Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Selasa, 09 April 2013

Ke Talaud Lagi (5): Bertemu Bupati

Pukul 07.30. Kami sudah siap di teras Hotel Meysan (sebenarnya bukan hotel, tapi homestay). Pak Rektor, Pak Sulaiman dan pak Yoyok sedang menikmati kopi dan sepotong roti. Saya dan bu Trisaksi menikmati teh manis. 

Tak berapa lama Dani dan Abner datang bersama mobil mereka. Kami pun bersiap. Dani dan Abner membantu memasukkan bagasi kami ke mobil. Pak Sulaiman membereskan pembayaran hotel.

Beo masih sepi ketika kami keluar dari halaman hotel Meysan. Belum ada warung buka. Keinginan kami untuk sarapan nasi kuning harus tertunda. Pagi ini kami diagendakan bertemu bupati. Maka kami pun meluncur langsung ke Melongwane, dalam guyuran gerimis yang rapat.

Di tengah perjalanan, bu Suzan mengabari bahwa bupati ada tamu mendadak dari Kejati. Terpaksa pertemuan kami tertunda beberapa saat karena bupati menginginkan bisa bertemu pak Rektor secara khusus di rumah dinas beliau. Tentu saja setelah acara dengan Kejati. Kami akhirnya mampir di rumah Ibu Yeti, sekdinas, di sana hanya sebentar, kemudian lanjut ke rumah makan Panorama di pinggir pantai. Sarapan. Menunya ikan bakar, ca sayur dan, tentu saja, dabu-dabu. Karena memang lagi lapar-laparnya, semua hidangan di atas meja habis. Apalagi pantai yang penuh perahu dan speedboat menjadi pemandangan cantik yang menemani makan pagi kami. Perut lapar, makanan enak, dan pemandangan laut yang indah. Lengkap.

Baru beberapa menit kami menyelesaikan makan pagi kami ditelepon bu Suzan kalau kami ditunggu di rumah ibu Yeti untuk makan pagi. Waduh. Undangan makan yang tidak terlalu pas waktunya, karena perut kami sudah penuh semua. Tapi supaya tidak mengecewakan, kami tetap memenuhi undangan bu Yeti, hitung-hitung sambil menunggu kedatangan bupati. Pak Yoyok menyediakan diri untuk meluncur ke bandara, check in, karena siang ini kami akan terbang ke Menado lanjut ke Surabaya. Kami khawatir kalau kami tidak check in dulu, seat kami tidak aman. Pengalaman kami, di kota kecil, dengan penerbangan yang sangat terbatas, main serobot untuk mendapatkan seat di pesawat adalah hal yang lazim, maka lebih cepat check in lebih baik. 

Dari rumah ibu Yeti yang indah, kami menuju rumah dinas bupati. Ternyata bupati belum tiba. Kami disilakan duduk di ruang tamunya yang luas dan bersih. 

Tak berapa lama, terdengarlah deru mobil di luar. Sosok itu muncul. Berbusana T-shirt kuning, bercelana jeans, berkaca mata hitam. Posturnya tidak terlalu tinggi, badannya tegap. Itulah Drs. Costantine Ganggali, MM, bupati Kepulauan Talaud. Beliau mengulurkan tangan, menyapa kami ramah, menyilakan kami kembali duduk, sementara beliau pamit masuk ke dalam rumah dulu sebentar, diikuti ajudannya. Sejurus kemudian beliau keluar lagi, masih dengan busana yang sama, hanya sudah tidak berkaca mata hitam lagi.

Dialog antara bupati, rektor, kami semua pun, berjalan dengan gayeng. Ada beberapa hal penting yang kemudian disepakati untuk ditindaklanjuti. Selain tentang keberlanjutan program SM-3T di Talaud, juga tentang kerja sama program untuk 'ngopeni' siswa-siswa yang berprestasi tapi tidak mampu. Secara teknis, pak Rektor menyerahkannya ke saya dan teman-teman untuk mewujudkan kerja sama tersebut.

Akhirnya kami pamit setelah pak Rektor menyerahkan sejumlah buku dan cindera mata untuk bupati. Pak Yoyok sudah mengabarkan dari bandara kalau check in sudah beres. Hari ini kami akan terbang dengan Wings Air menuju Menado. Transit sekitar tiga jam, kemudian terbang lagi menuju Surabaya. Diperkirakan jam 19.00 WIB nanti kami akan tiba di Surabaya.

Semoga lancar perjalanan...
Amin YRA.

Melongwane, 10 April 2013

Wassalam,
LN

Ke Talaud Lagi (4): Lagi, Disambut dengan Upacara Adat

Sebuah sekolah di kaki bukit nan indah...
Perjalanan monev kami mulai lagi. Start dari hotel Meysan di Beo, kami berangkat menyusur sisi timur. Waktu menunjukkan pukul 07.15 ketika kami mencapai Kecamatan Rainis, hanya sekitar 15 menit dari Beo. Hanya sekitar 15 menit itu juga kami menikmati jalan beraspal yang relatif mulus. Setelah itu jalan tetap beraspal, namun kondisinya yang rusak di mana-mana lagi-lagi membuat tubuh kami kembali terkocok-kocok di dalam mobil.

Di mobil kami ada pak Rektor, saya, bu Suzan, serta Dani yang mengemudikan mobil. Pak Yoyok bergabung di mobil satunya, bersama bu Trisakti dan pak Sulaiman. Bu Suzan adalah Kasi SD dan SMP Dinas Dikpora, hari ini perempuan cantik dan gesit itu bisa mendampingi kami untuk melakukan perjalanan monev. 

Kemarin, laut yang indah ada  di sisi kiri kami karena kami menyusur sisi barat Talaud. Hari ini, laut yang indah ada di sisi kanan kami. Kadang kilaunya tertutup oleh barisan pohon kelapa, pohon pisang dan hutan jati yang rapat. Meski semalaman hujan deras, bahkan sampai pukul 05.00 pagi tadi, nampaknya matahari yang pagi ini bersinar terang menjanjikan kecerahan. Mudah-mudahan benar-benar cerah sepanjang hari, karena ada beberapa penggal perjalanan yang tidak bisa kami tempuh dengan mobil, tapi dengan bersepeda motor. 

Di Kabupaten Kepulauan Talaud ada 115 SD, 40 SMP, 16 SMA/SMK, dan 91 TK. Tersebar di 19 kecamatan, yang terdiri dari 142 desa dan 12 kelurahan. Jumlah guru seluruhnya sekitar 2000 orang namun pada tahun ini akan segera berkurang sekitar 200 orang karena pensiun. Sebagian besar guru sudah memenuhi kualifikasi S1/D4, tidak lebih dari dua persen yang belum memenuhi. 

Sekolah yang pertama kali kami kunjungi adalah SMP Satap 1 Rainis. Ada dua peserta SM-3T yang ditugaskan di sekolah tersebut, Fatim dan Anis. Selain mereka berdua, ada juga Ririn, yang sebenarnya bertugas di SDN Inpres Pulutan. Namun karena rute ke Pulutan terlalu jauh dan sangat beda arah, maka Ririn merapat ke Rainis supaya kami bisa bertemu. Ketiga anak manis itu cerah-cerah wajahnya, lebih cantik dari saat pertama kami melihatnya dulu. Ketika kami menanyakan apa ada masalah yang mereka ingin sampaikan, dengan yakin mereka menjawab, 'tidak, ibu. Kami semua baik-baik saja di sini. Kami su krasan, su gemuk semua...'.

Agak lama juga kami berada di sekolah itu. Saya lebih banyak mendampingi pak Rektor berdialog dengan kepala sekolah, guru-guru dan peserta SM-3T. Pak Yoyok, bu Trisakti dan pak Sulaeman lebih banyak memanfaatkan waktu berdialog dengan para siswa, masuk ke kelas-kelas mereka, bercanda, bernyanyi-nyanyi. Saya sempat sebentar bergabung bersama mereka namun segera kembali ke ruang kepala sekolah menemani pak Rektor.

