Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Selasa, 20 Agustus 2013

Mamberamo

Kabupaten Mamberamo, Provinsi Papua. Nama kabupaten ini bahkan baru saya dengar kemarin sore. Ya, waktu rapat koordinasi di Jakarta kemarin sore itu.

Kemarin, begitu saya tahu bahwa Unesa kebagian jatah untuk mengirim guru-guru SM-3T ke Mamberamo Tengah dan Mamberamo Raya, saya langsung komunikasikan ke teman-teman tim. Seperti dikomando, teman-teman begitu saja bagi tugas. Mas Heru Siswanto mematangkan run-down kegiatan prakondisi yang akan digelar pada 1-12
September 2013 nanti. Mas Yoyok menghimpun rekaman-rekaman video kegiatan SM-3T
yang diperoleh dari para peserta, untuk dibuat menjadi film dokumenter, sebagai salah satu materi dalam sesi prakondisi. Mas Sulaiman menangani Jatim Mengajar, dan dik Yanti membuat rancangan biaya dan anggaran untuk berbagai kegiatan. Dik Ucik (panggilan saya untuk bu Lucia) mempersiapkan kegiatan Program Pengenalan Akademik (PPA) S1 KKT.

Ya, begitu banyaknya kegiatan yang musti kami tangani dalam waktu yang hampir bersamaan, membuat kami harus memanfaatkan setiap detik yang ada dengan optimal. Apa lagi sebentar lagi mahasiswa PPG prodi PAUD dan PGSD, juga akan menempuh ujian kompetensi, juga dalam waktu yang hampir bersamaan.

Rekan kami, mas Rukin Firda, meski tentu saja tidak secara resmi sebagai tim SM-3T Unesa, tapi dia sudah seperti tim ahli saja di PPG. Beberapa kegiatan kami minta untuk ditanganinya, meski bukan sebagai tim inti. Saat ini, dia bersama mas Yoyok sedang menyusun konsep pencitraan PPG dan SM-3T Unesa, menggandeng JTV dan beberapa koran Radar di kabupaten-kabupaten. Pada saat prakondisi nanti, dia
juga diminta untuk mengisi materi komunikasi sosial. Pertimbangannya, dia berlatar belakang Ilmu Komunikasi, dan memiliki pemahaman yang baik terhadap kondisi daerah 3T yang akan ditempati sebagai lokasi penugasan para peserta.

Jadi kemarin itu, mas Rukin juga melaksanakan tugasnya begitu saja tanpa dikomando. Dengan cepat dia mencari informasi tentang Mamberamo. Di sela-sela rapat koordinasi, saya menyimak informasi yang diperolehnya, dan menyampaikannya di forum.

Ternyata, Mamberamo itu, menurut informasi awal yang sudah berhasil digali, untuk mencapainya dari Surabaya, perlu 12 jam penerbangan dengan lima kali transit. Itu pun baru sampai Nabire. Padahal, Mamberamo Raya, masih ke timuuurrr lagi. Wow, 12 jam. Ke Tanah Suci saja hanya perlu 8-9 jam...

Informasi yang lain, untuk mencapai Mamberamo, hanya ada satu jalan darat, itu pun sulit dan lama. Transportasi utama menyusuri Sungai Mamberamo dengan speed boat. Tarifnya mahal, ratusan ribu sampai sejuta untuk satu orang satu kali jalan. Kebutuhan sehari-hari tergatung pada suplai dari Jayapura. Harga bahan makanan dan lain-lain bisa dua kali lipat dibanding Jayapura. Padahal di Jayapura saja sudah mahal jika dibanding di Jawa.

Informasi ini akhirnya menjadi pertimbangan bagi tim dikti untuk memikirkan adanya tunjangan kemahalan, tidak hanya bagi Mamberamo, tapi bagi semua kabupaten di Papua dan Papua Barat. Termasuk juga memperhitungkan biaya transportasi yang pasti berlipat-lipat besarnya dibanding di kabupaten yang lain.

