Pages

Rabu, 07 Agustus 2013

Menggapai Ridho Allah

Ini sebuah acara di TVOne. Secara kebetulan saja saya, yang memang tidak terlalu hobi nonton TV, menemukannya pagi menjelang siang ini. 

Ceritanya, saya sedang mengisi 'slontongan' kupat-kupat dengan beras yang sudah saya 'pususi'. Tugas dari ibu, saya musti bikin kupat untuk menu buka puasa bersama sore nanti, dan juga untuk makan pagi setelah salat idul fitri besok. Dari pada hanya ngisikan beras, saya menghidupkan televisi. Duduk manis dengan tampah penuh slontongan kupat dan seember beras yang sudah bersih. Sambil menonton TV.

Dengan host K.H Syuhada Bahri, Ketua Umum Dewan Da'wah Islam Indonesia, acara ini begitu menarik perhatian saya. Misi Dewan Dakwah adalah melahirkan 1000 orang da'i yang mempunyai kompetensi mendidik umat si semua lapisan, di semua kalangan. 

Program bagus ini sedang menayangkan kisah perjalanan para da'i di berbagai pelosok Indonesia. Saat ini, yang sedang ditampilkan adalah perjuangan Ustad Buyah Hasan Pasaribu di Pulau Sikakap, Kepulauan Mentawai. Beliau yang mualaf itu berjuang ke titik-titik yang tidak mudah dijangkau. Kendaraannya adalah perahu, dan tentu saja dilanjutkan dengan jalan kaki menembus hutan dan semak belukar. Meski sudah tidak muda lagi, semangatnya begitu mengagumkan, sampai membuat saya mbrebes mili karena terharu.

Perjuangannya yang terberat adalah ketika harus mengajarkan Islam untuk menggantikan keyakinan masyarakat yang masih percaya pada kekuatan kayu-kayu besar, pada mistik-mistik, dukun-dukun, juga kepada arwah nenek moyang. Demi mengajarkan Islam itu, beliau sampai pernah diusi-usir oleh penduduk setempat.

Tapi beliau tak pernah menyerah. Tetap dengan sepenuh hati, perjuangannya tak pernah putus. Ternyata tak sia-sia. Beliau banyak mendapatkan pengikut dari masyarakat yang semula memusuhi beliau itu.

Saya jadi ingat perjuangan anak-anak SM-3T. Di awal-awal kehadiran mereka di Sumba Timur dua tahun yang lalu, penolakan sebagian masyarakat begitu kuat. Sampai memunculkan banyak friksi dan konflik. Sampai harus digelar peradilan adat segala untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan guru-guru pengabdi itu. 

Semua itu dikarenakan tajamnya jurang perbedaan agama dan budaya. Sempat mereka dituduh sebagai guru-guru yang sengaja dikirim untuk menyebarkan agama. Sempat juga dianggap telah melanggar hukum adat karena melakukan sesuatu yang menyulut persoalan dalam kehidupan masyarakat setempat.

Syukurlah, berkat kesabaran dan kesungguhan mereka, masyarakat akhirnya tahu apa tujuan kehadiran mereka di Tanah Marapu itu (Marapu adalah nama 'agama' masyarakat tradisional Sumba). Sampai akhirnya, setelah setahun itu, tangan masyarakat Sumba Timur terbuka lebar untuk menerima peserta angkatan berikutnya. Berkat perjuangan para peserta angkatan pertama yang telah berhasil 'membuka jalan'. 

Perubahan memang membutuhkan waktu. Kadang cepat, kadang lambat. Namun perjuangan, sekecil apa pun, asal dilakukan dengan sungguh-sungguh, dan hanya demi menggapai ridho-Nya, insyaallah akan selalu membuahkan hasil.

Selamat menyambut buka puasa yang insyaallah terakhir pada Ramadhan ini. Selamat merayakan idul fitri, mohon maaf lahir dan batin. Semoga semua ibadah kita selama di bulan Ramadhan diterima Allah SWT, dan kita semua dipertemukan dengan Ramadhan tahun depan. Amin YRA. 


Otw Tanggulangin, 7 Agustus 2013. 17.10 WIB.

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...