Sekitar pukul 08.45 kami melanjutkan perjalanan lagi setelah menikmati kue-kue sederhana khas Rainis, juga sepotong dua potong buah pepaya. Hanya sekitar lima belas menit kemudian kami sudah mencapai desa Tuabatu. Sebuah desa yang indah, dengan rumah-rumah sederhana yang pekarangannya penuh dengan tanaman, terutama pohon jeruk limau (di sini disebut 'bosa). Gereja-gereja adalah bangunan yang sangat menonjol di antara rumah-rumah yang bersih itu.

Kami tiba di SDK Sion Tuabatu pada sekitar pukul 09.30. Bertemu dengan dua peserta SM-3T yang manis-manis, Yuni dan Tetta. Dua makhluk mungil itu basah matanya ketika saya memeluknya. Mereka tidak ada masalah apa pun dengan sekolah, dengan masyarakat. Mereka hanya kangen pada rumah. Kangen pada ayah ibu, dengan saudara-saudara, teman-teman. Kangen makan masakan ibu. Kangen makan bakso. 

Setelah berdialog dengan ibu kepala sekolah dan guru-guru, kami menikmati hidangan yang sudah disiapkan. Meski perut kenyang, tapi pantang menolak. Herannya, meski perut kenyang, kami makan banyak juga: kupat, cakalang masak santan, ikan goreng bumbu, oseng kangkung campur indomie, kue cucur, kue mangkuk dan teh manis.

SMP 3 Rainis kami kunjungi setengah jam kemudian, dengan mengendarai motor, karena kami harus melanggar sungai dengan menaiki rakit. Enam motor tersebut milik para guru dan masyarakat setempat, pengendaranya juga mereka semua. Mobil kami parkir di SDK Sion. Di SMP 3 Rainis, kami bertemu Venta. Cowok ngganteng dari prodi Pendidikan Jasmani itu menyambut kami dengan senyum cerahnya. Baju olah raganya mengesankan dia sedang mengajar dan betapa dia menikmatinya.

TK-SDN Satap Binalang kami kunjungi pada pukul 10.45. Tentu saja dengan mengendarai sepeda motor. Juga menyeberang sungai dengan menaiki rakit. Rakitnya ditarik oleh dua orang tenaga manusia, bapak-bapak, dan hanya bisa mengangkut sebuah sepeda motor plus tiga orang sekali jalan. Lebih dari itu sudah overload. Sebenarnya waktu tempuhnya tidak lebih dari lima menit, namun karena rakit harus bolak-balik menjemput dan mengantar kami, maka waktu yang diperlukan lumayan juga. Sekitar tiga puluh menit. 

Peserta SM-3T yang bertugas di sekolah ini adalah Yogi Sumarsono, dari prodi PKn. Wajah manisnya nampak bahagia dan tidak menyimpan masalah. Kata kepala sekolah dan guru-guru, dia sangat rajin, tidak pernah membolos, dan sudah pernah masuk ke semua kelas. Kepala sekolah dan guru-guru berharap tahun depan tetap ada guru SM-3T yang ditugaskan di sekolah tersebut.

Selanjutnya kami mengunjungi SMPN 4 Rainis di Dapalan, setelah melewati pantai yang panjang dan beberapa kali harus turun karena pantai terpotong oleh aliran muara. Sepeda motor yang kami tumpangi juga beberapa kali oleng karena terjerembab oleh pasir pantai yang tebal. Perjalanan di pantai yang sesekali diselingi dengan perjalanan di antara kebun-kebun kelapa, dengan kondisi jalan yang banyak genangan air yang dalam, licin, becek, kami tempuh selama sekitar satu jam. Jembatan-jembatan kecil di atas sungai yang dibuat dari papan-papan pohon kelapa juga beberapa kali membuat hati kami was-was. Tahun lalu saya sudah pernah jatuh ke dalam salah satu jembatan itu dan 'nyemplung' ke sungai bersama sepeda motor dan pengendaranya.

Sebelum masuk SMP 4 Rainis, kami disambut dengan tarian adat. Sekelompok siswa SMP yang semuanya laki-laki, berbusana adat kuning gading,  menari dengan tombak dan iringan musik tambur yang rancak. Lebih dari seratus anak sekolah berseragam SD dan SMP berbaris memanjang, panjang sekali sampai ke pintu gerbang sekolah. Kami mengikuti pak Rektor berjalan di tengah barisan yang menyemut itu, menyapa mereka yang semuanya berwajah cerah dan menyungging senyum manis yang tulus. Di ujung barisan adalah pintu gerbang sekolah, dan para guru sudah berdiri berjajar untuk menyambut kami. Ada Kepala UPTD Kecamatan Dapalan juga yang sejak tadi menemani perjalanan kami, beberapa kepala sekolah di kecamatan Dapalan, dan juga masyarakat setempat.  

Ketika saya mendampingi pak Rektor beramah-tamah dengan kepala sekolah, di halaman sekolah ramai sekali. Para siswa menyanyi dipandu oleh seorang guru. Ada juga sesi pengambilan gambar saat seorang guru memberikan semacam testimoni tentang kesan dan harapan mereka pada keberadaan guru-guru SM-3T. Wah, ramai dan meriah sekali.

Setelah itu kami dibawa menuju ruang makan, memasuki sebuah ruang kelas besar. Di sini kami harus bilang 'wow' (andaikata bisa koprol, mungkin sambil koprol he he). Betapa tidak. Tak terbayangkan kami akan disambut dengan puluhan jenis hidangan yang sudah tertata di atas empat meja panjang. Belasan ibu berdiri di sepanjang sisi-sisi meja itu sambil mengibas-ngibaskan serbet, menjaga supaya makanan itu tidak dihinggapi lalat. Ada beberapa makanan pokok yang dihidangkan: nasi bungkus, kupat, nasi kuning, nasi beras ladang, ubi bentul, ubi kayu, ubi jalar dan sagu. Lauk nabatinya: oseng kangkung campur mie, sayur daun belinjo dan labu kuning, daun gedi, daun singkong, daun pakis, terong, yang hampir semuanya dimasak santan. Lauk hewaninya; belasan jenis ikan mulai dari yang kecil sampai yang besarnya selengan orang dewasa, yang dimasak menjadi bermacam-macam hidangan. Cakalang masak santan juga tidak ketinggalan, jenis hidangan ini memang sangat populer di Talaud dan di Menado. Hidangan dari ayam, telur dan tahu juga tidak ketinggalan. Ada lagi puding dan bolu serta buah pisang yang ranum-ranum. Kami yang terpana dengan semua makanan itu sibuk potret sana-sini sampai dipaksa-paksa para ibu supaya segera makan dan tidak sibuk memotet saja.

Saya jadi teringat tentang ketahanan pangan nasional. Setiap tahun saya terlibat dalam berbagai kegiatan sosialisasi dan pelatihan dalam upaya percepatan ketahanan pangan nasional, bersama Badan Ketahanan Pangan (BKP)  Provinsi dan BKP kabupaten/kota se-Jawa Timur. Salah satu tujuan sosialisasi ketahanan pangan adalah mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras sebagai satu-satunya bahan makanan pokok. Sudah lebih dari dua dekade program pemerintah ini diluncurkan, namun keberhasilannya belum signifikan. Di Talaud ini, di ujung NKRI yang paling utara, masyarakat tidak hanya mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokok. Berbagai macam umbi-umbian, juga pisang dan sagu, menjadi bagian tak terpisahkan dari menu sehari-hari mereka.  