Sayang sekali, pada tahun ini, Dikti belum bisa mengalokasikan sejumlah dana untuk survei awal. Pertimbangannya tidak hanya dana, namun juga waktu. Ya, waktunya terlalu mendesak untuk melakukan survei. Akhirnya, seperti tahun-tahun kemarin, penugasan peserta ke daerah-daerah 3T lebih banyak mengandalkan informasi dan koordinasi dengan kepala dinas daerah setempat.

Surabaya, 20 Agustus 2013

Wassalam,
LN

Senin, 19 Agustus 2013

Kabar Awal SM-3T Angkatan Ke-3

Pukul 04.30 WIB. Bahkan bulan pun belum beranjak menuju peraduan saat saya keluar dari lobi Hotel Acacia sekitar satu jam yang lalu. Berlomba dengan waktu menuju Bandara Soetta. Saat ini, saya sudah duduk manis di Garuda Lounge. Memanfaatkan 45 menit waktu yang ada sebelum boarding, untuk salat dan melakukan sesuatu (menulis atau membaca) sambil menikmati teh hangat.

Sejak kemarin siang, saya dan para koordinator Program SM-3T dari 16 LPTK yang lain, melakukan rapat koordinasi di Hotel Acacia, tentu saja bersama tim dari Dikti. Ageda rapat kami adalah penentuan kelulusan calon peserta SM-3T dan plotting kabupaten tempat penugasan. 

Dari sekitar 14 ribuan pendaftar seluruh Indonesia, peserta yang dinyatakan lolos sebanyak 3000 peserta. Peserta yang lolos tersebut akan diundang untuk mengikuti prakondisi sejak tanggal 1-12 September di masing-masing LPTK penyelenggara. Bila mereka lulus prakondisi, mereka akan ditugaskan di 8 kabupaten (sebagaimana tahun yang lalu, plus di 21 kabupaten di Papua dan Papua Barat).

Khusus untuk Papua dan Papua Barat, memang merupakan program khusus di bawah wakil presiden, yaitu program percepatan pembangunan Papua. Pembangunan yang dimaksud menekankan pada bidang pendidikan dan kesehatan. Tahun ini, wapres mengharapkan ada sekitar 1000 orang guru yang ditugaskan di wilayah tersebut. Program SM-3T disebut sebagai program yang dapat memenuhi kebutuhan ini.

Tak ayal, hampir semua LPTK penyelenggara SM-3T kebagian jatah untuk mengirimkan peserta SM-3T ke 21 kabupaten tersebut. Kalau tahun yang lalu hanya UNM saja yang ditugaskan ke tujuh kabupaten di Papua dan Papua Barat, tahun ini, hanya UNP, Undiksha, Untan, Unsyiah dan Unri saja yang tidak. 

Unesa, selain empat wilayah sebagaimana yang sudah ditugaskan tahun yang lalu, tahun ini tambah wilayah Mamberamo Raya dan Mamberamo Tengah. Keduanya ada di Provinsi Papua.

Boarding time....

Jakarta, 20 Agustus 2013

Wassalam,
LN 

Senin, 12 Agustus 2013

Hari Pertama Ngantor

Alhamdulilah, meski dengan hidung mampet karena flu, saat ini saya sudah duduk manis di mobil. Meluncur menuju kampus. Anang, driver PPPG, memegang kemudi. Saya memanfaatkan waktu memainkan BB, duduk di jok tengah.

Kemarin, adalah puncak 'perayaan' idul fitri bagi kami sekeluarga. Setelah mudik ke Tuban, dan sampai di rumah pada Sabtu sore tempo hari, kami langsung bahu-membahu membereskan semuanya. Baju-baju kotor masuk mesin cuci. Berbagai macam uborampe bawaan dari kampung mulai dari jajanan sampai hasil kebun, semua tertata pada tempatnya.

Setelah rapi semua, kami mandi, salat maghrib, dan berangkat ke Carefour, belanja. Lho? Ya, karena besok, kami ketempatan halal bihalal kelompok haji, sekaligus rapat panitia Wisata Religi. Meskipun perkiraan hanya sekitar 15-20 orang yang akan hadir, tapi namanya juga mau ada tamu, maka segala sesuatunya harus disiapkan dengan sebaik-baiknya demi menghormati tamu.

