Di beberapa tempat penjualan, solar habis. Akhirnya dapat solar di salah satu kios di dekat hotel tempat kami menginap nanti, harganya Rp. 8.000,-/liter. Pak Yoyok memanfaatkan waktu mampir ke hotel, mengamankan beberapa kunci kamar hotel. Semua hotel di Melongwane penuh karena ada kegiatan besar dari Dinas Perikanan, maka kami terpaksa menginap di Beo. Di hotel yang ada di Beo ini, hanya tersedia sepuluh kamar. Kalau kunci tidak kami amankan, bisa-bisa kami tidak dapat kamar untuk menginap nanti malam. Hotel di Melongwane atau Beo, jangan bayangkan seperti hotel-hotel di Jawa atau di kota-kota besar. Kamar-kamar hotel di sini yang penting cukuplah untuk tidur dan mandi.

Satu-satunya masjid untuk sholat jumat di  Bawunian, Lobo.
Sekitar satu jam setelah Beo, kami mampir di kampung muslim. Namanya desa Bawunian, kecamatan Lobo. Menunaikan sholat di masjid yang tak bernama. Masjid yang sederhana, terlalu sederhana dibandingkan dengan bangunan gereja-gereja di sepanjang jalan yang kami lalui. Di Talaud ini, muslim menjadi kelompok minoritas, pada umumnya mereka pendatang dari Sangir. Namun mereka semua hidup berdampingan dengan damai bersama para pemeluk agama Kristen Protestan dan Katolik, dua agama yang dominan di Talaud. 

Sekitar sepuluh menit kemudian, jalan beraspal terputus karena longsor. Potongan jalan disambung dengan tanah. Ngeri juga saat melewatinya karena persis di sisi kirinya adalah sungai. Beberapa kilometer setelahnya, jalan beraspal tidak kami temukan lagi. Yang ada adalah jalan-jalan makadam yang membuat kami seperti dikocok-kocok dalam mobil. Jembatan-jembatan kayu beberapa kali kami lewati dengan perasaan was-was. Beberapa kali driver dan pak Yoyok harus turun untuk menata kayu-kayu jembatan yang sudah tidak pada posisi semula. Hujan memperparah kondisi jalan dan jembatan yang memang pada dasarnya sudah rusak berat ini.  

'Brenti jo bagate'. Tulisan itu ada di sebuah pinggir jalan menjelang masuk Kecamatan Essang. Artinya, berhenti, jangan minum-minum. Minuman keras memang sangat akrab dalam kehidupan masyarakat Talaud. Di hampir setiap momen, terutama pada acara pesta-pesta, termasuk perayaan keagamaan seperti natal dan paskah.

Medan yang kami lalu sangat berat...
Empat jam lebih kami dihajar oleh jalan yang berlubang-lubang, hujan dan dingin. Ada baiknya juga kami tidak makan siang di Melongwane tadi. Dalam kondisi medan yang seperti ini, dengan perut yang terus  dikocok-kocok, perut penuh akan memancing mual dan muntah. Mabuk darat. Beberapa potong wafer dan roti cukuplah sekedar untuk mengganjal perut selama perjalanan. 

Akhirnya sampailah kami di Bulude. Luar biasa. Ternyata kami disambut secara besar-besaran. Setidaknya di luar dugaan kami. Tenda yang besar, meski tenda terpal, sekelilingnya dipasang rumbai-rumbai dari janur, dan puluhan kursi penuh dengan siswa berseragam SD dan SMP, serta guru-guru. Lampu-lampu menyala terang, dan makanan berjajar di meja panjang di sisi halaman. Kami juga disambut dengan ucapan selamat datang dengan bahasa setempat, dengan seorang penerjemah. Intinya, adalah ucapan selamat datang dan rasa bahagia karena kehadiran pak Rektor beserta rombongan. Sebuah rangkaian bunga disematkan di jasket pak Rektor oleh seorang siswa yang mengenakan pakaian adat.  

Tarian yang dilakukan anak-anak menyambut kedatangan kami.
Setelah kami semua duduk, welcome dance dibawakan oleh tiga pasang siswa SMP Negeri Satap Essang di Bulude. Dilanjutkan dengan tarian adat dari siswa SDK Nazari Bulude, namanya tari tempurung. Tariannya unik. Dibawakan oleh tujuh siswa, saya perkirakan masih SD, diiringi dengan lagu yang dinyanyikan langsung dari gurunya. Tanpa alat musik. 

"Mari menari....
Menarilah....
Tari tempurung...
Tempurung piringan adat...
Suku Talaud.
Tetap dikenang.... Selamanya....". 

Suara ibu Eni Lambuaso, ibu guru itu, indah mengalun, mengiringi gerakan tarian yang gemulai dan tepukan-tepukan suara tempurung kelapa yang dimainkan oleh para penari.

Suasana kebersamaan tim monev, peserta, dan peserta didik.
Selanjutnya adalah sambutan selamat datang oleh ketua Komite Sekolah SMP Essang. Dalam sambutannya, bapak John Tumbal, begitu namanya, menjelaskan bahwa desa Bulude terdiri dari dua desa. Bulude Induk dan Bulude Selatan, dengan dua kepala desa. Masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan sekaligus petani. Mungkin tertinggal secara ekonomi, tapi masyarakat tidak merasa kekurangan. Bahan makanan seperti padi, ubi, bentul, pisang dan sayur-sayuran ditanam sendiri, segala macam ikan tinggal mengambil di laut.

Kehadiran guru-guru SM-3T menurut pak John sangatlah berarti, sangat membantu memecahkan msalah kekurangan guru serta meningkatkan mutu pembelajaran. Mereka juga sangat bertanggung jawab, bersahabat, bergaul dengan baik dengan masyarakat. Oleh sebab itu, tahun depan, mudah-mudahan Bulude tetap menjadi tempat penugasan guru-guru SM-3T, begitulah harapan pak John mewakili sekolah-sekolah dan msayarakat di desa Bulude.

Sambutan Rektor disampaikan setelah penampilan paduan suara dari siswa-siswa SMP Satap, yang membawakan lagu Hymne Guru dan Mimpi-nya Nidji. Menurut Prof. Muchlas, program SM-3T selain untuk mempersiapkan para peserta untuk menjadi guru yang profesional, juga supaya mereka mengenal 'inilah Indonesia'. Inilah saudara-saudara kita yang bertempat tinggal di wilayah terluar dan terdepan. Juga supaya ketika mereka nanti sudah menjadi orang, mereka tidak lupa pada wilayah terluar di Indonesia ini dan di bagian yang lain, yang selalu membutuhkan kehadiran mereka.    

'Kami peduli' menutup acara sambutan dan hiburan. Lagu ciptaan pak Yoyok itu dinyanyikan oleh para peserta SM-3T beserta beberapa siswa. Dilanjutkan dengan pembacaan doa, kemudian acara ramah-tamah. Menikmati hidangan yang sudah disiapkan. 

Hidangannya, wow, luar biasa. Ada lobster, kepiting kenari, berbagai macam ikan yang diolah menjadi berbagai macam hidangan. Sayur-sayuran dari daun singkong dan daun pepaya. Makanan pokoknya tidak hanya nasi bungkus, tapi juga kupat, singkong kukus, bentul kukus, dan pisang mentah yang dikukus. Sambalnya dabu-dabu, khas sekali. Pedas dan segar. Malam ini kami 'balas dendam', setelah sejak pagi tadi tidak ketemu nasi. 

