Pages

Selasa, 20 Agustus 2013

Mamberamo

Kabupaten Mamberamo, Provinsi Papua. Nama kabupaten ini bahkan baru saya dengar kemarin sore. Ya, waktu rapat koordinasi di Jakarta kemarin sore itu.

Kemarin, begitu saya tahu bahwa Unesa kebagian jatah untuk mengirim guru-guru SM-3T ke Mamberamo Tengah dan Mamberamo Raya, saya langsung komunikasikan ke teman-teman tim. Seperti dikomando, teman-teman begitu saja bagi tugas. Mas Heru Siswanto mematangkan run-down kegiatan prakondisi yang akan digelar pada 1-12
September 2013 nanti. Mas Yoyok menghimpun rekaman-rekaman video kegiatan SM-3T
yang diperoleh dari para peserta, untuk dibuat menjadi film dokumenter, sebagai salah satu materi dalam sesi prakondisi. Mas Sulaiman menangani Jatim Mengajar, dan dik Yanti membuat rancangan biaya dan anggaran untuk berbagai kegiatan. Dik Ucik (panggilan saya untuk bu Lucia) mempersiapkan kegiatan Program Pengenalan Akademik (PPA) S1 KKT.

Ya, begitu banyaknya kegiatan yang musti kami tangani dalam waktu yang hampir bersamaan, membuat kami harus memanfaatkan setiap detik yang ada dengan optimal. Apa lagi sebentar lagi mahasiswa PPG prodi PAUD dan PGSD, juga akan menempuh ujian kompetensi, juga dalam waktu yang hampir bersamaan.

Rekan kami, mas Rukin Firda, meski tentu saja tidak secara resmi sebagai tim SM-3T Unesa, tapi dia sudah seperti tim ahli saja di PPG. Beberapa kegiatan kami minta untuk ditanganinya, meski bukan sebagai tim inti. Saat ini, dia bersama mas Yoyok sedang menyusun konsep pencitraan PPG dan SM-3T Unesa, menggandeng JTV dan beberapa koran Radar di kabupaten-kabupaten. Pada saat prakondisi nanti, dia
juga diminta untuk mengisi materi komunikasi sosial. Pertimbangannya, dia berlatar belakang Ilmu Komunikasi, dan memiliki pemahaman yang baik terhadap kondisi daerah 3T yang akan ditempati sebagai lokasi penugasan para peserta.

Jadi kemarin itu, mas Rukin juga melaksanakan tugasnya begitu saja tanpa dikomando. Dengan cepat dia mencari informasi tentang Mamberamo. Di sela-sela rapat koordinasi, saya menyimak informasi yang diperolehnya, dan menyampaikannya di forum.

Ternyata, Mamberamo itu, menurut informasi awal yang sudah berhasil digali, untuk mencapainya dari Surabaya, perlu 12 jam penerbangan dengan lima kali transit. Itu pun baru sampai Nabire. Padahal, Mamberamo Raya, masih ke timuuurrr lagi. Wow, 12 jam. Ke Tanah Suci saja hanya perlu 8-9 jam...

Informasi yang lain, untuk mencapai Mamberamo, hanya ada satu jalan darat, itu pun sulit dan lama. Transportasi utama menyusuri Sungai Mamberamo dengan speed boat. Tarifnya mahal, ratusan ribu sampai sejuta untuk satu orang satu kali jalan. Kebutuhan sehari-hari tergatung pada suplai dari Jayapura. Harga bahan makanan dan lain-lain bisa dua kali lipat dibanding Jayapura. Padahal di Jayapura saja sudah mahal jika dibanding di Jawa.

Informasi ini akhirnya menjadi pertimbangan bagi tim dikti untuk memikirkan adanya tunjangan kemahalan, tidak hanya bagi Mamberamo, tapi bagi semua kabupaten di Papua dan Papua Barat. Termasuk juga memperhitungkan biaya transportasi yang pasti berlipat-lipat besarnya dibanding di kabupaten yang lain.

Sayang sekali, pada tahun ini, Dikti belum bisa mengalokasikan sejumlah dana untuk survei awal. Pertimbangannya tidak hanya dana, namun juga waktu. Ya, waktunya terlalu mendesak untuk melakukan survei. Akhirnya, seperti tahun-tahun kemarin, penugasan peserta ke daerah-daerah 3T lebih banyak mengandalkan informasi dan koordinasi dengan kepala dinas daerah setempat.

Surabaya, 20 Agustus 2013

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...