Untunglah apa yang saya cari semua ada di Carefour. Bahan-bahan untuk menyajikan hidangan dengan menu sambal goreng labu siam, sambal goreng udang dan telur puyuh, opor ayam, dan es buah, semua tersedia. Udangnya besar-besar, dan bisa minta dikupaskan lagi. Yang masih ribet tinggal satu, mengupas telur puyuh.

Malam itu, semua hidangan sudah siap. Paginya tinggal memanaskan, menggoreng kerupuk udang, menggoreng pisang dan tape, serta membuat es buah, dan membeli kupat di pasar Karah,  terus menatanya. Beres.

Acara halbil keesokan harinya (kemarin) berjalan dengan lancar. Di kelompok itu, ketuanya adalah mas Ayik, dan saya sekretarisnya. Sekali lagi, nepotisme. Begitulah teman-teman paguyuban mempercayakan ke kami, dan meski pun begitu, kekompakan kami membuat semua urusan menjadi mudah. 

Acara ditutup dengan makan siang, hasil kerja nyonya rumah yang baik hati (hehe), dan alhamdulilah.....semuanya enak, sedap, joss. Itulah kalau memasak dengan hati. Apa pun bahan dan bumbunya, rasanya pasti huwenak... (Ciyusss.....). 

Dan ini hari pertama ngantor setelah libur lebaran. Mungkin karena kecapekan menikmati gegap-gempitanya idul fitri, saya dan mas Ayik kompak, kena flu. Masih mending mas Ayik baru besok masuk kantornya, jadi masih bisa istirahat di rumah (meski saya yakin dia nggak bakalan istirahat, nguteekkk aja...., seperti biasa). 

Saya sendiri harus sudah berangkat ke PPPG pagi ini, karena jam 10, ngundang rapat. Agendanya, persiapan Program Pengenalan Akademik (PPA) S1 KKT, persiapan survei lokasi untuk Jatim Mengajar, dan persiapan prakondisi SM-3T angkatan ketiga. Benar. Tak ada warming-up. Langsung tancap gas, masuk perseneling empat. Wussss......

Baru saja seorang mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan menelepon, minta bertemu karena mau mengantar berkas-berkas tesis untuk ujian minggu ini. Saya sudah membayangkan tumpukan berkas bersampul hijau itu. Tadi, di FT, juga sempat bertemu Prof. Munoto, Kaprodi S2 PTK, dan meminta jadwal kosong saya pada bulan ini. Setumpuk tesis juga sudah siap untuk diujikan. Dan malam-malam saya, seperti biasa, akan diwarnai dengan 'nggetu' baca tesis.

Yo wes, kerjo yo kerjo.....

Surabaya, 12 Agustus 2013

Wassalam,
LN

Sabtu, 10 Agustus 2013

Lebaran nih....(5)

Masjid Agung Tuban, icon kota Tuban.
Hari ketiga lebaran. Posisi masih di Tuban. Rencananya, siang nanti baru kembali ke Surabaya. Besok, sudah ada acara halbil di rumah, bersama teman-teman kelompok haji. So, banyak pekerjaan menunggu. Apa lagi Iyah belum balik dari mudik. Jadi musti mengerjakan semuanya sendiri, dibantu anak dan suami.

Pagi ini, setelah salat Shubuh, kami bersiap-siap lagi untuk menunaikan munajad kami. Ya, seperti kemarin. Apa lagi kalau bukan......bersepeda. Taratataaaa....

O'im dan Sa'ad sudah siap. Dua keponakan kami itu memang gemar bersepeda. Setidaknya ada bakat. O'im dan Sa'ad berusia sekitar 13 dan 11 tahun. Dari belasan keponakan kami, khususnya yang cowok, mereka yang terbesar, dan sudah memungkinkan untuk diajak bersepeda. Yang lain masih 'beyes-beyes'. Hehe.