Setelah puas makan dan beramah-tamah dengan bapak Danramil, komite sekolah, kepala sekolah, dan guru-guru, kami mulai melakukan dialog khusus dengan para peserta SM-3T. Ada sepuluh peserta. Saat ini mereka harus mengumpulkan laporan tengah tahun dan form isian monev. Mereka juga menyampaikan berbagai kendala yang mereka temui di lapangan, juga harapan-harapan mereka. Kami mendengarkan semua keluhan mereka, dan menawarkan berbagai solusi untuk membantu memecahkan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Pada dasarnya, anak-anak muda ini kuat, dan keluhan mereka sebenarnya bukan seperti keluhan, namun lebih menyerupai 'curhat' seorang anak pada orang tuanya.

Pukul 21.15, kami pamit. Perjalanan panjang masih harus kami tempuh lagi untuk mencapai Beo, tempat kami menginap malam ini. Suara alam dan keheningan hutan menemani kami. Tubuh boleh lelah tapi semangat tak boleh surut. Kedua mobil kami pun terseok-seok menembus kegelapan..... 

Bulude, Essang, Talaud, 8 April 2012

Wassalam,
LN

Minggu, 07 April 2013

Ke Talaud Lagi (2): Bubur Tinutuan

Pagi di Menado. Gerimis, mendung, dingin. Hotel kami namanya hotel Quint, berada di jalan Wakeke. Di sepanjang jalan Wakeke, ada banyak resto yang menjual makanan khas Menado. Bubur tinutuan, jagung rebus, perkedel jagung, pisang goreng kipas, mie cakalang, dan lain-lainnya, lengkap dengan sambalnya: sambal roa, sambal biasa dan sambal bakasang. 

Sekitar pukul 7 WITA, begitu gerimis jeda, kami bergerak menuju ke seberang jalan di depan hotel. Berdiri di halaman sebuah resto. Saya sms pak Rektor: 'Bapak, kami ada di depan hotel'. Beliau langsung membalas, 'oke, saya segera menyusul.'

Pergi bersama pak Rektor,        rileks tanpa ribet. Sejak dari Juanda kemarin, beliau sudah mengambil banyak peran: portir, waiter, bahkan jukir. Bagasi kami sebenarnya tidak terlalu banyak, namun karena ada beberapa laptop titipan keluarga peserta SM-3T, juga sambal pecel dan kawan-kawannya, juga berkas-berkas;  sehingga kami tetap harus bagi-bagi tugas untuk angkut barang yang tidak bisa dibagasikan. Pak Rektor, tanpa sungkan-sungkan, menjadi koordinator barang-barang itu, mendorong troli penuh muatan ke bagian check-in, sementara kami masih mengurus yang lain. Semalam, ketika makan malam, pak Rektor juga yang tiba-tiba sudah membawa baki penuh gelas isi minuman pesanan kami, karena tidak 'sronto' nunggu pelayan. Begitu juga dengan nasi goreng dan lain-lain, beliau juga yang menjemputnya dari meja penyajian, kalau yang ini mungkin karena sudah tidak 'tahan lapar'. Hehe. Pulang dari tempat makan, karena tidak ada juru parkir sementara jalan padat, maka beliau juga yang paling belakang masuk mobil karena membantu pak Yoyok mengambil haluan. Oya, selama di Menado ini, kami 'dipegangi' satu mobil oleh saudara pak Yoyok, tapi disupiri sendiri oleh pak Yoyok. 

Pak Rektor turun berbusana T-shirt, bercelana lapangan dan bersandal jepit. Kami memasuki resto. Nama restonya 'Dego-Dego', entah apa artinya. Kami berwawancara dulu dengan pelayannya yang manis sebelum menentukan pilihan menu. Dua bubur tinutuan, satu porsi pisang goreng, satu porsi jagung rebus, satu porsi perkedel jagung (di Surabaya disebut dadar jagung), dengan minumannya teh manis dan jeruk manis. 

Bubur tinutuan. Saya sudah beberapa kali menikmati bubur berbahan dasar jagung dan sayuran ini. Tapi yang ini begitu spesial. Warna kuningnya asli warna jagung, dengan butiran-butiran jagung manis yang sebagian masih utuh, dan sayur-sayuran yang warna hijaunya segar. Kangkung, bayam dan daun gedi, adalah sayur-sayuran yang umumnya digunakan untuk membuat bubur khas Menado ini. Dua jenis sayuran yang pertama sudah sangat umum kita jumpai. Daun gedi, nah ini yang jarang kita jumpai di Jawa, bentuknya mirip daun pepaya, bergetah, rasanya netral. Dia memberi cita rasa yang 'berat' pada bubur tinutuan, sehingga membuat makanan itu semakin cocok sebagai makanan utama.

Semua menu itu kita nikmati bersama. Meskipun pesannya berdasarkan selera kami masing-masing, tapi kami sudah memperkirakan porsi yang pasti tidak kecil. Dua porsi bubur tinutuan tidak mampu kami habiskan. Tapi perkedel jagung habis tandas. Jagung rebus dan pisang goreng kipas masih ada sisanya, dan karena itu bukan 'sisa', kami membungkusnya untuk dibawa sebagai bekal perjalanan ke Talaud.

Menado masih gerimis. Mendung masih menggayut. Jalan-jalan basah. Pukul 10.30 nanti kami akan terbang bersama Wings Air. Semoga lancar perjalanan, lancar dalam menunaikan tugas.

Boarding time.... 

Menado, 8 April 2013

Wassalam,
LN

Pola Makan Warga Arab di Kawasan Ampel Surabaya


Pola Makan Warga Arab Di Kawasan Ampel Surabaya
(Eating Pattern Of Arabic Ethnic Group  In Ampel Area Surabaya)

Oleh: Iffah Khadijah, Luthfiyah Nurlaela, Sri Achir



Abstract
            The research objectives were to describe: (1) eating pattern of Arabic ethnic group  in Ampel area, (2) popular dishes of Arabic ethnic group  in Ampel area, and (3) the service and table manner of Arabic ethnic group  in Ampel area. The research was qualitative-descriptive research. The data collection method was using observation, interview, and documentation. The data analysis was using taxonomy technique. Based on data analysis result found that: (1) staple foods used are any kinds of typical staple food (rice, wheat flour), animal (primarily lamb), plants (included legumes). The Special herbs and spices are klabet and gulai, and the special dishes are gulai mariam, roasted lamb, kebab. Furthermore, the special snacks are sambosa, asida, ampel pudding, and ampel pukis; (2) Some of the popular dishes are sambosa, shawarma, kebab, and mageli; and (3) The Arabic ethnic group  in Ampel area are prefer to eat with their family, and they do not always need fork and spoon, in other word they eat with their finger. They do not always need table and chair too, but a plaited mat spread out on the floor.    