Setelah acara makan-makan, kami pindah ke ruang kelas yang lain untuk mengikuti pertemuan dengan kepala UPTD, kepala sekolah, guru-guru dan juga para peserta SM-3T. Di antara acara sambutan dari rektor dan kepala sekolah, juga diselingi paduan suara. Untuk yang kedua kalinya sejak monev kemarin, kami menikmati lagu 'Kami Peduli' yang dinyanyikan siswa. Kami juga menikmati lagu yang berjudul 'Keliling Karakela' yang dinyanyikan oleh para peserta SM-3T. Lagu ini merupakan lagu khas Talaud, yang menceriterakan nama-nama desa di seluruh Kabupaten Kepulauan Talaud. Sony dan kawan-kawan menyanyikannya dengan cukup apik. Kata bapak kepala UPTD, anak-anak SM-3T itu sudah sangat mahir berbahasa Talaud dengan logat yang 'sangat Talaud'.

Kami pamit setelah sesi dialog khusus dengan peserta SM3T yang kami lakukan di mess tempat peserta tersebut tinggal. Hujan deras. Ya, ternyata matahari yang pagi tadi bersinar cerah tidak seperti dugaan kami ketika siang. Hujan turun sejak pukul 12.00, dan tak kunjung berhenti sampai akhirnya kami memutuskan pulang sambil berhujan-hujan. Semakin sore semakin repot nanti, mengingat jalan yang sangat licin dan banyak bagian-bagiannya yang membahayakan.

Karena tidak ada jas hujan, kami menutupi semua kepala kami dengan tas plastik yang dibelikan anak-anak di warung dekat sekolah. Tas plastik itu berwarna merah. Selain kepala, ransel dan tas-tas juga kami bungkus dengan tas kresek yang sama warnanya. Maka kami pun seperti mengenakan kostum yang aneh. Antara backpacker dan kura-kura ninja. Ha ha. Meski geli dengan busana perang kami, kami pamit pada kepala sekolah dan guru-guru dengan gagah berani.

Kami meninggalkan Dapalan pada sekitar 15.30. Di tengah gerimis yang awalnya rapat, namun tak berapa lama agak mereda. Alhamdulilah. Laut sedang pasang sehingga kami tidak bisa lagi melewati pantai seperti saat berangkat tadi. Sebagai gantinya adalah kami terus melewati kebun kelapa, menyelinap di antara pepohonan jangkung itu mengikuti jalan setapak, dengan kondisi jalan yang basah, penuh genangan, penuh lumpur, dan tentu saja sangat licin. Kondisi ini membuat perjalanan pulang menjadi jauh lebih berat dibanding berangkat tadi. Berkali-kali kami harus turun dari boncengan sepeda motor, berjalan beberapa meter, karena jalan yang kami lalui sangat membahayakan, penuh lumpur. Meski begitu, tidak ada satu pun dari kami yang mengeluh. Pak Rektor pun terkesan sangat menikmati perjalanan meski di bawah gerimis tipis dan senja beranjak turun.

Akhirnya kami sampai pada sungai terakhir. Kami menaiki rakit lagi. Air sungai yang keruh dan mengandung lumpur menggerakkan rakit yang kami tumpangi, dikendalikan oleh dua orang bapak. Meski menaiki rakit, sepatu dan celana bagian bawah kami basah kuyup dan tak mungkin menghindar karena rakit memang tidak sepenuhnya mengambang di atas air. Arus deras dari laut mengirimkan riak-riaknya sampai mencapai rakit dan sedikit menenggelamkannya.

Sore ini tuntas sudah tugas kami. Sebanyak 29 peserta SM-3T yang ditugaskan di Talaud sudah kami temui semua. Mereka dalam keadaan baik dan tetap bersemangat melanjutkan tugas pengabdiannya sampai saatnya nanti mereka harus ditarik dan masuk ke pendidikan profesi. Wajah-wajah optimis mereka membanggakan dan menenangkan kami.

Selamat bertugas, kawan, doa kami selalu menyertai....

Beo, Talaud, 9 April 2013

Wassalam,
LN

Senin, 08 April 2013

Ke Talaud Lagi (3): disambut Upacara Adat

Tim Monev menyeberangi sungai menggunakan rakit.
Pukul 13.30 WITA. Perjalanan monev dimulai. Start dari kantor Dinas PPO Kabupaten Kepulauan Talaud, setelah bertemu dengan bu Suzan dan bu Jeti, dua perempuan pejabat Kantor Dinas PPO yang cantik-cantik dan supel, kami berkendara dengan dua mobil. Pak Rektor, pak Yoyok dan saya ada di satu mobil bersama Dani, driver yang tahun lalu juga kami sewa untuk mengantar kami ketika mengantarkan para peserta SM-3T. Pak Sulaiman dan bu Trisakti bersama Abner, driver di mobil mereka. Meskipun sebenarnya dengan satu mobil cukup, tapi medan yang berat membuat kami memutuskan menyewa dua mobil. Kasihan penumpang yang duduk di jok belakang, bisa 'mabuk kepayang'. Kursi jok belakang sengaja dilipat untuk bagasi-bagasi kami.

Kami menyusur sisi barat. Dari Melongwane, ibu kota Kabupaten Kepulauan Talaud, menuju Beo, Essang dan Bulude. Sebenarnya masih ada dua kecamatan lagi di sisi barat ini, yaitu Mamahan dan Gemeh, namun karena waktunya tidak memungkinkan, maka kami berhenti di Bulude. Semua peserta SM-3T yang bertugas di sisi barat berkumpul di Bulude. Hari ini kami rencanakan untuk bertemu dengan para peserta saja, tidak memungkinkan untuk mengunjungi sekolah-sekolah karena waktunya sudah terlalu siang atau sore.

Di sepanjang perjalanan, laut yang indah ada di sebelah kiri kami. Pohon kelapa dan cengkeh yang rapat memenuhi sisi kanan dan kiri di sepanjang jalan. Pak Rektor bertanya: 'apa jalannya cukup bagus?'. Saya menjawab bahwa jalan cukup bagus. Yang saya maksud bagus adalah beraspal, meski lubang-lubang menganga di mana-mana dan berkelok-kelok naik turun. Setidaknya, untuk beberapa jam ke depan,  jalannya beraspal.

Pukul 14.30-an kami mencapai Beo. Hujan gerimis dan mendung tebal. Dani dan Abner berputar-putar mencari solar. Di beberapa tempat penjualan, solar habis. Akhirnya dapat solar di salah satu kios di dekat hotel tempat kami menginap nanti, harganya Rp. 8.000,-/liter. Pak Yoyok memanfaatkan waktu mampir ke hotel, mengamankan beberapa kunci kamar hotel. Semua hotel di Melongwane penuh karena ada kegiatan besar dari Dinas Perikanan, maka kami terpaksa menginap di Beo. Di hotel yang ada di Beo ini, hanya tersedia sepuluh kamar. Kalau kunci tidak kami amankan, bisa-bisa kami tidak dapat kamar untuk menginap nanti malam. Hotel di Melongwane atau Beo, jangan bayangkan seperti hotel-hotel di Jawa atau di kota-kota besar. Kamar-kamar hotel di sini yang penting cukuplah untuk tidur dan mandi.

Satu-satunya masjid untuk sholat jumat di  Bawunian, Lobo.
Sekitar satu jam setelah Beo, kami mampir di kampung muslim. Namanya desa Bawunian, kecamatan Lobo. Menunaikan sholat di masjid yang tak bernama. Masjid yang sederhana, terlalu sederhana dibandingkan dengan bangunan gereja-gereja di sepanjang jalan yang kami lalui. Di Talaud ini, muslim menjadi kelompok minoritas, pada umumnya mereka pendatang dari Sangir. Namun mereka semua hidup berdampingan dengan damai bersama para pemeluk agama Kristen Protestan dan Katolik, dua agama yang dominan di Talaud. 