Pagi ini kami menempuh rute yang agak berbeda dengan rute yang kami tempuh kemarin. Kalau kemarin hanya sekitar 10 km pulang-pergi, rute pagi ini sekitar 19 km. Untuk saya dan mas Ayik, itu rute ringan, tapi belum tentu untuk O'im dan Sa'ad. Maka kami membawa bekal air mineral untuk jaga-jaga kalau mereka perlu minum di tengah jalan.

Dan bercandalah kami dengan pagi yang sejuk. Kemarin kami menempuh perjalanan dari rumah langsung ke Merakurak. Saat ini, kami mengambil rute dari rumah menuju arah barat dulu, mampir di rumah adik di Banaran, baru menuju Merakurak. Jadi melingkar rutenya. 

Di Merakurak, kami akan mengambil serabeh yang sudah kami pesan kemarin. Dua puluh tangkep serabeh. Dua puluh ribu duitnya. Ya, murah bangetttt ya? Begitulah. Di sini, Anda masih bisa menemukan nasi bungkus seharga Rp. 2.000,- dan serabeh Rp. 500,- rupiah sebuah. Dengan bahan makanan yang sehat, diproses dengan relatif sehat, tanpa bahan tambahan makanan yang membahayakan bagi tubuh. Rasanya natural. Membagkitkan kenangan masa kecil. 

Saya seperti melihat sisi Tuban yang lain saat bersepeda menjelajah pedalaman seperti ini. Hamparan kebun jagung yang tanaman jagungnya mulai dari yang masih pendek, sedang, berbuah ranum siap dibakar, berbuah kering siap dipetik, semua ada. Bahkan ada juga kebun jeruk. Ya, jeruk. Kalau Tuban terkenal dengan belimbing Tasikmadu, buah srikaya, ubi dan labu kuning (waluh), siapa yang tidak tahu. Tapi ini jeruk. Mungkin ke depan, Tuban tidak hanya dikenal karena siwalannya (juga tuaknya, tentu saja), namun juga jeruknya. Siapa tahu?

Jalan-jalan di kabupaten Tuban, hampir semua beraspal mulus, bahkan sampai di pelosok-pelosok pun. Tuban memang pernah meraih prestasi sebagai kabupaten terbaik dalam hal infrastruktur. 

Berbagai industri yang sejak puluhan tahun tumbuh bak jamur di musim hujan, juga memberi perubahan yang signifikan. Penginapan, rumah makan, toko-toko, dan berbagai macam bisnis sampingan untuk melayani kebutuhan para pendatang juga tumbuh dengan pesat. Termasuk bisnis hiburan: karaouke, billyard, kafe, dan lain-lain. Perubahan musti membawa kosekuensi pada dua sisi, kebaikan dan keburukan.

Pemandangan di sepanjang jalan begitu menyegarkan mata dan jiwa. Sawah-sawah yang menghampar. Para petani yang sedang menyiapkan traktor. Air irigasi yang sedang dialirkan ke petak-petak yang akan ditanami. Para ibu bertopi lebar yang tengah mengayuh sepeda beriring-iringan. Dan....wow, matahari jingga yang begitu indah tersangkut di pepohonan. Subhanallah.... Indahnya....

Pagi ini begitu menyenangkan. Minum susu kopi di rumah adik di Banaran. Makan tempe gimbal panas sambil menunggu serabeh dan nasi pecel bungkus. Beramah tamah dengan orang-orang, dengan alam yang ramah. 

Hidup begitu lengkap. Begitu penuh warna. Begitu banyak cerita. Cerita tentang lebaran yang penuh suka cita, hanyalah salah satunya.....

Tuban, 10 Agustus 2013

Wassalam,
LN

Jumat, 09 Agustus 2013

Lebaran nih....(4)

Pesta nasi uduk selesai. Yang namanya pesta, jangan bayangkan dengan menu yang mewah dan berlimpah. Pesta kami hanya mengandalkan menu utama nasi uduk bungkus. Nasi uduk, lodeh kecambah, mie goreng, dan tempe goreng, yang disajikan dalam kemasan kertas lilin. Pelengkapnya adalah rempeyek kacang dan krupuk udang kecil-kecil. Juga, tentu saja, teh manis.