Key words: eating pattern, Arabic ethnic group 
             
Ampel merupakan salah satu kawasan yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan merupakan salah satu tempat awal masuknya agama Islam di Indonesia.  Kawasan ini juga terkenal dengan hidangan–hidangan khas Ampel. Hidangan khas Ampel merupakan hidangan Arab dan India yang banyak mempergunakan daging kambing dan rempah-rempah, dan telah dimodifikasi dengan hidangan asli Indonesia. Perpaduan hidangan–hidangan tersebut merupakan modifikasi dengan perubahan jenis daging, sayur, bumbu dan juga bahan pelengkap. 
 Menurut Sanjur (1997) manusia melakukan tindakan makan dilandasi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) biogenik, (2) psikogenik, dan (3) sosiogenik. Konsep biogenik mengandung pengertian bahwa makanan yang dikonsumsi memenuhi kebutuhan biologi manusia dan didasarkan oleh keinginan yang muncul karena rasa lapar. Konsep psikogenik mengandung pengertian bahwa makanan yang dikonsumsi untuk memenuhi kepuasan kejiwaan, seperti kesukaan terhadap suatu jenis hidangan tertentu yang dapat memuaskan keinginannya. Sedangkan konsep sosiogenik mengandung makna bahwa makanan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sosial manusia, dan manusia melakukan tindakan makan sebagai salah satu wadah untuk bersosialisasi atau berhubungan dengan individu yang lain.  
Mudjianto, dkk (1995) dalam Andayani dan Nurlaela (2003) mengemukakan perubahan nilai sosial dan budaya dalam kehidupan masyarakat merupakan faktor–faktor yang dapat mempengaruhi pola dan kebiasaan makan. Selain itu menurut Winarni (1993), pola makan merupakan kebiasaan makan suatu masyarakat yang diturunkan secara turun temurun.
Pola makan sangat dipengaruhi oleh faktor–faktor sebagaimana dikemukakan oleh Sanjur (1997) adalah: (1) karakteristik individu, (2) karakteristik makanan, (3) karakteristik lingkungan. Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, pendapatan, pengetahuan gizi, keterampilan memasak, dan kesehatan, sehingga setiap individu memiliki kesukaan dan cita rasa yang berbeda terhadap suatu makanan. Sedangkan karakteristik makanan yang mempengaruhi kesukaan terhadap makanan adalah rasa, rupa, tekstur, harga, tipe makanan, bentuk, bumbu dan kombinasi masakan yang akan mempengaruhi nafsu makan seseorang. Karakteristik lingkungan yang berpengaruh terhadap preferensi antara lain musim, geografi, mobilitas, urbanisasi, dan daerah asal. Setiap orang memiliki suatu pola makan dan cita rasa makanan yang berbeda. Seperti halnya warga keturunan Arab di Kawasan Ampel, meskipun mereka sudah lama menetap di Indonesia, tetapi makanan yang mereka konsumsi masih memiliki perpaduan dari cita rasa masakan Arab, India dan Indonesia.
            Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui, mendokumentasikan dan mengkaji tentang pola makan suku Arab di kawasan Ampel, yang meliputi: (1) pola makan warga suku Arab di kawasan Ampel, (2) hidangan populer yang dikonsumsi dan tersedia di kawasan Ampel, dan (3) penyajian hidangan dan tata cara makan warga suku Arab di kawasan Ampel.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dikatakan sebagai penelitian deskriptif karena bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan (Arikunto, 1996). Sedangkan dikatakan sebagai penelitian kualitatif karena mentitikberatkan pada pengkajian fenomena sosial budaya yang menyangkut keberadaan manusia dengan seluruh tingkah laku dan sikapnya sebagai individu dan makhluk sosial (Faisal, 1990: 42). Dalam penelitian ini terdapat upaya mencatat dan mendeskripsikan kondisi–kondisi yang ada pada saat penelitian berlangsung. Penelitian ini tidak menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi yang diperoleh apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti.
Objek penelitian adalah pola makan. Sedangkan fokus penelitiannya adalah apa dan bagaimana pola makan suku Arab mulai dari pola makan (bahan makanan, bumbu, peralatan dan teknik memasak), hidangan popular, penyajian dan tata cara makan hidangan khas Ampel. Sumber data dari penelitian ini adalah sumber data tertulis dan sumber data tak tertulis (informan)
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah: (1) metode observasi, (2)  metode interviu, dan (3) metode dokumentasi. Validitas data digunakan teknik triangulasi metode, peneliti menggunakan berbagai metode pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, pedoman wawancara dan peralatan lain
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik taksonomi. Menurut Erlita (2001) analisis taksonomi adalah fokus penelitian ditetapkan terbatas pada domain tertentu yang sangat berguna dalam upaya mendeskripsikan fenomena atau fokus yang menjadi sasaran semula. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pola makan warga suku Arab difokuskan lagi pada: (1) Pola makan suku Arab di kawasan Ampel, (2) Hidangan populer di kawasan Ampel, dan (3) Penyajian dan tata cara makanan suku Arab di kawasan Ampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
            Lokasi penelitian ini berada di kawasan Ampel Kelurahan Ampel  Kecamatan Semampir yang berada di Kota Surabaya, dengan luas wilayah 38 Ha. Penduduk Ampel berdasarkan Monografi Kelurahan Ampel 2005 berjumlah 17.170 jiwa. Masyarakat Ampel mayoritas beragama Islam, sehingga bahan makanan yang digunakan harus halal (tidak mengkonsumsi daging babi dan alkohol). Tingkat pendidikan warga Ampel dengan lama pendidikan 9 tahun, sebanyak 3548 orang, lebih banyak dibanding dengan warga yang memperoleh pendidikan 12 tahun ke atas (SLTA s/d S2). Warga Ampel memiliki tingkat pendapatan dengan kategori menengah ke atas, walaupun ditemui juga warga dengan tingkat pendapatan rendah.
            Mayoritas pekerjaan warga Ampel adalah wirausaha, khususnya dalam bidang makanan dan pakaian. Bentuk wirausaha makanan tersebut berupa toko yang menjual kue-kue khas Ampel dan makanan tradisional Indonesia, serta rumah makan khas hidangan Ampel.

Jenis Bahan Makanan yang Digunakan
Warga Ampel mayoritas beragama Islam, sehingga bahan yang tersedia tidak mengandung babi serta alkohol. Bahan makan yang biasa digunakan untuk hidangan Khas Ampel biasa diperoleh di pasar-pasar tradisional dan toko-toko sekitar kawasan Ampel. Bahan makanan yang digunakan antara lain: a) Sumber Karbohidrat yang sering dikonsumsi yaitu beras dan gandum, hal ini merupakan pengaruh dari negara Arab yang bahan pokoknya selain beras adalah gandum. Beras biasa diolah menjadi nasi putih, nasi berbumbu, dan lontong. Sedangkan gandum selain berbentuk tepung terigu, juga dimanfaatkan biji gandumnya untuk membuat bubur gandum, b) Sumber protein yang sering dikonsumsi yaitu protein hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani meliputi daging kambing, sapi, ayam, udang, dan ikan. Sedangkan sumber protein nabati yang sering dikonsumsi yaitu tahu, tempe dan kacang-kacangan, c) Sumber vitamin dan mineral yang sering dikonsumsi, antara lain sayur bayam, kangkung, kecambah, tomat, wortel, buncis dan lain sebagainya, sedangkan buah–buahan pada umumnya sama seperti yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia, seperti pepaya, jeruk, apel, rambutan, pisang dan lain sebagainya. 
             Bumbu yang digunakan untuk hidangan khas Ampel tidak jauh berbeda dengan bumbu yang dipakai masyarakat Indonesia, dan dapat diperoleh di pasar tradisional dan toko-toko sekitar Ampel, khususnya yang menjual bumbu-bumbu masakan, antara lain klabet. Menurut Winneke (2001) klabet merupakan bahan bumbu yang banyak dipakai dalam bumbu kari (masakan India) atau gulai (masakan Arab). Penggunaan klabet dalam pengolahan hidangan yaitu disangrai terlebih dahulu, untuk mendapatkan aroma khas klabet, lalu dihaluskan bersama bahan lain.