Sekitar sepuluh menit kemudian, jalan beraspal terputus karena longsor. Potongan jalan disambung dengan tanah. Ngeri juga saat melewatinya karena persis di sisi kirinya adalah sungai. Beberapa kilometer setelahnya, jalan beraspal tidak kami temukan lagi. Yang ada adalah jalan-jalan makadam yang membuat kami seperti dikocok-kocok dalam mobil. Jembatan-jembatan kayu beberapa kali kami lewati dengan perasaan was-was. Beberapa kali driver dan pak Yoyok harus turun untuk menata kayu-kayu jembatan yang sudah tidak pada posisi semula. Hujan memperparah kondisi jalan dan jembatan yang memang pada dasarnya sudah rusak berat ini.  

'Brenti jo bagate'. Tulisan itu ada di sebuah pinggir jalan menjelang masuk Kecamatan Essang. Artinya, berhenti, jangan minum-minum. Minuman keras memang sangat akrab dalam kehidupan masyarakat Talaud. Di hampir setiap momen, terutama pada acara pesta-pesta, termasuk perayaan keagamaan seperti natal dan paskah.

Medan yang kami lalu sangat berat...
Empat jam lebih kami dihajar oleh jalan yang berlubang-lubang, hujan dan dingin. Ada baiknya juga kami tidak makan siang di Melongwane tadi. Dalam kondisi medan yang seperti ini, dengan perut yang terus  dikocok-kocok, perut penuh akan memancing mual dan muntah. Mabuk darat. Beberapa potong wafer dan roti cukuplah sekedar untuk mengganjal perut selama perjalanan. 

Akhirnya sampailah kami di Bulude. Luar biasa. Ternyata kami disambut secara besar-besaran. Setidaknya di luar dugaan kami. Tenda yang besar, meski tenda terpal, sekelilingnya dipasang rumbai-rumbai dari janur, dan puluhan kursi penuh dengan siswa berseragam SD dan SMP, serta guru-guru. Lampu-lampu menyala terang, dan makanan berjajar di meja panjang di sisi halaman. Kami juga disambut dengan ucapan selamat datang dengan bahasa setempat, dengan seorang penerjemah. Intinya, adalah ucapan selamat datang dan rasa bahagia karena kehadiran pak Rektor beserta rombongan. Sebuah rangkaian bunga disematkan di jasket pak Rektor oleh seorang siswa yang mengenakan pakaian adat.  

Tarian yang dilakukan anak-anak menyambut kedatangan kami.
Setelah kami semua duduk, welcome dance dibawakan oleh tiga pasang siswa SMP Negeri Satap Essang di Bulude. Dilanjutkan dengan tarian adat dari siswa SDK Nazari Bulude, namanya tari tempurung. Tariannya unik. Dibawakan oleh tujuh siswa, saya perkirakan masih SD, diiringi dengan lagu yang dinyanyikan langsung dari gurunya. Tanpa alat musik. 

"Mari menari....
Menarilah....
Tari tempurung...
Tempurung piringan adat...
Suku Talaud.
Tetap dikenang.... Selamanya....". 

Suara ibu Eni Lambuaso, ibu guru itu, indah mengalun, mengiringi gerakan tarian yang gemulai dan tepukan-tepukan suara tempurung kelapa yang dimainkan oleh para penari.

Suasana kebersamaan tim monev, peserta, dan peserta didik.
Selanjutnya adalah sambutan selamat datang oleh ketua Komite Sekolah SMP Essang. Dalam sambutannya, bapak John Tumbal, begitu namanya, menjelaskan bahwa desa Bulude terdiri dari dua desa. Bulude Induk dan Bulude Selatan, dengan dua kepala desa. Masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan sekaligus petani. Mungkin tertinggal secara ekonomi, tapi masyarakat tidak merasa kekurangan. Bahan makanan seperti padi, ubi, bentul, pisang dan sayur-sayuran ditanam sendiri, segala macam ikan tinggal mengambil di laut.

Kehadiran guru-guru SM-3T menurut pak John sangatlah berarti, sangat membantu memecahkan msalah kekurangan guru serta meningkatkan mutu pembelajaran. Mereka juga sangat bertanggung jawab, bersahabat, bergaul dengan baik dengan masyarakat. Oleh sebab itu, tahun depan, mudah-mudahan Bulude tetap menjadi tempat penugasan guru-guru SM-3T, begitulah harapan pak John mewakili sekolah-sekolah dan msayarakat di desa Bulude.

Sambutan Rektor disampaikan setelah penampilan paduan suara dari siswa-siswa SMP Satap, yang membawakan lagu Hymne Guru dan Mimpi-nya Nidji. Menurut Prof. Muchlas, program SM-3T selain untuk mempersiapkan para peserta untuk menjadi guru yang profesional, juga supaya mereka mengenal 'inilah Indonesia'. Inilah saudara-saudara kita yang bertempat tinggal di wilayah terluar dan terdepan. Juga supaya ketika mereka nanti sudah menjadi orang, mereka tidak lupa pada wilayah terluar di Indonesia ini dan di bagian yang lain, yang selalu membutuhkan kehadiran mereka.    

'Kami peduli' menutup acara sambutan dan hiburan. Lagu ciptaan pak Yoyok itu dinyanyikan oleh para peserta SM-3T beserta beberapa siswa. Dilanjutkan dengan pembacaan doa, kemudian acara ramah-tamah. Menikmati hidangan yang sudah disiapkan. 

Hidangannya, wow, luar biasa. Ada lobster, kepiting kenari, berbagai macam ikan yang diolah menjadi berbagai macam hidangan. Sayur-sayuran dari daun singkong dan daun pepaya. Makanan pokoknya tidak hanya nasi bungkus, tapi juga kupat, singkong kukus, bentul kukus, dan pisang mentah yang dikukus. Sambalnya dabu-dabu, khas sekali. Pedas dan segar. Malam ini kami 'balas dendam', setelah sejak pagi tadi tidak ketemu nasi. 

Setelah puas makan dan beramah-tamah dengan bapak Danramil, komite sekolah, kepala sekolah, dan guru-guru, kami mulai melakukan dialog khusus dengan para peserta SM-3T. Ada sepuluh peserta. Saat ini mereka harus mengumpulkan laporan tengah tahun dan form isian monev. Mereka juga menyampaikan berbagai kendala yang mereka temui di lapangan, juga harapan-harapan mereka. Kami mendengarkan semua keluhan mereka, dan menawarkan berbagai solusi untuk membantu memecahkan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Pada dasarnya, anak-anak muda ini kuat, dan keluhan mereka sebenarnya bukan seperti keluhan, namun lebih menyerupai 'curhat' seorang anak pada orang tuanya.

Pukul 21.15, kami pamit. Perjalanan panjang masih harus kami tempuh lagi untuk mencapai Beo, tempat kami menginap malam ini. Suara alam dan keheningan hutan menemani kami. Tubuh boleh lelah tapi semangat tak boleh surut. Kedua mobil kami pun terseok-seok menembus kegelapan..... 

Bulude, Essang, Talaud, 8 April 2012

Wassalam,
LN

Minggu, 07 April 2013

Ke Talaud Lagi (2): Bubur Tinutuan

Pagi di Menado. Gerimis, mendung, dingin. Hotel kami namanya hotel Quint, berada di jalan Wakeke. Di sepanjang jalan Wakeke, ada banyak resto yang menjual makanan khas Menado. Bubur tinutuan, jagung rebus, perkedel jagung, pisang goreng kipas, mie cakalang, dan lain-lainnya, lengkap dengan sambalnya: sambal roa, sambal biasa dan sambal bakasang. 

Sekitar pukul 7 WITA, begitu gerimis jeda, kami bergerak menuju ke seberang jalan di depan hotel. Berdiri di halaman sebuah resto. Saya sms pak Rektor: 'Bapak, kami ada di depan hotel'. Beliau langsung membalas, 'oke, saya segera menyusul.'