Selesai makan uduk, kami bersiap memulai acara selanjutnya, yaitu anjangsana, sowan-sowan ke rumah kerabat. Pakde paklik dan lain-lain. Para keponakan ikut serta. Mereka pakai baju-baju baru, cantik-cantik dan ngganteng-ngganteng. 

Siang yang terik kami sejukkan dengan menikmati setiap detik yang menyenangkan karena bertemu dengan sanak saudara. Di rumah paklik Bisri, adik ragil bapak, kami berebut dan berlomba makan gula-gula (biasa kami sebut arumanis). Ini hidangan khas yang selalu kami cari. Saya katakan khas, karena hidangan ini hanya ada di rumah paklik Bisri. Bulik Sob (istri paklik Bisri) tahu kalau kami semua gemar makan arumanis. Jadi selalu beliau siapkan setoples penuh arumanis, dan kami menghabiskannya dalam waktu sekejab.

Di rumah dik Hisyam, adik ragil saya, suguhan khasnya adalah rempeyek pedas dan minuman wedang sere. Mertua dik Hisyam tahu kalau kami mau datang, dan setoples besar rempeyek sudah beliau siapkan. Juga sepoci wedang jahe yang manis dan hangat.

Begitulah, kami mengalami kekenyangan karena kami makan terus dari satu rumah ke rumah yang lain. Sepertinya semua yang disuguhkan enak dan mengundang selera. Kemplang, keripik gayam, rengginang, kacang bawang, marning.....

Tapi tentu saja bukan makanan-makanan itu yang menjadi tujuan kami bersilaturahim. Adalah mempererat tali persaudaraan, saling berkabar, saling mengembangkan kepedulian, menjaga kebersamaan. Hampir setiap tahun kami melakukan aktivitas itu, sejak Arga masih kecil. Itulah yang diajarkan bapak ibu pada saya, dan saya ajarkan pada Arga. Ajaran itu menjadi tradisi di dalam keluarga besar kami.

Sampai sekarang pun, saat Arga sudah dewasa, dia tetap bersama kami bila melakukan aktivitas sowan-sowan itu. Seringkali teman-teman dan saudara-saudara heran, kok Arga masih mau diajak kesana kemari sama bapak ibunya. Ya, seperti otomatis saja, Arga selalu menyadari, apa tujuan datang ke Tuban, atau ke tempat lain. Ya dalam rangka silaturahim itu. 

"Barang siapa yang senang dipanjangkan umurnya, diluaskan rezekinya, dan dijauhkan dari kematian yang buruk, maka hendaklah bertakwa kepada Allah dan menyambung silaturahim." Begitulah menurut sebuah hadist. Manfaat silaturahim bahkan disebutkan ada 6, yaitu: diluaskan rezekinya, dikenang kebaikannya, dipanjangkan umurnya, khusnul khotimah, kecintaan dalam keluarga, dan kunci masuk surga. Amin YRA.

Maka, mari kita galakkan silaturahim... Apa lagi dalam momen lebaran ini. Yuk, silaturahim, yuk....


Tuban, 9 Agustus 2013

Wassalam,
LN

Kamis, 08 Agustus 2013

Lebaran nih...(3)

Mampir, menikmati  nasi boranan khas Lamongan.
Pagi, adzan subuh menggema. Hari kedua lebaran. Kami bertiga bangun, melakukan ritual pagi, bersiap melaksanakan munajad kami. Apa lagi kalau bukan......bersepeda. Taratataaaaaa......

Tapi Arga mengingkari janji. Sebenarnya tidak mengingkari janji. Dari kemarin dia sudah bilang kalau ingin memburu sunrise di pantai. Maka selepas salat, dia langsung melesat menuju pantai, lengkap dengan peralatan fotografinya.