 

Bumbu-bumbu lainnya merupakan pengaruh dari Arab, India dan Indonesia. Bumbu yang dapat juga dikatakan pengaruh Arab antara lain ketumbar, jinten, pala, cengkeh, kayu manis, kapulaga. Bumbu yang sering digunakan dalam pengolahan hidangan Indonesia, seperti pekak, lada, terasi, petis, asam jawa dan empon–empon. Empon-empon terdiri dari jahe, kunyit, kunci, laos, kencur, daun jeruk purut, dan sereh. Bumbu gule merupakan pengaruh dari hidangan India sejenis dengan bumbu kare dan terdiri dari pala, merica, ketumbar, jinten, cengkeh, kunir, jahe yang dihaluskan. Selain bumbu di atas digunakan juga berbagai macam bawang seperti bawang merah, bawang putih, bawang bombay, daun bawang dan bawang prei.   



Jenis Hidangan Khas Ampel
Hidangan yang sering disajikan di rumah
Makanan pokok yang hampir selalu disajikan di rumah adalah nasi putih, lontong, roti mariam dan roti patah. Hidangan nasi ini hampir selalu ada di setiap rumah., sedangkan lontong, roti mariam dan roti patah sering disajikan bersama hidangan tertentu. Lontong disajikan dengan soto, gulai, mie kuah, tahu campur, gado-gado, serta sebagai lontong bumbu dengan kuah bali, sambal goreng daging dan pelengkapnya. Roti mariam disajikan dengan gulai merah, gulai kuning (sama dengan gulai kacang hijau daging sapi, bedanya gulai kuning tidak mempergunakan kacang hijau dan daging sapi, tetapi daging kambing), serta gulai sayur. Sedangkan roti patah disajikan dengan marak, gulai kuning dan gulai merah.
Lauk pauk yang sering disajikan oleh warga Ampel terbuat dari daging kambing, daging sapi, daging ayam, dan sayuran. Daging kambing lebih sering disajikan di rumah-rumah masyarakat menegah ke atas, hal ini dikarenakan harga daging kambing yang relatif mahal. Warga yang memiliki penyakit darah tinggi atau ingin menjaga kesehatan, jarang mengkonsumsi daging kambing. Hidangan yang terbuat dari daging kambing seperti: gulai kambing, krengsengan, marak, daging kambing bakar, sate kambing, dalca, dan kuah merah. Hidangan yang terbuat dari daging sapi seperti: bali daging, osek daging, sambal goreng daging dan hati, semur, perkedel, sate daging sapi, sup daging, rawon, gulai kacang hijau, soto daging dan lain-lain. Hidangan yang terbuat dari daging ayam, seperti: ayam bumbu rujak, ayam goreng, ayam bakar dan ayam bumbu kecap, sedangkan hidangan yang terbuat dari sayuran, antara lain: cah kangkung, sayur asem, sayur bening, kotokan dan lodeh.
            Acar dan sambal disajikan sebagai penyerta hidangan karena sebagian besar warga Ampel menyukai rasa pedas dan asam. Acar sering disajikan di atas meja makan pada setiap waktu makan, seperti acar kuning, acar timun, acar bawang putih dan acar bawang merah.  

Hidangan yang sering disajikan pada kesempatan khusus 
Hidangan pada bulan Ramadhan
Hidangan yang hampir selalu ada untuk berbuka puasa adalah kurma yang diyakini masyarakat merupakan sunnah Rasulullah Muhammad SAW., yaitu memakan kurma 3 biji saat berbuka. Sedangkan yang sering dibuat atau dijual pada bulan puasa antara lain bubur gandum, harisa, nasi kebuli, martabak, gulai, sambosa, kue srikaya dan jenis kue lain yang ada pada hari biasa. Minuman yang disajikan biasanya es campur, es degan, es blewah, es sirup dan lain-lain.
          
Hidangan Lebaran
          Hidangan yang sering disajikan pada waktu lebaran di sebagian besar rumah warga Ampel, antara lain tahinia atau halwa, kurma, kismis, kacang Arab dan kue kering atau cookies seperti roti nanas, putri salju, kastengel, dan jenis kue kering lainnya. Ada pula hidangan kue dalam potongan kecil seperti roti gulung (roll tart), cake zebra dan lain sebagainya.
           
Hidangan pesta
Hidangan yang sering disajikan untuk acara syukuran adalah nasi kuning dengan lauk pauk serta pelengkapnya, sedangkan hidangan yang sering disajikan untuk pesta pernikahan, ulang tahun dan arisan, yaitu hidangan nasi, mie, roti mariam, lontong, dengan berbagai lauk pauk. Hidangan nasi yang sering disajikan adalah nasi putih, nasi kebuli, nasi tomat, nasi kuning, nasi marak.
          Lauk pauk yang disajikan antara lain sambal goreng hati dan telor puyuh, daging kambing bakar, daging kambing panggang, marak, krengsengan, empal, daging bumbu bali, petis ladeng, ayam bumbu rujak, ayam goreng, gulai kambing atau gulai kuning, gulai kacang ijo, gulai merah kambing dan sate kambing.

Hidangan populer di kawasan Ampel
Makanan pokok dan lauk pauk
Makanan pokok yang digemari oleh warga Ampel dan masyarakat luar, yaitu nasi kebuli, nasi briani, nasi tomat, nasi madura, gulai mariam, gulai kare, kambing bakar, kambing panggang, sate kambing, sate bumbu kelapa.




Makanan selingan
Makanan selingan yang populer dan sangat digemari oleh masyarakat Ampel dan masyarakat yang berkunjung di kawasan Ampel, antara lain pukis ampel, martabak telur, martabak manis, mageli, sambosa, roti mariam, roti patah, roti perancis, shawarma, kebab atau sandwich, kroket, pastel, ketan srikaya, ketan lemper dan lain-lain. Pukis ampel adalah makanan khas Ampel yang berbentuk seperti jamur, berukuran sedang dan besar. Makanan ini disebut pukis ampel, karena hanya dapat dijumpai di kawasan Ampel saja. Selain bentuknya yang unik dan rasanya enak, harganya terjangkau dan dapat dibeli ataupun dipesan untuk dikonsumsi sendiri atau untuk konsumsi pada acara-acara tertentu seperti pesta pernikahan, sunatan, tahlilan dan lain-lain. 