Pergi bersama pak Rektor,        rileks tanpa ribet. Sejak dari Juanda kemarin, beliau sudah mengambil banyak peran: portir, waiter, bahkan jukir. Bagasi kami sebenarnya tidak terlalu banyak, namun karena ada beberapa laptop titipan keluarga peserta SM-3T, juga sambal pecel dan kawan-kawannya, juga berkas-berkas;  sehingga kami tetap harus bagi-bagi tugas untuk angkut barang yang tidak bisa dibagasikan. Pak Rektor, tanpa sungkan-sungkan, menjadi koordinator barang-barang itu, mendorong troli penuh muatan ke bagian check-in, sementara kami masih mengurus yang lain. Semalam, ketika makan malam, pak Rektor juga yang tiba-tiba sudah membawa baki penuh gelas isi minuman pesanan kami, karena tidak 'sronto' nunggu pelayan. Begitu juga dengan nasi goreng dan lain-lain, beliau juga yang menjemputnya dari meja penyajian, kalau yang ini mungkin karena sudah tidak 'tahan lapar'. Hehe. Pulang dari tempat makan, karena tidak ada juru parkir sementara jalan padat, maka beliau juga yang paling belakang masuk mobil karena membantu pak Yoyok mengambil haluan. Oya, selama di Menado ini, kami 'dipegangi' satu mobil oleh saudara pak Yoyok, tapi disupiri sendiri oleh pak Yoyok. 

Pak Rektor turun berbusana T-shirt, bercelana lapangan dan bersandal jepit. Kami memasuki resto. Nama restonya 'Dego-Dego', entah apa artinya. Kami berwawancara dulu dengan pelayannya yang manis sebelum menentukan pilihan menu. Dua bubur tinutuan, satu porsi pisang goreng, satu porsi jagung rebus, satu porsi perkedel jagung (di Surabaya disebut dadar jagung), dengan minumannya teh manis dan jeruk manis. 

Bubur tinutuan. Saya sudah beberapa kali menikmati bubur berbahan dasar jagung dan sayuran ini. Tapi yang ini begitu spesial. Warna kuningnya asli warna jagung, dengan butiran-butiran jagung manis yang sebagian masih utuh, dan sayur-sayuran yang warna hijaunya segar. Kangkung, bayam dan daun gedi, adalah sayur-sayuran yang umumnya digunakan untuk membuat bubur khas Menado ini. Dua jenis sayuran yang pertama sudah sangat umum kita jumpai. Daun gedi, nah ini yang jarang kita jumpai di Jawa, bentuknya mirip daun pepaya, bergetah, rasanya netral. Dia memberi cita rasa yang 'berat' pada bubur tinutuan, sehingga membuat makanan itu semakin cocok sebagai makanan utama.

Semua menu itu kita nikmati bersama. Meskipun pesannya berdasarkan selera kami masing-masing, tapi kami sudah memperkirakan porsi yang pasti tidak kecil. Dua porsi bubur tinutuan tidak mampu kami habiskan. Tapi perkedel jagung habis tandas. Jagung rebus dan pisang goreng kipas masih ada sisanya, dan karena itu bukan 'sisa', kami membungkusnya untuk dibawa sebagai bekal perjalanan ke Talaud.

Menado masih gerimis. Mendung masih menggayut. Jalan-jalan basah. Pukul 10.30 nanti kami akan terbang bersama Wings Air. Semoga lancar perjalanan, lancar dalam menunaikan tugas.

Boarding time.... 

Menado, 8 April 2013

Wassalam,
LN

Pola Makan Warga Arab di Kawasan Ampel Surabaya


Pola Makan Warga Arab Di Kawasan Ampel Surabaya
(Eating Pattern Of Arabic Ethnic Group  In Ampel Area Surabaya)

Oleh: Iffah Khadijah, Luthfiyah Nurlaela, Sri Achir



Abstract
            The research objectives were to describe: (1) eating pattern of Arabic ethnic group  in Ampel area, (2) popular dishes of Arabic ethnic group  in Ampel area, and (3) the service and table manner of Arabic ethnic group  in Ampel area. The research was qualitative-descriptive research. The data collection method was using observation, interview, and documentation. The data analysis was using taxonomy technique. Based on data analysis result found that: (1) staple foods used are any kinds of typical staple food (rice, wheat flour), animal (primarily lamb), plants (included legumes). The Special herbs and spices are klabet and gulai, and the special dishes are gulai mariam, roasted lamb, kebab. Furthermore, the special snacks are sambosa, asida, ampel pudding, and ampel pukis; (2) Some of the popular dishes are sambosa, shawarma, kebab, and mageli; and (3) The Arabic ethnic group  in Ampel area are prefer to eat with their family, and they do not always need fork and spoon, in other word they eat with their finger. They do not always need table and chair too, but a plaited mat spread out on the floor.    

Key words: eating pattern, Arabic ethnic group 
             
Ampel merupakan salah satu kawasan yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan merupakan salah satu tempat awal masuknya agama Islam di Indonesia.  Kawasan ini juga terkenal dengan hidangan–hidangan khas Ampel. Hidangan khas Ampel merupakan hidangan Arab dan India yang banyak mempergunakan daging kambing dan rempah-rempah, dan telah dimodifikasi dengan hidangan asli Indonesia. Perpaduan hidangan–hidangan tersebut merupakan modifikasi dengan perubahan jenis daging, sayur, bumbu dan juga bahan pelengkap. 
 Menurut Sanjur (1997) manusia melakukan tindakan makan dilandasi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) biogenik, (2) psikogenik, dan (3) sosiogenik. Konsep biogenik mengandung pengertian bahwa makanan yang dikonsumsi memenuhi kebutuhan biologi manusia dan didasarkan oleh keinginan yang muncul karena rasa lapar. Konsep psikogenik mengandung pengertian bahwa makanan yang dikonsumsi untuk memenuhi kepuasan kejiwaan, seperti kesukaan terhadap suatu jenis hidangan tertentu yang dapat memuaskan keinginannya. Sedangkan konsep sosiogenik mengandung makna bahwa makanan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sosial manusia, dan manusia melakukan tindakan makan sebagai salah satu wadah untuk bersosialisasi atau berhubungan dengan individu yang lain.  
Mudjianto, dkk (1995) dalam Andayani dan Nurlaela (2003) mengemukakan perubahan nilai sosial dan budaya dalam kehidupan masyarakat merupakan faktor–faktor yang dapat mempengaruhi pola dan kebiasaan makan. Selain itu menurut Winarni (1993), pola makan merupakan kebiasaan makan suatu masyarakat yang diturunkan secara turun temurun.
Pola makan sangat dipengaruhi oleh faktor–faktor sebagaimana dikemukakan oleh Sanjur (1997) adalah: (1) karakteristik individu, (2) karakteristik makanan, (3) karakteristik lingkungan. Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, pendapatan, pengetahuan gizi, keterampilan memasak, dan kesehatan, sehingga setiap individu memiliki kesukaan dan cita rasa yang berbeda terhadap suatu makanan. Sedangkan karakteristik makanan yang mempengaruhi kesukaan terhadap makanan adalah rasa, rupa, tekstur, harga, tipe makanan, bentuk, bumbu dan kombinasi masakan yang akan mempengaruhi nafsu makan seseorang. Karakteristik lingkungan yang berpengaruh terhadap preferensi antara lain musim, geografi, mobilitas, urbanisasi, dan daerah asal. Setiap orang memiliki suatu pola makan dan cita rasa makanan yang berbeda. Seperti halnya warga keturunan Arab di Kawasan Ampel, meskipun mereka sudah lama menetap di Indonesia, tetapi makanan yang mereka konsumsi masih memiliki perpaduan dari cita rasa masakan Arab, India dan Indonesia.
            Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui, mendokumentasikan dan mengkaji tentang pola makan suku Arab di kawasan Ampel, yang meliputi: (1) pola makan warga suku Arab di kawasan Ampel, (2) hidangan populer yang dikonsumsi dan tersedia di kawasan Ampel, dan (3) penyajian hidangan dan tata cara makan warga suku Arab di kawasan Ampel.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dikatakan sebagai penelitian deskriptif karena bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan (Arikunto, 1996). Sedangkan dikatakan sebagai penelitian kualitatif karena mentitikberatkan pada pengkajian fenomena sosial budaya yang menyangkut keberadaan manusia dengan seluruh tingkah laku dan sikapnya sebagai individu dan makhluk sosial (Faisal, 1990: 42). Dalam penelitian ini terdapat upaya mencatat dan mendeskripsikan kondisi–kondisi yang ada pada saat penelitian berlangsung. Penelitian ini tidak menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi yang diperoleh apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti.
Objek penelitian adalah pola makan. Sedangkan fokus penelitiannya adalah apa dan bagaimana pola makan suku Arab mulai dari pola makan (bahan makanan, bumbu, peralatan dan teknik memasak), hidangan popular, penyajian dan tata cara makan hidangan khas Ampel. Sumber data dari penelitian ini adalah sumber data tertulis dan sumber data tak tertulis (informan)
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah: (1) metode observasi, (2)  metode interviu, dan (3) metode dokumentasi. Validitas data digunakan teknik triangulasi metode, peneliti menggunakan berbagai metode pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, pedoman wawancara dan peralatan lain
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik taksonomi. Menurut Erlita (2001) analisis taksonomi adalah fokus penelitian ditetapkan terbatas pada domain tertentu yang sangat berguna dalam upaya mendeskripsikan fenomena atau fokus yang menjadi sasaran semula. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pola makan warga suku Arab difokuskan lagi pada: (1) Pola makan suku Arab di kawasan Ampel, (2) Hidangan populer di kawasan Ampel, dan (3) Penyajian dan tata cara makanan suku Arab di kawasan Ampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
            Lokasi penelitian ini berada di kawasan Ampel Kelurahan Ampel  Kecamatan Semampir yang berada di Kota Surabaya, dengan luas wilayah 38 Ha. Penduduk Ampel berdasarkan Monografi Kelurahan Ampel 2005 berjumlah 17.170 jiwa. Masyarakat Ampel mayoritas beragama Islam, sehingga bahan makanan yang digunakan harus halal (tidak mengkonsumsi daging babi dan alkohol). Tingkat pendidikan warga Ampel dengan lama pendidikan 9 tahun, sebanyak 3548 orang, lebih banyak dibanding dengan warga yang memperoleh pendidikan 12 tahun ke atas (SLTA s/d S2). Warga Ampel memiliki tingkat pendapatan dengan kategori menengah ke atas, walaupun ditemui juga warga dengan tingkat pendapatan rendah.
            Mayoritas pekerjaan warga Ampel adalah wirausaha, khususnya dalam bidang makanan dan pakaian. Bentuk wirausaha makanan tersebut berupa toko yang menjual kue-kue khas Ampel dan makanan tradisional Indonesia, serta rumah makan khas hidangan Ampel.