Kami tidak jadi bersepeda bertiga, tapi berempat. Lho? Ya, kedua keponakan, O'im dan Sa'ad, ikut serta. Mereka kami minta untuk mengenakan jaket, karena pagi masih dingin. Teringat kapan itu, waktu O'im ikut kami bersepeda, dia 'njebeber' kedinginan karena tidak mengenakan jaket. Terus batuk-batuk....uhuk uhuk....

Maka berangkatlah kami menembus pagi yang masih gelap. Sawah di kanan-kiri, pepohonan di sepanjang jalan, dan makhluk-makhluk kecil yang namanya 'samber moto', menemani perjalanan kami. 

Tujuan kami jelas. Nasi uduk dan serabeh Merakurak. Jarak tempuh, untuk 5 kilometer itu, biasanya tidak sampai tiga puluh menit. Mungkin untuk pagi ini kami tempuh sedikit lebih lama, karena kami membawa pasukan anak-anak kecil itu.

Alhamdulilah, meski serabeh tidak buka, tapi nasi uduknya buka. Yang ngantri, wow....bakule sampek gak ketok bokonge. Kami mengambil beberapa buah tempe goreng yang masih hangat, tiga gelas teh panas, dan secangkir kopi. Sambil menunggu nasi uduk bungkus, kami menikmati hidangan itu, duduk-duduk di bale-bale, sebuah tempat duduk dari bambu. Nikmat nian......

Kami juga memanfaatkan menemui Sumarno dan Thoifur, dua teman SMP dan SMA saya, yang rumahnya di sekitar itu. Bertemu dengan anak istrinya, serta dengan orang tuanya. Bapak ibu mereka, yang sudah sepuh-sepuh, bahkan sudah ada yang bungkuk, nampak bahagia sekali dengan kunjungan kami. Mereka semua ikut 'njagongi' kami. Mereka juga menyilakan kami untuk singgah setiap kali mudik, meski pun mungkin Thoifur dan Sumarno sedang tidak di rumah. Indahnya silaturahim....

Nasi uduk, 23 bungkus, sudah siap dibawa pulang. Sepeda kami kayuh lagi. Ditemani matahari yang mulai menggeliat dan membagikan sinarnya yang hangat, kami melaju, menyibak kebekuan pagi. 

Sebentar lagi pesta nasi uduk. Kalau biasanya kami hanya minta Rp. 2.000,- per bungkus, kali ini kami minta Rp. 2.500,-. Jadi porsinya sedikit lebih besar. Padahal dengan dua ribu rupiah sebungkus itu saja sudah kenyang. Tapi tidak masalah. Sedikit kekenyangan tidak apa-apa. Ini kan lebaran?

Tuban, 9 Agustus 2013

Wassalam,
LN

Lebaran nih....(2)

Rencana sowan-sowan ke tetangga-tetangga batal. Perumahan sepi nyenyet. Kata pak satpam, semua mudik, hanya satu rumah saja yang tidak mudik. Tetangga-tetangga di kampung juga sepi. Sebagian besar juga mudik atau sedang berkunjung ke rumah saudara-saudaranya di luar kota. 

Ya sudah. Demi memanfaatkan waktu, kami mengubah agenda. Rencana ke Tuban yang awalnya besok, kami ajukan. 

Sore ini juga kami melaju ke Tuban. Dengan membawa serta tiga buah sepeda lipat, ini 'klangenan'nya mas Ayik. Cita-cita kami, besok pagi, selepas subuh, tiga sepeda itu akan kami kayuh bertiga, ke Merakurak. Apalagi kalau tidak demi nasi uduk dan serabeh. Kalau ini, klangenan saya. Juga klangenan semua.

Masuk tol Gunungsari sampai keluar pintu tol Bunder, jalan relatif lengang. Tapi begitu keluar dari tol, mobil-mobil pribadi dan sepeda motor cukup padat. Beberapa kali sempat kena macet.

Haduh. Tiba-tiba terjadi kecelakaan di depan mata. Meski dari arah berlawanan, nampak jelas di depan mata. Sebuah sepeda motor tertabrak sepeda motor yang lain. Penumpang yang ditabrak itu, seorang laki-laki menggonceng istri dengan anaknya yang masih bayi dalam gendongan ibunya. 