Minuman
Minuman yang populer di kawasan Ampel antara lain kopi arab dan teh rempah atau teh susu, yang disajikan pada saat tertentu saja, seperti bulan puasa, atau pada waktu sore hari dan pada perayaan pernikahan (untuk minum para tamu waktu sore). Minuman ini merupakan pengaruh dari budaya Arab yang sering minum teh dan kopi rempah, sedangkan minuman yang sering dikonsumsi dan dibeli oleh warga Ampel, yaitu kopi, teh, aneka jus, dan berbagai minuman instan.

Teknik Pengolahan Hidangan Khas Ampel
Teknik memasak yang biasa digunakan dalam pengolahan hidangan khas Ampel sama dengan teknik memasak yang digunakan masyarakat Indonesia, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga teknik, yakni:

Memasak dengan panas kering (dry heat cooking)
Yaitu panas yang dikenakan pada bahan makanan bisa dari arah bawah, atas, bawah atas atau sekeliling bahan, tanpa merendam bahan dalam suatu cairan panas, antara lain: a) memanggang (roasting atau baking), seperti membuat cake zebra dan daging panggang, b) barbecue, seperti membuat hidangan sate ayam, daging sapi dan daging kambing, dan c) sangrai, seperti membuat kopi, dan kacang sangrai.

 Memasak dengan panas basah (moist heat cooking)
Yaitu mematangkan bahan makanan dengan cairan sebagai konduktor. Cairan itu dapat berupa air atau kaldu, teknik ini antara lain: a) merebus, seperti membuat sup, b) menggulai, seperti hidangan setup pisang, c) mengukus (steaming), seperti hidangan nasi, lontong, roti kukus dan hidangan lain.

Memasak dengan panas lemak atau minyak (fat cooking)
Yaitu mematangkan bahan makanan dalam cairan minyak panas baik dalam jumlah banyak maupun jumlah sedikit. Yang termasuk teknik ini antara lain: a) memasak dengan minyak banyak (deep frying), seperti menggoreng donat, sambosa, keroket, b) memasak dengan minyak sedikit (shallow frying), seperti membuat shawarma, dadar, roti mariam, dan c) menumis (saute), seperti menumis bumbu dan membuat hidangan masak mekkah.
Peralatan memasak yang biasa digunakan untuk persiapan dan pengolahan hidangan khas Ampel, sama dengan peralatan memasak yang biasa dipakai masyarakat Indonesia pada umumnya.




Cara Penyajian dan Tata Cara Makan Hidangan Khas Ampel
Cara Penyajian dan tata makan hidangan khas Ampel dipengaruhi oleh Arab, India dan Indonesia. cara penyajian dan tata cara makan hidangan khas Ampel dalam keluarga, jamuan-jamuan tertentu dan di restoran terdapat beberapa perbedaan, yaitu:

Dalam Keluarga
Warga Ampel lebih suka makan bersama keluarga. Warga Ampel makan tidak selalu mempergunakan sendok dan garpu, tetapi dengan tangan, yaitu dengan mengunakan tiga jari yang dirapatkan. Warga Ampel makan dimana dalam satu piring terdapat nasi beserta lauk pauknya, tanpa mempergunakan urutan makan (grade of courses). Warga Ampel juga tidak harus makan di meja makan dengan mengunakan kursi, namun terkadang dengan duduk di atas lantai yang telah diberi alas, yang biasa mereka sebut babut atau permadani, atau di atas karpet maupun tikar.
Terkadang hidangan yang disajikan adalah hidangan hari sebelumnya karena warga Ampel selalu membuat hidangan dalam jumlah banyak, untuk mempersiapkan jika ada tamu atau sanak keluarga yang datang. Makanan disajikan sederhana dalam pinggan-pinggan di atas meja makan yang selalu disiapkan.  Nasi putih panas disajikan di atas meja, lauk pauk seperti hidangan daging dan hidangan sayuran, hidangan pelengkap seperti kerupuk, acar, sambal dan lalapan. Di atas meja makan juga disiapkan beberapa piring, sendok, garpu dan gelas. 

Pada kesempatan khusus
            Penyajian makanan dan tata cara makan warga Ampel sama dengan penyajian untuk hidangan di rumah sendiri, namun untuk jamuan tertentu yang diadakan oleh warga Ampel yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas, biasanya menggunakan sistem prasmanan yang sama dengan sistem prasmanan masyarakat Indonesia pada umumnya, dengan berbagai pilihan hidangan, dengan variasi bahan olahan dan rasa.
Sedangkan penyajian untuk makanan selingan seperti kue atau roti, dikemas dalam wadah kotak yang terbuat dari kertas, untuk dibawa pulang oleh para tamu sebagai oleh-oleh. Namun ada juga kue atau roti seperti kue lapis, empek-empek, pastel, aneka cake yang dipotong-potong, pudak, puding, lumpur, dan makanan selingan lain, yang disajikan di atas piring-piring saji (dessert plate) atau biasa disebut makanan rampatan oleh warga Ampel, untuk disajikan kepada para tamu.


  

Minumannya seperti teh, kopi, kopi Arab, teh rempah, dan teh susu dan selalu disertakan dengan hidangan ringan seperti mageli, sambosa, pastel, pudding, kroket dan berbagai jenis kue dan roti lain seperti roti manis serta tart mini.

Di restoran atau tempat menjual hidangan khas Ampel
Di restoran atau rumah makan tempat menjual gulai mariam, penyajian biasanya dipisahkan antara kuah gulai dengan mariam atau lontongnya karena disesuaikan dengan selera konsumen. Sedangkan hidangan nasi selalu disajikan, dalam keadaan sudah diporsi dengan lauk pauknya, namun ada juga rumah makan yang penyajian nasi dan lauk pauknya dipisah, agar konsumen bebas mengambil hidangan yang diinginkan sesuai pesanan.

Distribusi Makan dalam Sehari
Makan pagi
Waktu makan masyarakat Ampel umumnya pada pukul 06.00-09.00 WIB. Sebagian warga Ampel makan setelah jalan-jalan pagi selesai solat subuh. Menu makan pagi warga Ampel adalah nasi goreng, nasi soto, gulai mariam, serta  kue-kue yang juga menjadi menu hidangan favorit masyarakat Indonesia.


Makan siang
Waktu makan siang warga Ampel sekitar pukul 12.00-14.00 WIB. Menu utama warga Ampel adalah nasi putih yang disajikan dengan beberapa hidangan. Selain hidangan daging warga Ampel juga mengkonsumsi hidangan sayuran. Hidangan sayuran yang sering disajikan antara lain: sayur kotokan, sayur lodeh nangka muda, cah sayuran atau tumisan sayuran, dan lain-lain.
Pada hari jum’at terutama setelah sholat jum’at, beberapa warga sering mengundang makan siang bersama. Hidangan yang sering disajikan adalah nasi kebuli atau nasi tomat, beserta daging kambing yang diolah dengan bumbu nasi kebuli atau krengsengan, marak, kabab, dan hidangan-hidangan menarik lainnya. Buah–buahan disajikan sebagai hidangan penutup, Sedangkan minuman yang disajikan adalah air putih, sirup, teh dan kopi. 

Makan malam
Waktu makan warga Ampel pada sekitar pukul 18.30-20.00 WIB. Menu  yang disajikan pada waktu makan malam seringkali hampir sama dengan hidangan untuk makan siang. Kadang mereka juga menyajikan hidangan sate, gulai kambing, dan martabak, yang pada umumnya mereka beli (tidak memasak sendiri). Minumannya adalah air putih.