Jenis Bahan Makanan yang Digunakan
Warga Ampel mayoritas beragama Islam, sehingga bahan yang tersedia tidak mengandung babi serta alkohol. Bahan makan yang biasa digunakan untuk hidangan Khas Ampel biasa diperoleh di pasar-pasar tradisional dan toko-toko sekitar kawasan Ampel. Bahan makanan yang digunakan antara lain: a) Sumber Karbohidrat yang sering dikonsumsi yaitu beras dan gandum, hal ini merupakan pengaruh dari negara Arab yang bahan pokoknya selain beras adalah gandum. Beras biasa diolah menjadi nasi putih, nasi berbumbu, dan lontong. Sedangkan gandum selain berbentuk tepung terigu, juga dimanfaatkan biji gandumnya untuk membuat bubur gandum, b) Sumber protein yang sering dikonsumsi yaitu protein hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani meliputi daging kambing, sapi, ayam, udang, dan ikan. Sedangkan sumber protein nabati yang sering dikonsumsi yaitu tahu, tempe dan kacang-kacangan, c) Sumber vitamin dan mineral yang sering dikonsumsi, antara lain sayur bayam, kangkung, kecambah, tomat, wortel, buncis dan lain sebagainya, sedangkan buah–buahan pada umumnya sama seperti yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia, seperti pepaya, jeruk, apel, rambutan, pisang dan lain sebagainya. 
             Bumbu yang digunakan untuk hidangan khas Ampel tidak jauh berbeda dengan bumbu yang dipakai masyarakat Indonesia, dan dapat diperoleh di pasar tradisional dan toko-toko sekitar Ampel, khususnya yang menjual bumbu-bumbu masakan, antara lain klabet. Menurut Winneke (2001) klabet merupakan bahan bumbu yang banyak dipakai dalam bumbu kari (masakan India) atau gulai (masakan Arab). Penggunaan klabet dalam pengolahan hidangan yaitu disangrai terlebih dahulu, untuk mendapatkan aroma khas klabet, lalu dihaluskan bersama bahan lain.

 

Bumbu-bumbu lainnya merupakan pengaruh dari Arab, India dan Indonesia. Bumbu yang dapat juga dikatakan pengaruh Arab antara lain ketumbar, jinten, pala, cengkeh, kayu manis, kapulaga. Bumbu yang sering digunakan dalam pengolahan hidangan Indonesia, seperti pekak, lada, terasi, petis, asam jawa dan empon–empon. Empon-empon terdiri dari jahe, kunyit, kunci, laos, kencur, daun jeruk purut, dan sereh. Bumbu gule merupakan pengaruh dari hidangan India sejenis dengan bumbu kare dan terdiri dari pala, merica, ketumbar, jinten, cengkeh, kunir, jahe yang dihaluskan. Selain bumbu di atas digunakan juga berbagai macam bawang seperti bawang merah, bawang putih, bawang bombay, daun bawang dan bawang prei.   



Jenis Hidangan Khas Ampel
Hidangan yang sering disajikan di rumah
Makanan pokok yang hampir selalu disajikan di rumah adalah nasi putih, lontong, roti mariam dan roti patah. Hidangan nasi ini hampir selalu ada di setiap rumah., sedangkan lontong, roti mariam dan roti patah sering disajikan bersama hidangan tertentu. Lontong disajikan dengan soto, gulai, mie kuah, tahu campur, gado-gado, serta sebagai lontong bumbu dengan kuah bali, sambal goreng daging dan pelengkapnya. Roti mariam disajikan dengan gulai merah, gulai kuning (sama dengan gulai kacang hijau daging sapi, bedanya gulai kuning tidak mempergunakan kacang hijau dan daging sapi, tetapi daging kambing), serta gulai sayur. Sedangkan roti patah disajikan dengan marak, gulai kuning dan gulai merah.
Lauk pauk yang sering disajikan oleh warga Ampel terbuat dari daging kambing, daging sapi, daging ayam, dan sayuran. Daging kambing lebih sering disajikan di rumah-rumah masyarakat menegah ke atas, hal ini dikarenakan harga daging kambing yang relatif mahal. Warga yang memiliki penyakit darah tinggi atau ingin menjaga kesehatan, jarang mengkonsumsi daging kambing. Hidangan yang terbuat dari daging kambing seperti: gulai kambing, krengsengan, marak, daging kambing bakar, sate kambing, dalca, dan kuah merah. Hidangan yang terbuat dari daging sapi seperti: bali daging, osek daging, sambal goreng daging dan hati, semur, perkedel, sate daging sapi, sup daging, rawon, gulai kacang hijau, soto daging dan lain-lain. Hidangan yang terbuat dari daging ayam, seperti: ayam bumbu rujak, ayam goreng, ayam bakar dan ayam bumbu kecap, sedangkan hidangan yang terbuat dari sayuran, antara lain: cah kangkung, sayur asem, sayur bening, kotokan dan lodeh.
            Acar dan sambal disajikan sebagai penyerta hidangan karena sebagian besar warga Ampel menyukai rasa pedas dan asam. Acar sering disajikan di atas meja makan pada setiap waktu makan, seperti acar kuning, acar timun, acar bawang putih dan acar bawang merah.  