Saya ngeri membayangkan apa yang terjadi pada mereka, terutama pada si bayi itu. Syukurlah, nampaknya tidak terlalu parah, mudah-mudahan. Setidaknya saya melihat, si ibu bisa langsung bangkit, dibantu orang-orang, dan bayi itu tetap dalam gendongannya. Si suami, begitu bisa bangkit setelah ditolong orang-orang, langsung menghambur ke arah anak istrinya. Tidak mempedulikan laki-laki yang menabraknya. Orang-orang sudah mengurus laki-laki itu.

Hhhh.... Sejenak saya bernafas lega. Kemacetan begitu saja terjadi pada jalur kanan. Kami terus melaju. Tidak akan melambatkan mobil hanya sekedar untuk menonton kecelakaan itu. Kecuali akan menyebabkan macet, juga tidak etis, orang kemalangan kok ditonton. 

Gerimis turun begitu kami memasuki Lamongan. Awalnya kami heran, kok bakul-bakul nasi boranan di pinggir jalan itu pada berlarian. Kami pikir ada obrakan, ternyata mereka menghindari hujan. Bernaung di bawah emperan toko yang lagi tutup, menggelar lapak nasi borannya di sana. 

Kami berhenti di tempat kerumunan nasi boranan itu. Nasi boranan, nasi putih, urap, berbagai lauk pilihan, dan dibubuhi bumbu semacam bumbu bali, yang pedas rasanya. Yang khas adalah ikan sili, sejenis ikan kali, yang dipanggang. Juga ikan kutuk (ikan gabus) goreng, yang dicelup ke dalam bumbu yang pedas itu. Lauk khas lainnya, gimbal empuk, sate uritan, telur dadar, telur asin, dan udang goreng.

Saya melahap seporsi nasi boranan. Arga dan mas Ayik, seperti biasa, tak pernah cukup hanya dengan seporsi. Mereka habiskan dua pincuk nasi boranan, tandas.

Gerimis ternyata tidak lama. Gerimis parlente. Kami melanjutkan perjalanan. Ternyata sejak dari Lamongan kota, sepanjang jalan basah. Gerimis sesekali rapat. Memasuki kota Tuban malah disambut hujan deras. Sejuk semilir. Sesejuk hati kami yang sebentar lagi bersua dengan para pujaan hati, ibu, mas-mas, mbak-mbak, adik-adik, keponakan-keponakan.

Masuk halaman rumah kami yang besar, ternyata ada banyak sepeda motor parkir di mana-mana. Ya, ini lebaran pertama. Rumah kami, sejak siang, selalu dipenuhi dengan para santri, para siswa, mantan santri, mantan siswa, para wali kelas, dan juga para ibu jamaah pengajian. Kami langsung mengarahkan mobil ke halaman belakang rumah induk. Parkir di depan rumah kakak kedua saya, mas Zen. Tidak berbeda jauh. Rumahnya juga dipenuhi para tamu. 

Akhirnya malam itu, kami bersua dengan banyak orang. Saya langsung bergabung di ruang tamu putri, setelah bersalaman dengan ibu, mas-mas dan mbak-mbak serta para keponakan. Tamu-tamu itu, sebagian kecil adalah teman masa kecil saya. Setidaknya, mereka masih ingat Luluk kecil yang sekarang sudah menjelma menjadi Luluk jumbo...haha.

Saya hanya sebentar bergabung dengan mereka. Saya lantas menarik diri ke ruang makan di belakang, berkangen-kangenan sama saudara-saudara. Mbak ipar saya, mbak Uma, menyiapkan menu nasi pecel plus tempe gimbal dan ayam goreng. Meski perut kenyang, tak kuasa juga hati ini untuk tidak menikmati lezatnya pecel sayuran dan teman-temannya. Apa boleh buat. Sebulan puasa kan? Dan ini sedang lebaran...

Tuban, 8 Agustus 2013

Wassalam,
LN