Makanan Selingan
Warga Ampel sangat menyukai mengkonsumsi makanan selingan, di setiap waktu sengangnya, biasanya sekitar pukul 10.00 pagi, 16.00 sore dan bahkan pada malam hari. Jenis-jenis kue yang sering dikonsumsi sebagai makanan selingan dan pendamping minum teh atau kopi, terdiri dari kue manis dan kue asin. Kue manis seperti pukis Ampel, untok-untok (roti goreng isi kacang hijau), lumpur, selong (serabi). Sedangkan kue asin seperti roti mariam, ote-ote, sambosa, kroket, serta jenis kue lain yang biasa dikonsumsi mayarakat Indonesia.

Minuman
Masyarakat suku Arab di kawasan Ampel sangat menyukai minum kopi dan teh yang telah di beri rempah-rempah seperti cengkeh, kapulaga, kayu manis dan rempah lain. Selain itu masyarakat Ampel juga menyukai minuman dingin seperti es teler, dawet dan aneka jus.

KESIMPULAN  DAN SARAN
            Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pola makan warga suku Arab di Ampel ada delapan penjelasan. Pertama, yaitu bahan makanan yang biasa digunakan adalah beras, gandum, daging ayam, daging kambing, daging sapi, ikan, udang, tahu, tempe, kacang-kacangan dan sayur-sayuran. Kedua, bumbu yang digunakan adalah semua bahan bumbu yang sering kita gunakan, termasuk klabet dan bumbu gule. Ketiga, teknik dan peralatan memasak yang sering digunakan sama dengan peralatan yang digunakan masyarakat Indonesia pada umumnya. Keempat, menu makan pagi mereka adalah nasi goreng, kue-kue yang dibeli dari penjual keliling, gulai mariam, soto, pecel yang dibeli di warung-warung, dan lain-lain.  Kelima, menu makan siang misalnya hidangan daging kambing dan sayur atau hidangan Indonesia pada umumnya. Setelah sholat jum’at seringkali ada undangan makan bersama dengan hidangan khas Ampel yaitu daging kambing yang diolah berbagai macam hidangan. Keenam, menu makan malam pada umumnya merupakan hidangan yang telah disajikan di siang hari, atau ada juga hidangan yang baru dimasak. Ketujuh, menu makan selingan mereka, antara lain berasa manis dan asin. Makanan selingan yang berasa manis, seperti kue lapis tepung beras, asida dan lain-lain. Sedangkan makanan selingan yang berasa asin, seperti sambosa, dan kue-kue Indonesia.
2.      Hidangan populer yang dikonsumsi warga suku Arab di kawasan Ampel yaitu hampir sama dengan hidangan yang sering disajikan di rumah-rumah masyarakat Indonesia pada umumnya, hanya saja terdapat beberapa jenis hidangan yang agak berbeda atau jenis hidangannya sama tetapi bahan atau pengolahannya yang agak berbeda dengan hidangan yang biasa disajikan oleh masyarakat Indonesia asli pada umumnya, seperti sambosa, shawarma, kebab, mageli dan lain-lain.
3.      Penyajian makanan dan tata cara makan warga suku Arab di kawasan Ampel adalah mereka lebih suka makan bersama keluarga tidak selalu mempergunakan sendok dan garpu, tetapi makan dengan tangan yaitu dengan tiga jari tangan kanan. Mereka makan juga tidak selalu di meja makan, namun di atas tikar atau permadani yang dihamparkan di atas lantai.

B.     SARAN
            Saran yang dapat dikemukakan antara lain: (1) Pola makan warga suku Arab di kawasan Ampel perlu dilestarikan keberadaaanya, karena memiliki hidangan-hidangan yang cukup beragam dan khas, dan (2) Penelitian lanjutan yang lebih mendalam perlu untuk mengetahui pola makan, hidangan populer, dan penyajian serta tata cara makan, secara lebih baik dan komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
Andayani, S. dan Nurlaela, L. 2003. Studi Pola Konsumsi & Nilai Sosial Makanan Traditional, Semanggi Di Kotamadia Surabaya. Laporan Penelitian tidak dipublikasikan.
Erlita, U. 2001. Studi Tentang Pelaksanaan Upacara Piodalan di Pura Mandhara Giri Semeru Agung Lumajang. Skripsi. Universitas Negeri Surabaya.
Handayani, S 1994. Pangan dan Gizi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hashash, Ramez. 1998. Lezat & Halal Hidangan Arab. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Idrus, H.A. 1994. 64 Resep Spesial Masakan Padang. Solo: CV Aneka Solo.
Khumaidi, M. 1994. Gizi Mayarakat. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia
Sanjur, Diva. 1997. Social and Cultural Perspectives In Nutrition. Prentice Hall, Wc., Englewood Cliffs, N.J. 07632.
Sanmugani, Devagi. North Indian Cooking. Periplus.
Santoso, Sugeng, & Ranti, A. 1999. Kesehatan & Gizi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suhardjo. 1996. Berbagai cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Winarni, Astriati. 1991. Dasar Tatalaksana Boga. Surabaya: Departemen Pendidikan & Kebudayaan IKIP Surabaya.
Winneke, Odilia & Rinto, H. 2001. Kamus Lengkap Bumbu Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sabtu, 06 April 2013

Ke Talaud Lagi (1)

Pukul 17.00 WITA. Lion Air yang kami tumpangi mendarat dengan mulus. Bandara Sam Ratulangi muram. Landasan basah. Mendung gelap. Lampu-lampu di sepanjang landasan pacu sudah dinyalakan meski senja belum turun. 

Hujan deras sudah kami rasakan sejak sekitar tiga puluh menit sebelum kami mendarat tadi. Kaca pesawat dipenuhi dengan garis-garis air. Gumpalan awan seperti kapas tebal, putih berselang-seling kelabu. Menjelang pesawat turun, bukit-bukit, perkebunan kelapa, laut, gereja-gereja, rumah-rumah, dan jalan serta sungai kecil yang berkelok-kelok, menggantikan hamparan awan tebal itu. Meski begitu, barisan air di kaca jendela pesawat tidak juga hilang.

Sore ini rombongan kami adalah Rektor Unesa, Prof. Dr. Muchlas Samani; Pembantu Direktur I Program Pendidikan Profesi Guru (P3G) Unesa, Dr. Raden Sulaiman; Tim monev SM-3T, Dr. Trisakti dan Drs. Yoyok Yermiandhoko, M.Pd; dan saya sendiri. Malam ini kami hanya transit saja di Menado ini. Besok pagi, kami akan melanjutkan penerbangan ke Talaud, dan sampai hari Rabu, 10 April 2013, kami akan melaksanakan monev SM-3T.

Pada Oktober 2012 yang lalu, saya dan tim telah mengantarkan mereka, para peserta SM-3T,  untuk melaksanakan tugas pengabdian mereka. Lebih dari lima bulan sudah berlalu. Saatnya untuk bertemu mereka, melihat sekolah-sekolah, menyapa guru-guru dan masyarakat, dan memastikan semuanya baik-baik saja....