Hidangan yang sering disajikan pada kesempatan khusus 
Hidangan pada bulan Ramadhan
Hidangan yang hampir selalu ada untuk berbuka puasa adalah kurma yang diyakini masyarakat merupakan sunnah Rasulullah Muhammad SAW., yaitu memakan kurma 3 biji saat berbuka. Sedangkan yang sering dibuat atau dijual pada bulan puasa antara lain bubur gandum, harisa, nasi kebuli, martabak, gulai, sambosa, kue srikaya dan jenis kue lain yang ada pada hari biasa. Minuman yang disajikan biasanya es campur, es degan, es blewah, es sirup dan lain-lain.
          
Hidangan Lebaran
          Hidangan yang sering disajikan pada waktu lebaran di sebagian besar rumah warga Ampel, antara lain tahinia atau halwa, kurma, kismis, kacang Arab dan kue kering atau cookies seperti roti nanas, putri salju, kastengel, dan jenis kue kering lainnya. Ada pula hidangan kue dalam potongan kecil seperti roti gulung (roll tart), cake zebra dan lain sebagainya.
           
Hidangan pesta
Hidangan yang sering disajikan untuk acara syukuran adalah nasi kuning dengan lauk pauk serta pelengkapnya, sedangkan hidangan yang sering disajikan untuk pesta pernikahan, ulang tahun dan arisan, yaitu hidangan nasi, mie, roti mariam, lontong, dengan berbagai lauk pauk. Hidangan nasi yang sering disajikan adalah nasi putih, nasi kebuli, nasi tomat, nasi kuning, nasi marak.
          Lauk pauk yang disajikan antara lain sambal goreng hati dan telor puyuh, daging kambing bakar, daging kambing panggang, marak, krengsengan, empal, daging bumbu bali, petis ladeng, ayam bumbu rujak, ayam goreng, gulai kambing atau gulai kuning, gulai kacang ijo, gulai merah kambing dan sate kambing.

Hidangan populer di kawasan Ampel
Makanan pokok dan lauk pauk
Makanan pokok yang digemari oleh warga Ampel dan masyarakat luar, yaitu nasi kebuli, nasi briani, nasi tomat, nasi madura, gulai mariam, gulai kare, kambing bakar, kambing panggang, sate kambing, sate bumbu kelapa.




Makanan selingan
Makanan selingan yang populer dan sangat digemari oleh masyarakat Ampel dan masyarakat yang berkunjung di kawasan Ampel, antara lain pukis ampel, martabak telur, martabak manis, mageli, sambosa, roti mariam, roti patah, roti perancis, shawarma, kebab atau sandwich, kroket, pastel, ketan srikaya, ketan lemper dan lain-lain. Pukis ampel adalah makanan khas Ampel yang berbentuk seperti jamur, berukuran sedang dan besar. Makanan ini disebut pukis ampel, karena hanya dapat dijumpai di kawasan Ampel saja. Selain bentuknya yang unik dan rasanya enak, harganya terjangkau dan dapat dibeli ataupun dipesan untuk dikonsumsi sendiri atau untuk konsumsi pada acara-acara tertentu seperti pesta pernikahan, sunatan, tahlilan dan lain-lain. 



Minuman
Minuman yang populer di kawasan Ampel antara lain kopi arab dan teh rempah atau teh susu, yang disajikan pada saat tertentu saja, seperti bulan puasa, atau pada waktu sore hari dan pada perayaan pernikahan (untuk minum para tamu waktu sore). Minuman ini merupakan pengaruh dari budaya Arab yang sering minum teh dan kopi rempah, sedangkan minuman yang sering dikonsumsi dan dibeli oleh warga Ampel, yaitu kopi, teh, aneka jus, dan berbagai minuman instan.

Teknik Pengolahan Hidangan Khas Ampel
Teknik memasak yang biasa digunakan dalam pengolahan hidangan khas Ampel sama dengan teknik memasak yang digunakan masyarakat Indonesia, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga teknik, yakni:

Memasak dengan panas kering (dry heat cooking)
Yaitu panas yang dikenakan pada bahan makanan bisa dari arah bawah, atas, bawah atas atau sekeliling bahan, tanpa merendam bahan dalam suatu cairan panas, antara lain: a) memanggang (roasting atau baking), seperti membuat cake zebra dan daging panggang, b) barbecue, seperti membuat hidangan sate ayam, daging sapi dan daging kambing, dan c) sangrai, seperti membuat kopi, dan kacang sangrai.

 Memasak dengan panas basah (moist heat cooking)
Yaitu mematangkan bahan makanan dengan cairan sebagai konduktor. Cairan itu dapat berupa air atau kaldu, teknik ini antara lain: a) merebus, seperti membuat sup, b) menggulai, seperti hidangan setup pisang, c) mengukus (steaming), seperti hidangan nasi, lontong, roti kukus dan hidangan lain.

Memasak dengan panas lemak atau minyak (fat cooking)
Yaitu mematangkan bahan makanan dalam cairan minyak panas baik dalam jumlah banyak maupun jumlah sedikit. Yang termasuk teknik ini antara lain: a) memasak dengan minyak banyak (deep frying), seperti menggoreng donat, sambosa, keroket, b) memasak dengan minyak sedikit (shallow frying), seperti membuat shawarma, dadar, roti mariam, dan c) menumis (saute), seperti menumis bumbu dan membuat hidangan masak mekkah.
Peralatan memasak yang biasa digunakan untuk persiapan dan pengolahan hidangan khas Ampel, sama dengan peralatan memasak yang biasa dipakai masyarakat Indonesia pada umumnya.




Cara Penyajian dan Tata Cara Makan Hidangan Khas Ampel
Cara Penyajian dan tata makan hidangan khas Ampel dipengaruhi oleh Arab, India dan Indonesia. cara penyajian dan tata cara makan hidangan khas Ampel dalam keluarga, jamuan-jamuan tertentu dan di restoran terdapat beberapa perbedaan, yaitu:

Dalam Keluarga
Warga Ampel lebih suka makan bersama keluarga. Warga Ampel makan tidak selalu mempergunakan sendok dan garpu, tetapi dengan tangan, yaitu dengan mengunakan tiga jari yang dirapatkan. Warga Ampel makan dimana dalam satu piring terdapat nasi beserta lauk pauknya, tanpa mempergunakan urutan makan (grade of courses). Warga Ampel juga tidak harus makan di meja makan dengan mengunakan kursi, namun terkadang dengan duduk di atas lantai yang telah diberi alas, yang biasa mereka sebut babut atau permadani, atau di atas karpet maupun tikar.
Terkadang hidangan yang disajikan adalah hidangan hari sebelumnya karena warga Ampel selalu membuat hidangan dalam jumlah banyak, untuk mempersiapkan jika ada tamu atau sanak keluarga yang datang. Makanan disajikan sederhana dalam pinggan-pinggan di atas meja makan yang selalu disiapkan.  Nasi putih panas disajikan di atas meja, lauk pauk seperti hidangan daging dan hidangan sayuran, hidangan pelengkap seperti kerupuk, acar, sambal dan lalapan. Di atas meja makan juga disiapkan beberapa piring, sendok, garpu dan gelas. 

Pada kesempatan khusus
            Penyajian makanan dan tata cara makan warga Ampel sama dengan penyajian untuk hidangan di rumah sendiri, namun untuk jamuan tertentu yang diadakan oleh warga Ampel yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas, biasanya menggunakan sistem prasmanan yang sama dengan sistem prasmanan masyarakat Indonesia pada umumnya, dengan berbagai pilihan hidangan, dengan variasi bahan olahan dan rasa.
Sedangkan penyajian untuk makanan selingan seperti kue atau roti, dikemas dalam wadah kotak yang terbuat dari kertas, untuk dibawa pulang oleh para tamu sebagai oleh-oleh. Namun ada juga kue atau roti seperti kue lapis, empek-empek, pastel, aneka cake yang dipotong-potong, pudak, puding, lumpur, dan makanan selingan lain, yang disajikan di atas piring-piring saji (dessert plate) atau biasa disebut makanan rampatan oleh warga Ampel, untuk disajikan kepada para tamu.


  

Minumannya seperti teh, kopi, kopi Arab, teh rempah, dan teh susu dan selalu disertakan dengan hidangan ringan seperti mageli, sambosa, pastel, pudding, kroket dan berbagai jenis kue dan roti lain seperti roti manis serta tart mini.

Di restoran atau tempat menjual hidangan khas Ampel
Di restoran atau rumah makan tempat menjual gulai mariam, penyajian biasanya dipisahkan antara kuah gulai dengan mariam atau lontongnya karena disesuaikan dengan selera konsumen. Sedangkan hidangan nasi selalu disajikan, dalam keadaan sudah diporsi dengan lauk pauknya, namun ada juga rumah makan yang penyajian nasi dan lauk pauknya dipisah, agar konsumen bebas mengambil hidangan yang diinginkan sesuai pesanan.

Distribusi Makan dalam Sehari
Makan pagi
Waktu makan masyarakat Ampel umumnya pada pukul 06.00-09.00 WIB. Sebagian warga Ampel makan setelah jalan-jalan pagi selesai solat subuh. Menu makan pagi warga Ampel adalah nasi goreng, nasi soto, gulai mariam, serta  kue-kue yang juga menjadi menu hidangan favorit masyarakat Indonesia.


Makan siang
Waktu makan siang warga Ampel sekitar pukul 12.00-14.00 WIB. Menu utama warga Ampel adalah nasi putih yang disajikan dengan beberapa hidangan. Selain hidangan daging warga Ampel juga mengkonsumsi hidangan sayuran. Hidangan sayuran yang sering disajikan antara lain: sayur kotokan, sayur lodeh nangka muda, cah sayuran atau tumisan sayuran, dan lain-lain.
Pada hari jum’at terutama setelah sholat jum’at, beberapa warga sering mengundang makan siang bersama. Hidangan yang sering disajikan adalah nasi kebuli atau nasi tomat, beserta daging kambing yang diolah dengan bumbu nasi kebuli atau krengsengan, marak, kabab, dan hidangan-hidangan menarik lainnya. Buah–buahan disajikan sebagai hidangan penutup, Sedangkan minuman yang disajikan adalah air putih, sirup, teh dan kopi. 

Makan malam
Waktu makan warga Ampel pada sekitar pukul 18.30-20.00 WIB. Menu  yang disajikan pada waktu makan malam seringkali hampir sama dengan hidangan untuk makan siang. Kadang mereka juga menyajikan hidangan sate, gulai kambing, dan martabak, yang pada umumnya mereka beli (tidak memasak sendiri). Minumannya adalah air putih.

Makanan Selingan
Warga Ampel sangat menyukai mengkonsumsi makanan selingan, di setiap waktu sengangnya, biasanya sekitar pukul 10.00 pagi, 16.00 sore dan bahkan pada malam hari. Jenis-jenis kue yang sering dikonsumsi sebagai makanan selingan dan pendamping minum teh atau kopi, terdiri dari kue manis dan kue asin. Kue manis seperti pukis Ampel, untok-untok (roti goreng isi kacang hijau), lumpur, selong (serabi). Sedangkan kue asin seperti roti mariam, ote-ote, sambosa, kroket, serta jenis kue lain yang biasa dikonsumsi mayarakat Indonesia.

Minuman
Masyarakat suku Arab di kawasan Ampel sangat menyukai minum kopi dan teh yang telah di beri rempah-rempah seperti cengkeh, kapulaga, kayu manis dan rempah lain. Selain itu masyarakat Ampel juga menyukai minuman dingin seperti es teler, dawet dan aneka jus.

KESIMPULAN  DAN SARAN
            Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pola makan warga suku Arab di Ampel ada delapan penjelasan. Pertama, yaitu bahan makanan yang biasa digunakan adalah beras, gandum, daging ayam, daging kambing, daging sapi, ikan, udang, tahu, tempe, kacang-kacangan dan sayur-sayuran. Kedua, bumbu yang digunakan adalah semua bahan bumbu yang sering kita gunakan, termasuk klabet dan bumbu gule. Ketiga, teknik dan peralatan memasak yang sering digunakan sama dengan peralatan yang digunakan masyarakat Indonesia pada umumnya. Keempat, menu makan pagi mereka adalah nasi goreng, kue-kue yang dibeli dari penjual keliling, gulai mariam, soto, pecel yang dibeli di warung-warung, dan lain-lain.  Kelima, menu makan siang misalnya hidangan daging kambing dan sayur atau hidangan Indonesia pada umumnya. Setelah sholat jum’at seringkali ada undangan makan bersama dengan hidangan khas Ampel yaitu daging kambing yang diolah berbagai macam hidangan. Keenam, menu makan malam pada umumnya merupakan hidangan yang telah disajikan di siang hari, atau ada juga hidangan yang baru dimasak. Ketujuh, menu makan selingan mereka, antara lain berasa manis dan asin. Makanan selingan yang berasa manis, seperti kue lapis tepung beras, asida dan lain-lain. Sedangkan makanan selingan yang berasa asin, seperti sambosa, dan kue-kue Indonesia.
2.      Hidangan populer yang dikonsumsi warga suku Arab di kawasan Ampel yaitu hampir sama dengan hidangan yang sering disajikan di rumah-rumah masyarakat Indonesia pada umumnya, hanya saja terdapat beberapa jenis hidangan yang agak berbeda atau jenis hidangannya sama tetapi bahan atau pengolahannya yang agak berbeda dengan hidangan yang biasa disajikan oleh masyarakat Indonesia asli pada umumnya, seperti sambosa, shawarma, kebab, mageli dan lain-lain.
3.      Penyajian makanan dan tata cara makan warga suku Arab di kawasan Ampel adalah mereka lebih suka makan bersama keluarga tidak selalu mempergunakan sendok dan garpu, tetapi makan dengan tangan yaitu dengan tiga jari tangan kanan. Mereka makan juga tidak selalu di meja makan, namun di atas tikar atau permadani yang dihamparkan di atas lantai.

B.     SARAN
            Saran yang dapat dikemukakan antara lain: (1) Pola makan warga suku Arab di kawasan Ampel perlu dilestarikan keberadaaanya, karena memiliki hidangan-hidangan yang cukup beragam dan khas, dan (2) Penelitian lanjutan yang lebih mendalam perlu untuk mengetahui pola makan, hidangan populer, dan penyajian serta tata cara makan, secara lebih baik dan komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA
Andayani, S. dan Nurlaela, L. 2003. Studi Pola Konsumsi & Nilai Sosial Makanan Traditional, Semanggi Di Kotamadia Surabaya. Laporan Penelitian tidak dipublikasikan.
Erlita, U. 2001. Studi Tentang Pelaksanaan Upacara Piodalan di Pura Mandhara Giri Semeru Agung Lumajang. Skripsi. Universitas Negeri Surabaya.
Handayani, S 1994. Pangan dan Gizi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hashash, Ramez. 1998. Lezat & Halal Hidangan Arab. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Idrus, H.A. 1994. 64 Resep Spesial Masakan Padang. Solo: CV Aneka Solo.
Khumaidi, M. 1994. Gizi Mayarakat. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia
Sanjur, Diva. 1997. Social and Cultural Perspectives In Nutrition. Prentice Hall, Wc., Englewood Cliffs, N.J. 07632.
Sanmugani, Devagi. North Indian Cooking. Periplus.
Santoso, Sugeng, & Ranti, A. 1999. Kesehatan & Gizi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suhardjo. 1996. Berbagai cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Winarni, Astriati. 1991. Dasar Tatalaksana Boga. Surabaya: Departemen Pendidikan & Kebudayaan IKIP Surabaya.
Winneke, Odilia & Rinto, H. 2001. Kamus Lengkap Bumbu Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.