Menado, 7 April 2013

Wassalam,
LN

Jumat, 05 April 2013

Tentang Kemampuan Membaca


Luthfiyah Nurlaela

Kemampuan membaca menjadi dasar utama tidak saja bagi pembelajaran bahasa, tapi juga bagi semua mata pelajaran. Dengan membaca, siswa dapat memperoleh pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan daya nalar, sosial, dan emosionalnya.
Tentang membaca, beberapa ahli mendefinisikan dengan cara yang agak berbeda, namun pada dasarnya terdapat satu persepsi tentang membaca, yaitu merupakan suatu proses. Allen dan Vallete (1977) mengemukakan bahwa membaca adalah sebuah proses yang berkembang (a developmental process). Pada tahap awal, membaca sebagai suatu pengenalan simbol-simbol huruf cetak (word recognition) yang terdapat dalam sebuah wacana. Dari membaca huruf per huruf, kata per kata, kalimat per kalimat, kemudian berlanjut membaca paragraf per paragraf dan esei pendek (Sugiarto, 2001). Relevan dengan pendapat tersebut adalah sebagaimana dikemukakan Calfee dan Drum (1986), yang menyatakan bahwa komponen proses membaca meliputi pengkodean (decoding), kosa kata (vocabulary), pemahaman kalimat (sentence comprehension), pemahaman paragraf (paragraph comprehension), dan pemahaman bacaan (text comprehension).
Dengan demikian membaca merupakan suatu kombinasi dari pengenalan huruf, intelektual, emosi, yang dihubungkan dengan pengetahuan si pembaca  (knowledge background) untuk memahami suatu pesan yang tertulis (Kustaryo, 1988). Bagi seorang pemula seperti anak-anak, membaca berarti mengenali simbol dari sebuah bahasa. Pemahaman bacaan secara bertahap akan dimiliki setelah tahap word recognition ini dikuasai. Membaca juga diartikan sebagai suatu proses mental atau proses kognitif, yang dalam proses tersebut seorang pembaca diharapkan bisa mengikuti dan merespon pesan penulis (Davies, 1997).
Bagaimana seorang anak belajar membaca? Setidaknya ada empat jawaban untuk pertanyaan tersebut (Calfee & Drum, 1986): (1) membaca sebagai proses alamiah, seperti halnya belajar berbicara; (2)  membaca melalui serangkaian tahap; (3) membaca merupakan penguasaan  keterampilan-keterampilan khusus; dan (4) membaca merupakan aktivitas formal.
Sebagai proses alamiah, penyediaan bahan bacaan dan aktivitas yang telah dikenali siswa adalah penting, karena anak-anak harus berurusan dengan konsep dan struktur yang telah sedikit mereka mengerti. Applebee dan Langer (1983, dalam Calfee & Drum, 1986) memfokuskan pada tugas-tugas bahasa yang dihadapi siswa, dan mengusulkan supaya guru menyediakan kerangka konseptual atau scaffolding untuk memberi bantuan pada siswa. Tingkat bantuan tersebut adalah penting. Soal-soal ”isilah titik-titik” dengan soal-soal esei memberikan bantuan yang berbeda; yang pertama menyediakan bantuan terlalu banyak dan yang kedua terlalu sedikit. Applebee dan Langer menyarankan tingkat bantuan yang cukup atau sedang, yang memberi siswa bimbingan hanya sebanyak yang mereka perlukan, misalnya diskusi tentang suatu bacaan atau definisi suatu kata.
Teori bertahap (stage theory) menurut Chall (1983, dalam Calfee & Drum, 1986), mengajukan model enam-tahap penguasaan membaca. Tahap-tahap tersebut meliputi: (1) tahap 0, prereading, usia lahir - 6 tahun; (2) tahap 1, initial reading atau decoding, usia 6-7 tahun; (3) tahap 2, fluency, usia 7-8 tahun; (4) tahap 3, reading to learn; (5) tahap 4, multiple viewpoints, usia sekolah menengah; (6) tahap 5, reconstruction, pendidikan tinggi. Sesuai dengan tahap-tahap tersebut, maka anak yang baru mulai belajar membaca memasuki tahap initial reading dan fluency. Pada tahap ini, yang perlu ditekankan adalah bagaimana anak mengenali dan membaca huruf, untuk kemudian memahami konten dari bacaan yang berkaitan dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah sebelumnya mereka ketahui dan alami.
Membaca dikatakan sebagai penguasaan keterampilan-keterampilan khusus karena membaca merupakan sekumpulan tujuan atau keterampilan yang ditentukan secara tepat. Masalah pengkodean, kosa kata, pemahaman bacaan, merupakan tujuan dan keterampilan membaca. Aktivitas biasanya dimulai dengan kajian beberapa kata dari bacaan, membaca sebuah cerita, diselingi pertanyaan-pertanyaan tentang detil dan kesimpulan dari bacaan, dan makna kata berdasarkan konteks.
Membaca sebagai aktivitas formal memadukan psikologi kognitif dan teori kurikulum. Model ini bermula dari asumsi bahwa arsitektur pikiran (minds) adalah sangat sederhana. Apa yang kemudian membuat pikiran menjadi menarik dan kompleks adalah kandungannya, struktur mental yang mendasari kinerja dan pengetahuan. Sebagian struktur tersebut—contohnya adalah apa yang diketahui seseorang tentang restoran—terjadi melalui pembelajaran alamiah. Lainnya, misalnya apa yang diketahui seseorang tentang diagram kalimat, dihasilkan dari pengajaran formal. Pada ujung kedua kontinum tersebut, hasil akhirnya adalah representasi mental, tubuh pengetahuan, dibentuk oleh pikiran dengan lebih banyak atau lebih sedikit struktur yang saling bertalian (Calfee & Drum, 1986). 
            Tujuan utama pengajaran membaca adalah untuk membantu anak memahami apa yang mereka baca sehingga mereka dapat bergerak dari “belajar untuk membaca” ke “membaca untuk belajar” (Mautone, dkk., 2003; Torgesen, 1998). Kemampuan membaca permulaan (early literacy) pada anak sangat dipengaruhi oleh keterlibatan keluarga (de Jong dan Leseman, 2001; Senechal dan LeFevre, 2002; Sheldon, 2002).  Kesempatan dan kualitas pengajaran membaca di rumah, sekaligus kesempatan dan kualitas interaksi sosial-emosional selama aktivitas non-literacy secara signifikan berkorelasi dengan pengkodean  (decoding). Kebiasaan memberikan tugas untuk membaca buku cerita di rumah dengan melibatkan orang tua juga secara signifikan mampu mengembangkan keterampilan membaca dan berbahasa siswa.
Kemampuan membaca siswa juga dipengaruhi oleh pendidikan sebelumnya. Beberapa temuan penelitian tentang kemampuan membaca anak SD kelas 1 menunjukkan bahwa pada umumnya siswa yang pernah bersekolah di TK kemampuan membacanya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak bersekolah TK. Hal tersebut antara lain disebabkan karena kesiapan belajar membaca mereka yang meliputi pengenalan huruf dan sosialisasi dengan teman sebaya, lebih baik daripada mereka yang tidak pernah bersekolah di TK (Sammons, dkk., 2004; Leppanen, dkk., 2004).
MacGilchrist (1997) mengemukakan terdapat satu temuan penting tentang peranan membaca, di mana tingkat kemampuan siswa pada usia 7 tahun merupakan prediktor yang baik atas tingkat pencapaiannya di masa yang akan datang.  Sebuah hubungan  diperoleh antara kemampuan membaca pada usia 7 tahun dan tingkat prestasi ujian pada usia 16 tahun.  
            Kemampuan membaca bahkan didinilai mempengaruhi sikap agresif siswa sekolah dasar. Sebuah penelitian yang dilakukan selama enam tahun (1996-2002) oleh Sarah Miles dan Deborah Stipek dari Stanford University School of Education, menemukan bahwa anak kelas 1 SD yang kemampuan membacanya relatif rendah, saat di kelas 3 cenderung memiliki tingkat agresivitas tinggi (Witdarmono, 2006). Siswa kelas 3 yang memiliki kemampuan membaca rendah, juga cenderung memiliki sikap agresif tinggi saat kelas 5. Sifat agresif dalam hal ini meliputi suka berkelahi, tidak sabar, suka mengganggu, dan kebiasaan menekan anak lain (bullying).  Menurut kedua peneliti tersebut, bersamaan dengan tingkat pergaulan, anak-anak yang berkemampuan membaca rendah mengalami tingkat frustrasi yang menumpuk, dan hal itulah yang menyebabkan mereka menjadi agresif.
Sebaliknya, ada keterkaitan antara sikap sosial dan kemampuan membaca. Sikap sosial dalam hal ini meliputi sikap suka menolong, mengerti perasaan orang lain, memiliki empati, memiliki perhatian pada orang yang sedang kesusahan, dan suka menolong/menghibur teman yang kecewa. Anak-anak yang memiliki sikap sosial yang baik saat kelas 1 SD biasanya lebih mampu mengembangkan kemampuan membacanya di kelas 3 dan 5.
Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan betapa pentingnya pendidikan dan pengajaran yang efektif dalam kemampuan membaca pada jenjang-jenjang awal SD. Tepatlah jika dikatakan oleh Farr (1984, dalam Harjasujana, 2006) yang menekankan pentingnya membaca dalam sebuah kalimat “reading is the heart of education”.
            Bila penelitian di atas dilakukan bagi anak usia SD (5-9 tahun), bagaimana dengan kemampuan membaca pada anak usia 9-14 tahun? Programme for International Student Assesment (PISA) yang bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan dan keterampilan anak usia 14-15 tahun (usia akhir wajib belajar), meneliti anak-anak dari 29 negara maju dan berkembang. Penelitian PISA dilakukan tiga tahun dengan fokus yang berbeda-beda, tetapi saling bersinambungan. Fokus tahun 2000 (32 negara) adalah reading literacy. Fokus tahun 2003 (40 negara) adalah mathematical literacy dan problem solving. Selanjutnya fokus tahun 2006 (57 negara)  adalah scientific literacy. Hasil penelitian tahun 2003, Indonesia berada pada peringkat terbawah dalam kemampuan membaca. Tiga besar teratas diduduki Finlandia, Korea dan Kanada. Bagi Indonesia, ini berarti dari lima tingkat kemampuan membaca model PISA, kemampuan anak-anak Indonesia berada pada tingkat satu. Artinya, hanya mampu memahami satu atau beberapa informasi pada teks yang tersedia. Kemampuan untuk menafsirkan, menilai, atau menghubungkan isi teks dengan situasi di luar terbatas pada pengalaman hidup umum. Akibatnya, anak-anak akan sulit memakai kemampuan membaca untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan pada bidang lain. Keadaan ini mengakibatkan pada usia 19-20 tahun, mereka mungkin baru mampu menyelesaikan SMA-nya. Atau jika pada usia itu sudah bekerja, besar kemungkinan untuk tersisih dalam persaingan lapangan kerja. Situasi semacam ini tentu mudah menyebabkan harga diri mereka turun dan memicu untuk memusuhi masyarakat dan lingkungan sekitar (Rutter dan Giller, 1983, dalam Witdarmono, 2006).
Begitu pentingnya kemampuan membaca, sehingga perlu diupayakan ketersediaan lingkungan belajar yang kondusif, sehingga dapat menciptakan generasi yang literat. Sistem pendidikan perlu direformasi agar mampu mengembangkan kemampuan literasi anak sejak dini. Pembelajaran harus lebih diarahkan pada pengembangan kreativitas dan daya pikir siswa. Mulai SD, anak-anak harus sudah dibiasakan dengan tugas membaca. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pembelajaran konvensional yang kurang mendorong tumbuhnya minat dan kebiasaan membaca seharusnya diperbaiki. Model-model pembelajaran yang lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang literat, yang bisa meningkatkan kemampuan membaca siswa, harus diterapkan secara meluas.
Pembelajaran membaca seharusnya menjadi hal yang menyenangkan bagi anak. Banyak guru yang menuntut anak untuk secepatnya lancar membaca, sekalipun anak masih kelas 1 SD, bahkan masih duduk di TK. Belajar bagi anak akhirnya merupakan sesuatu yang menjemukan, menyebabkan anak malas ke sekolah, dan stres. Di sisi lain, membaca pada anak kelas 1 SD adalah membaca permulaan (initial reading) yang ditekankan pada mengenal dan membaca huruf (decoding). Dengan praktek, anak tidak lama berada pada tahap tersebut, mereka akan mulai memusatkan perhatian pada konten. Namun, sebagaimana yang dikatakan Calfee dan Drum (1986), membaca pada tahap tersebut bukanlah untuk memperoleh informasi baru, melainkan untuk mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui anak. Ini berarti, pembelajaran harus kontekstual, sesuai dengan tahap perkembangan anak, dan tentu saja menyenangkan dan bermakna.  Namun sayangnya, guru seringkali “tidak sempat” lagi berpikir tentang bagaimana membawakan pembelajaran yang memenuhi ciri tersebut, karena mereka lebih berorientasi pada bagaimana menuntaskan materi yang telah ditargetkan oleh kurikulum. Hal ini adalah persoalan umum yang terjadi di dunia pendidikan kita, di semua jenjang, sehingga tidak salah bila dikatakan pendidikan lebih banyak menggarap sisi intelektual siswa, namun kurang menyentuh sisi emosional dan spiritualnya.
Salah satu faktor penentu minat baca adalah bentuk fisik buku. Ilustrasi, warna, format, dan jenis cetakan, merupakan ciri-ciri buku yang mempengaruhi pilihan anak (Winihasih, 1999). Pada umumnya, anak menyukai buku-buku yang memiliki banyak ilustrasi gambar berwarna-warni. Buku yang dicetak dengan format menarik dengan jenis cetakan yang serasi akan menjadi buku pilihan anak. Membaca buku pada anak dapat mengembangkan  konsep dan pengalaman (Winiasih, 1999). Dengan adanya konsep dan pengalaman yang luas dapat meningkatkan kemampuan membaca anak. Berkaitan dengan pembelajaran membaca, penyediaan lingkungan yang memungkinkan siswa untuk berproses secara alamiah, dengan memperhatikan apa yang seharusnya dilakukan pada setiap tahap penguasaan membaca, akan sangat membantu mengembangkan kemampuan membaca siswa sebagaimana yang diharapkan.